BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang predominan. Bakteri dapat dibagi menjadi bakteri aerob, bakteri anaerob dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuntutan dan kebutuhan akan perawatan ortodonti pada masa kini semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Flora di rongga mulut pada dasarnya memiliki hubungan yang harmonis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih merupakan masalah di masyarakat (Wahyukundari, 2009). Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. RI tahun 2004, prevalensi karies gigi mencapai 90,05%. 1 Karies gigi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam rongga mulut. Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga (2006) menunjukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kelompok mikroba di dalam rongga mulut dan dapat diklasifikasikan. bakteri aerob, anaerob, dan anaerob fakultatif.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi

BAB VI PEMBAHASAN. pseudohalitosis, halitophobia dan psychogenic halitosis. 6,7,8

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi merupakan komunitas mikroba yang melekat maupun berkembang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berdasarkan ada atau tidaknya deposit organik, materia alba, plak gigi, pelikel,

BAB I PENDAHULUAN. 90% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kondisi ini dapat tercapai dengan melakukan perawatan gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang (Sari & Suryani, 2014). Penyakit gigi dan mulut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. anak-anak sampai lanjut usia. Presentase tertinggi pada golongan umur lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. mampu membentuk polisakarida ekstrasel dari genus Streptococcus. 1,2

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Indonesia penyakit periodontal

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi adalah karies dan penyakit jaringan periodontal. Penyakit tersebut

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies adalah penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Plak gigi memegang peranan penting dalam proses karies gigi dan inflamasi

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. golongan usia (Tarigan, 1993). Di Indonesia penderita karies sangat tinggi (60-

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan tanaman obat di Indonesia perlu digali lebih mendalam, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur,

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendukung gigi. Penyakit periodontal secara luas diyakini sebagai masalah

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan hubungan oklusi yang baik (Dika et al., 2011). dua, yaitu ortodontik lepasan (removable) dan ortodontik cekat (fixed).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional (>25,9%) dan sebanyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. periodontitis. Terdapat 2 faktor utama penyakit periodontal, yaitu plaque-induced

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat kedua setelah karies (Amalina, 2011). Periodontitis

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cermin dari kesehatan manusia, karena merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Rongga mulut manusia tidak pernah terlepas dari bakteri. Dalam rongga mulut

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyebab utama terjadinya kehilangan gigi. Faktor bukan penyakit yaitu sosiodemografi

PERBEDAAN EFEKTIFITAS OBAT KUMUR HERBAL DAN NON HERBAL TERHADAP AKUMULASI PLAK DI DALAM RONGGA MULUT

BAB I PENDAHULUAN. mulut. Ketidakseimbangan indigenous bacteria ini dapat menyebabkan karies gigi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Plak dapat berkalsifikasi menjadi kalkulus atau tartar. Plak dapat terlihat dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih cukup tinggi (Pintauli dan Taizo, 2008). Penyakit periodontal dimulai dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang menggalakkan pemakaian bahan alami sebagai bahan obat,

BAB 1 PENDAHULUAN. mulut dan bersama grup viridans lainnya umum terdapat di saluran pernapasan

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut tidak lepas dari peran mikroorganisme, yang jika

seperti klorheksidin dan hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) sulit untuk diperjualbelikan secara bebas sebab memerlukan resep dokter selain itu saat ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai pada masyarakat dengan prevalensi mencapai 50% (Wahyukundari,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matriks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat (Depkes RI, 2006), utamanya adalah gingivitis (Suproyo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh keseluruhan (Tambuwun et al., 2014). Kesehatan gigi dan mulut tidak

BAB I PENDAHULUAN. dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua

BAB 1 PENDAHULUAN. nyeri mulut dan nyeri wajah, trauma dan infeksi mulut, penyakit periodontal,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kalangan masyarakat. Kebutuhan akan perawatan ortodonti saat ini meningkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Resin akrilik merupakan bahan yang paling banyak digunakan di Kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi juga merupakan hasil interaksi antara kondisi fisik, mental dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu

