81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 1 & 2

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS TATANIAGA BERAS

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS TATANIAGA BERAS DI KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

ANALISIS SALURAN PEMASARAN KOMODITAS PANDANWANGI DI DESA BUNIKASIH KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province)

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

Jurnal NeO-Bis Volume 8, No. 2, Desember 2014 DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KAJIAN RANTAI PASOK BERAS DI DISTRIK TANAH MIRING KABUPATEN MERAUKE ABSTRACT

ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

ANALISIS PEMASARAN NENAS PALEMBANG (KASUS: DESA PAYA BESAR, KECAMATAN PAYARAMAN, KABUPATEN OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol


ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU

ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR. JAWA BARAT

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

KERAGAAN PEMASARAN GULA AREN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS MARJIN PEMASARAN AGROINDUSTRI BERAS DI KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

ANALISIS TATANIAGA BUAH NAGA ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN BANYUWANGI

IV. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

IV. METODE PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

Analisis Tataniaga Kentang di Propinsi Sumatera Utara. Marketing Analysis of Potato in Province of North Sumatera

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN. Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara

DI DESA CIPEUYEUM, KECAMATAN HAURWANGI, KABUPATEN CIANJUR ABSTRACT

III. KERANGKA PEMIKIRAN

MIMBAR AGRIBISNIS Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis (1): 13-28

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI JALAR DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH. (Analysis of the Marketing Efficiency of Sweet Potato In Central Lampung Regency)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH OLAHAN UBI JALAR (Ipomoea batatas, L.) DI DESA CIKARAWANG DAN DESA PETIR, KECAMATAN DRAMAGA, KABUPATEN BOGOR.

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk

III. KERANGKA PEMIKIRAN

AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal ISSN ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN

SISTEM PEMASARAN NENAS DI KECAMATAN CIJERUK, KABUPATEN BOGOR

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

A. WAKTU DAN TEMPAT B. METODE PENELITIAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA MAWAR POTONG DI DESA KERTAWANGI, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG BARAT. Abstrak

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU

ANALISIS SALURAN PEMASARAN GABAH (Oriza sativa ) DI GAPOKTAN SAUYUNAN (Suatu Kasus di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran)

RANTAI NILAI BERAS IR64 DI KECAMATAN WANAREJA KABUPATEN CILACAP

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU (Kasus Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN PISANG KEPOK DI KABUPATEN SERUYAN ABSTRACT

KARYA ILMIAH MAHASISWA AGRIBISNIS

4. METODOLOGIPENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Jenis dan Sumber Data. Metode Penentuan Responden

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk

Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep Agus Handaka Suryana Universitas Padjadjaran

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KEDELAI (Glycine Max (L) Merill) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR NURNIDYA BTARI KHADIJAH

ANALISIS PEMASARAN KOPI DI KECAMATAN BERMANI ULU RAYA KABUPATEN REJANG LEBONG

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN IKAN LELE DI DESA RASAU JAYA 1 KECAMATAN RASAU JAYA KABUPATEN KUBU RAYA

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

ANALISIS PEMASARAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN KUPANG DENGAN PENDEKATAN STRUKTUR, PERILAKU DAN TAMPILAN PASAR

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT (BOKAR) LUMP MANGKOK DARI DESA KOMPAS RAYA KECAMATAN PINOH UTARA KABUPATEN MELAWI

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017 ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KUBIS DI KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN *

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI DAN SISTEM PEMASARAN BERAS DI KABUPATEN KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT

ANALISIS PEMASARAN BENIH PADI SAWAH (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG (Suatu Kasus di Desa Sindangasih Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis)

Transkripsi:

