TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae)

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Blackman dan Eastop (2000), adapun klasifikasi kutu daun

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau

TINJAUAN PUSTAKA. Thrips termasuk ke dalam ordo Thysanoptera yang memiliki ciri khusus, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama Kedelai Cara Pengendalian

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Hama Pengisap Polong Kedelai

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

I. PENDAHULUAN. Kepik hijau (Nezara viridula L.) merupakan salah satu hama penting pengisap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepik hijau (N. viridula L.) sudah lama dikenal sebagai hama penting tanaman

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

TINJAUAN PUSTAKA. bulu-bulu atau sisik dari induknya. Tiap kelompok telur maksimum terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. Dapat diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berikut adalah taksonomi pengisap polong kedelai (EOL, 2014):

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Boleng (Cylas formicarius (Fabr.))

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penghisap Polong (Riptortus linearis Fabr.) Telur R. linearis berbentuk bulat dengan diameter telur 1,0-1,2 mm.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika kumbang badak adalah

I. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu bahan pangan yang sangat penting bagi masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berbentuk pohon yang berasal

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Pengendalian Hama Secara Hayati

TINJAUAN PUSTAKA. A. Jamur Beauveria bassiana dan serangga inang. Menurut Hughes (1971), sistematika Beauveria bassiana :

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera: Noctuidae)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tumbuhan yang berbentuk pohon hidup

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Hama kedelai Kutudaun Kedelai Aphis glycines

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

Gambar 1. Nimfa Helopeltis spp Sumber: Atmadja (2003) Gambar 2. Imago betina Helopeltis spp Sumber: Atmadja (2003)

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sawi B. juncea (L.) menyerbuk sendiri, umumnya tahan terhadap suhu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. S. asigna van Ecke termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum. Arthropoda, kelas Insecta, ordo Lepidoptera, family Limacodidae, genus

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.1, Desember (553) :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max L. Merril) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi

BAB I PENDAHULUAN. polifagus. Pada fase larva, serangga ini menjadi hama yang menyerang lebih dari

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

VIRULENSI BEBERAPA ISOLAT METARHIZIUM ANISOPLIAE TERHADAP ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) di LABORATORIUM

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KEEFEKTIFAN ENTOMOPATOGENIK

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak

EFEKTIVITAS ISOLAT DAN METODE PAPARAN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin TERHADAP MORTALITAS DAN MIKOSIS Spodoptera litura Fabricius

TINJAUAN PUSTAKA. Telur Brontispa longissima berwarna coklat, berbentuk pipih dan

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Suryanto, 2007). Hama diartikan sebagai organisme baik mikroba, tanaman,

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Ulat Api Setothosea asigna Eecke (Lepidoptera: Limacodidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Penggerek Tongkol Jagung H. armigera Hubner. tanaman, daun dan batang. Paling banyak diletakkan pada waktu tanaman sudah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan penurunan hasil pertanian, perkebunan maupun sayursayuran.

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. H. armigera merupakan serangga ordo Lepidoptera dari famili Noctuidae.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. transparan (Gambar 1). Telur diletakkan berderet 3 4 baris sejajar dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

EFEKTIVITAS JAMUR Penicillium spp UNTUK PENGENDALIAN HAMA Lepidiota stigma PADA TANAMAN TEBU OLEH : NURYATININGSIH, SP.

Suprayogi, Marheni*, Syahrial Oemry

TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan Kembang Bulan (Tithonia diversifolia A. Gray)

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai berbentuk perdu dengan tinggi lebih kurang cm.