BAB I PENDAHULUAN. Plak merupakan deposit lunak berwarna putih keabu-abuan atau kuning yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perawatan kelainan oklusal yang akan berpengaruh pada fungsi oklusi yang stabil,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Dental plak adalah deposit lunak yang membentuk suatu lapisan biofilm dan melekat pada permukaan gigi, atau permukaan kasar lain pada rongga mulut termasuk bahan restorasi yang permanen atau pada alat lepasan. Plak berbeda dengan beberapa deposit yang terdapat pada permukaan gigi seperti material alba dan kalkulus. Material alba merupakan akumulasi lunak oleh bakteri dan jaringan sel yang dapat dibersihkan dengan mudah menggunakan air. Sedangkan kalkulus adalah deposit yang memiliki konsistensi keras dan merupakan hasil mineralisasi dental plak. 9 Berdasarkan letaknya pada permukaan gigi, dental plak diklasifikasikan menjadi plak supragingiva dan plak subgingiva. Plak supragingiva dapat ditemukan pada atau di atas gingival margin. Plak subgingiva ditemukan dibawah gingival margin, diantara gigi dan jaringan sulkus gingival. Perbedaan letak plak tersebut terjadi akibat proses yang dihubungkan dengan penyakit pada gigi dan jaringan periodonsium. 10 Kandungan utama plak adalah mikroorganisme. Satu gram plak mengandung sebanyak 2x1011 bakteri dan lebih dari 500 spesies mikroba yang berbeda. Di dalam plak juga terkandung mikroorganisme nonbakterial seperti spesies mycoplasma, jamur, protozoa, dan virus. Mikroorganisme tersebut tumbuh dalam matriks interselular yang mengandung sel host seperti sel epitel, makrofag, dan leukosit. 9 2.1.1 Proses Pembentukan Plak Dental plak dapat terlihat secara visual pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan selama 1-2 hari. Plak berwarna putih, keabu-abuan, atau kuning dan memiliki bentuk globular. Plak biasanya terbentuk pada struktur gigi yang retak, bercelah, fisur, pit, tambalan yang berlebih, dan pada susunan gigi yang tidak rapi. Letak dan jumlah plak berbeda pada tiap individu dan ditentukan oleh beberapa faktor seperti makanan, komposisi, dan laju aliran saliva. Jumlah plak yang sedikit dan tidak dapat terlihat pada permukaan gigi dapat dideteksi menggunakan probe periodontal atau sonde. Metode lain untuk melihat jumlah plak yang sedikit adalah dengan menggunakan disclosing solution, yaitu suatu larutan yang diaplikasikan pada gigi

untuk melihat bakteri plak atau deposit dari material asing pada gigi secara visual dengan memberikan warna pada permukaan gigi. 9,11 Pembentukan plak terbagi menjadi tiga fase, yaitu pembentukan lapisan pelikel pada permukaan gigi, kolonisasi awal bakteri, dan kolonisasi sekunder yang disertai maturasi plak. Pada fase pertama, lapisan pelikel terbentuk dalam hitungan detik setelah gigi dibersihkan dan terdiri dari protein saliva dan glikoprotein yang terletak pada permukaan gigi. Pelikel memiliki ketebalan yang sangat tipis (0.5µm), halus, tidak berwarna, dan translusen. Pada lapisan pelikel terdapat substrat yang dapat diakumulasi oleh bakteri menjadi dental plak. Beberapa komponen saliva turut membentuk plak dengan terlibat pada proses aglutinasi bakteri, atau bertindak sebagai bahan makanan bagi bakteri. 2,9 Dalam hitungan menit setelah gigi dibersihkan, bakteri mulai berkumpul di pelikel. Pada fase ini bakteri dapat melekat secara langsung pada enamel, namun biasanya bakteri melekat melalui pelikel sehingga agregasi bakteri dapat diselimuti oleh glikoprotein. Beberapa jam berikutnya, spesies dari Streptococcus dan Actinomyces melekat pada pelikel dan terjadilah fase kolonisasi awal. Populasi bakteri terus tumbuh dan menyebar dari permukaan gigi. Pembentukan plak supragingiva juga didahului dengan adanya bakteri yang dapat membentuk polisakarida ekstraselular sehingga terjadi perlekatan pada gigi. Bakteri yang berperan pada tahap ini adalah Actinomyces viskosus, A. naeslundii, Streptococcus sanguis, dan S. mitior. 2,9,12 Kolonisasi sekunder terjadi oleh bakteri-bakteri yang tidak ikut terlibat dalam kolonisasi awal setelah gigi dibersihkan, seperti Prevotella intermedia, Prevotella loescheii, Capnocytophaga spp., Fusobacterium nucleatum, dan Porphyromonas gingivalis. Spesies dan genera yang berbeda dari beberapa mikroorganisme plak ini memiliki kemampuan untuk saling berikatan satu sama lain yang disebut sebagai proses koagregasi. Proses ini terjadi terhadap interaksi stereochemical pada molekul karbohidrat dan protein di permukaan sel bakteri. Interaksi yang khas terjadi antara pengkolonisasi sekunder dengan pengkolonisasi awal mencakup koagregasi antara F. nucleatum dengan S. sanguis, P. loescheii dengan A. viscosus, dan Capnocytophaga ochracea dengan A. viscosus. Koagregasi umumnya terjadi antara bakteri positif Gram atau bakteri negatif Gram dengan bakteri positif Gram. Namun pada tahap akhir pembentukan plak, koagregasi dominan terjadi antara bakteri negatif Gram seperti koagreagasi antara F. nucleatum dengan P. gingivalis atau Treponema denicola. 2,9

