ANALISIS WAKTU PELURUHAN TERHADAP PERSYARATAN DOSIS RADIOISOTOP UNTUK PEMERIKSAAN GONDOK

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS DOSIS YANG DITERIMA PASIEN PADA PEMERIKSAAN RENOGRAF

KOMPARASI PERHITUNGAN DOSIS RADIASI INTERNA PEKERJA PPTN SERPONG BERDASARKAN ICRP 30 TERHADAP ICRP 68

EVALUASI DOSIS RADIASI INTERNAL PEKERJA RADIASI PT-BATAN TEKNOLOGI DENGAN METODE IN-VITRO

TEORI DASAR RADIOTERAPI

BAB II Besaran dan Satuan Radiasi

PEMANTAUAN DOSIS RADIASI INTERNAL DENGAN WBC UNTUK PEKERJA PUSAT TEKNOLOGI LIMBAH RADIOAKTIF SERPONG TAHUN 2012

KOMPARASI PRAKIRAAN DOSIS INTERNA SECARA IN-VIVO DAN IN-VITRO. R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

PELURUHAN RADIOAKTIF. NANIK DWI NURHAYATI,S.Si,M.Si nanikdn.staff.uns.ac.id

ANALISIS DOSIS RADIASI PEKERJA RADIASI IEBE BERDASARKAN KETENTUAN ICRP 60/1990 DAN PP NO.33/2007

KALIBRASI EFISIENSI α/β COUNTER UNTUK ANALISIS RADIONUKLIDA PEMANCAR BETA DALAM CONTOH URIN

KAJIAN BAKU TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI LINGKUNGAN UNTUK CALON PLTN AP1000

PREDIKSI DOSIS PEMBATAS UNTUK PEKERJA RADIASI DI INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

PENENTUAN TEBAL PERISAI RADIASI PERANGKAT RADIOTERAPI EKSTERNAL Co-60 UNTUK POSISI PENYINARAN

PERANCANGAN RUANGAN RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN SUMBER Co-60

PENGKAJIAN PERHITUNGAN DOSIS RADIASIINTERNA PADA PEKERJA RADIASI BERDASARKAN ICRP 30 DAN ICRP 68

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional

PERANCANGAN RUANGAN RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN SUMBER Co-60

RADIOKIMIA Kinetika dan waktu paro peluruhan. Drs. Iqmal Tahir, M.Si.

PENGUKURAN RADIASI. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T.

ANALISIS DOSIS RADIASI PADA KOLAM AIR IRADIATOR GAMMA 2 MCi MENGGUNAKAN MCNP

Sulistyani, M.Si.

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016

PENELITIAN DAN NUKLIR ABSTRAK PEKERJA BKTPB 1,27. msv. BEM. merupakan. tahun. ABSTRACTT. for radiation. carried out. on radiation.

BAB III BESARAN DOSIS RADIASI

EVALUASI DOSIS RADIASI EKSTERNAL PEKERJA PUSAT RADIOISOTOP DAN RADIOFARMAKA ( PRR )

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 4, Oktober 2014 ISSN

ANALISIS PERHITUNGAN KETEBALAN KONTAINER PERALATAN BRAKITERAPI MDR UNTUK TERAPI KANKER LEHER RAHIM

PENGENDALIAN PERSONEL DI PUSAT PENELITIAN TENAGA NUKLIR SERPONG TAHUN 2005

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi

Analisis tingkat kontaminasi permukaan daerah kerja dan laju paparan radiasi pada Instalasi Kedokteran Nuklir

PEMANTAUAN DOSIS INTERNA PEKERJA RADIASI DI PUSAT TEKNOLOGI BAHAN BAKAR NUKLIR TAHUN 2009

EVALUASI DOSIS RADIASI EKSTERNAL PEKERJA PUSAT RADIOISOTOP DAN RADIOFARMAKA ( PRR )

PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF

Bab 2. Nilai Batas Dosis

ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN HIPERTIROID

SISTEM MANAJEMEN DOSIS PADA PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF DENGAN KENDARAAN DARAT

PENGARUH DIAMETER PHANTOM DAN TEBAL SLICE TERHADAP NILAI CTDI PADA PEMERIKSAAN MENGGUNAKAN CT-SCAN

PRODUKSI IODIUM-125 MENGGUNAKAN TARGET XENON ALAM

FAKTOR KOREKSI PENGUKURAN AKTIVITAS RADIOFARMAKA I-131 PADA WADAH VIAL GELAS TERHADAP AMPUL STANDAR PTKMR-BATAN MENGGUNAKAN DOSE CALIBRATOR

BAB II LANDASAN TEORI

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PEMANTAUAN PAPARAN RADIASI DAN KONTAMINASI RADIOAKTIF DI RUANG PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH RADIOAKTIF PTKMR-BATAN

PEMANTAUAN DOSIS PERORANGAN DI PUSAT TEKNOLOGI NUKLIR BAHAN DAN RADIOMETRI - BATAN BANDUNG

FISIKA ATOM & RADIASI

KAJIAN BESARNYA DOSIS YANG DITERIMA PEKERJA RADIASI PADA PROSES PRODUKSI RADIOISOTOP

PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF

PRA RANCANGAN KONTAINER TEMPAT PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF SUMBER TERBUNGKUS 192 Ir

PERANCANGAN RUANGAN RADIOGRAFI MEDIK DI SEKOLAH TINGGI TEKNIK NUKLIR

Radioaktivitas dan Reaksi Nuklir. Rida SNM

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tindakan tertentu, maupun terapetik. Di antara prosedur-prosedur tersebut, ada

PENGUKURAN KONSENTRASI RADON DALAM TEMPAT PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF. Untara, M. Cecep CH, Mahmudin, Sudiyati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

TINJAUAN DOSIS RADIASI EKSTERNAL TERHADAP PEKERJA DALAM PERBAIKAN DETEKTOR NEUTRON JKT03 CX 821 DI RSG-GAS

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN Journal of Radioisotope and Radiopharmaceuticals Vol 10, Oktober 2007

BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT

PENGUKURAN DOSIMETER PERORANGAN PEKERJA RADIASI PUSAT REAKTOR SERBA GUNA TAHUN Yanni Andriani, Elfida Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

HUKUM KETENAGANUKLIRAN; Tinjauan dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja, oleh Eri Hiswara Hak Cipta 2014 pada penulis

PENENTUAN DOSIS RADIASI EKSTERNAL PADA PEKERJA RADIASI DI RUANG PENYINARAN UNIT RADIOTERAPI RUMAH SAKIT DR.KARIADI SEMARANG

VIII. DOSIMETRI RADIASI, SAFETY, DAN REGULASI

Materi. Radioaktif Radiasi Proteksi Radiasi

Unnes Physics Journal

ANALISIS PERHITUNGAN KETEBALAN PERISAI RADIASI PERANGKAT RIA IP10.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PERHITUNGAN KETEBALAN BAHAN PERISAI Pb SEBAGAI KONTAINER ISOTOP Ir-192 UNTUK BRAKITERAPI MENGGUNAKAN SOFTWARE MCNP

5. Diagnosis dengan Radioisotop

PENGUKURAN AKTIVITAS URANIUM DAN TURUNAN THORIUM DALAM F/J..NTOM ORG.4N PARU-PARU

RADIOKALORIMETRI. Rohadi Awaludin

KAJIAN DAMPAK PENERAPAN BSS-115 DI FASILITAS RADIOTERAPI DAN INDUSTRI DI INDONESIA

Radioaktivitas Henry Becquerel Piere Curie Marie Curie

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KAJIAN MENGENAI PENERAPAN KONSEP PEMBATAS DOSIS MERUPAKAN AMANAT PASAL 35 DAN 36 PP NO. 33 TAHUN 2007

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid.

