PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP PENAMPILAN KAMBING KOSTA DAN PERSILANGAN BOER SAPIHAN MUCHJI MARTAWIDJAJA dan B. SETIADI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRACT Effect of Protein Ration on the Performances of Weaning Kosta and Crossed Boer Goats The experiment was carried out in Cilebut Experiment Station, Bogor, using eight weaning Kosta goats and eight weaning crossed Boer x Kacang (BKc) goats. All goats were randomly divided into two dietary treatment groups of four goats. Each animal was given 2 kg/d/h of fresh chopped Elephant grass, supplemented with one of two concentrates, i. e. R1 (15% crude protein; 3,500 kcal digestible energy/kg dry matter) and R2 (20% crude protein; 3,500 kcal digestible energy/kg dry matter). Cocentrate was given at 2.5% body weight (2.5% BW). Parameter measured were feed consumption per group, live weight change per individu and feed efficiency. For live weight change used Factorial Completely Randomized Design, and the responses to dietary treatment were analized using LSD test, while the effect on feed consumption, and feed utilization were presented descriptively. The results showed that increased protein levels from 15% to 20% in ration did not effect on dry matter (DM) and digestible energy (DE) consumption per kg BW, but crude protein (CP) consumption per kg BW increased 17.3% (BKc) and 20.8% (Kosta). The average consumption per kg BW of Kosta goat were 14.1% (DM), 9.4% (CP) and 15.8% (DE) higher than those of BKc goat. Average daily gain (ADG) of goats with ration treatment R2 was 22,8% (BKc) higher than R1 (P<0,05), but did not signicantly different on Kosta Goat (P>0,05), and between ration and breed goats did not show interaction effect on daily gain.the average feed utilization with treatment R2 was 13.3% (BKc) and 5,3% (Kosta) more efficient than treatment R1, and feed utilizaion of Kosta goats was 19,2% more efficient than BKc goats. In conclusion increased crude protein levels from 15% to 20% in the ration, increased crude protein intake, and gave positif effects on body weight gain and feed effciency of weaning goats especialy weaning BKc. Key words : Protein, Kosta goats, crossed BKc goats PENDAHULUAN Kambing Kosta merupakan salah satu kelompok kambing lokal, yang tersebar di sepanjang pantai barat dan utara daerah Banten sampai pantai Jakarta (ISA, 1953). Sedangkan kambing BKc adalah persilangan induk Kacang X jantan Boer asal Afrika selatan dengan bobot hidup dewasa antara 60 75 kg (DEVENDRA dan BURNS, 1983). Karakteristik produktivitas kambing Kosta dan BKc tersebut masih diteliti karena potensinya belum banyak diketahui. Secara umum pemeliharaan tradisional dengan pakan seadanya, produktivitas kambing akan rendah. Untuk meningkatkan produktivitas yang maksimal sesuai dengan potensi genetik yang dimiliki, perlu diimbangi dengan gizi pakan yang memadai sesuai kebutuhan status fisiologisnya. Gizi pakan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi produktivitas ternak. Protein adalah salah satu gizi makanan utama yang diperlukan untuk pertumbuhan ternak (TILLMAN et al., 1983; MCDONALD et al., 1988). Kekurangan protein yang berkepanjangan didalam ransum, akan menekan perkembangan