Pada hari ketiga pembentukan plak, jumlah organisme dalam plak terus meningkat. Bakteri anaerob, bakteri kokus dan bakteri batang negatif Gram terdapat dalam jumlah yang besar. Fase akhir dari maturasi plak terjadi pada hari ketujuh. Pada fase ini terjadi penurunan jumlah bakteri kokus dan batang positif Gram. Sedangkan bakteri kokus negatif Gram golongan basilus, spirilia, spirocheta, fusiform bacili dan vibrious ditemukan dalam jumlah yang besar. Plak subgingiva terbentuk dari perkembangan plak supragingiva. Lingkungan plak subgingiva bersifat anaerob, dan sumber nutrisi bakteri berasal dari cairan krevikular. 12 2.2 Kontrol Plak Kontrol plak adalah usaha pengurangan dan pencegahan akumulasi plak mikroba pada permukaan gigi. Kontrol plak juga merupakan cara yang sangat efektif dalam merawat dan mencegah gingivitis, dan merupakan hal yang sangat penting dalam perawatan dan pencegahan penyakit gigi dan mulut. 13 Kontrol plak dapat dilakukan secara mekanis dan kimiawi. Kontrol plak secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan obat kumur. Kontrol plak secara kimiawi bekerja dengan cara: 2 1. Mengurangi jumlah flora pada gigi dan mulut. 2. Menghambat kolonisasi bakteri pada permukaan gigi. 3. Menghambat faktor pembentukan dan perkembangan plak. 4. Mencegah mineralisasi plak. 2.3 Obat Kumur Jumlah plak yang terdapat pada tiap individu berbeda berdasarkan tingkat kesehatan dan kondisi rongga mulutnya. Dari sudut pandang terapeutik, manfaat utama dari penggunaan obat kumur adalah untuk mengurangi jumlah plak dan gingivitis, sehingga, penggunaan obat kumur setelah menyikat gigi memiliki efek yang baik dalam meningkatkan kesehatan gigi dan mulut. 2,11

Gambar 1. Obat kumur 14 Obat kumur sebaiknya digunakan selama 30 detik dalam dua kali sehari, sebelum atau setelah menyikat gigi, dimana manfaat obat kumur sangat banyak, yaitu dapat menyegarkan nafas, mengontrol pembentukan kalkulus, dan mencegah masalah gigi dan mulut seperti karies, gingivitis kronis, dan menghambat pembentukan plak. 9,15 2.3.1 Komposisi Obat Kumur Obat kumur memiliki banyak manfaat akibat adanya kandungan senyawa aktif didalamnya. Dalam beberapa tahun terakhir komposisi obat kumur terus mengalami perkembangan. 5 Secara umum, kandungan yang terdapat dalam obat kumur adalah: 2 1. Bahan antibakteri. Senyawa yang sering digunakan sebagai bahan antibakteri dalam obat kumur adalah Garam ammonium quartenary seperti cetyl piridinium. 2. Alkohol. Alkohol digunakan untuk menambah aktivitas antibakteri dan menjaga agar rasa yang terkandung dalam larutan obat kumur tidak mengalami perubahan. 3. Humektan. Sorbitol merupakan salah satu zat humektan, dan digunakan untuk mencegah larutan obat kumur mengering. 4. Surfaktan. Surfaktan digunakan untuk menjaga struktur zat yang terkandung dalam larutan obat kumur.

