PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan merupakan proses perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik dan lebih merata serta dalam jangka panjang agar dapat berlangsung secara berkelanjutan. Dalam proses pembangunan, ketersedian sumber daya merupakan prasyarat yang sangat diperlukan, seperti sumber daya alam (natural resource endowment), sumber daya manusia (human resource), sumber daya sosial dan sumber daya buatan. Ketersediaannya perlu diarahkan untuk pencapaian pertumbuhan (growth), efisiensi (efficiency) dan pemerataan (equity) serta keberlanjutan (sustainability), baik pada tingkatan nasional maupun regional (Anwar, 2005; Rustiadi et al., 2005). Dalam konteks pengembangan ekonomi wilayah kasus Kabupaten Indragiri Hilir terlihat bahwa peran sektor pertanian masih merupakan sektor dominan terhadap pembentukan PDRB, yaitu sebesar 44.86 persen (BPS, 2007). Sedangkan komoditas unggulan daerah yang paling dominan dikembangkan di daerah serta yang paling dominan berkontribusi terhadap pembentukan ekspor daerah adalah komoditas kelapa. Komoditas tersebut selain menempatkan Kabupaten Indragiri Hilir sebagai penghasil kelapa terbesar di Indonesia, juga berkontribusi dominan menempatkan Indonesia sebagai negara pengekspor kelapa terbesar dunia (nomor satu) dewasa ini (Idroes, 2007). Dengan rata-rata pangsa ekspor Indonesia pada tahun 2002-2006 yaitu 26.87 persen terhadap total ekspor dunia, dengan jumlah ekspor pada tahun 2006 yaitu sebesar 939 873 metrik ton (MT) atau dengan nilai US$ 526.29 juta (Idroes, 2007). Peranan komoditas kelapa terhadap perekonomian Indonesia masih cukup penting, baik sebagai sumber pendapatan bagi petani, sumber devisa, maupun penyediaan lapangan kerja melalui kegiatan usaha tani, pengolahan, pemasaran dan perdagangan (ekspor dan impor). Pada tahun 2006 total nilai ekspor produk kelapa Indonesia mencapai US$ 526.29 juta atau mencapai 0.61 persen dari nilai total ekspor nasional (Idroes, 2007). Walaupun sumbangan ekspor kelapa terhadap penerimaan devisa negara relatif kecil, namun memberikan manfaat tersendiri
bagi kelangsungan hidup masyarakat petani kelapa yang mencapai 7 017 100 Kepala Keluarga, belum termasuk industri pengolahannya. Provinsi Riau merupakan provinsi yang mempunyai areal pertanaman kelapa yang paling luas diantara provinsi yang ada di Indonesia, yaitu seluas 545 488 Ha dengan produksi sebanyak 488 698 ton kopra/tahun. Dengan demikian maka luas areal perkebunan kelapa Provinsi Riau mencapai 15.36 persen dari luasan areal perkebuan kelapa nasional atau 15.50 persen dari produksi kelapa nasional (Ditjen Perkebunan, 2007). Kabupaten Indragiri Hilir merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Riau yang memiliki areal pertanaman kelapa terluas di Provinsi Riau, di mana Kabupaten Indragiri Hilir memiliki areal pertanaman kelapa dalam seluas 387 552 hektar dengan produksi sebanyak 395 006 ton kopra/tahun. Di samping itu juga terdapat pertanaman kelapa hybrida yang umumnya diusahakan oleh PT. Perkebunan Swasta Nasional (PT. Pulau Sambu Group) seluas 73 758 hektar dengan produksi 124 805 ton kopra/tahun yang melalui pola perkebunan inti dan plasma. Jadi secara keseluruhan luas pertanaman kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir 461 310 hektar dan melibatkan 120 188 kepala keluarga petani kelapa (Dinas Perkebunan Kabupaten Indragiri Hilir, 2007). Luasan areal perkebunan kelapa pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat pada Tabel 1. Secara umum masyarakat Kabupaten Indragiri Hilir berusaha di sektor pertanian yaitu sektor perkebunan. Sektor perkebunan yang paling banyak diusahakan oleh petani di Kabupaten Indragiri Hilir adalah perkebunan kelapa. Adapun luasan areal