BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab 1 ini tentang pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PEDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air. Selain itu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hal tersebut, pembangunan nasional dalam bidang pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang mereka hadapi dalam sebuah teori common sense menyatakan bahwa,

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 tahun negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. muncul karena ia membutuhkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya. Motivasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya dimasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memeluknya. Namun, manusia dengan segala kelemahan yang ada padanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dewasa

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULAAN. Dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perkembangan

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun. maju dan sejahtera apabila bangsa tersebut cerdas.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu faktor yang menentukan kemajuan bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan manusia menghadapi masa depan agar bisa hidup lebih

BAB I PENDAHULUAN. teknologi diperlukan sumber daya manusia yang tangguh. Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional menurut Undang-Undang No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi suatu bangsa, dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar lahiriah seperti

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa: kecerdasan peserta didik semata, tetapi juga untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN. penunjang roda pemerintahan, guna mewujudkan cita cita bangsa yang makmur dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan wadah mencerdaskan kehidupan bangsa sebab

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara juga. meningkatkan kualitas pendidikan.

Oleh: Sulistyowati SD Negeri 02 Karangrejo Tulungagung

BAB I. kedewasaan. Purwanto (2007: 10) menyatakan pendidikan ialah pimpinan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. ketrampilan, penanaman nilai-nilai yang baik, serta sikap yang layak dan. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta. keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi setiap saat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi tuntutan wajib bagi setiap negara, pendidikan memegang

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar atau proses pengajaran merupakan suatu kegiatan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan

Rosita Christina Haloho Guru Fisika SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang telah diterapkan terdapat masalah klasik yang sulit dipecahkan. Data-data

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan. Pemerintah pun berperan aktif

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Dalam arti sederhana

Guru mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pelaksanaan belajar mengajar, dimana tugas guru tidak hanya merencanakan, melaksanakan dan

BAB I PENDAHULUAN. berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Dengan ilmu,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pendidikan nasional yang ingin dicapai telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pendidikan mempunyai tujuan untuk membentuk manusia yang maju.

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini dan masa depan peran pendidikan semakin penting,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi, dibutuhkan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional meghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kedudukan guru mempunyai arti penting dalam pendidikan. Arti penting itu bertolak

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja menjadi semakin

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Pada hakikatnya pendidikan adalah sarana untuk mencerdaskan

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang

BAB I PENDAHULUAN. partisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan berpartisipasi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Atik Sukmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang amat penting dalam suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang diharapkan. Karena hal itu merupakan cerminan dari kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyebabnya bukan saja anggaran pemerintah yang relatif rendah tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara utuh. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu sektor yang paling penting dalam

SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan. Keberhasilan pendidikan akan dicapai suatu bangsa apabila ada usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa itu sendiri. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia (SDM). Fungsi dan tujuan pendidikan nasional menurut pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Ini jelas bahwa pendidikan merupakan ujung tombak dalam mempersiapkan SDM yang handal. Pendidikan diyakini dapat memaksimalkan potensi peserta didik untuk dapat bersikap kritis, logis dan inovatif dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya. Dalam proses kegiatan belajar mengajar perlu adanya model pembelajaran yang penekanannya mengarah kepada kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis dapat membantu peserta didik membuat 1

2 keputusan yang tepat berdasarkan usaha yang cermat, sistematis, logis dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang khususnya dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumbersumber pengetahuan lainya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan persekolahan, masyarakat, dan orang tua yang kesemuanya itu diproses guna melatih para peserta didik untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. (Soemantri, 2001: 299). Sedangkan menurut Azra (2003: 10) menjelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan kebutuhan mendesak saat ini, karena beberapa alasan antara lain (1) meningkatnya gejala dan kecenderungan political illiteracy, dan (2) meningkatnya apatisme politik (political aphatisme). Untuk itu pendidikan kewarganegaraan (civics education) harus mulai diterapkan sejak dini, dalam dunia pendidikan nasional, agar warga negara Indonesia mampu untuk membentuk kecakapan partisipatif yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan berpolitik dan bermasyarakat baik di tingkat lokal, nasional, regional dan global yang mampu menjadikan warga negara Indonesia menjadi warga masyarakat yang baik dan mampu menjaga persatuan dan integritas bangsa guna mewujudkan Indonesia yang tangguh, sejahtera dan demokratis, serta mampu menghasilkan peserta didik yang berpikir komprehensif, analitis, kritis dan bertindak demokratis sesuai dengan apa yang dikatakan Lord Henry Peter Broughton (dalam Azra, 2003:10) mengedepankan dengan pendidikan