5. Beberapa zat tambahan seperti perasa, pewarna, pengawet, dan air digunakan dalam larutan obat kumur. Komposisi obat kumur terus mengalami perkembangan, seperti adanya penambahan ekstrak bahan herbal atau tanaman obat ke dalam larutan obat kumur. Obat kumur yang mengandung ekstrak tanaman seperti teh hijau, minyak daun teh, minyak cengkeh, dan sirih dapat dengan mudah ditemukan dipasaran. 3 2.3.2 Jenis obat kumur Berdasarkan bahan aktif yang dikandungnya, obat kumur dapat dibedakan atas beberapa golongan, yaitu bisguanida, minyak esensial, campuran ammonia kuarternari, dan bahan alamiah. 5,15 1. Bisguanida Obat kumur golongan ini bekerja dengan mengadakan ikatan dengan lapisan polisakarida yang menyelubungi bakteri sehingga absorbsi bakteri ke permukaan gigi terhambat. 5 Penggunaan obat kumur golongan bisguanida dapat menimbulkan efek samping seperti timbulnya noda berwarna kecoklatan pada permukaan gigi, lidah, dan bahan restorasi seperti resin komposit. 2 2. Minyak esensial Obat kumur dengan minyak esensial mengandung thymol, eucalyptol, menthol, dan mythyl salicilate. Thymol yang merupakan senyawa aktif dalam obat kumur ini memiliki efek menghancurkan dan mengendapkan dinding sel bakteri, sedangkan eucalyptol dapat menghambat perlekatan bakteri ke permukaan gigi. 2 3. Campuran ammonia kuarternari Obat kumur golongan ini mengandung setilpridin yang memiliki sifat antibakteri namun tidak memiliki efek penghambat plak. Setilpridin bekerja dengan cara mengikat dan mendesorbsi bakteri. 9 4. Bahan herbal Efek samping dari beberapa senyawa kimia yang terkandung di dalam obat kumur menyebabkan timbulnya berbagai penelitian untuk mencari agen lain sebagai alternatif. Penggunaan tanaman obat (bahan herbal) mengalami perkembangan yang cukup baik. Kelebihan penggunaan tanaman herbal adalah memiliki efek samping yang rendah, dan dalam satu ramuan herbal dengan komponen berbeda memiliki efek saling mendukung dan

memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Untuk meningkatkan manfaat tanaman herbal diupayakan dengan ekstrak terpurifikasi-selektif yaitu mencari senyawa-senyawa berkhasiat dan membatasi senyawa lain yang kurang baik untuk dimanfaatkan. 26 Gambar 2. Obat kumur herbal 17 Dari aspek ekonomi dan efek samping, penggunaan bahan herbal dalam kedokteran gigi mempunyai prospek yang cukup baik, tetapi harus diperhatikan bahwa pemakaian bahan herbal disesuaikan dengan takaran, ketepatan waktu pemakaian, ketepatan cara penggunaan serta pemilihan bahan herbal yang sesuai indikasi. 16 2.4 Tanaman Daun Salam Daun salam (Syzygium polyanthum) merupakan daun yang berasal dari Indonesia dan telah lama digunakan sebagai penambah cita rasa dalam masakan. Pohon dari daun salam umumnya tumbuh di dalam hutan dan dapat ditemukan pada daratan dengan ketinggian 1400 meter di atas laut. Tinggi pohon dapat mencapai 25 meter dengan akar yang lurus dan besar serta bunga yang berukuran kecil, berwarna putih, dan harum. 18 Gambar 3. Daun salam 19