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Kumbang Tanduk (Coleoptera: Scarabaeidae) berat dan tanaman dapat mati. Apabila hama ini dapat bertahan dalam areal

II. TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. (Lepidoptera : Noctuidae) Spodoptera litura merupakan serangga hama yang terdapat di banyak negara seperti Indonesia, India, Jepang, Cina, dan negara-negara lain di Asia Tenggara (Sintim et al., 2009). Ulat grayak (S. litura) bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang luas sehingga berpotensi menjadi hama pada berbagai jenis tanaman pangan, sayuran, buah dan perkebunan (Marwoto dan Suharsono, 2008). Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar daun melekat pada daun (kadang tersusun 2 lapis), warna cokelat kekuning-kuningan, berkelompok (masing-masing berisi 25-500 butir) tertutup bulu seperti beludru (Gambar 1) (Tenrirawe dan Talanca, 2008). Stadia telur berlangsung selama 3 hari (Rahayu et al., 2009). Gambar 1. Telur Spodoptera litura. Setelah 3 hari, telur menetas menjadi larva. Larva yang keluar dari telur berkelompok dipermukaan daun. Setelah beberapa hari, ulat mulai hidup berpencar. Panjang tubuh ulat yang telah tumbuh penuh sebesar 50 mm

(Balitbang, 2006). Perpindahan larva instar-1 dan instar-2 dibantu tiupan angin dan benang pintal untuk berayun (Noch et al, 1983). Masa stadia larva berlangsung selama 15-30 hari (Gambar 2) (Rahayu et al., 2009). Ulat mempunyai warna yang bervariasi, tetapi ada ciri utama, yaitu adanya garis menyerupai kalung berwarna hitam yang melingkar pada ruas ketiga.warna pupa coklat kemerahan dengan panjang 12,5-17,5 mm (Sheparetal,2007). Gambar 2. Larva Spodoptera litura. S. litura berkepompong (pupa) berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm dengan membentuk kokon dari butiran-butiran tanah yang disatukan (Gambar 3). Lama stadia pupa menjadi imago antara 8 hari sampai 11 hari (Ardiansyah, 2007). Gambar 3. Pupa Spodoptera litura

Pada stadia imago sayap depan berwarna coklat atau keperakan, sayap belakang S. Litura berwarna keputihan dengan noda hitam (Gambar 4). Panjang kupu betina 14 mm sedangkan jantan 17 mm. Umur ngengat pendek, bertelur dalam 2-6 hari. Baru beberapa hari kemudian mereka tersebar mencari makanan (Shepard et al, 2007). Siklus hidup S. litura berkisar antara 30-60 hari (Ardiansyah, 2007). Gejala Serangan Spodoptera litura F. Sumber: Natasha,2013. Gambar 4. Ngengat Spodoptera litura S. litura merusak tanaman tembakau dengan cara membuat lubang pada daun tembakau, sehingga mutu daun menjadi berkurang (Gambar 5). Ulat instar 4 memakan seluruh bagian daun dan menyisakan tulang daunnya (Park et al., 2013). Serangga dewasa dari spesies ini meletakkan telurnya secara berkelompok pada permukaan bawah daun. Penyerangan ulat grayak terjadi pada malam hari, sedangkan pada siang hari ulat tersebut bersembunyi di dalam tanah yang lembab (Surtikanti dan Yasin, 2009). Ulat grayak aktif makan pada malam hari, meninggalkan epidermis atas dan tulang daun sehingga daun yang terserang dari jauh terlihat berwarna putih

(Balitbang, 2006). Larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok, dengan meninggalkan sisa-sisa bagian atas epidermis daun, transparan dan tinggal tulang tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun umumnya terjadi pada musim kemarau (Tanrirawe dan Talanca, 2008). Selain pada daun, ulat dewasa makan polong muda dan tulang daun muda, sedangkan pada daun yang tua, tulang-tulangnya akan tersisa. Selain menyerang kedelai, ulat grayak juga menyerang jagung, kentang, tembakau, kacang hijau, bayam dan kubis (Balitbang, 2006). Gambar 5. Gejala serangan Spodoptera litura Pengendalian Spodoptera litura F. Pengendalian ulat grayak pada tingkat petani kebanyakan masih menggunakan insektisida kimia. Pengendalian hama dengan insektisida kimia telah menimbulkan banyak masalah lingkungan, terutama rendahnya kepekaan serangga terhadap insektisida kimia, munculnya hama sekunder yang lebih berbahaya tercemarnya tanah dan air, dan bahaya keracunan pada manusia yang melakukan kontak langsung dengan insektisida kimia. Jenis-jenis insektisida yang biasa digunakan oleh petani adalah Basudin 60 EC, Dursban 20 EC, Nogos 50 EC dll. Penggunaan yang tidak tepat dapat menimbulkan dampak negatif

