BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Merokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (perokok aktif)

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita

BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu (Kemenkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia.

PENGARUH PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DAN DUKUNGAN PENERAPANNYA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan kesehatan. Beberapa masyarakat sudah mengetahui mengenai bahaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya.

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan. kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya.

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti kanker, memperlambat pertumbuhan anak, kanker rahim dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB 1 PENDAHULUAN. merokok namun kurangnya kesadaran masyarakat untuk berhenti merokok masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan tembakau bertanggungjawab terhadap sebagian besar kematian di seluruh dunia.

I. PENDAHULUAN. diantaranya penyakit pada sistem kardiovaskular, penyakit pada sistem

hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Palutturi, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari TCSC (Tobacco Control Support Center) IAKMI (Ikatan Ahli. penyakit tidak menular antara lain kebiasaan merokok.

HASIL SURVEI PAPARAN ASAP ROKOK KEPADA PEROKOK PASIF

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. Fawzani dan Triratnawati (2005), masalah rokok juga menjadi persoalan

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

BAB 1 : PENDAHULUAN. tahun itu terus meningkat, baik itu pada laki-laki maupun perempuan. Menurut The

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan kematian baik bagi perokok dan orang yang ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan analisis data dari Centers of Disease Control and

BAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica

BAB 1 : PENDAHULUAN. kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. (1)

Made Kerta Duana, Partha Muliawan, Ayu Swandewi. PS. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Udayana

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100

dalam terbitan Kementerian Kesehatan RI 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Global Adult Tobacco survey (GATS) pada tahun 2011 menunjukkan bahwa

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGUNJUNG DI LINGKUNGAN RSUP Dr. KARIADI TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH

A. Latar Belakang Epidemik tembakau secara luas telah menjadi salah satu ancaman kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat dunia yang mengakibatkan

Dukungan Masyarakat Terhadap Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

BAB 1 : PENDAHULUAN. kalangan masyarakat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe,

BAB 1 PENDAHULUAN. 600 ribu kematian dikarenakaan terpapar asap yang ditimbulkan. Hampir 80%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. utama kanker di dunia. Survei dari WHO 8,2 juta orang meninggal kerena

Upaya Pengendalian Tembakau di Indonesia. Oleh Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Ph.D Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok tampaknya telah menjadi kebiasaan banyak. seperti Indonesia bermunculan rokok-rokok terbaru yang setiap produk

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia dan berhubungan dengan

Bab 1 PENDAHULUAN. Rokok adalah salah satu permasalahan kesehatan terbesar yang dialami

PRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah hasil dari non-perokok yang terpapar asap rokok. Hampir 80% dari lebih 1

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB 1 : PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rokok meningkat secara pesat dari tahun ke tahun, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) UNIVERSITAS UDAYANA DIPATUHI ATAU DIABAIKAN?

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang di akibatkan karena merokok berakhir dengan kematian. World

berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Program anti tembakau termasuk dalam 10 program unggulan kesehatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tembakau pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh bangsa Belanda

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kemungkinan sebelas kali mengidap penyakit paru-paru yang akan menyebabkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Global Adults Tobacco Survey (GATS) Indonesia, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan salah suatu kebiasaan penduduk Indonesia. Kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran pengetahuan..., Rowella Octaviani, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya merokok terhadap remaja yang utama adalah terhadap fisiknya.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA SLTP DI KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial maupun ekonomis. Oleh. menurunkan kualitas hidup manusia (Aditama,1997).

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

INDIKATOR KESEHATAN SDGs DI INDONESIA Dra. Hj. Ermalena MHS Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Disampaikan dalam Diskusi Panel Pengendalian Tembakau dan

WALIKOTA TASIKMALAYA

Kawasan Tanpa Rokok sebagai Alternatif Pengendalian Dampak Rokok bagi Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pandang, gaya hidup dan budaya suatu masyarakat, bahkan perseorangan.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dr.h.suir SYAM, M.Kes, MMR

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai

BAB II PENGATURAN MENGENAI KAWASAN TANPA ROKOK

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 2,7% pada wanita atau 34,8% penduduk (sekitar 59,9 juta orang). 2 Hasil Riset

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok kini telah menjadi gaya hidup dalam berbagai kalangan dimasyarakat. Penjualan rokok yang bebas di pasaran memudahkan masyarakat untuk mengkomsumsinya. Saat ini permasalahan rokok masih menjadi permasalahan global dan upaya penanggulangannya masih diprioritaskan karena menyangkut berbagai aspek permasalahan dalam kehidupan. Aspek yang terkait permasalahan rokok yaitu, aspek ekonomi, sosial politik, dan terutama aspek kesehatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030 jumlah kematian di dunia akibat konsumsi rokok akan mencapai angka 10 juta orang setiap tahunnya dan sekitar 70% diantaranya terjadi di negara berkembang, dan negara Indonesia termasuk didalamnya (Kemenkes RI, 2011). Tahun 2013 berdasarkan hasil Riskesdas disebutkan bahwa prevalensi perokok di Indonesia mencapai 36,5 % yang terdiri dari 68 % perokok laki-laki dan 6,9 % perokok perempuan. Berdasarkan data tersebut telah menempatkan Indonesia pada peringkat ketiga dalam hal epidemik konsumsi rokok tertinggi di dunia. Masalah kesehatan ini menjadi semakin kompleks karena dampaknya tidak hanya merugikan kesehatan bagi perokok aktif, namun berdampak pula pada kesehatan perokok pasif. Menurut data Riskesdas 2013, lebih dari 40,3 juta anak Indonesia berusia 0 14 tahun tinggal dengan perokok dan terpapar asap rokok dilingkungannya. Anak yang terpapar asap rokok di lingkungannya mengalami