mikroorganisme rumen, menurunkan kecernaan selulose dan sumber protein (MCDONAL et al., 1988), serta menghambat pertumbuhan (ENSMINGER dan PARKER, 1986; GATENBY, 1986). Selain itu protein diperlukan untuk mensintesa asam amino, membangun jaringan tubuh dan sebagai sumber energi dan lemak (TILLMAN et al., 1983). Penggunaan protein akan lebih efisien bila diimbangi dengan energi yang cukup (NRC, 1981; ENSMINGER dan PARKER, 1986). Anak kambing setelah disapih, sering kekurangan gizi makanan dan mengalami stres (cekaman) akibat penghentian air susu induk, konsekuensinya, kondisi tubuh dan kesehatan terganggu, menurunkan konsumsi dan menghambat pertumbuhan (MCDOWELL et al., 1970). Untuk mengembalikan kondisi tubuh dan memacu pertumbuhan, perlu mendapat pakan tambahan antara lain konsentrat (ENSMINGER dan PARKER, 1986). Penelitian pada domba (JUARINI et al., 1995), kambing muda (MARTAWIDJAJA et al., 1996), jantan dewasa (MARTAWIDJAJA et al., 2002) dan kambing bunting (MARTAWIDJAJA et al., 2002), yang diberi pakan dasar rumput ditambah konsentrat, menunjukkan pengaruh positif terhadap pertambahan bobot hidup dan meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Atas dasar pertimbangan di atas, maka pada kesempatan ini dilakukan percobaan dua macam ransum berbeda protein dengan energi sama yang Puslitbang Peternakan, Bogor 29 30 September 2003 157
diberikan pada dua bangsa kambing yaitu Kosta dan persilangan Boer (BKc) sapihan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui respon ternak terhadap ransum yang diberikan. MATERI DAN METODE Suatu percobaan pemberian ransum pada ternak kambing, telah dilakukan di Instalasi percobaan Cilebut, Bogor, dengan menggunakan delapan ekor kambing Kosta dan delapan ekor persilangan Boer x Kacang (BKc) betina sapihan. Selanjutnya kedua bangsa kambing tersebut dibagi dua kelompok masing-masing empat ekor. Kelompok I mendapat ransum perlakuan R1 = rumput + konsentrat K1 (PK 15^%, Edd 3.500 kkal/kg BK), dan kelompok II mendapat ransum R2 = rumput + konsentrat K2 (PK 20%, Edd 3.500 kkal/kg BK). Ternak ditempatkan di dalam kandang kelompok, rumput gajah segar cacahan diberikan rata-rata sebanyak 2 kg/ekor, konsentrat K1 dan K2 sebanyak 2,5% dari bobot hidup, air minum disediakan secukupnya. Pengamatan dilakuan selama 12 minggu, parameter yang diukur yaitu jumlah konsumsi ransum harian per kelompok, perubahan bobot hidup ternak per individu dan efisiensi penggunaan pakan. Jumlah konsumsi rata-rata per ekor diperoleh dari jumlah konsumsi per kelompok dibagi banyaknya ternak dalam kelompok. Untuk bobot hidup menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial 2 x 2. Perbedaan respon nutrisi terhadap konsumsi ransum dan efisiensi penggunaan pakan diuraikan secara deskriptif, sedangkan perbedaan respon nutrisi terhadap pertambahan bobot hidup dianalisis menggunakan uji LSD (STEEL dan TORRIE, 1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan bahan kering (BK), protein kasar (PK), gros energi (GE) rumput gajah (RG) dan konsentrat (K1 dan K2) yang diberikan untuk ransum kambing, tercantum pada Tabel 1. Kandungan PK pada konsentrat K2 sedikit lebih rendah dari yang ditetapkan semula (20%), sedangkan kandungan energi hanya