terhadap lingkungan, yakni dapat menimbulkan resistensi, resurjensi, serta mematikan musuh-musuh alami, dan pencemaran lingkungan (Budi et al., 2013). Bila tidak segera diatasi maka daun atau buah tanaman di areal pertanian akan habis (Hasnah et al., 2012). Pengendalian hayati seperti pemanfaatan parasitoid, virus, predator dan jamur patogen mempunyai harapan besar dimasa mendatang untuk menggantikan insektisida karena tidak mempunyai dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan. Jamur patogen merupakan salah satu komponen pengendalian yang dapat memberi peluang yang cukup baik (Surtikanti dan Yasin, 2009). Beberapa kelebihan pemanfaatan jamur entomopatogen dalam pengendalian hama adalah mempunyai kapasitas produksi yang tinggi, siklus hidupnya pendek, dapat membentuk spora yang tahan lama di alam walaupun dalam kondisi yang tidak menguntungkan, relatif aman, bersifat selektif, relatif mudah diproduksi dan sangat kecil kemungkinan terjadi resistensi (Prayogo, 2005). Jamur Entomopatogen Metarhizium anisopliae Menurut Bischoff et al., (2009), sistematika M. anisopliae adalah : Divisio Class Subclass Ordo Family Genus Spesies : Deuteromycotina : Hyphomycetes : Hypocreomycetidae : Hypocreales : Clavicipitaceae : Metarhizium : Metarhizium anisopliae

Jamur M. anisopliae termasuk dalam kelas Hyphomycetes, ordo Moniliales dan famili Monileaceae. Jamur M. anisopliae mampu menginfeksi hama yang mempunyai tipe mulut menusuk dan mengisap (haustelata), seperti golongan Aphis sp. baik stadia nimfa maupun imago (Sumartini et al., 2001). Di samping itu, M. anisopliae juga mampu menginfeksi hama yang mempunyai tipe mulut menggigit mengunyah, seperti S. litura (Prayogo et al., 2005). Pada awal pertumbuhan koloni jamur ini berwarna putih, kemudian akan berubah menjadi warna hijau gelap saat konidia matang Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan spora berwarna hijau (Gambar 6a). Miselium M. anisopliae bersekat, konidiofor bersusun tegak, berlapis dan bercabang yang dipenuhi konidia Konidia bersel satu dan berbentuk bulat silinder atau lonjong (Gambar 6b) (Rustama et al, 2008). (a) (b) Gambar 6. (a.) Makroskopis Metarhizium anisopliae (b) Mikroskopis Metarhizium anisopliae Salah satu keuntungan penggunaan jamur Metarhizium spp. untuk pengendalian hayati adalah dapat digunakan untuk mengendalikan berbagai tingkat perkembangan serangga mulai dari telur, larva, pupa dan imago (Prayogo, 2004).

Jamur M. anisopliae memiliki beberapa kelebihan antara lain berkapasitas reproduksi tinggi, relatif aman, siklus hidupnya pendek, selektif, mudah diproduksi, serta dapat bertahan dalam kondisi yang tidak menguntungkan (Prayogo et al., 2005). Jamur M. anisopliae dapat menginfeksi beberapa jenis serangga, antara lain serangga yang berasal dari Ordo Lepidoptera dan Hemiptera (Prayogo et al., 2005), ordo Coleoptera (Gallegos et al.,2003), Isoptera (Krutmuang dan Supamit, 2005), Thysanoptera (Thungrabeab et al.,2006), dan Orthoptera (Tsakadze et al.,2003). Jamur M. anisopliae memiliki aktivitas membunuh larva karena menghasilkan cyclopeptida, destruxin A, B, C, D, E dan desmethyl destruxin. Destruxin telah dipertimbangkan sebagai bahan insektisida generasi baru. Efek destruxin berpengaruh pada organella sel target (mitokondria, retikulum endoplasma dan membran nukleus), menyebabkan paralisa sel dan kelainan fungsi lambung tengah, tubulus malphigi, hemocyt dan jaringan otot (Widiyanti dan Muyadihardja, 2004). Jamur Entomopatogen Beuveria bassiana Vuill. Menurut Hughes (2014), sistematika B. bassiana adalah : Divisio Class Subclass Ordo Family Genus : Ascomycota : Ascomycetes : Hypocreomycetidae : Hypocreales : Clavicipitaceae : Beauveria