dan produksi masing-masing jenis komoditas perkebunan di Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat pada Tabel 2. Peranan komoditas kelapa terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir cukup besar dimana komoditas kelapa memberikan kontribusi sebanyak 17.86 persen terhadap PDRB Kabupaten Indragiri Hilir dan industri pengolahannya memberikan kontribusi sebanyak 15.75 persen. Jadi secara keseluruhan komoditas kelapa dan industri pengolahannya memberikan kontribusi sebanyak 33.61 persen terhadap PDRB total Kabupaten Indragiri Hilir pada Tahun 2006 (Baplitbang Kabupaten Indragiri Hilir, 2007). 2
Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Kelapa (Kelapa Dalam dan Kelapa Hybrida) pada Masing-masing Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2007 No Kecamatan Luas Areal Kelapa (ha) Produksi Kopra (ton) Dalam Hybrida Total Dalam Hybrida Total 1 Tempuling 24 502 4 983 29 458 43 889 30 525 74 414 2 Tembilahan Hulu 5 127 663 5 790 6 471 1 221 7 692 3 Tembilahan Kota 8 852 335 9 187 10 028 843 10 871 4 Kuala Indragiri 38 502 1 029 39 531 39 408 858 40 266 5 Batang Tuaka 25 168 488 25 656 22 525 354 22 879 6 Gaung Anak Serka 18 347 3 18 350 18 732 9 18 741 7 Gaung 26 346-26 346 18 773-18 773 8 Mandah 36 676-36 676 31 904-31 904 9 Pelangiran 20 530 9 744 30 274 19 782 13 401 33 183 10 Kateman 31 963-31 963 38 108-38 108 11 Pulau Burung 11 019 24 857 35 876 7 382 54 348 61 730 12 TL Belengkong 19 532 27 692 47 224 14 180 18 925 18 925 13 Enok 36 065 271 36 336 47 834 206 48 040 14 Tanah Merah 25 767 1 411 27 178 14 527 930 15 457 15 Reteh 41 958 1 516 43 474 31 919 1 260 33 179 16 Keritang 17 262 766 18 028 29 544 1 925 31 469 17 Kemuning 6-6 3-3 Jumlah 387 552 73 758 461 310 395 006 124 805 591 811 Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Indragiri Hilir (2008). Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Komoditas Perkebunan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2007 No Komoditi Luas Areal (ha) Produksi (ton) Petani (KK) 1 Kelapa Dalam 387 552 395 006 100 034 2 Kelapa Hybrida 73 758 124 805 20 154 3 Kelapa Sawit 137 510 985 129 20 600 4 Karet 3 128 4 600 2 173 5 Kopi 4 220 629 8 297 6 Kakao 1 466 215 2 153 7 Pinang 5 746 6 055 17 330 8 Sagu 7 422 11 110 3 329 9 Nilam 517 787 1 770 10 Mengkudu 724-1 065 11 Lain-lain 4 554 - - Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Indragiri Hilir (2008). Pengembangan agribisnis kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir perlu terus ditingkatkan karena potensi pengembangannya cukup besar dan lahan yang tersedia cukup luas yaitu mencapai 210 283 Ha yang masih memiliki potensi untuk pengembangan perkebunan kelapa (Disbun Inhil, 2008), secara umum merupakan mata pencaharian utama masyarakat daerah ini, semangat dan partisipasi masyarakat cukup tinggi, dan merupakan sumber penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan. 3
Disatu sisi komoditas pertanian lainnya yang dominan ke dua dikembangkan setelah komoditas kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir adalah komoditas kelapa sawit. Pada komoditas ini terjadi peningkatan luas areal yang sangat luas dimana pada tahun 2002 seluas 63 037 Ha, meningkat menjadi 137 510 Ha pada tahun 2007 dan melibatkan sebanyak 20 600 kepala keluarga petani yang bekerja di sektor kelapa sawit. Namun komoditas kelapa sawit ini secara umum dikembangkan oleh perkebunan swasta (perusahan), sedangkan masyarakat tempatan secara umum hanya sebagai tenaga kerja harian pada perkebunan kelapa sawit tersebut. Selanjutnya komoditas kelapa sawit ini memberikan share sebesar 3.79 persen terhadap PDRB total Kabupaten Indragiri Hilir. Perumusan Masalah Kabupaten Indragiri Hilir memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yaitu mencapai 7.29 persen pertahun selama kurun waktu tahun 2000 sampai tahun 2006. Kondisi ini menempatkan Kabupaten Indragiri Hilir pada peringkat kedua tertinggi setelah Kota Pekanbaru yang memiliki rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 9.74 persen pertahun. Selanjutnya kabupaten/kota yang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi paling rendah di Provinsi Riau pada periode waktu tahun 2000-2006 adalah Kabupaten Bengkalis dengan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar - 0.60 persen. Untuk lebih jelasnya pada Gambar 1 berikut ini dapat dilihat perbandingan nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Riau pada periode waktu tahun 2000-2006. 4
Sumber : BPS Provinsi Riau, 2007 Gambar 1. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Periode Tahun 2000-2006 Sektor perekonomian di Kabupaten Indragiri Hilir yang memiliki rata-rata pertumbuhan paling tinggi pada kurun waktu tahun 2000-2006 adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan masing-masing sebesar 10.22 persen, kemudian disusul sektor pengangkutan dan komunikasi dengan tingkat pertumbuhan sebesar 8.89 persen, sektor industri pengolahan dengan tingkat pertumbuhan sebesar 8.19 persen. Sedangkan sektor pertanian hanya memiliki pertumbuhan sebanyak 6.72 persen dan menempati peringkat kedua terrendah setelah sektor listrik, gas dan air bersih dengan tingkat pertumbuhan sebesar 4.47 persen. Pada tabel berikut ini dapat dilihat pertumbuhan sektor perekonomian di Kabupaten Indragiri Hilir. Tabel 3. Pertumbuhan Rata-rata PDRB Masing-masing Sektor Perekonomian di Kabupaten Indragiri Hilir dari tahun 2000-2006. No Sektor Perekonomian Pertumbuhan PDRB Tahun 2000 2006 (%) 1 Pertanian 6.70 2 Pertambangan & Penggalian 10.22 3 Industri Pengolahan 8.19 4 Listrik, Gas & Air Bersih 4.47 5 Bangunan 6.98 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 7.51 7 Pengangkutan & Komunikasi 8.89 8 Keuangan, Persewaan & Jasa 10.22 Perusahaan 9 Jasa-Jasa 7.52 Sumber : BPS Provinsi Riau, 2007 5
Walaupun pertumbuhan ekonomi sektor pertanian relatif lambat dibandingkan sektor-sektor perekonomian lainnya, namun komoditas kelapa memiliki peranan yang penting dalam perekonomian wilayah dan perekonomian masyarakat Kabupaten Indragiri Hilir. Hal ini tercermin dari besarnya kontribusi sektor perkebunan kelapa dan industri pengolahanya terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, dimana pada tahun 2006 memberikan kontribusi sebesar 33.61 persen terhadap PDRB total Kabupaten Indragiri Hilir. Begitu juga kontribusinya terhadap perekonomian masyarakat sangat besar yaitu melibatkan sebanyak 120 188 KK atau sekitar 83.29 persen dari jumlah KK yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir mengantungkan hidupnya pada kegiatan perekonomian kelapa. Peranan komoditas kelapa dalam perekonomian regional dan perekonomian masyarakat cukup besar, namun yang menjadi pertanyaan besar adalah Kabupaten Indragiri Hilir merupakan kabupaten yang memiliki jumlah penduduk miskin paling tinggi di antara kabupaten yang ada di Provinsi Riau yaitu mencapai 197 414 jiwa atau setara dengan 31.45 persen dari jumlah penduduk total Kabupaten Indragiri Hilir yaitu 627 699 jiwa (Balitbang Provinsi Riau, 2007). Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk miskin masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Riau dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini. Sumber : Balitbang dan BPS Provinsi Riau, 2007 Gambar 2. Persentase Penduduk Miskin pada Masing-masing Kabupaten Kota di Provinsi Riau Periode Tahun 2006 6