3 kewarganegaraan (civics education) akan mampu menjadikan warga bangsa yang mudah dipimpin tetapi sulit untuk dikendalikan, mudah diperintah tetapi sulit untuk di perbudak. Untuk mencapai tujuan tersebut, tentunya guru sebagai pengajar harus mendidik peserta didik melalui proses berpikir kritis, reflektif, analitis dan kreatif dikembangkan menjadi cara-cara berpikir warga negara yang demokratis, cerdas dan bertanggung jawab berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sesuai dengan Whardha (2010:50) bahwa tugas seorang guru adalah memahami, membina, mengembangkan, serta menerapkan kemampuan berpikir secara cermat, tepat dan efektif dalam proses belajar mengajar. Demikian juga menurut Glesser (1976) mengatakan bahwa untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah diperlukan ílmu merancang yaitu seperangkat tindakan dengan tujuan mengubah situasi pembelajaran yang ada ke situasi yang diinginkan. Proses mencapai tujuan tersebut salah satunya perlu dipersiapkan pandangan baru dalam pembelajaran PKn yang lebih berpusat pada kepentingan peserta didik. Dalam proses pembelajaran PKn guru harus menciptakan situasi yang kondusif artinya situasi yang merangsang aktivitas dan kreativitas peserta didik yang dapat menumbuhkan keterampilan berpikir kritis serta perilaku yang inovatif dan kreatif. Hasil pengamatan awal di kelas XI SMA Negeri 1 Permata, diperoleh gambaran factual bahwa pembelajaran yang dikembangkan di dalam kelas kurang melibatkan peran peserta didik secara aktif, hal itu ditunjukan dengan: (1) Peserta didik hanya menerima hasil belajar yang diberikan oleh guru berupa metode ceramah (ekspositori) sehingga tidak merangsang daya berpikir peserta didik. Penjelasan dan informasi secara lisan dari guru kurang memberikan motivasi bagi

4 peserta didik untuk lebih memperdalam dan memperluas informasi yang didapatnya. Winkel (1999: 274) menjelaskan bahwa kelemahan dari informasi lisan ialah sulit mendapatkan jaminan bahwa peserta didik sungguh-sungguh terlibat dalam mengelolah hasil belajar yang disampaikan dengan baik karena perbedaan diantara peserta didik itu sendiri seperti motivasi, daya konsentrasi, daya tangkap dan tempo belajar kurang diperhatikan; (2) Peserta didik masih beranggapan bahwa guru sebagai satu-satunya sumber informasi. Hal ini terlihat saat proses pembelajaran berlangsung; (3) Peserta didik hanya menerima apa yang diberikan oleh guru untuk dihapalkan. Selain itu, guru tidak mewajibkan peserta didik untuk mempunyai buku teks sehingga buku teks hanya dimiliki oleh sebagian kecil peserta didik. Akibatnya peserta didik hanya memperoleh informasi dari guru tidak dari sumber informasi yang lainnya; (4) Penggunaan media pembelajaran masih terbatas sehingga kurang membantu peserta didik dalam memahami konsep-konsep pembelajaran PKn. Hal ini menyebabkan mata pelajaran PKn menjadi membosankan dan kurang merangsang peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran; (5) Evaluasi yang diberikan pada umumnya berkadar dalam ranah tingkat kognitif rendah yang bersifat hapalan dengan bentuk soal isian dan multiple choice. Hal itu terlihat pada soal tes yang dibuat oleh guru umumnya masih tingkat ranah kognitif rendah yang bersifat hapalan sehingga peserta didik hanya dilatih untuk mengingat saja bukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir. Kondisi di atas menggambarkan bahwa proses pembelajaran masih terbatas pada satu atau dua metode saja dan belum menumbuhkan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Implikasi keadaan tersebut mengakibatkan

5 keterampilan berpikir kritis peserta didik terhadap pelajaran PKn belum mencapai taraf optimal. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran PKn diperlukan suatu model pembelajaran. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Dick & Carrey (2005) bahwa terjadinya penyimpangan terhadap pembelajaran, karena ketepatan suatu model pembelajaran yang masih belum tepat yang tidak menyesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Menurut Suparman (2001: 117) ada dua pendekatan yang dapat dipilih untuk mengatasi masalah karakteristik peserta didik yang mempunyai ketrampilan yang heterogen dalam satu kelas yaitu: (1) pertama peserta didik menyesuaikan dengan hasil belajar pelajaran, dan (2) sebaliknya, hasil belajar pelajaran disesuaikan dengan peserta didik. Selain keterampilan berpikir kritis peserta didik rendah di SMA Negeri 1 Permata Permasalahan juga terlihat rendahnya hasil belajar peserta didik pada Ujian Akhir Semester (UAS) dalam mata pelajaran PKn di kelas XI dengan nilai rata-rata 6,50. Berikut hasil nilai rata-rata UAS SMAN I Permata dalam mata pelajaran PKn relatif rendah dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya, seperti terlihat pada Tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1: Data Hasil UAS PKn SMAN I Permata Tahun Pelajaran Kriteria Ketuntasan Minimal Nilai rata rata Nilai terendah Nilai tertinggi 2009/2010 6,50 6,00 4,50 8,00 2010/2011 7,00 5,85 5,00 8,75 2011/2012 7,00 6,50 5,00 8,80 Sumber: Dokumen SMAN I Permata Data di atas menunjukkan bahwa perolehan hasil belajar PKn masih cenderung kurang memuaskan. Hal tersebut, disebabkan karena kurangnya