81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) ANALISIS SISTEM TATANIAGA BERAS PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, KABUPATEN CIANJUR PROVINSI JAWA BARAT Eva Yolynda Aviny 1, Rita Nurmalina 2 dan Najmi Anniro 3 1 & 2 Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen - IPB 3 Alumni Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen - IPB ABSTRACT The research was conducted in the production center of Aromatic rice pandan wangi West Java (District of Cianjur) in February-March 2009. The objectives of the study were to analyze the market structure and marketing channel of aromatic rice pandan wangi. The figures used were primary and secondary data with descriptive analysis approach. The result indicated that the marketing system of aromatic rice Pandan wangi build closely into a perfect competition market structure with the shortest marketing channel that involve thraser agent and distributor as the most efficient channel. Keywords : Market structure, marketing channel PENDAHULUAN Beras pandan wangi memiliki berbagai keunggulan jika dibandingkan dengan beras varietas lain, antara lain beras pandan wangi dapat menghasilkan nasi yang pulen dan memiliki wangi pandan alami. Nilai jual beras pandan wangi pun lebih tinggi dibanding beras varietas lain Hal inilah yang mendorong Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur menetapkan pandan wangi sebagai komoditas unggul lokal disamping sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman palawija. Petani pandan wangi menjadi salah satu pelaku usaha yang paling menentukan dalam hal produksi padi pandan wangi. Berdasarkan pengamatan di lapangan, para petani masih menggunakan peralatan dan teknologi produksi yang masih sangat sederhana yang diakibatkan oleh keterbatasan modal dan ilmu pengetahuan. Mengingat pada umumnya motivasi petani dalam mengusahakan suatu komoditi tertentu adalah untuk memperoleh uang tunai melalui penjualan hasil sebagai upaya pemenuhan kebutuhan keluarga, maka gairah petani untuk memproduksi beras pandan wangi sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya harga yang diterima. Tinggi rendahnya harga yang diterima oleh petani sangat erat kaitannya dengan struktur pasar dan besarnya marjin pemasaran. Karena itu perlu diketahui struktur pasar beras pandan wangi dan penyebab tingginya marjin pemasaran. Gejala rendahnya harga yang diterima petani yang dapat mengurangi motivasi petani untuk menanam padi pandan wangi erat kaitannya dengan kondisi tataniaga yang kurang efisien. Menurut Azzaino (1982) dalam Sihombing (2005) gejala rendahnya bagian petani tersebut sering ditunjukkan oleh besarnya marjin tataniaga pada struktur pasar yang tidak atau kurang sempurna. Menurut Dally (1958) dalam Sudiyono (2002), marjin tataniaga merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani. Dari sisi lain, Waite dan dan Trelogan dalam Sudiyono (2002) mendefinisikan marjin tataniaga sebagai biaya dari jasa jasa tataniaga. Dari beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa komponen marjin pemasaran terdiri dari berbagai biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 82 lemabaga tataniaga dalam melaksanakan fungsi tataniaga yang dijalankannya dan keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga. Secara teoritis hal tersebut dapat digambarkan pada gambar 1. Perpotongan antara kurva permintaan tingkat petani (Df) dengan kurva penawaran tingkat petani (Sf) membentuk suatu titik yang merupakan harga pada tingkat petani, yaitu harga pada tingkat Pf. Dalam artian bahwa harga tersebut (Pf) merupakan harga riil yang diterima oleh petani untuk pembayaran hasil panen usahataninya. Perpotongan antara kurva permintaan tingkat pengecer (Dr) dengan kurva penawaran tingkat pengecer (Sr) membentuk suatu titik yang merupakan harga pada tingkat pengecer, yaitu harga pada tingkat Pr. Dengan kata lain, harga yang terbentuk (Pr) merupakan harga riil yang harus dibayarkan oleh konsumen akhir untuk memperoleh produk tersebut. Selisih antara tingkat harga yang diterima oleh petani (Pf) dengan harga yang harus dibayarkan konsumen akhir (Pr) adalah marjin tataniaga. Marjin tataniaga yang terbentuk ini adalah cakupan total dari keuntungan yang diterima oleh seluruh lembaga tataniaga dan biaya pemasaran yang harus dikeluarkan dalam melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga. Biaya pemasaran yang terbentuk merupakan sebuah biaya yang dikeluarkan dalam usaha-usaha untuk memberikan nilai tambah pada produk yang diperdagangkan, maupun biaya transportasi yang harus dikeluarkan untuk memberikan kegunaan tempat kepada produk yang diperdagangkan. Pada tahun 2008, Hasian yang menganalisis sistem tataniaga kacang kapri mengemukakan bahwa marjin tataniaga pada saluran yang memanfaatkan koperasi lebih tinggi daripada marjin pada saluran tataniaga yang melibatkan pedagang pengumpul. Hal yang relatif sama dikemukakan oleh Kertawati (2008) pada marjin tataniaga tembakau di kecamatan Leles Kabupaten Garut Jawa Barat, marjin tataniaga terkecil terjadi pada saluran tataniaga yang hanya melibatkan Bandar dan pabrik rokok sebagai konsumen akhir. Sr Sf Pr Pf Dr Df Q Keterangan: Q = jumlah barang Pr = harga tingkat eceran Pf = harga tingkat petani Sr = kurva penawaran tingkat pasar eceran Sf = kurva penawaran tingkat petani Dr = kurva permintaan tingkat pasar eceran Df = kurva permintaan tingkat petani (Pr Pf) = marjin tataniaga (Pr Pf) Q = nilai marjin tataniaga Gambar 1. Marjin Tataniaga Struktur pasar menentukan perilaku para pelaku pasar yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi secara signifikan kinerja suatu industri. Model pasar persaingan sempurna membutuhkan tiga asumsi dasar : 1. Penerimaan harga: Di dalam pasar bersaing sempurna terdapat banyak produsen dan pembeli yang menyebabkan keputusan harga salah satu pelaku pasar tidak dapat mempengaruhi harga pasar. 2. Keseragaman produk: dalam pasar persaingan sempurna produk relative homogen sehingga tidak ada biaya beralih.

