I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

I. PENDAHULUAN. masyarakatnya. Salah satu adat budaya yang ada di Indonesia adalah adat budaya

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang.

PEMBAGIAN HARTA WARISAN PADA MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK LAKI-LAKI

I. PENDAHULUAN. Suku Lampung terbagi atas dua golongan besar yaitu Lampung Jurai Saibatin dan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara kepulauan, yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, yang

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. salah satu faktor penyebab keinginan manusia untuk hidup. membentuk sebuah komunitas yaitu masyarakat. Dalam memenuhi kebutuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang

PEDOMAN WAWANCARA. Saibatin yang tidak mempunyai anak laki-laki di Pekon Way Mengaku

MARGA PUGUNG TAMPAK: STUDI KONFLIK KELUARGA DALAM SISTEM PEWARISAN PADA MASYARAKAT PESISIR UTARA LAMPUNG. Oleh

I. PENDAHULUAN. mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia, setiap kebudayaan adalah hasil

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

I. PENDAHULUAN. masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan,

I. PENDAHULUAN. Asal usul bangsa Lampung berasal dari Sekala Brak yaitu sebuah Kerajaan yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang multi culture yang berarti didalamnya

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara

I. PENDAHULUAN. mempunyai keinginan untuk hidup bersama dan membina rumah tangga yaitu. dengan melangsungkan pernikahan atau perkawinan.

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

ANALISIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LAKI-LAKI TERTUA DALAM PEMBAGIAN WARISAN ADAT LAMPUNG SAIBATIN. (Lisa Hulen Handayani, Adelina Hasyim, M.

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia dengan keanekaragaman adat istiadat yang terdiri dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Pengertian Hukum Adat, Waris dan Kedewasaan dalam Hukum Adat

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan

I. PENDAHULUAN. Lampung Pepadun yang berdialek nyow dan Lampung Saibatin yang berdialek

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu dijadikan tuhan berpasang-pasangan. Begitupun manusia dijadikan

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, yang di

I. PENDAHULUAN. yang lainnya. Banyaknya suku bangsa dengan adat istiadat yang berbeda-beda ini

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya.

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

I. PENDAHULUAN. pengukuhan perpindahan status bujangan dan perawan menjadi orang yang

KULIAH WARDAT 10 April 2012 Pertemuan ke 9

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Pasal 1 Undang- perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan lembaga sosial bersifat universal, terdapat di semua

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN. 1. Sejarah Singkat Pembentukan Kabupaten Way Kanan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KELEMBAGAAN MASYARAKAT ADAT LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya manusia saling membutuhkan

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya mengalami 3 peristiwa penting, yaitu peristiwa

BAB IV ANALISA TERHADAP KASUS ANAK YANG MENGHALANGI AYAH MEMBERIKAN NAFKAH KEPADA ISTRI SIRRI

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan suku bangsa yang merupakan

Provinsi Lampung memiliki dua masyarakat adat yaitu Lampung Saibatin (jurai saibatin) dan

Aplikasi Perhitungan Mawaris Untuk Kasus Standar Dan Kasus Al-Gharawain Berbasis Desktop Menggunakan C++ Qt

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu sangat erat kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai

III. METODE PENELITIAN. penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Hadari Nawawi dalam buku

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. para ahli. Makna berasal dari bahasa Jerman meinen yang artinya ada di pikiran atau benar

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 7.1 Kesimpulan Berdasarkan temuan di lapangan dan hasil analisis data yang

BAB I PENDAHULUAN. sebelum maupun selama perkawinan berlangsung.perkawinan adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan antara suku bangsa, yang harus saling menghargai nilai nilai

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB V PARA AHLI WARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

KEDUDUKAN JANDA TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM WARIS ADAT JAWA

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. utama bagi pengambil kebijakan pembangunan. Laut hanya dijadikan sarana lalu

1 PENDAHULUAN. dengan julukan Sang Bumi Ruwa Jurai yang berarti satu bumi yang didiami

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

Pembagian Warisan 2 PEMBAGIAN WARISAN (2)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia ini adat yang dimiliki oleh daerahdaerah suku bangsa adalah berbeda-beda, meskipun dasar serta sifatnya, adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa Indonesia itu dikatakan Bhineka (berbeda-beda di daerah suku-suku bangsanya), Tunggal Ika (tetapi tetap satu juga, yaitu dasar dan sifat ke Indonesiaannya) Adat bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang, senantiasa bergerak serta berdasarkan keharusan selalu dalam keadaan evolusi mengikuti proses perkembangan peradaban bangsanya. Adat istiadat yang hidup serta berhubungan dengan tradisi rakyat inilah yang merupakan sumber yang mengagumkan bagi hukum adat kita. Kematian atau meninggal dunia adalah suatu peristiwa yang pasti akan dialami oleh setiap manusia, karena kematian merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia. Kematian bagi manusia bukanlah sebagai peristiwa biasa, karena peristiwa merupakan peristiwa hukum. Salah satu akibat hukum yang timbul dari peristiwa kematian adalah mengenai pengurusan dan penerusan hak dan kewajiban hukum