dianalisa gros energinya (GE) di mana K1 dan K2 nilainya tidak jauh berbeda. Konsumsi ransum Zata-zat makanan (BK, PK dan GE) yang dikonsumsi kambing berasal dari rumput dan konsentrat didasarkan pada bahan keringnya. Selanjutnya untuk energi dapat dicerna (Edd) diasumsikan sebesar 70% GE. Dalam percobaan ini, konsumsi ransum dihitung per kilogram bobot hidup ( /kg BH) berturut-turut yaitu BK (g/kg BH), PK (g/kg BH) dan GE (kkal/kg BH). Pengaruh ransum terhadap konsumsi Bahan kering (BK) dan energi dapat dicerna (Edd) yang dikonsumsi kambing BKc antara perlakuan ransum R1 dengan R2 tidak jauh berbeda yaitu BK (33,3 vs 33,6 g/kg Bh) dan Edd (94,4 vs 94,5 kkal/kg BH), namun konsumsi protein kasar (PK) dengan ransum R2 rata-rata 17,3% lebih tinggi dari ransum R1 yaitu 5,16 g vs 6,06 g/kg BH (Tabel 2). Bahan kering (BK) dan Edd yang dikonsumsi kambing Kosta antara yang diberi ransum R1 dengan R2 relatif sama yaitu BK (37,4 g vs 38,9 g/kg BH) dan Edd (108 vs 110,8 kkal/kg BH), sedangkan konsumsi PK dengan ransum R2 rata-rata 20,9% lebih tinggi dari R1 yaitu 5,56 g vs 6,72 g/kg BH (Tabel 2). Dengan demikian penambahan protein kasar sebesar 5% dalam ransum (konsentrat), tidak berpengaruh pada konsumsi bahan kering dan energi, namun meningkatkan konsumsi protein kasar baik pada kambing BKc maupun kambing Kosta. Pengaruh bangsa ternak terhadap konsumsi Jumlah ransum yang dikonsumsi ternak, selain dipengaruhi kualitas pakan, bobot hidup, juga dipengaruhi oleh bangsa ternak (ENSMINGER dan PARKER, 1986, TILLMAN et al., 1983). Pada kondisi penelitian ini, total BK, Edd dan PK harian yang dikonsumsi kambing BKc per ekor rata-rata lebih tinggi dari kambing Kosta. Namun bila dihitung per kg bobot hidup, kambing Kosta rata-rata mengkonsumsi BK (14,1%), PK (9,4%) dan Edd (15,8%) lebih tinggi dari kambing BKc (Tabel 2). Selama hidup ternak kambing perlu makan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan (berproduksi) yang jumlahnya tergantung dari besarnya bobot hidup dan laju pertumbuhannya. Kambing dengan bobot hidup antara 10 20 kg (rataan 15 kg), untuk hidup pokok per hari, membutuhkan bahan kering (BK) antara 300 400 g (rataan 350 g), protein kasar (PK) antara 27 46 g (rataan 36,5 g) dan energi dapat dicerna (Edd) antara 870 1.470 kkal (rataan 1.170 kkal) (NRC, 1981). Pada penelitian ini, bobot hidup kambing BKc ratarata pada kelompok perlakuan ransum R1 dan R2 masing-masing yaitu 15,93 kg dan 16,83 kg. Untuk hidup pokok per ekor sehari membutuhkan konsumsi BK = + 350 g, PK = + 36,5 g dan Edd = + 1.170 kkal. Bobot hidup kambing Kosta pada kelompok ransum R1 dan R2 masing-masing yaitu 9,7 kg dan 9,5 kg. Untuk hidup pokok rata-rata per ekor per hari membutuhkan konsumsi BK = + 300 g, PK = + 27 g dan Edd = + 870 kkal. 158 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 30 September 2003