6 pemahaman peserta didik terhadap konsep pembelajaran PKn. Mereka menganggap pelajaran PKn adalah mata pelajaran yang membosankan. Masalah lain yang ditemukan peneliti adalah kurangnya perhatian guru dalam mengembangkan keterampilan Untuk mengatasi berbagai problematika dalam pelaksanaan pembelajaran di atas, dibutuhkan suatu model pembelajaran yang lebih efektif dan inovatif yang membuat peserta didik lebih aktif selama pembelajaran berlangsung, sehingga terjadi perubahan paradigma belajar yang semula berpusat pada guru (teachercentered) beralih berpusat pada peserta didik (student-centered); metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partismatematikatori; dan pendekatan yang semula bersifat tekstual beralih ke kontekstual. Ada asumsi tentang pembelajaran yang mengatakan bahwa peserta didik akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika peserta didik mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan hasil belajar terbukti gagal dalam membekali peserta didik memecahkan persoalan dalam kehidupan yang mereka hadapi dalam sebuah teori common sense menurut Sukmara (2003:98) menyatakan bahwa, Karena terjadinya perubahan terus menerus dalam masyarakat, semakin pentingnya setiap lulusan memiliki kemampuan dalam bertindak, belajar dan mengatur masa depan sendiri secara mandiri dengan memadukan unsur-unsur terbaik dari sistem-sistem yang telah terbukti berhasil. Oleh karena itu dalam mengatasi permasalahan tersebut perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang dapat menyentuh dengan tingkat pemahaman peserta didik, salah satu dari sekian

7 banyak model pembelajaran adalah model pembelajaran melalui pembelajaran kontektual (Contextual Teaching and Learning (CTL). Dengan demikian model pembelajarn CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara hasil belajar yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment) serta refleksi. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi peserta didik dan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh peserta didik. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan secara ekspositori. Menurut Kumalasari (2010:8) menjelaskan bahwa pembelajaran CTL adalah merupakan konsep belajar dan mengajar yang membantu guru mengkaitkan antara hasil belajar yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sebagai anggota keluarga dan warga negara. Untuk itu model pembelajaran ini dianggap efektif, karena model pembelajaran ini memandang bahwa proses belajar benar-benar berlangsung hanya jika peserta didik dapat menemukan hubungan yang bermakna antara pemikiran yang abstrak dengan penerapan praktis dalam konteks dunia nyata.

8 Dalam pengalaman belajar yang demikian, fakta, konsep, prinsip, dan prosedur sebagai hasil belajar pelajaran diinternalisasikan melalui proses penemuan, penguatan, keterkaitan dan keterpaduan (Forgarty, 1991:1, Mathews & Cleary, 1993:2). Selanjutnya, Johnson (2002:25) menegaskan bahwa model CTL membantu peserta didik melihat makna di dalam hasil belajar akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Hal ini sesuai dengan hasil belajar PKn, dimana guru harus dapat mengaitkan antara hasil belajar dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Dengan diterapkannya model pembelajaran CTL diharapkan dapat menjadi tolak ukur untuk mengetahui interaksi antara guru dan peserta didik sehingga peserta didik menjadi aktif bertanya, mengeluarkan pendapatnya dan meningkatkan keterampilan berpikir kritisnya. Kegiatan interaksi yang efektif antara guru dan peserta didik akan mempermudah peserta didik menerima dan mempelajari hasil belajar pelajaran dengan baik. Dengan demikian model pembelajaran CTL dapat menuntut peserta didik untuk aktif dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis mereka. Karena tugas guru tidak lagi dijadikan sebagai sumber utama melainkan mengatur model belajar, membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru dan memfasilitasi pembelajaran PKn. Kemampuan berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam berpikir dan bekerja, dan membantu dalam menentukan keterkaitan sesuatu dengan yang lainnya dengan lebih akurat. Oleh sebab itu, reformasi dalam pembelajaran perlu dibangun dan dikembangkan guna