83 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 3. Bebas masuk dan keluar: tidak ada hambatan masuk dan keluar. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari - Maret 2009. Pengumpulan data dengan teknik snowball sampling yang melibatkan 40 responden petani pandan wangi di Desa Buni Kasih, Desa Buni Sari, dan Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat yang merupakan sentra produksi beras pandan wangi, juga 23 pedagang beras pandan wangi hingga ke konsumen akhir. Alat analisis yang digunakan meliputi analisis farmer share dan analisis marjin tataniaga yang terdiri dari biaya pemasaran, marjin keuntungan dan nisbah marjin keuntungan. Secara matematis analisis marjin tataniaga dapat ditulis sebagai berikut : Mi = Psi Pbi Mi = Ci + πi Keterangan : Mi = marjin tataniaga di tingkat lembaga ke-i Psi = harga jual pasar di tingkat lembaga ke-i Pbi = harga beli pasar di tingkat lembaga ke-i Ci = biaya lembaga tataniaga ke-i πi = keuntungan lembaga tataniaga ke-i M = marjin tataniaga Cij = biaya pemasaran untuk melaksanakan fungsi tataniaga ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j Pj = keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga ke-j m = jumlah jenis biaya pemasaran n = jumlah lembaga tataniaga Analisis terhadap bagian yang diperoleh petani dari total harga akhir saluran tataniaga dihitung dengan rumus: Dimana : FS = Farmer s Share Pf = Harga beras pandan wangi pada tingkat petani Pr = Harga beras pandan wangi pada tingkat konsumen akhir Analisis struktur pasar dilakukan secara deskriptif dengan melihat jumlah produsen dan konsumen yang terlibat dalam proses tataniaga di lapangan, maupun berdasarkan volume dan market share masing-masing pelaku ekonomi. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. ANALISIS LEMBAGA DAN FUNGSI TATANIAGA Lembaga tataniaga beras pandan wangi adalah badan usaha, individu, atau pelaku ekonomi, yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung, dalam penyelenggaraan tataniaga beras pandan wangi. Terdapat tujuh lembaga tataniaga beras pandan wangi, yaitu : 1) Petani Petani Desa Bunikasih dan Bunisari pada umumnya menggunakan sistem tegel untuk sistem penanamannya dengan jarak 20 x 20 cm, 25 x 25 cm, 30 x 30 cm dan 35 x 35 cm serta 40 x 40 cm. Sistem tegel ini mempermudah penanaman, pemupukan, pengendalian hama, dan pemanenan. Pemanenan padi pandan wangi dilakukan secara manual menggunakan ani-ani, dengan perontokan menggunakan mesin perontok padi yang disebut dengan rontogan. Sehingga hasil panen yang diperoleh petani bukan dalam bentuk gabah kering panen, melainkan dalam bentuk malai kering panen. Dalam saluran tataniaga, fungsin tataniaga yang dijalankan petani adalah fungsi pertukaran dalam bentuk aktivitas penjualan