Tabel 1. Kandungan bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan gros energi (GE) rumput gajah (RG) dan konsentrat komersial (K1dan K2) Jenis pakan BK (%) PK (%) GE (kkal/kg BK) Rumput gajah (RG) 16,7 12,3 3.458 Konsentrat: K1 90,35 15,04 4.158 K2 90,37 19,26 4.122 Tabel 2. Konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan gros energi (GE), pertambahan bobot hidup harian (PBHH) dan efisiensi penggunaan pakan (EPP) Kambing BKc Kambing Kosta Uraian Perlakuan ransum Perlakuan ransum R1 R2 Rataan R1 R2 Rataan Konsumsi ransum : BK - rumput (g/ekor/hari) 257 280 152 167 - konsentrat (g/ekor/hari) 274 286 211 202 Total BK (g/ekor/hari) 531 566 548,5 363 369 366 (g/kg BH) 33,3 33,6 33,4 37,4 38,9 38,1 PK (g/ekor/hari) 82,2 102,0 92,1 53,9 63,7 58,8 (g/kg BH) 5,16 6,06 5,61 5,56 6,72 6,14 GE (kkal/kg BK) 2.150 2.272 1.497 1.498 Edd (kkal/kg BK) 1.505 1.590 1.547 1.048 1.049 1.048 (kkal/kg BH) 94.4 94,5 94,4 108 110,6 109,3 Bobot hidup (BH): BH awal (kg) 13,27 13,55 7,33 6,94 BH akhir (kg) 18,60 20,10 12,07 12,02 PBH (kg) 5,33 6,55 4,74 5,08 PBHH (g/ekor/h) 63,5 a 78,0 b 70,75 A 56,4 a 60,5 a 58,4 B EPP{(g BK/h)/(g PBHH)} 8,36 7,25 7,80 6,44 6,10 6,27 Huruf kecil atau huruf besar yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Ditinjau secara keseluruhan, konsumsi BK, PK dan Edd baik kambing Kosta maupun kambing BKc, ratarata melebihi kebutuhan untuk hidup pokok. Dengan demikian jumlah ransum yang dikonsumsi kambing tersebut, memungkinkan untuk bisa tumbuh atau menambah bobot hidupnya. Pertambahan bobot hidup Pertambahan bobot hidup harian (PBHH) kambing diperoleh dari bobot akhir dikurangi bobot awal dibagi lama pengamatan {(BB Akr BB Awl)/jumlah hari}. Pada penelitian ini, perlakuan ransum dan perbedaan bangsa menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot hidup harian (PBHH) kambing. Pertambahan bobot hidup harian (PBHH) kambing BKc dengan ransum R2 rata-rata 22,8% lebih tinggi dari ransum R1 (P<0,05). Pada kambing Kosta antara ransum R1 dengan R2 tidak berbeda (P>0,05), namun dengan ransum R2 cenderung 7,3% lebih tinggi dari R1 (Tabel 2). Rataan PBHH kambing BKc nyata 17,3% lebih tinggi dari kambing Kosta (P<0,05), antara ransum dengan bangsa kambing tidak menunjukkan adanya interaksi (P>0,05). Rataan PBHH kambing BKc antara perlakuan ransum R1 vs R2 yaitu 63,5 vs 78,0 g, sedangkan kambing Kosta antara ransum R1 vs R2 yaitu 56,4 vs 60,5 g (Tabel 2). Perbedaan PBHH antara yang diberi perlakuan ransum R1 dengan R2, baik pada kambing BKc maupun kambing Kosta tersebut diduga karena pengaruh dari perbedaan tingginya kandungan PK ransum. Telah disebutkan di atas bahwa konsumsi BK dan Edd per kg bobot hidup antara perlakuan ransum R1 dengan R2 tidak jauh berbeda baik pada kambing BKc maupun kambing Kosta (Tabel 2), namun Puslitbang Peternakan, Bogor 29 30 September 2003 159
konsumsi PK dengan ransum R2 rata-rata 17,4% (BKc) dan 20,9% (Kosta) lebih tinggi dari perl;akuan ransum R1. Oleh karena itu maka wajar pertambahan bobot hidup kambing yang mendapat ransum dengan kandungan protein yang lebih tinggi, akan menghasilkan pertambahan bobot hidup yang lebih tinggi seperti yang diutarakan oleh NRC (1981), TILLMAN et al., (1983), ENSMINGER dan PARKER (1986), MCDONALD et al., (1988). Protein merupakan salah satu komponen gizi pokok yang diperlukan untuk pertumbuhan ternak fase pertumbuhan. Kekurangan protein dalam ransum yang dikonsumsi, dapat menghambat pertumbuhan (ENSMINGER dan PARKER, 1986; GATENBY, 1986). menekan mikroorganisme rumen yang berfungsi mencerna selulose dan sebagai sumber protein bagi ternak (MCDONALD et al., 1988). Selain itu protein berfungsi sebagai bahan untuk mensitesa asam amino, membangun dan menjaga protein jaringan dan organ tubuh serta sebagai sumber energi dan lemak tubuh (TILLMAN et al., 1983). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa peningkatan protein dalam ransum dapat menghasilkan pertambahan bobot hidup yang lebih tinggi pada kambing Kacang muda (MARTAWIDJAJA et al., 1996), domba fase pertumbuhan (MATHIUS et al., 1996) kambing jantan dewasa (MARTAWIDJAJA et al., 2002) dan kambing bunting (MARTAWIDJAJA et al., 2002). Bila dibandingkan antara kedua bangsa kambing tersebut, PBH yang dicapai kambing BKc rata-rata lebih tinggi dari kambing Kosta masing-masing sebesar 12,6% dengan ransum R1 dan 29% dengan ransum R2. Perbedaan PBH ini disebabkan kambing BKc mengandung genotipe kambing Boer dengan bobot hidup jantan dewasa lebih besar yaitu antara 60 75 kg (DEVENDRA dan BURNS, 1983), sedangkan kambing Kosta adalah kambing lokal yang bobot hidupnya kecil. Selanjutnya menurut ENSMINGER dan PARAKER (1986), laju pertambahan bobot hidup selain dipengaruhi oleh ransum, juga oleh bangsa dan mutu genetik ternak. Dengan demikian peningkatan protein dalam ransum, memberikan pengaruh positif terhadap pertambahan bobot hidup. Efisiensi penggunaan pakan Efisiensi penggunaan pakan diperoleh dari rataan bahan kering (BK) yang dikonsumsi (g/e/h) dibagi dengan rataan pertambahan bobot hidup (g/e/h) (ENSMINGER dan PARKER, 1986). Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan protein dalam ransum, dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Penggunaan pakan dengan perlakuan ransum R2 pada kambing BKc dan Kosta masing-masing sebesar 13,3% dan 5,4% lebih efisien dari ransum R1 (Tabel 2). Bila dibandingkan antara kedua bangsa, maka penggunaan pakan pada kambing Kosta rata-rata 19,6% lebih efisien dari kambing BKc (Tabel 2). Dengan demikian semakin kecil nilai konversi pakan, akan semakin efisien ternak tersebut dalam penggunaan nutrisi ransum untuk menambah bobot hidupnya. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa peningkatan protein dalam ransum selain meningkatkan pertambahan bobot hidup lebih tinggi, juga meningkatkan efisiensi penggunaan pakan pada kambing Kacang muda (MARTAWIDJAJA et al., 1996), kambing betina sapihan (MARTAWIDJAJA, 1999), kambing jantan dewasa (MARTAWIDJAJA et al., 2002) dan kambing bunting (MARTAWIDJAJA et al., 2002). Efisiensi penggunaan pakan khususnya ternak ruminansia, dipengaruhi oleh kualitas ransum dan besarnya pertambahan bobot hidup (TILLMAN et al., 1983; KUSWANDI et al., 1992), serta nilai kecernaan pakan yang dikonsumsi (HARYANTO et al., 1992). Dengam demikian maka ransum dengan kandungan protein yang lebih tinggi pada penelitian ini, memiliki kualitas dan kecernaan yang lebih baik. KESIMPULAN Dari hasil dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa peningkatan protein kasar (PK) dalam ransum dari 15% menjadi 20% dengan energi dapat dicerna (Edd) sama yaitu 3.500 kkal/kg bahan kering (BK), tidak mempengaruhi terhadap konsumsi BK dan Edd, namun meningkatkan konsumsi PK, pertambahan bobot hidup (PBH), dan efisiensi penggunaan pakan kambing BKc dan Kosta sapihan. Pertambahan bobot hidup kambing Kosta rata-rata lebih rendah, namun penggunaan pakan lebih efisien dari kambing BKc. DAFTAR PUSTAKA DEVENDRA, C. and N. BURNS. 