Spesies : Beauveria bassiana Vuill. Jamur B. bassiana juga dikenal sebagai penyakit white muscardine karena miselium dan konidium (spora) yang dihasilkan berwarna putih, bentuknya oval, dan tumbuh secara zig zag pada konidiofornya (Soetopo dan Indrayani, 2007). Pada konidia B. bassiana akan tumbuh suatu tabung yang makin lama makin panjang mirip seuntai benang dan pada suatu waktu benang itu mulai bercabang. Cabang-cabang yang timbul selalu akan tumbuh menjauhi hifa utama atau hifa yang pertama. Cabang-cabang tersebut akan saling bersentuhan. Pada titik sentuh akan terjadi lisis dinding sel (anastomosis) sehingga protoplasma akan mengalir ke semua sel hifa. Miselium yang terbentukakan makin banyak dan membentuk suatu koloni (Gandjar, 2006). Miselium jamur B. bassiana bersekat dan bewarna putih (Gambar 7a), didalam tubuh serangga yang terinfeksi jamur terdiri atas banyak sel, dengan diameter 4 μm, sedang diluar tubuh serangga ukurannya lebih kecil, yaitu 2 μm. Hifa fertil terdapat pada cabang, tersusun melingkar dan biasanya menggelembung atau menebal. Konidia akan menempel pada ujung dan sisi konidiofor atau cabang-cabangnya (Utomo dan Pardede, 2014). Konidia jamur bersel satu, berbentuk oval agak bulat sampai dengan bulat telur, berwarna hialin dengan diameter 2-3 μm (Dinata, 2012). Konidia dihasilkan dalam bentuk simpodial dari sel-sel induk yang terhenti pada ujungnya (Gambar 7b). Pertumbuhan konidia diinisiasi oleh sekumpulan konidia. Setelah itu, spora tumbuh dengan ukuran yang lebih panjang karena akan berfungsi sebagai titik tumbuh. Pertumbuhan selanjutnya dimulai dibawah konidia

berikutnya, setiap saat konidia dihasilkan pada ujung hifa dan dipakai terus, selanjutnya ujungnya akan terus tumbuh (Brady, 1979). (a) (b) Gambar 7. (a) Makroskopis B. bassiana (b) Mikroskopis B. bassiana B. bassiana menginfeksi serangga inang melalui kontak fisik, yaitu dengan menempelkan konidia pada. Perkecambahan konidia akan mengeluarkan enzim seperti protease, lipolitik, amilase, dan kitinase. Enzim-enzim tersebut mampu menghidrolisis kompleks protein di dalam integumen (Brady, 1979). Konidia menyerang dan menghancurkan kutikula, sehingga hifa tersebut mampu menembus dan masuk serta berkembang di dalam tubuh serangga. Mekanisme infeksi secara mekanik adalah infeksi melalui tekanan yang disebabkan oleh konidium B. bassiana yang tumbuh. Secara mekanik infeksi jamur B. bassiana berawal dari penetrasi miselium pada kutikula lalu berkecambah dan membentuk apresorium, kemudian menyerang epidermis dan hipodermis. Hifa kemudian menyerang jaringan dan hifa berkembang biak di dalam haemolymph (Clarkson dan Charnley, 1996). Untuk memperoleh isolat B. bassiana yang mapan untuk diaplikasikan di lapangan diperlukan eksplorasi B. bassiana pada berbagai lokasi, kemudian