Masyarakat yang dikategorikan sebagai masyarakat miskin di Kabupaten Indragiri Hilir secara umum berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama adalah sebagai petani kelapa. Upaya yang telah dilakukan oleh petani kelapa untuk memperbaiki tingkat perekonomiannya adalah dengan melakukan konversi kebun kelapanya yang sudah kurang produktif ke pertanaman kelapa sawit yang diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraanya di kemudian hari. Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan karena usaha tani kelapa sawit yang dilakukan justru tetap menyengsarakan petani karena bibit sawit yang mereka gunakan umumnya merupakan bibit-bibit palsu yang dibeli dari pedagang-pedagang bibit liar. Hal ini terjadi karena para petani tidak memiliki akses untuk membeli bibit sawit unggul (hybrida) ke pusat penelitian kelapa sawit di Medan, sehingga setelah tanaman kelapa sawitnya berproduksi, produksinya sangat rendah, bahkan hanya mencapai 1/5 dari produksi sawit yang menggunakan bibit unggul. Kondisi ini menyebabkan biaya pemeliharaan kebun sawitnya tidak dapat menutupi produksi yang diperolehnya. Petani kelapa sawit juga memiliki kesulitan untuk memasarkan hasil panennya karena lokasi industri kelapa sawit yang jauh dan tranportasi yang digunakan adalah teransportasi air yang sangat tergantung dengan konsidi pasang surut air laut. Kondisi ini menyebabkan mutu hasil panennya kelapa sawit petani menjadi menurun karena terjadinya peningkatan asam lemak bebas, sebagai akibat lokasi industri tempat penjualan tandan buah segar kelapa sawit tidak dapat ditempuh oleh petani kelapa sawit dalam jangka watu kurang dari 24 jam setelah tandan buah segar kelapa sawit dipanen. Dari segi produktivitas, pertanaman kelapa rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir masih cukup rendah yaitu hanya mencapai 1.21 ton kopra/ha/tahun (Disbun Kab. Indragiri Hilir, 2007). Rendahnya produktivitas pertanaman kelapa tersebut antara lain disebabkan keterbatasan penguasaan teknologi produksi, keterbatasan infrastruktur berupa kanal (saluran air), keterbatasan modal usaha tani, manajemen budidaya yang belum efisien. Dari segi budidaya, usaha tani kelapa rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir umumnya masih diusahakan secara monokultur. Petani belum menerapkan teknologi budidaya yang tersedia. Pemeliharaan tanaman hanya terbatas pada 7
pengelolaan gulma yaitu berupa pengendalian secara mekanis dengan membabat atau secara kimia dengan herbisida pada saat akan dilakukan panen yaitu dengan rotasi tiga bulan sekali, sedangkan kegiatan pemeliharaan lainnya seperti pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit tidak dilakukan, begitu pula dengan teknologi pascapanen yang dilakukan masih tradisional dengan produk masih sekitar kopra atau kelapa butiran. Hanya sebagian kecil petani yang melakukan diversifikasi produk berupa gula kelapa dan belum memanfaatkan produk samping seperti serabut dan tempurung. Dari segi tataniaga, para petani kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir memasarkan produknya dalam bentuk kelapa butiran dan kopra ke pedagang pengumpul dan hanya sebagian kecil masyarakat yang dapat memasarkan kelapanya ke pabrik pengolahan kopra. Kelembagaan tataniaga kopra yang berkembang dikalangan petani adalah kelembagan informal berupa sistem kontrak tradisional melalui sistem kekerabatan dan kepercayaan antara petani dengan tengkulak. Tengkulak ini merupakan perpanjangan tangan dari perusahaan pengolahan kopra atau minyak kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. Dilihat dari sisi industri pengolahan kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir, maka secara spatial tidak tersebar merata di setiap kecamatan yang ada, dimana dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir, 14 kecamatan merupakan sentra