1983. Goat production in the tropics. Commonwealth Agricultural Bureaox, London. ENSMINGER, M. E. dan R. O. PARKER. 1986. Sheep and goats Science. 5 th Ed. The InterstatePrinters & Publisher. Inc, Danville, Illinois : 235 253. GATENBY, R. M. 1986. Sheep production in the tropics and subtropics. Tropical Agricultural Series, Longmans, London and New York. HARYANTO, B., M. PALAMONIA., KUSWANDI dan M. MARTAWIDJAJA. 1992. Pengaruh suplementasi energi dan protein terhadap nilai kecernaan dan pemanfaatan pakan pada domba.i. Bahan kering, bahan organik, protein dan energi. Pros. Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Ternak Ruminansia Kecil. Balitnak. Puslitbangnakm, Bogor: 44-48 160 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 30 September 2003
ISA, M. 1953. Beternak kambing. Cetakan ke dua. Balai Pustaka, Jakarta JUARINI, E., I. HASAN., B. PRABOWO dan A. TAHAR. 1995. Penggunaan konsentrat komersial dalam ransum domba di pedesaandengan agroekosistem campuran (sawahtyegal)di Jawa Barat. Pros. Seminar Nasional Sain dan Teknologi Peternakan. Balitnak. Puslitbangnak. Badan Litbangtan. Deptan, Bogor : 182-187 KUSWANDI., H. PULUNGAN dan B. HARYANTO. 1992. Manfaat nutrisi rumput l;apangan dengan tambahan konsentrat pada domba. Pros. Optimalisasi Sumberdaya dalam Pembangunan Peternakan menuju Swasembada Protein Hewani. ISPI Cabang Bogor : 12-15 MARTAWIDJAJA, M., SORTA. S. SITORUS., BAMBANG SETIADI dan AGUS SUPARYANTO. 1996. Penelitian anak kambing pra-sapih. Laporan Hasil Kegiatan Penelitian APBN tahun 1995. Balitnak. Puslitbangnak, Bogor. MARTAWIDJAJA, M dan B. SETIADI. 2002. Pengaruh tingkat protein ransum terhadap penampilan kambing Kosta induk bunting. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak. Badan Litbangtan. Deptan, Bogor : 190-193 MARTAWIDJAJA, M., B. SETIADI., D. YULISTIANI., D. PRIYANTO dan KUSWANDI. 2002. Pengaruh pemberian konsentrat protein tinggi dan rendah terhadap penampilan kambing jantan Kacang dan persilangan Boer Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak. Badan Litbangtan. Deptan, Bogor : 194-197 MATHIUS, I. W., M, MARTAWIDJAJA., A. WILSON dan T. MANURUNG. 1996. Studi strategi kebutuhan energiprotein untuk domba lokal. I. Fase pertumbuhan. JITV: Vol. 2. No. 2: 84 91. MCDONALD, P., R.A. EDWARD and J. F. D. GREEHALGH. 1988. Animal nutrition. 4 th Ed.Longman Scientific & Technical, New York. MCDOWELL, R.G., R.G. OMES., H.C. PANT., A. ROY., E.J. SIEGENTHALER and J.R. STUFFER. 1970Improvemetof livestock production in warm climatics.w.h. Freeman and Company, Sanfrancisco : 101 127. NRC. 1981. Nutrient requirement of goats. Angorea, dairy, and meat goats in temperate and tropical countries. Nutrient of Domestic Animals. No 15. National Ascademy of Sci, Washingtom D.C. STEEL, R. G. D dan J. H. TORRIE. 1991. Prinsip dan prosedur statistika. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. TILLMAN.A.D.,T. HARTADI., S. REKSOHADIPRODJO., S.PRAWIRO- KUSUMO dan S. LEBDO SOEKOJO. 1983. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fak. Peternakan. UGM, Yogyakarta. Puslitbang Peternakan, Bogor 29 30 September 2003 161