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 84 dan fungsi fisik sebagai produsen malai kering panen. 2) Gapoktan Citra Sawargi Gapoktan Citra Sawargi adalah gabungan dari kelompok tani para petani padi pandan wangi yang didirikan pada Bulan September 2006, beranggotakan petani padi pandan wangi dari Desa Bunikasih dan Desa Bunisari yang bertujuan untuk meningkatkan dayatawar petani dalam rantai tataniaga pandan wangi. Fungsi tataniaga yang dijalankannya adalah fungsi pertukaran yaitu menjual dan membeli, fungsi fisik dalam bentuk aktivitas pengolahan (penggilingan dan penjemuran), pengangkutan, penyortiran, pengemasan dan penyimpanan, serta fungsi fasilitas dalam bentuk informasi harga Gapoktan Citra Sawargi membeli hanya dari petani yang menjadi anggota Gapoktan Citra Sawargi dengan harga rata-rata 2.900 rupiah per kilogram malai kering yang ditentukan oleh kualitas padi yang dinilai dari rendemennya. Pembayaran dilakukan secara bertahap, 50 persen pembayaran dilakukan ketika panen, sedangkan 50 persen sisa pembayaran diberikan setelah beras pandan wangi dikirimkan kepada CV Quasindo. 3) Tengkulak Umumnya lembaga tataniaga ini berkedudukan di kabupaten Cianjur sehingga mereka relative mudah mendapatkan beras pandan wangi. Fungsi tataniaga yang dijalankannya hampir sama dengan Gapoktan, namun tanpa fungsi fasilitas dan aktivitas pengolahan. Sistem jual beli yang diterapkan umumnya sistem tebasan dan sistem timbang. Sistem tebasan adalah sistem jual-beli dimana harga ditentukan sebelum panen dan petani tidak bertanggung jawab atas proses panen. Sementara sistem timbang adalah sistem jualbeli dalam bentuk malai kering panen dimana petani bertanggung jawab terhadap proses pemanenan. Selain dari petani, tengkulak juga membeli dari tengkulak lain dalam bentuk beras jika pasokan tidak dapat memenuhi permintaan yang dihadapinya. Tengkulak membeli malai kering panen padi pandan wangi dengan harga rata-rata 2.809 rupiah per kilogram malai kering panen padi pandan wangi. Pengolahan dengan memanfaatkan jasa penggilingan hanya dilakukan oleh tengkulak yang menjual pandan wangi dalam bentuk beras pandan wangi. 4) Penggilingan Penggilingan merupakan salah satu lembaga tataniaga dalam tataniaga beras pandan wangi yang berperan sebagai penyedia jasa penggilingan beras selain menggiling gabahnya sendiri dan sebagai pedagang beras pandan wangi. Kapasitas penggilingan dalam satu hari berkisar antara 2-10 ton beras pandan wangi. Ada dua sistem upah penggilingan: (1) pembayaran 100 persen tunai dengan menir dan dedak menjadi milik pemilik gabah dengan kisaran harga 250-400 rupiah per kilogram beras yang dihasilkan, dan (2) pembayaran seharga 150-175 rupiah per kilogram beras yang dihasilkan, namun dedak menjadi milik pihak penyedia jasa penggilingan. Berdasarkan uraian tersebut maka fungsi tataniaga yang dijalankan penggilingan adalah fungsi pertukaran yaitu membeli malai kering panen dari petani atau tengkulak dan menjual beras ke tengkulak atau lebaga tataniaga berikutnya. 5) Pabrik Beras Pada dasarnya, pabrik beras merupakan sebuah pabrik penggilingan beras yang memiliki kapasitas lebih besar daripada penggilingan lainnya dan aktivitas utamanya adalah perdagangan beras pandan wangi.