kelapa. Namun bila dilihat dari sisi industri pengolahannya, maka hanya terdapat 4 kecamatan yang merupakan lokasi industri pengolahan kelapa yaitu : Kecamatan Kateman, Kecamatan Tanah Merah, Kecamatan Tempuling dan Kecamatan Reteh. Kondisi ini memberikan implikasi terhadap sulitnya aksebilitas petani kelapa yang bermukim pada kecamatan-kecamatan yang jauh dari industri pengolahan kelapa untuk memasarkan produksinya ke pabrik pengolahan kelapa, sehingga petani kelapa tersebut cenderung memasarkan kelapanya kepada pedagang pengumpul (tauke) yang ada disekitar wilayah tempat tinggalnya. Dari berbagai fenomena, terlihat bahwa Kabupaten Indragiri Hilir dalam kegiatan ekonominya, kelapa merupakan komoditi yang dominan dihasilkan masyarakat, komoditi tersebut juga merupakan salah satu sumber utama 8
pendapatan sebagian besar masyarakat/petani di Kabupaten Indragiri Hilir. Secara nasional Indragiri Hilir tercatat sebagai wilayah terluas, sekaligus sebagai pemasok kebutuhan kelapa terbesar nasional serta sebagai pengekspor kelapa terbesar dari Indonesia. Namun dibalik kegembiraan tersebut, terlihat berbagai persoalan menghadang Kabupaten Indragiri Hilir. Seperti sejak krisis moneter tahun 1997 masyarakat berhadapan dengan peningkatan kebutuhan/ biaya hidup, namun dari sisi pendapatan petani, terlihat kurang berkembangnya substitusi sumber pendapatan. Sementara sumber pendapatan utama sebagian masyarakat yaitu berasal dari sektor perkebunan kelapa. Sehingga rendahnya pendapatan yang diperoleh bersamaan dengan tingginya kebutuhan biaya hidup telah mendorong semakin tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Sementara belajar dari pengalaman masa krisis tahun 1997, terlihat bahwa kerentanan ekonomi dalam menghadapi masa krisis mengalami goncangan yang hebat, namun demikian sektor petanian terbukti ketangguhanya sebagai sektor ekonomi yang mampu bertahan dan tumbuh ketika saat krisis mendera bangsa ini. Sehingga menyadarkan kita bahwa ke depan pentingnya perubahan paradigma pembangunan dengan memperhatikan pemberdayaan dan membangun keterkaitan serta perlunya dukungan dan konsistensi kebijakan pemerintah pada sektor-sektor ekonomi yang berbasis sumberdaya dan komunitas lokal, terutama dalam pengembangan sektor pertanian dan perkebunan serta pengembangan usaha kecil dan menengah. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah yang dimulai pada awal tahun 2001 dan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah, maka pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas dalam merencanakan arah pembangunan daerahnya masing-masing sesuai dengan kewenangan yang ditetapkan, terutama dalam memanfaatkan potensi sumberdaya lokal yang tersedia guna mendukung percepatan, pemerataan dan keberlanjutan pembangunan daerah dan pembangunan nasional. Untuk itu pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir perlu berupaya bagaimana potensi lokal yang ada seperti perkebunan kelapa dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan output perekonomian, nilai tambah bruto, pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, 9
pertumbuhan ekonomi wilayah dan mengurangi kesenjangan distribusi pendapatan antar pelaku ekonomi. Berangkat dari latar belakang dan rumusan masalah di atas maka dapat dirumuskan batasan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimanakah peran sektor kelapa terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir ditinjau dari aspek Output, PDRB dan tenaga kerja, dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya dan sektor industri pengolahan kelapa? Bagaimanakah posisi keterkaitan sektor kelapa dan multiplier effect terhadap output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan tenaga kerja. 