2 orang yang meninggal, misalnya orang tersebut meninggal dunia dengan meninggalkan harta yang lazim disebut harta warisan ataupun tirkah. Islam agama yang sempurna mengatur segala sisi kehidupan manusia, bahkan dalam hal yang berkaitan dengan peralihan harta yang ditinggalkan seorang manusia setelah manusia tersebut meninggal dunia. Hukum yang membahas tentang peralihan harta tersebut adalah hukum kewarisan atau dikenal juga dengan hukum faraid. Sebagian besar Masyaraka di Indonesia merupakan pemeluk agama islam dan merupakan kewajiban baginya untuk melaksanakan kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan hukum Islam yang ditunjuk oleh peraturanperaturan yang jelas. Salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia adalah penduduk asli Lampung yang bertempat tinggal di ujung Selatan sebelah Barat pulau Sumatera, secara garis besar memiliki dua masyarakat adat atau ruwa jurai, yaitu Jurai Pepadun dan Jurai Saibatin. Dilihat dari segi geografis ulun Lampung Jurai Pepadun pada umumnya bermukim di sepanjang aliran sungai yang bermuara ke laut jawa, sementara ulun Lampung Jurai Saibatin pada umumnya bermukim di pesisir pantai dan di sepanjang aliran sungai yang bermuara ke samudera Indonesia ( Ali Imron, 2005: 1 ). Pada dasarnya, bentuk perkawinan dan sistem kewarisan yang diterapkan adalah sama. Hanya saja pada masyarakat adat Lampung Pepadun penerapannya masih kental dilakukan, baik pada masyarakat yang tinggal di perkotaan atau yang tinggal di pedesaan. Pada masyarakat adat Lampung Saibatin penerapannya sudah berkurang,

3 terutama pada masyarakat yang sudah tinggal di perkotaan, mereka sudah banyak dipengaruhi oleh hukum Islam. Pada prinsipnya perbedaan itu hanya meliputi hal-hal yang kecil saja, misalnya dari segi bahasa masing-masing yang umumnya dibagi dalam dialek Nyow (pepadun) dan dialek Api (pesisir), namun dalam pergaulan atau percakapan masih dapat saling mengerti dan dapat menghargai budaya satu sama lain meskipun adat budaya Lampung Pepadun dan Lampung Saibatin sedikit berbeda. Menurut Rogers, untuk mengetahui kedudukan atau peranan anak dalam suatu kebudayaan tertentu adalah dengan mempelajari hubungan antara kedua kelompok kelamin yang berbeda yaitu pria dan wanita. Untuk selanjutnya mengembangkan dua pola hubungan, yang pertama dengan cara mendistribusikan kekuasaan dan melihat sampai berapa jauh masing-masing menguasai sumber-sumber berharga dengan suatu kebudayaan, sedangkan yang kedua mengenai hubungan secara konsepsional dengan adanya perbedaan dalam prilaku dan perbedaan pandangan ideologi (Boestami, 1988: 92). Pada masyarakat adat Lampung Saibatin yang menggunakan bentuk perkawinan bujujogh, memakai sistem kewarisan mayorat laki-laki, yaitu sistem kewarisan di mana anak laki-laki tertua berhak atas seluruh harta peninggalan dan sebagai penerus keturunan mereka. Begitu kuatnya kedudukan anak laki-laki dalam keluarga sehingga jika tidak mempunyai anak laki-laki dikatakan sama dengan tidak mempunyai keturunan atau putus keturunan. Syarat-syarat pembagian harta warisan ini harus sudah bersih dari harta orang lain, misalnya: Menyelesaikan kewajiban yang melekat pada

4 harta peninggalan tersebut, biaya perawatan jenazah telah ditunaikan (kafan, gali kubur, prosesi pemakaman, dan lain-lain), membayar hutang, membayar wasiat yang telah diucapkan, dan harta suami/istri telah dipisahkan ( gono-gini ). Pembagian harta warisan merupakan salah satu bagian dari kebudayaan ulun Lampung Saibatin. Pembagian harta warisan merupakan suatu pengalihan atau pemindahan harta seorang ayah terhadap anak-anaknya terutama kepada anak laki-laki tertua yang sudah dewasa. Masyarakat Lampung Saibatin biasanya menggunakan proses pewarisan dengan cara penerusan atau pengalihan hak atas kedudukan dan harta kekayaan, biasanya berlaku setelah pewaris berumur lanjut di mana anak tertua laki-laki sudah mantap berumah tangga demikian pula adik-adiknya. Dan dengan cara penunjukan oleh pewaris kepada ahli waris atas harta tertentu, maka berpindahnya penguasaan dan pemilikannya baru berlaku dengan sepenuhnya kepada ahli waris setelah pewaris wafat. Dalam pembagian warisan perlu diperhatikan, bahwa harta peninggalan tidak akan dibagi-bagi sepanjang masih diperlukan untuk menghidupi dan mempertahankan berkumpulnya keluarga yang ditinggalkan. Tetapi dalam kenyataannya, seringkali timbulnya sengketa warisan di antara anggota-anggota keluarga yang ditinggalkan, apabila para pihak yang diberi hak untuk menguasai harta peninggalan seringkali menganggap bahwa harta tersebut merupakan hak atau bagian warisnya. Oleh karena itu, pada masyarakat Lampung Saibatin khususnya di Pekon Way