85 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) Pabrik beras ini tidak melakukan usaha penyediaan jasa penggilingan kepada pihak lain. Aktivitas pengolahan malai kering panen padi pandan wangi menjadi beras pandan wangi yang dilakukannya adalah 100 persen kegiatan usaha untuk pihak pemilik penggilingan beras itu sendiri. Hal inilah yang menjadi perbedaan pokok antara pabrik beras dengan jasa penggilingan beras. Pembelian paling banyak dilakukan dalam bentuk malai kering panen padi pandan wangi daripada dalam bentuk beras. Pemasok utama untuk pabrik beras adalah tengkulak. Harga jual pabrik beras adalah berkisar antara 7.000-8.000 rupiah per kilogram beras pandan wangi. 6) Distributor Distributor ini adalah para pedagang grosir yang berada di Pasar Induk Cianjur, Pasar Induk Cipanas, Pasar Induk Cipinang, Perusahaan Dagang Beras, CV Quasindo, dan Pasar Induk Jembatan Besi. Selain menjual beras kepada supermarket, toko manisan, dan restoran, distributor ini juga menjual secara eceran langsung kepada konsumen. Pemasok utama dan satu-satunya beras pandan wangi untuk distributor adalah pabrik beras. Proses pengolahan, pengemasan, sortasi, dan pengangkutan ketika membeli sepenuhnya menjadi tanggung jawab pabrik beras. 7) Pengecer (Retail) Pengecer beras pandan wangi adalah supermarket dan toko manisan. Pemasok untuk supermarket dan toko manisan tersebut adalah pabrik beras dan distributor. Untuk supermarket dan toko manisan di Cianjur, umumnya dipasok oleh pabrik beras. Sedangkan supermarket yang berada di Bandung, Jakarta, dan Bogor lebih banyak yang mendapatkan supply dari distributor. 2. ANALISIS SALURAN TATANIAGA Secara keseluruhan, petani melakukan penjualan kepada tiga lembaga tataniaga, yaitu kepada tengkulak (59 persen), penggilingan (23 persen), dan Gapoktan Citra Sawargi (18 persen). Seluruh beras Gapoktan Citra Sawargi dijual kepada CV Quasindo yang hanya menjual ke pengecer (retail). Pemilik penggilingan menjual produknya kepada dua lembaga tataniaga, yaitu pabrik beras dan distributor. Sementara pabrik beras menjual berasnya ke dua lembaga tataniaga, yaitu distributor dan pengecer. Penjualan beras oleh distributor melalui dua lembaga tataniaga yaitu pengecer dan konsumen akhir. Pengecer langsung menjual beras kepada konsumen akhir tanpa ada perantara lain dan tanpa mengolahnya lebih dulu. Kombinasi lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga beras pandan wangi membentuk 16 saluran tataniaga yaitu : 1) Petani Tengkulak - Pabrik Beras- Distributor - Konsumen 2) Petani Tengkulak - Pabrik Beras- Distributor Retail - Konsumen 3) Petani Tengkulak - Pabrik Beras Retail - Konsumen 4) Petani Tengkulak Distributor - Konsumen 5) Petani Tengkulak Distributor Retail - Konsumen 6) Petani Tengkulak Penggilingan Distributor - Konsumen 7) Petani Tengkulak Penggilingan Distributor Retail - Konsumen 8) Petani Tengkulak Penggilingan Pabrik Beras Distributor - Konsumen 9) Petani Tengkulak Penggilingan - Pabrik Beras Distributor Retail - Konsumen 10) Petani Tengkulak Penggilingan - Pabrik Beras Retail - Konsumen