2. Bagaimana Indikasi dan potensi kebocoran wilayah sektor kelapa serta dampaknya terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir? 3. Opsi kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan tujuan penelitian yaitu sebagai berikut : 1. Menganalisis peran sektor kelapa terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir ditinjau dari aspek Output, PDRB dan tenaga kerja, dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya dan sektor industri pengolahan kelapa, serta menganalisis keterkaitan sektor kelapa dan multiplier effect terhadap output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan tenaga kerja. 2. Menganalisis Indikasi dan potensi kebocoran wilayah sektor kelapa serta dampaknya terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir. 3. Menganalisis opsi kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. 10
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan bahan pertimbangan bagi perencana dan pengambil kebijakan dalam pengembangan komoditas kelapa di Indonosia secara umum dan Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hilir secara khusus di masa yang akan datang, serta dapat menjadi sumber informasi bagi stakeholders yang membutuhkan informasi tentang dampak pengembangan kelapa terhadap kemiskinan dan perekonomian wilayah khususnya Kabupaten Indragiri Hilir. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dan pemerintah daerah dalam upaya mendorong pembangunan ekonomi wilayah untuk kepentingan keberlanjutan pembangunan pada masa yang akan datang. Disamping itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi perbandingan serta simultan bagi penelitian selanjutnya. Kebaruan Penelitian (Novelty) Penelitian dampak pengembangan perkebunan kelapa rakyat terhadap kemiskinan dan perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir merupakan suatu penelitian baru yang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan baku yang dikemas dalam suatu rangkaian baru yang berkontribusi untuk melihat dampak pengembangan sektor kelapa terhadap kemiskinan dan perekonomian Kabupaten Indagiri Hilir. Dalam menganalisis peranan sektor kelapa terhadap kemiskinan dan perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir digunakan pendekatan analisis model Input-Output (I-O) dan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), yang menempatkan komoditas kelapa, industri pengolahan kelapa skala besar dan industri pengolahan kelapa skala rumah tangga sebagai sektor tersendiri dalam struktur perekonomian wilayah, yang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dalam menganalisis struktur perekonomian wilayah di Kabupaten Indragiri Hilir dan bahkan satu-satunya di Indonesia. Selain itu kebaruan penelitian ini ditunjukkan oleh penelusuran potensi dan implikasi kebocoran wilayah di sektor kelapa dan industri pengolahan kelapa. Disamping itu kebaruan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan 11
di Kabupaten Indragiri Hilir serta melihat dampak pengembangan sektor kelapa dan industri pengolahan kelapa terhadap peningkatan pendapatan dan penurunan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Keterbatasan Penelitian Karena adanya berbagai keterbatasan dalam penelitian ini baik dari segi keterbatasan waktu, biaya, dan penggunaan model, sehingga penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan yaitu : (i) data yang digunakan khususnya untuk Tabel Input-Output (I-O) dan Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Indragiri Hilir adalah tahun 2005; (ii) faktor harga dalam model I-O dan SNSE adalah given sehingga dalam penelitian ini aspek pasar tidak dapat dianalisis dengan menggunakan model I-O dan SNSE; (iii) penggunaan model I-O dan SNSE memiliki hubungan linier (liontief) 12