ESTIMASI NILAI CTDI DAN DOSIS EFEKTIF PASIEN BAGIAN HEAD, THORAX DAN ABDOMEN HASIL PEMERIKSAAN CT-SCAN MEREK PHILIPS BRILIANCE 6

U Th He 2

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU

PEMANTAUAN PENERIMAAN DOSIS EKSTERNA DAN INTERNA DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2012

PENGGUNAAN SINAR-X KARAKTERISTIK U-Ka2 DAN Th-Ka1 PADA ANALISIS KOMPOSISI ISOTOPIK URANIUM SECARA TIDAK MERUSAK

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 2, April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sangat di pengaruhi oleh upaya pembangunan dan kondisi lingkungan

oleh Werdi Putra Daeng Beta, SKM, M.Si

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Widyanuklida, Vol. 15 No. 1, November 2015: ISSN

FUNGSI PROGRAM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

ANALISIS SISA RADIOFARMAKA TC 99M MDP PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN TINGKAT PANDUAN PAPARAN MEDIK ATAU DIAGNOSTIC REFERENCE LEVEL (DRL) NASIONAL

X. ADMILNISTRASI. 1. Konsep satuan-satuan radiasi. Besaran-besaran radiologis yang banyak digunakan dalam proteksi radiasi adalah :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PENERIMAAN DOSIS RADIASI EKSTERNA MELEBIHI BATAS YANG DITENTUKAN.

ZAT RADIO AKTIF DAN PENGGUNAAN RADIO ISOTOP BAGI KESEHATAN ABDUL JALIL AMRI ARMA

Jumlah Proton = Z Jumlah Neutron = A Z Jumlah elektron = Z ( untuk atom netral)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

INTERKOMPARASI PENGUKURAN KAPSUL DALAM Ir-192 UNTUK UJI TAK MERUSAK

ABSTRAK. Kata Kunci: perhitungan radiasi, proteksi radiasi

OPTIMALISASI PE EMPATA KEMASA LIMBAH RADIOAKTIF AKTIVITAS RE DAH DA SEDA G DALAM REPOSITORI

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

Transkripsi:

ANALISIS WAKTU PELURUHAN TERHADAP PERSYARATAN DOSIS RADIOISOTOP UNTUK PEMERIKSAAN GONDOK Kristiyanti 1, Wahyuni Z Imran 1, Lely Yuniarsari 1 1 Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir BATAN ABSTRAK ANALISIS WAKTU PELURUHAN TERHADAP PERSYARATAN DOSIS RADIOISOTOP PADA PEMERIKSAAN GONDOK. Telah dilakukan analisis perhitungan waktu peluruhan radioisotope Iodium-131 (I-131) untuk diagnosis pasien gondok yang menggunakan peralatan Thyroid Up-take. Perhitungan untuk mengetahui berapa lama waktu peluruhan yang dibutuhkan Radioisotop tersebut agar mencapai aktivitas yang aman sebelum diberikan ke pasien. Diagnosis pada pasien gondok biasanya menggunakan I-131 yang mempunyai aktivitas tertentu dan diberikan ke pasien secara oral dalam bentuk kapsul. Untuk aktivitas yang tersedia dalam kapsul 100 µci didapatkan dosisnya 162 msv. Sesuai dengan Nilai Batas Dosis (NBD) yang direkomendasikan BAPETEN dosis yang diizinkan sebesar 50 msv, sehingga aktivitas tersebut harus diturunkan. Analisis perhitungan untuk menurunkan aktivitas menggunakan prinsip dosis serap radiasi internal sesuai dengan yang direkomendasikan International Commission of Radiological Protection (ICRP). Berdasarkan ICRP 68, dosis merupakan fungsi dari aktivitas dan faktor koreksi. Dari hasil perhitungan untuk menurunkan aktivitas dibutuhkan waktu meluruh paling cepat 14 hari sehingga aman bagi pasien. Kata kunci : Iodium-131, dosis, waktu meluruh. ABSTRACT AN ANALYSIS OF DECAY TIME TO SATISFY RADIOISOTOPE DOSE REQUIREMENT IN THYROID EXAMINATION. A calculation of decay time for Iodium-131 (I-131) to be used in thyroid patients using Thyroid Up-take has been done. The calculation was aimed define the time needed for the radioisotope to decay for attaining the save activity before it is used by patient. The diagnosis of thyroid patient typically uses I-131 capsules of a specific activity administered orally. It was found that a 100 µci capsule gave a dose of 162 msv. The dose limit threshold recommended by BAPETEN is no more than 50 msv, thus the capsule activity has to be reduced. The calculation on activity reduction was performed following the principle of internally absorbed radiation dose according to the recommendation of ICRP (International Commission of Radiation Protection). According to ICRP 68, dose is a function of activity and correction factor. The calculation showed that at least 14 days are needed for the activity to decay to level save for patient Keywords : Iodine-131, dose, decay time 1. PENDAHULUAN Penggunaan Radioisotop dalam ilmu kedokteran akhir-akhir ini berkembang dengan pesat. Di dunia kedokteran untuk menyembuhkan suatu penyakit baik penyakit biasa maupun penyakit yang membahayakan jika sejak dini dapat di deteksi maka proses penyembuhan dapat dilakukan dengan tepat. Salah satu alat yang digunakan uji tangkap kelenjar gondok adalah Thyroid Up-take yaitu suatu perangkat atau alat untuk mempelajari kecepatan kelenjar gondok (thyroid gland) dalam mengakumulasi dan melepaskan Iodium yang menjadi komponen utama dalam pembentukan hormon tiroksin yang berguna bagi metabolisme tubuh melalui suatu prosedur kedokteran nuklir. Ruang lingkup dari kajian ini meliputi penggunaan radioisotop Iodium-131 (I- 131) dengan aktivitas 100 µci dalam bentuk kapsul yang akan diberikan ke pasien untuk diagnostik. Kapsul aktif ini 371