dikarakterisasi secara morfologi (warna koloni, ukuran konidia, dan kerapatan hifa), serta ditinjau viabilitas setiap isolat. Selain itu, perlu diuji efektivitas setiap isolat untuk mengendalikan hama serangga sebelum diformulasi menjadi bioinsektisida (Sri et al., 2014). Beauveria bassiana dapat diisolasi dari serangga yang mati karena terinfeksi B. bassiana (Hasyim dan Azwana, 2003), dan dari tanaman maupun tanah (Soetopo dan Indrayani, 2007). Metode yang direkomendasikan untuk mengisolasi cendawan entomopatogen dari populasi asli atau lokal adalah metode pemancingan dengan serangga (insect bait method) yang digunakan untuk mengisolasi cendawan dari tanah (Meyling, 2007). Pada perkembangannya di dalam tubuh serangga B. bassiana akan mengeluarkan racun yang disebut beauvericin yang menyebabkan terjadinya paralisis pada anggota tubuh serangga. Paralisis menyebabkan kehilangan koordinasi sistem gerak, sehingga gerakan serangga tidak teratur dan lamakelamaan melemah, kemudian berhenti sama sekali. Setelah lebih-kurang lima hari terjadi kelumpuhan total dan kematian. Toksin juga menyebabkan kerusakan jaringan, terutama pada saluran pencernaan, otot, sistem saraf, dan system pernafasan (Wahyudi, 2008). Jamur Entomopatogen Lecanicillium lecanii Zimm. Menurut Zare and Gams (2001), sistematika L.lecanii adalah : Divisio Class Subclass Ordo : Deuteromycotina : Hyphomycetes : Hypocreomycetidae : Hypocreales

Family Genus Spesies : Clavicipitaceae : Lecanicillium : Lecanicillium lecanii Zimm. Jamur Lecanicillium lecanii Zimm. tergolong imperfect fungi atau jamur yang memiliki siklus tidak sempurna. L. lecanii merupakan jamur entomopatogen yang pertama kali ditemukan oleh Zimmermann pada tahun 1898 dengan nama Chephalosporium lecanii. Pada tahun 1939, Viegas mengubah nama menjadi Verticillium lecanii berdasarkan studi kisaran inang (Kouvelis et al., 1999). Pengamatan lebih lanjut terhadap sifat morfologi dan analisis molekuler, jamur berubah nama menjadi L. lecanii sampai sekarang (Zare dan Gams, 2001). Jamur L. lecanii digunakan untuk mengendalikan hama terutama Hemiptera dengan tingkat mortalitas yang bervariasi (Prayogo, 2004). (a) (b) Gambar 8. (a) Makroskopis Lecanicillium lecanii (b) Mikroskopis Lecanicillium lecanii Jamur ini mudah tumbuh pada berbagai media, terutama pada media potato dextrose agar (PDA) dan beras. Di dalam cawan petri, diameter koloni dapat mencapai 4-5,50 cm pada 3 hari setelah inokulasi. Koloni jamur berwarna putih pucat (Gambar 8a). Kumpulan konidia ditopang oleh tangkai konidiofor yang membentuk fialid seperti huruf L (Gambar 8b). Setiap konidiofor menopang

5-10 konidia yang terbungkus dalam kantong lendir. Konidia berbentuk silinder hingga elips, terdiri atas satu sel tidak berwarna (hialin), berukuran 2,30-10x1-2,60μm (Tanada dan Kaya, 1993). Jamur entomopatogen memerlukan kelembaban yang tinggi untuk tumbuh dan berkembang, hal tersebut diperlukan selama proses pembentukan tabung kecambah, sebelum terjadi penetrasi ke integumen serangga. Jamur L. lecanii tumbuh baik pada suhu 18-30 ºC dan kelembaban minimal 80%. Pada kelembaban lebih dari 90% jamur tumbuh sangat baik (Cloyd, 2003). Jamur L. lecanii bersifat parasit, namun akan berubah menjadi saprofit bila kondisi tidak menguntungkan, misalnya dengan hidup pada serasah atau sisa-sisa hasil pertanian. Jamur L. lecanii mampu hidup pada bahan organik yang mati dalam rentang waktu yang sangat panjang (Tanada dan Kaya, 1993).