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 86 11) Petani Penggilingan Distributor - Konsumen 12) Petani Penggilingan Distributor Retail - Konsumen 13) Petani Penggilingan - Pabrik Beras Distributor - Konsumen 14) Petani Penggilingan - Pabrik Beras Distributor Retail - Konsumen 15) Petani Penggilingan - Pabrik Beras Retail - Konsumen 16) Petani Gapoktan - CV Quasindo Retail - Konsumen Saluran tataniaga beras pandan wangi beserta persentase penjualan untuk setiap lembaga tataniaga di Kabupaten Cianjur selengkapnya dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini. Gambar 2. Saluran Tataniaga Beras Pandan wangi 3. ANALISIS MARJIN TATANIAGA, FARMER S SHARE, KEUNTUNGAN, BIAYA PEMASARAN, DAN RASIO L/C Dari 16 saluran tataniaga beras pandan wangi di Kabupaten Cianjur, hanya saluran 16 (Petani - Gapoktan Citra Sawargi - CV Quasindo Retail - Konsumen) yang tidak menjual beras pandan wangi campuran atau beras pandan wangi palsu. Pada saluran 1 hingga saluran 15, beras pandan wangi campuran dan beras pandan wangi palsu ikut diperdagangkan. Tabel 1. menunjukkan marjin tataniaga, Farmer s Share, rasio l/c, biaya pemasaran, dan keuntungan masing-masing saluran tataniaga beras pandan wangi. Berdasarkan analisis marjin tataniaga dan Farmer s Share (table 1), diantara saluran 1 hingga saluran 15, saluran tataniaga yang paling efisien adalah saluran 11 karena memiliki biaya pemasaran yang terkecil dengan rasio keuntungan sebesar 4.4. Sementara saluran tataniaga yang paling tidak efisien adalah saluran 9 karena memiliki biaya pemasaran yang paling besar dengan saluran tataniaga yang terpanjang, meskipun rasio keuntungannya tidak berbeda jauh dengan saluran 11. Saluran 16, berdasarkan analisis marjin tataniaga memang memiliki marjin tataniaga terbesar yaitu 10.562 rupiah dengan nilai Farmer s Share yang paling kecil, namun harga malai kering panen yang diterima petani paling tinggi. Harga yang diterima konsumen pada saluran 16 ini jauh lebih mahal daripada harga yang diterima konsumen pada saluran beras pandan wangi lainnya karena saluran 16 hanya menjual beras pandan wangi murni, sehingga membutuhkan biaya pemasaran paling besar diantara saluran tataniaga lainnya, yaitu sebesar 7.781,14 rupiah. Berdasarkan analisis rasio keuntungan dengan biaya pemasaran (L/C), untuk setiap satu rupiah biaya

87 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) pemasaran yang dikeluarkan dalam saluran 16 akan memberikan keuntungan sebesar 2,8 rupiah. Dengan demikian, saluran tataniaga yang direkomendasikan adalah saluran 11 dan saluran 16. Saluran 11 merupakan saluran yang memiliki marjin tataniaga yang terkecil, nilai Farmer s Share terbesar, dan memiliki biaya pemasaran yang terkecil, sehingga menjadi saluran yang paling efisien. Sedangkan saluran 16 merupakan saluran yang menjual beras pandan wangi murni dan memberikan harga jual tertinggi bagi petani, artinya secara nominal, jumlah uang diterima petani untuk hasil panennya lebih tinggi daripada saluran lainnya. 4. ANALISIS STRUKTUR PASAR Struktur pasar yang dihadapi petani pandan wangi mendekati pasar persaingan sempurna karena cukup banyak petani dengan produk yang relative homogeny yaitu malai kering panen, sehingga petani tidak bisa memegang kendali harga malai pandan wangi yang dijualnya. Kecenderungan yang ada, tengkulak sebagai salah satu pembeli malai kering panen dari petani menetapkan harga yang relative sama, sehingga seorang petani tidak bias menentukan harga sesuai keinginannya. Salah satu alternative penjualan adalah kepada Gapoktan Citra Sawargi yang memberikan harga padi relatif lebih tinggi daripada harga penjualan kepada tengkulak. Namun hal ini tidak mempengaruhi struktur pasar karena daya serap Gapoktan relative kecil (hanya 18 persen dari total volume penjualan petani). Alternatif lain adalah menjual kepada pemilik penggilingan beras, namun tidak menjadi pilihan utama karena jumlahnya relative sedikit dan berkedudukan tidak sedekat tengkulak. Tabel 1. Marjin Tataniaga, Farmer s Share, Rasio L/C, Biaya Pemasaran, dan Keuntungan Saluran-Saluran Tataniaga Beras Pandan Wangi Saluran Marjin Tataniaga Farmer s Share Rasio L/C Biaya Keuntungan 1 2.164,02 74,24 1,77 779,92 1.384,10 2 4.468,38 58,26 5,79 658,05 3.810,33 3 4.468,38 58,26 7,23 543,07 3.925,31 4 2.164,02 74,24 3,05 533,69 1.630,33 5 4.468,38 58,26 6,05 633,69 3.834,69 6 2.164,02 74,24 3,29 504,81 1.659,21 7 4.468,38 58,26 6,39 604,81 3.863,57 8 2.164,02 74,24 1,88 751,04 1.412,98 9 4.468,38 58,26 4,25 851,04 3.617,34 10 4.468,38 58,26 5,07 736,06 3.732,32 11 2.035,26 75,77 4,40 377,08 1.658,18 12 4.339,62 59,46 8,10 477,08 3.862,54 13 2.035,26 75,77 2,27 623,31 1.411,95 14 4.339,62 59,46 5,00 723,31 3.616,31 15 4.339,62 59,46 6,13 608,33 3.731,29 16 10.562,00 37,87 2,80 2.780,86 7.781,14