diukur aktivitasnya dengan alat tersebut. Hasil pengukuran digunakan sebagai acuan standar. Setelah itu kapsul tersebut diberikan kepada pasien secara oral. Isotop Iodium tercatat secara otomatis dalam komputer. Hasil serangkaian pengukuran setelah pemberian kapsul Iodium dibandingkan dengan referensi (nilai perhitungan peluruhan). Hasil ini merupakan kurva persensi aktivitas Iodium yang terukur dalam kelenjar tadi [1]. Pengukuran dosis dihitung dengan mempertimbangkan prinsip proteksi radiasi untuk radiasi secara internal. Penggunaan radioisotop yang dipergunakan dalam bidang kedokteran nuklir, perlu diperhatikan dosis pemakaian yang tepat berdasarkan atas maksimum dosis radiasi yang diizinkan atau Nilai Batas Dosis (NBD) sesuai dengan SK. Ka BAPETEN No: 01/Ka- BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi, yang mengacu pada rekomendasi International Comission on Radiological Protection (ICRP) No 26 tahun 1997 dan Safety Series IAEA No.9 tahun 1983 yang menyatakan bahwa [2] : - Nilai Batas Dosis bagi pekerja radiasi untuk seluruh tubuh 50 msv per tahun. - Nilai Batas Dosis untuk masyarakat umum untuk seluruh tubuh 5 msv per tahun. Dalam hal penyinaran local yaitu bagian-bagian khusus dari tubuh, dosis rata-rata dalam tiap organ atau jaringan yang terkena harus tidak lebih dari 50 msv. Aktivitas Iodium yang tersedia dalam kapsul sebesar 100 µci, sehingga diperlukan perhitungan waktu peluruhan radioisotop tersebut untuk memenuhi NBD. Dengan menggunakan perhitungan hubungan antara aktivitas dengan faktor konversi dosis atau dosis terikat efektif per satuan intake maka bisa didapatkan dosis yang aman. 2. TEORI Perhitungan waktu peluruhan radioisotop untuk mencapai aktivitas yang diinginkan berdasarkan waktu 372 paruh. Waktu paruh (t½) suatu radioisotop adalah waktu yang diperlukan radioisotop untuk meluruh menjadi setengahnya. [3]. At=Ao.e -λt½ (1) At = aktivitas pada saat t Ao = aktivitas mula-mula λ = tetapan peluruhan t½ = umur paro Aktivitas zat Radioaktif. Aktifitas zat radioaktif menyatakan jumlah zat radioaktif yang melakukan peluruhan (desintegrasi) setiap satuan waktu (satuan waktu yang lazim digunakan adalah detik). Untuk menyatakan aktivitas zat radioaktif digunakan satuan Becquerel, yang disingkat Bq. Zat radioaktif dikatakan beraktifitas satu Bq apabila zat itu melakukan satu kali peluruhan. Jadi [3] : 1 Bq = 1 disentegrasi per sekon (dps) Satuan Bq merupakan satuan yang sangat kecil. Selain Bq, kita juga dapat menemui satuan lain untuk menyatakan aktivitas zat radioaktif, yaitu dalam Curie yang disingkat dengan Ci. Pada umumnya untuk zat radioaktif dengan tingkat aktivitas rendah digunakan satuan Bq, sedang untuk aktivitas tinggi digunakan satuan Ci. Satu Curie semula didefinisikan sebagai aktivitas 1 gram Radium-226 yang melakukan peluruhan 3,7x10 10 disintegrasi per sekon (dps). Karena 1 dps = 1 Bq, maka : 1 Ci = 3,7 x 10 10 Bq Satuan Ci menunjukkan tingkat aktivitas zat radioaktif yang sangat tinggi. Untuk menyatakan aktivitas yang lebih kecil seringkali digunakan satuan-satuan sebagai berikut: 1 milicurie (mci) = 10-3 Ci 1 microcurie (µci) = 10-6 Ci 1 nanocurie (nci) = 10-9 Ci 1 picocurie (pci) = 10-12 Ci