Daun salam berbentuk lonjong dan elips, memiliki panjang tangkai 0,5-1 cm, bentuk pangkal dan ujungnya meruncing, memiliki tepi yang rata, panjang daun 5-15 cm, lebar 3-8cm, permukaan atas daun berwarna hijau tua dan permukaan bawah daun berwarna hijau muda. 19 2.4.1 Taksonomi Daun Salam Taksonomi daun salam (Syzygium polyanthum) diklasifikasikan sebagai berikut: 20 Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionta Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Syzygium Spesies : Syzygium polyanthum Daun salam memiliki nama ilmiah lain yaitu Eugenia polyantha Wight. dan E. lucidula Miq. dan memiliki beberapa sebutan, antara lain ubar serai (Malaysia), Indian bay leaf, Indonesian laurel, Indonesia bay leaf (Inggris), Salamblatt (Jerman) Indonesische lorbeerlatt (Belanda), manting (Jawa), dan meselangan (Sumatera). 19 2.4.2 Kandungan Daun Salam Daun salam memiliki kandungan aktif seperti minyak atsiri yang terdiri dari sitral, seskuiterpen, lakton, eugenol, dan fenol. Senyawa lain yang terkandung pada daun salam adalah tannin, fenol, flavonoid, polifenol, dan volatile oil. 19 Senyawa yang terkandung di dalam daun salam menunjukkan bahwa tanaman ini memiliki potensi untuk dikembangkan manfaatnya. Daun salam memiliki banyak khasiat yaitu dapat digunakan sebagai perawatan dalam penyakit diabetes, hipertensi, dan kolesterol tinggi. Selain itu daun salam juga memiliki efek anti-inflamasi, antioksidan, antifungal, serta antibakteri. 19,21 1. Fenol dan flavonoid Senyawa fenol dan flavonoid pada daun salam memberikan sifat antioksidan pada daun salam didapat. Senyawa fenol merupakan komponen antioksidan utama yang terkandung didalam ekstrak daun salam dan terkandung dalam jumlah yang besar (333.75±1.92mg GAE g -

1 ). 22 Flavonoid pada daun salam juga berperan sebagai antibakteri karena mempunyai kemampuan berinteraksi dengan DNA bakteri. Hasil interaksi tersebut menyebabkan rusaknya permeabilitas dinding sel bakteri. 5 2. Tannin Kandungan senyawa aktif seperti tannin, flavonoid, dan minyak atsiri yang terdiri dari eugenol dan sitral memberikan sifat antibakteri pada daun salam. Kandungan senyawa aktif tersebut dapat menghambat pertumbuhan streptococcus sp. dalam rongga mulut, serta dapat menghambat pertumbuhan candida albicans. 23 Tanin yang merupakan senyawa fenol bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengadakan denaturasi protein dan menurunkan tegangan permukaan, sehingga terjadi peningkatan permeabilitas bakteri. Proses tersebut menyebabkan pertumbuhan sel terhambat dan dapat menyebabkan kematian sel bakteri. 5 3. Volatile oil Kandungan volatile oil pada daun salam menyebabkan tanaman ini memiliki sifat antifungal. Infusa dari daun salam secara in vitro terbukti dapat menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus sp. pada Kadar Hambat Minimum (KHM) 12.5%. 10

2.5 Kerangka Teori Plak Kontrol Plak Mekanis Kimiawi Sikat Gigi Pembersih interdental Obat kumur Pasta Gigi Ekstrak daun salam Flavonoid Tannin Polifenol Volatile oil Berinteraksi dengan DNA bakteri dan menyebabkan kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom Menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengadakan denaturasi protein dan menurunkan tegangan permukaan bakteri Dapat merusak membran plasma bakteri dan berperan sebagai antioksidan Bersifat antifungal karena dapat menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus sp. Menghambat dan mengurangi perlekatan mikroorganisme plak terhadap permukaan gigi

2.6 Kerangka Konsep Berkumur dengan larutan ekstrak daun salam pada konsentrasi 1.25%, 2.5%, dan 5%. Indeks plak Loe dan Silness. 1. Frekuensi menyikat gigi. 2. Waktu berkumur. 3. Lama berkumur. 4. Volume obat kumur yang digunakan. 5. Jenis sikat gigi. 6. Jenis pasta gigi.