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 88 Tengkulak sebagai penjual, memiliki alternatif penjualan kepada pemilik penggilingan beras, distributor, dan pabrik beras. Struktur pasar tengkulak distributor mendekati pasar persaingan sempurna karena cukup banyak tengkulak dan distributor dengan volume perdagangan yang relative sama. Sementara struktur pasar tengkulakpenggilingan dan pabrik beras mendekati pasar monopsoni, dimana terdapat satu pabrik beras yang memiliki pangsa pasar pembelian pabrik beras dan pemilik penggilingan yang mencapai lebih dari 70 persen. Hal ini menyebabkan pabrik beras tersebut dapat mempengaruhi harga belinya dari tengkulak ataupun pemilik penggilingan beras yang pada akhirnya mampu mempengaruhi harga malai kering panen padi pandan wangi pada tingkat petani. Hal yang berbeda ditemukan dalam penjualan beras pandan wangi di tingkat pabrik beras. Setiap pabrik beras memiliki pelanggan tetap, dimana tingkat harga yang berlaku selalu disesuaikan dengan harga pasar beras pandan wangi, keputusan harga penjualan satu pabrik beras tidak mampu mengubah harga keseimbangan di pasaran. Demikian pula struktur pasar yang dihadapi oleh distributor dan pengecer karena banyaknya jumlah distributor dan pengecer dengan produk yang relative homogen. Berdasarkan analisis struktur pasar yang dihadapi setiap lembaga tataniaga dalam saluran tataniaga beras pandan wangi, baik sebagai pembeli maupun sebagai penjual, dapat disimpulkan bahwa struktur pasar beras pandan wangi mendekati pasar persaingan sempurna karena terdapat banyak penjual, banyak pembeli, produk yang relatif homogen, tidak adanya hambatan masuk maupun hambatan keluar, dan terlihat nyata bahwa pada tingkat pasar konsumen, tidak ada satu pun pihak penjual maupun pembeli yang dapat mengendalikan dan menetapkan harga keseimbangan, seluruh penjual dan pembeli hanya menjadi price taker. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Terdapat tujuh lembaga tataniaga dalam sistem tataniaga beras pandan wangi yang membentuk 16 saluran tataniaga dengan hamper seluruh lembaga tataniaga menghadapi struktur pasar mendekati pasar persaingan sempurna. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga dalam sistem tataniaga beras pandan wangi antara lain adalah fungsi fisik, fungsi pertukaran, dan fungsi fasilitas. Saluran tataniaga beras pandan wangi campuran yang paling efisien adalah saluran 11 yaitu Petani Penggilingan Distributor - Konsumen, sedangkan yang paling tidak efisien adalah saluran 9 (Petani Tengkulak Penggilingan - Pabrik Beras Distributor Retail - Konsumen). Namun untuk mendapatkan harga di tingkat petani yang relative tinggi, saluran tataniaga yang berlaku adalah saluran 16, yaitu saluran tataniaga beras pandan wangi murni. Saluran tataniaga ini melibatkan Gapoktan sebagai penguat posisi rebut tawar petani saat berhadapan dengan pabrik atau distributor. SARAN Untuk meningkatkan pendapatannya, sebaiknya petani menjual kepada penggilingan yang langsung menjual kepada distributor atau memanfaatkan Gapoktan Citra Sawargi.

89 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) DAFTAR PUSTAKA Hasian, DE. 2008. Usahatani dan Tataniaga kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang, Cianjur, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kertawati, SH. 2008. Analisis Sistem Tataniaga Tembakau Mole (Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat) [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kohls RL dan Uhl JN. 1985. Marketing of Agricultural Products Six Edition. New York: Macmilian Publishing Company. Sihombing, L. 2005. Analisis Tataniaga Kentang di Propinsi Sumatera Utara. Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura. Vol 40 No. 2. September 2005 Sudiyono, A. 2001. Pemasaran Pertanian. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press.