Aktivitas zat radioaktif hanya nenunjukkan jumlah inti radioaktip yang melakukan peluruhan, tetapi tidak menunjukkan jumlah radiasi yang dipancarkannya. Dalam setiap kali melakukan peluruhan, zat radioaktif dapat memancarkan lebih dari satu macam radiasi. Dosimetri Radiasi Metode pengukuran dosis radiasi dikenal dengan sebutan dosimetri radiasi. Selama perkembangannya, besaran yang dipakai dalam pengukuran jumlah radiasi selalu didasarkan pada jumlah ion yang terbentuk dalam keadaan tertentu atau pada jumlah energi radiasi yang diserahkan kepada bahan. Radiasi mempunyai satuan karena radiasi membawa atau menstransfer energi dari sumber radiasi yang diteruskan kepada medium yang menerima radiasi. Sampai saat ini ICRP masih tetap menggunakan besaran makroskopis yang disebut besaran dosimetri. Ada beberapa satuan dasar yang berhubungan dengan radiasi pengion yang disesuaikan dengan kriteria penggunaannya yaitu [4] : a. Dosis Serap Yaitu besaran yang tidak bergantung pada jenis radiasi, energi radiasi maupun sifat bahan penyerap, tetapi hanya bergantung pada jumlah energi radiasi yang diserap persatuan massa bahan yang menerima penyinaran tersebut. Jadi dosis radiasi merupakan jumlah energi yang diserahkan oleh radiasi atau banyaknya energi yang diserap oleh bahan persatuan massa bahan. Bisa dirumuskan : D=dE/dm (2) D = Dosis serap de = energi yang diserap oleh medium bermasa dm. Jika de dalam Joule (J) dan dm dalam kilogram (kg) Sehingga D = J/kg atau Gray (Gy) atau 100 radiation absolud dose (rad) Sehingga dosis serap terhadap waktu disebut laju dosis serap dirumuskan sebagai : D 0 = dd/dt Dimana dt dinyatakan sebagai Gray/detik. b. Dosis Ekuivalen. Dalam proteksi radiasi, besaran dosimetri yang lebih berguna karena berhubungan langsung dengan efek biologi adalah dosis ekivalen. Besaran dosis ekivalen lebih banyak digunakan berkaitan dengan pengaruh radiasi terhadap tubuh manusia atau sistim biologi lainnya. Dalam konsep ini radiasi apapun jenisnya asal nilai dosis ekivalen sama akan menimbulkan efek biologi yang sama pula terhadap jaringan tertentu. Dalam perhitungan dosis ekivalen ada faktor yang ikut menentukan yaitu kualitas radiasi. Kualitas radiasi ini mencakup jenis dan energi dari radiasi yang bersangkutan. ICRP 60 memperkenalkan kualitas radiasi sebagai faktor bobot radiasi w R. Dosis ekuivalen dalam organ T yang menerima penyinaran radiasi R (H TR ) ditentukan melalui persamaan : H T,R =w R.D T,R (3) D T,R adalah dosis serap yang dirata-ratakan untuk daerah organ atau jaringan T yang menerima radiasi R. w R adalah factor bobot dari radiasi R yang tidak berdimensi. Karena w R tidak berdimensi maka satuan dari dosis ekivalen sama dengan dosis serap yaitu J/Kg. Namun untuk membedakan antara kedua besaran tersebut dosis ekivalen diberi satuan Sievert (Sv). c. Dosis Serap Keefektifan radiasi dalam menimbulkan efek tertentu pada suatu organ diperlukan besaran baru yang disebut besaran dosis efektif. Besaran 373

ini merupakan penurunan dari besaran dosis ekivalen yang dibobot. Faktor pembobot dosis ekivalen untuk organ T disebut faktor bobot jaringan, w T. Nilai ini dipilih agar setiap dosis ekivalen yang diterima seragam di seluruh tubuh menghasilkan dosis efektif yang nilainya sama dengan dosis ekuivalen yang seragam itu. Dosis efektif dalam organ T, H E yang menerima radiasi dengan dosis ekuivalen H T ditentukan melalui persamaan : 374 H E =w T.H T (4) d. Dosis tara terikat Yaitu dosis yang diterima seseorang dari radiasi yang dipancarkan oleh radionuklida yang ada dalam tubuh. Radioaktif yang terdeposit dalam tubuh merupakan fungsi dari jenis radionuklida, waktu paro dan metabolisme radionuklida tersebut. ICRP menerapkan perhitungan untuk dosis tara total pada organ yang akan diterima selama 50 tahun setelah masuknya radionuklida kedalam tubuh. Perhitungan dosis menurut ICRP 68. Untuk mempermudah perhitungan, maka ICRP 68 menghitung dosis yaitu dengan persamaan [5] : H T,R =I(t)xe(g) (5) H T,R = dosis ekivalen (msv) I(t) = aktivitas (Bq) e(g) = faktor konversi dosis (Sv/Bq) Sedangkan I(t)=m/m (t) (6) m = aktivitas terdeteksi (Bq) atau laju ekskresi (Bq/hari) m (t) = fraksi intake yang ada dalam tubuh (invivo) atau fraksi intake yang dikeluarkan dari tubuh (infitro) pada waktu t (hari) setelah intake. Harga m (t) bergantung : - waktu intake - jenis pengukuran - ukuran partikel - klasifikasi faktor penyerapan dalam darah (tipe F, m,s) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber radioisotop yang digunakan pada pemeriksaan gondok biasanya dosis yang tersedia tidak tepat sesuai dengan yang akan digunakan. Pihak penyedia radioisotop akan menyerahkan radioisotop dengan besaran aktifitas yang mudah dalam pengukuran misalnya 100 µci. Sedangkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku besarnya dosis yang diizinkan diberikan ke pasien 50 msv, sehingga aktivitas tersebut perlu diturunkan diantaranya dengan cara peluruhan. Perhitungan peluruhan dilakukan untuk mengetahui berapa lama atau pada hari ke berapa dosis bisa memenuhi batas aman. Sesuai dengan NBD dari BAPETEN, dosis yang diperkenankan diberikan ke pasien. Perhitungan waktu peluruhan untuk I- 131. Perhitungan waktu peluruhan untuk I-131 dilakukan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk meluruh sehingga didapatkan dosis yang diperkenankan. Contoh perhitungan peluruhan I-131 untuk aktivitas 100 µci, Jika diketahui : Faktor bobot radiasi w R = 1 [4] Faktor bobot jaringan w T untuk jaringan tiroid = 0,05 [4] Faktor koreksi e(g) untuk pemberian secara oral 1,9.10-11 Sv/Bq [6]. Waktu paro t ½ untuk I-131 = 8,05 jam [4] Dengan menggunakan rumus (1),(3),(4) dan (5) maka didapatkan hasil perhitungan hubungan antara waktu peluruhan dan aktivitas untuk hari ke 1 dan seterusnya dari aktivitas mula-mula 100 µci seperti pada Tabel 1.

