BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cacing Tambang Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar 30 50 % di perbagai daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di perkebunan karet di Sukabumi, Jawa Barat (95,1 %) dan di perkebunan kopi di Jawa Timur (80, 69 %). Prevalensi infeksi cacing tambang cenderung meningkat dengan meningkatnya umur. Tingginya prevalensi juga dipengaruhi oleh sifat pekerjaan sekelompok karyawan atau penduduk. Sebagai contoh dapat dikemukakan sebagai berikut kelompok karyawan wanita maupun pria yang mengolah tanah di perkebunan teh atau karet, akan terus menerus terpapar terhadap kontaminasi. 1.2 Hospes dan nama penyakit Hospes difinitif kedua cacing ini adalah manusia. Cacing ini tidak mempunyai hospes perantara. Tempat hidupnya dalam usus halus, terutama jejunum dan duadenum. Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini disebut necatoriasis dan ankilostomiasis. 1. Distribusi Geografi Penyebaran cacing ini di seluruh daerah katulistiwa dan di tempat lain dengan keadaan yang sesuai, misalnya di daerah pertambangan dan perkebunan. Prevalensi di Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan. Antara tahun 1972
1979 prevalensi diperbagai daerah pedesaan di Indonesia adalah sekitar 50 %. Pada survei-survei yang dilakukan Departemen Kesehatan di sepuluh provinsi di Indonesia antara tahun 1990 1991 hanya didapatkan 0 24,7% sadangkan prevalensi sebesar 6,7% didapatkan pada pemeriksaan 2478 anak sekolah dasar di Sumatera Utara.( Gandahusada, dkk, 1998) 2. Morfologi dan Daur Hidup Cacing dewasa hidup di dalam usus halus manusia. Cacing melekat pada mukosa usus dengan bagian mulutnya yang berkembang dengan baik. Infeksi pada manusia dapat terjadi melalui penetrasi kulit oleh larva filaform yang ada di tanah. Cacing dewasa berbentuk silindrik, ukuran cacing betina 9-13 mm dan cacing betina 5 10 mm, bentuk Necator americanus seperti huruf S, sedangkan Ansylostoma duodenale seperti huruf C, rongga mulut kedua spesies cacing ini lebar dan terbuka. Pada N. americanus mulut dilengkapi gigi kitin, sedangkan pada A. duodenale dilengkapi dua pasang gigi berbentuk lancip. Kedua cacing ini, yang jantan ujung ekornya mempunyai bursa korpulatriks, sedangkan yang betina ujung ekornya lurus dan lancip. Kedua spesies cacing dewasa ini secara morfologis mempunyai perbedaan yang nyata (terutama bentuk tubuh, rongga mulut, dan bursa kopulatriksnya). Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Didalam nya terdapat 4 8 sel. Larva
rabditiform panjangnya kira-kira 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya kira-kira 600 mikron. Daur hidup kedua cacing tambang ini dimulai dari larva filariform menembus kulit manusia kemudian masuk ke kapiler darah dan berturut-turut menuju jantung kanan, paru-paru, bronkus, trakea, laring, dan terakhir dalam usus halus sampai menjadi dewasa. 2. Aspek Klinis Gejala nekatoriasis dan ancylostomiasis : a. Stadium larva Larva yang masuk ke dalam kulit akan menimbulkan gatal-gatal yang disebut ground-itch, sedang larva yang mengadakan migrasi paru (lung migration) hanya menimbulkan gangguan yang ringan. Pemeriksaan darah menunjukkan eosinofili. b. Stadium dewasa Gejala tergantung pada : 1) spesies dan jumlah cacing 2) keadaan gizi penderita Tiap cacing Necator americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 0,1 mililiter sehari, sedangkan a.duadenale 0,08 0,34 mililiter. Biasanya akan terjadi anemia hipokrom mikrositer.
Hal-hal penting pada pemeriksaan laboratorium a. Telur cacing tambang yang ditemukan dalam tinja sering dikacaukan oleh telur A. lumbricoides yang berbentuk dekortikasi b. Tinja yang dibiarkan lebih dari 24 jam tanpa diawetkan maka telur yang ada di dalamnya akan berkembang, menetas dan mengeluarkan larva rabditiform. c. Larva rabditiform cacing tambang harus dibedakan dengan Strongiloides stercoralis dan Trichostrongylus sp.(melalui pembiakan larva metode Harada Mori) d. Telur cacing tambang mudah rusak oleh perwanaan permanen. Telur lebih mudah di lihat pada sediaan basah. C. Anemia Anemia bukanlah suatu diagnosa tetapi hanya tanda-tanda obyektif adanya suatu penyakit.tanda-tanda anemia adalah penurunan jumlah eritrosit,kwantitas hemoglobin dan volume padat eritrosit perseratus mililiter darah atau hematokrit yang kurang dari normal. 1. Klasifikasi Anemia Menurut Morfologi dan Etiologi Klasifikasi anemia dibagi menjadi dua yaitu menurut morfologi dan etiologi.menurut morfologinya anemia diklasifikasikan menjadi empat,yaitu anemia normositik normokromik dimana sel-sel darah merah mempunyai ukuran dan bentuk normal tetapi individu menderita anemia.biasanya terjadi pada keadaan penyakit kronik dan karena kehilangan darah akut.
Kedua adalah anemia makrositik normokromik disini sel darah merah mempunyai ukuran yang lebih besar dari normal tetapi warnanya normal.hal ini diakibatkan oleh gangguan sintesis asam nukleat DNA seperti pada penyakit difisiensi vitamin B12 dan atau asam folat.dapat juga disebabkan oleh obat yang digunakan untuk khemoterapi pada kanker. Kategori yang ketiga adalah anemia mikrositik hipokrom yang artinya sel eritrosit berukuran kecil dan warnanya pucat disebabkan kadar hemoglobin dalam eritrosit kurng dari normal.biasanya menggambarkan adanya isufisiensi sintesis hem (besi) seperti pada anemia difisiensi besi. Terakhir adalah anemia mikrositik normokromik pada keadaan ini ditemukan sel darah merah berukuran kecil tetapi kadar hemoglobinnya normal. Pada klasifikasi anemia menurut etiologinya, penyebab utamanya adalah karena kehilangan darah baik akut maupun kronik juga disebabkan oleh destruksi eritrosit yang berlebihan. 2. Hemoglobin Untuk mengetahui seseorang anemia atau tidak dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin.hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan Fe yang dinamakan conjugated protein.karena Fe inilah yang menyebabkan warna darah merah.oleh karena itu hemoglobin juga dinamakan zat warna darah. Fungsi dari hemoglobin adalah untuk mengatur pertukaran oksigen dengan karbon dioksida di dalam jaringan tubuh,mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa keseluruh jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar dan
membawa karbon dioksida dari jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paruparu untuk dibuang. Kadar hemoglobin dinyatakan dalam persen (%) atau gram persen yaitu jumlah gram hemoglobin per seratus mililiter darah. Manuaba (2001) mengatakan berdasar hasil pemeriksaan hemoglobin,anemia digolongkan menjadi : a. Hb 11 gram persen : tidak anemia b. Hb 9 10 gram persen : anemia ringan c. Hb 7 8 gram persen : anemia sedang b. Hb kurang dari 7 gram persen : anemia berat