9 menciptakan suasana belajar yang lebih demokratis dan dapat memacu peserta didik untuk berpikir kritis dalam pemecahan masalah dalam pembelajaran. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah, maka masalah penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut: (1) kebiasaan belajar bagaimanakah yang akan memberikan dampak kepada hasil belajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan? (2) apakah model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dapat meningkatkan kualitas belajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan? (3) apakah keterampilan berpikir kritis mempengaruhi hasil belajar yang diperoleh peserta didik? (4) apakah bahan ajar berpengaruh terhadap hasil belajar? (5) apakah ada pengaruh kurikulum dan perangkat akomodasinya terhadap hasil belajar peserta didik? (6) apakah hasil belajar peserta didik yang dibelajarkan dengan model pembelajaran CTL lebih baik dari pada hasil belajar peserta didik yang dibelajarkan dengan model pembelajaran ekspositori? (7) apakah terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik yang memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi dan yang memiliki keterampilan berpikir rendah? (8) apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan keterampilan berpikir kritis dalam mempengaruhi hasil belajar peserta didik?. C. Pembatasan Masalah Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik, sehingga perlu adanya pembatasan masalah dalam penelitian ini agar penelitian lebih berarah dan mendalam. Adapun masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini

10 dibatasi pada model pembelajaran yang dipilah atas model pembelajaran CTL dan model pembelajaran ekspositori. Karakteristik peserta didik dibatasi pada keterampilan berpikir kritis yang dipilah atas keterampilan berpikir kritis tinggi dan keterampilan berpikir kritis rendah, dan hasil belajar PKn dengan materi sistem hukum dan peradilan internasional dibatasi pada ranah kognitif yang dapat diukur dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru di Kelas XI SMA Negeri 1 Permata Kabupaten Bener Meriah Tahun Pelajaran 2012/2013. D. Perumusan Masalah Bertolak dari latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah yang dikemukakan, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan peserta didik yang dibelajarkan dengan model pembelajaran CTL lebih tinggi dibandingkan yang dibelajarkan dengan model pembelajaran ekspositori? 2. Apakah hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan peserta didik yang memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi lebih baik dibandingkan yang memiliki keterampilan berpikir kritis rendah? 3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan keterampilan berpikir kritis terhadap hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan pada penelitian ini, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

11 1. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan peserta didik yang dibelajarkan dengan model pembelajaran CTL dan yang dibelajarkan dengan model pembelajaran ekspositori. 2. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan peserta didik yang memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi dan yang memiliki keterampilan berpikir kritis rendah. 3. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dan keterampilan berpikir kritis terhadap hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan F. Manfaat penelitian Manfaat yang dimaksudkan adalah aplikasi hasil penelitian ini, baik bagi penulis sendiri, lembaga-lembaga yang berkaitan maupun bagi masyarakat umum. Disamping itu penulis juga mengharapkan manfaat penelitian ini tidak hanya memberikan manfaat secara teoritis saja tetapi juga dapat memberikan manfaat secara praktis. 1) Manfaat teoretis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pendidikan terutama dalam pengembangan model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. 2) Manfaat praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukanmasukan yang berarti dan berguna bagi peningkatan penelitian pembelajaran, terutama:

12 a. Bagi Guru 1) Model pembelajaran dapat membantu dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang aktif, interaktif dan memicu keterampilan berpikir kritis peserta didik. 2) Merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dan dikembangkan oleh guru dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan cara berpikir kritis peserta didik. b. Bagi peserta didik 1) Dengan model pembelajaran dapat memberikan bekal dan keterampilan berpikir kritis bagi peserta didik dalam kemampuan menganalisis, memecahakan permasalahan, pengambilan keputusan, dan menuntun peserta didik akrab dengan dunia nyata, serta memberikan bekal dalam memecahkan masalahnya dalam kehidupan sehari-hari. 2) Untuk menjadikan peserta didik mempunyai pemahaman tentang berbagai sistem nilai, persepsi, dan sikap-sikap tertentu yang berkaitan dengan situasi atau masalah tertentu. 3) Dapat mencapai sinergi kelompok dalam memecahkan masalah. 4) Dengan model pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. c. Bagi pihak sekolah 1) Dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya melalui pengembangan model pembelajaran. 2) Diharapkan mampu mencermati kebutuhan peserta didik yang beragam dengan kondisi lingkungan yang berbeda, serta mampu mewujudkan

13 harapan masyarakat terhadap dunia kerja untuk menghasilkan out put yang mandiri, produktif, potensial, dan berkualitas. 3) Diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi dalam menemukan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di sekolah.