Karena aktivitas I-131 dalam kapsul yang tersedia 100 µci, didapatkan besarnya dosis 162 msv sehingga perlu dilakukan peluruhan. Dari Tabel 1 bisa diketahui bahwa untuk mencapai 50 msv maka baru pada hari ke 14 didapatkan dosis 53 msv dengan aktivitas 33 µci. Jadi bila digunakan aktivitas 100 µci maka dibutuhkan waktu meluruh lebih dari hari ke 14 untuk mencapai batas aman sesui NBD dari BAPETEN. Tabel 1. Hubungan antara waktu peluruhan dengan aktivitas. Hari ke Aktivitas (µci) Dosis (msv) Hari ke Aktivitas (µci) Dosis (msv) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 100 92 84 77 71 65 60 55 50 46 162 149 139 126 115 105 97 89 81 75 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 42 39 36 33 30 27 25 23 21 19 68 63 58 53 49 45 41 38 34 32 4. KESIMPULAN Bila untuk keperluan diagnosis aktivitas I-131 yang tersedia 100 µci, maka dibutuhkan waktu meluruh sesudah hari ke 14 dimana I-131 telah mengalami peluruhan dengan aktivitas menjadi 33 µci dengan dosis 53 msv. Sehingga dosis yang akan diterima pasien sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh BAPETEN yaitu maksimal 50 msv. 5. DAFTAR PUSTAKA [1]. WIRANTO dkk. Pencacah Thyroid Up-take untuk diagnosis fungsi kelenjar gondok PRPN-BATAN, 2009. [2]. SK Ka. BAPETEN No : 01/Ka- BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi, 1999. [3]. MUKHLIS AKHADI, Dasar-dasar Proteksi Radiasi, Rineka Cipta, Jakarta, 1997. [4]. PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BATAN, Prinsip Proteksi Radiasi, BATAN Serpong, 2006. [5]. ICRP 68, Evaluation of radiation doses to body tissues from Internal contamination due to occupational Commission on Radiation Protection, Publikasi No 10, Pergamon Press, Oxford, 1968. [6]. SAFETY REPORT SERIES No 37, Methodes for Assessing Occupational Radiation Doses Due to Intakes of Radionuclides. [7]. KRISTIYANTI Analisis Perhitungan Aktivitas Iodium untuk Diagnosis Pasien Thyroid Proseding Pertemuan Ilmiah Rekayasa Perangkat Nuklir PRPN-BATAN, 2009. 375