5 Mengaku apabila terjadi suatu sengketa, dalam hal penyelesaian masalahnya masyarakat adat selalu mencari jalan keluar dengan cara kekeluargaan dan musyawarah mufakat yang menghasilkan suatu keputusankeputusan yang dihormati warganya. Dalam hukum Islam, tujuan dari pewarisan tidak saja untuk kepentingan kehidupan individual para ahli waris tetapi di samping itu juga kewarisan berlaku atas dasar hubungan perkawinan dengan arti bahwa suami ahli waris bagi istrinya yang meninggal. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka hal yang dapat diajukan sebagai suatu penelitian ini adalah untuk mengetahui syarat-syarat pembagian harta warisan pada masyarakat Lampung Saibatin yang tidak mempunyai anak laki-laki serta mengetahui proses pembagian harta warisan pada masyarakat adat Lampung Saibatin yang tidak mempunyai anak laki-laki di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan secara singkat di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah-masalah anatara lain sebagai berikut: 1. Syarat-syarat pembagian harta waris pada masyarakat Lampung Saibatin yang tidak mempunyai anak laki-laki di Pekon Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit,

6 2. Proses pembagian harta warisan pada masyarakat Lampung Saibatin yang tidak mempunyai anak laki-laki di Pekon Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit, 3. Penyelesaian sengketa apabila terjadi perselisihan dalam pembagian harta warisan pada masyarakat adat Lampung Saibatin yang tidak mempunyai anak laki-laki di Pekon Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit, 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, maka dalam penelitian ini di ambil dua masalah yang akan diteliti yaitu, Syarat-syarat pembagian harta warisan dan Proses pembagian harta warisan pada masyarakat Lampung Saibatin yang tidak mempunyai anak laki-laki di Pekon Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit, 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah syarat-syarat pembagian harta waris pada masyarakat Lampung Saibatin yang tidak mempunyai anak laki-laki di Pekon Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat. 2. Bagaimanakah proses pembagian harta warisan pada masyarakat Lampung Saibatin yang tidak mempunyai anak laki-laki di

7 Pekon Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat. 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui syarat-syarat pembagian harta waris pada masyarakat Lampung Saibatin yang tidak mempunyai anak lakilaki di Pekon Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit, 2. Untuk mengetahui proses pembagian harta warisan pada masyarakat Lampung Saibatin yang tidak mempunyai anak lakilaki di Pekon Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit, 1.6 Kegunaan Penelitian Setiap penelitian tentunya diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: a. Sebagai informasi atau wawasan bagi penulis dalam mengetahui syarat-syarat pembagian harta waris pada masyarakat Lampung Saibatin yang tidak mempunyai anak laki-laki di Pekon Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit,

8 b. Secara praktis diharapkan dapat memberi manfaat bagi ulun Lampung Saibatin agar dapat menjaga dan melestarikan Budaya Lampung. c. Untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang Proses pembagian harta warisan pada masyarakat adat Lampung Saibatin yang tidak mempunyai anak laki-laki di Pekon Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit, 1.7 Ruang Lingkup Penelitian Agar tidak terjadi suatu kerancuan dalam sebuah penelitian, perlu sekali penulis berikan batasan ruang lingkup yang akan mempermudah pembaca memahami isi karya tulis ini. Adapun ruang lingkup tersebut adalah : Objek Penelitian : Sistem Pewarisan Subjek Penelitian : Masyarakat Lampung Saibatin Tempat Penelitian : Pekon Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit, Waktu Penelitian : Tahun 2013 Bidang Ilmu : Patologi Budaya

9 REFERENSI Ali Imron. 2005. Pola Perkawinan Saibatin. Universitas Lampung: Bandar Lampung. Halaman 1. Boestami. 1988. Kedudukan dan Peranan Anak dalam Budaya. Proyek Inverintasi Jakarta Halaman 92. Oemarsalim. 2006. Dasar-dasar Hukum Warisan di Indonesia. Rineka Cipta : Jakarta Halaman 24 Hilman Hadikusuma. 1989. Hukum Waris Adat. Alumni: Bandung. Halaman 92.