pertumbuhan paru yang lambat, dan lebih mudah terkena infeksi saluran pernapasan, infeksi telinga dan Asma. Upaya pemerintah Indonesia dalam mengendalikan permasalahan rokok ini adalah dengan melakukan regulasi tentang peraturan pemerintah. Peraturan ini tercantum pada Undang-Undang kesehatan No. 36 tahun 2009 tentang pengamanan produk tembakau sebagai zat adiktif bagi kesehatan. Dimana pasal 113 menyatakan bahwa tembakau mengandung zat adiktif, dan pasal 115 mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Undang-undang ini diberlakukan dengan pertimbangan yaitu, (1) setiap orang berhak atas perlindungan terhadap bahaya rokok, (2) asap tembakau membahayakan dan tidak memiliki batas aman, (3) ruang khusus untuk merokok dan sistem sirkulasi udara tidak mampu memberikan perlindungan efektif. Sehingga perlindungan efektif apabila 100% suatu tempat bebas dari asap rokok. Dalam undang-undang ini tertuang pula pasal yang menyebutkan bahwa pemerintah daerah wajib untuk menetapkan KTR di wilayahnya. Regulasi KTR ini di peraturan daerah telah dilaksanakan oleh beberapa kabupaten/kota di Indonesia. Berdasarkan data Balitbangkes RI (2015), telah tercatat sebanyak 166 kabupaten/kota di 34 provinsi diseluruh Indonesia yang telah memiliki peraturan KTR (Ramandhani,D.I.2016). Salah satu provinsi yang menerapkan regulasi mengenai KTR ini adalah provinsi Sumatera Barat yang diatur dalam peraturan daerah (Perda) No. 8 tahun 2012. Dalam pelaksanaannya, Perda di wilayah Sumatera Barat ini menunjukan persentase keefektifan sebesar 51 %. Dan sebanyak 60% masyarakatnya kurang mendukung penetapan Perda KTR ini di wilayahnya.

Provinsi Bali merupakan wilayah yang turut menerapkan regulasi KTR ini. Peraturan KTR ini ditetapkan dalam perda no.10 tahun 2011. Pada survey tingkat kepatuhan KTR yang dilakukan oleh Universitas Udayana tahun 2013, menunjukan hasil tingkat kepatuhan masyarakat Bali terhadap aturan KTR masih rendah yaitu 17 % dan hanya meningkat menjadi 25 % pada tahun 2014. Kawasan yang termasuk dalam KTR ini kawasan tempat umum dan angkutan umum adalah yang paling rendah dalam penerapan KTR-nya. Sedangkan pada tingkat kabupaten hasil survey menunjukan terdapat tingkat kepatuhan yang berbeda antar kabupaten/kota yang sudah memiliki dengan yang tidak memilki aturan perda/perbup sendiri tentang KTR. Dimana kabupaten/kota yang sudah memiliki aturan, tingkat kepatuhan akan KTR lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah yang tidak memiliki aturan KTR. (Pemerintahan Gianyar, 2015). Kabupaten Gianyar merupakan salah satu kabupaten di Bali yang telah mengadopsi perda KTR provinsi menjadi perda kabupaten yang mana ditetapkan dalam Perda No. 07 tahun 2014. Pada tahun 2013 yaitu saat aturan KTR ini belum di tetapkan di Kabupaten Gianyar tingkat kepatuhan masyarakatnya hanya pada angka 14,5 %. Pada tahun 2014 seiiring dengan ditetapkanya Perda kabupaten maka angka kepatuhannya meningkat menjadi 21,6 %. Peningkatan tersebut memang berdampak baik, namun pencapainnya masih lebih rendah dibandingkan tingkat kepatuhan Provinsi Bali. Pada beberapa sasaran kawasan KTR didapatkan hasil capaian sebagai berikut, di fasilitas kesehatan mencapai angka 68%, sedangkan pada kawasan lainnya hasilnya sangat timpang. Indikasinya dapat dilihat dari fasilitas pendidikan angka kepatuhannya 44,4%, angkutan umum

(0%), tempat ibadah (4,5%), tempat kerja (26,3%), dan fasilitas umum (7,9%). (Sentral Bali, 2015) Menindak lanjuti kondisi tersebut nampaknya Perda KTR di tingkat pusat dan kabupaten/kota saja tidak akan memberikan hasil yang optimal kedepannya. Dibutuhkan suatu aturan yang lebih mengikat dan berdampak langsung terhadap kehidupan sosial masyarakat. Masyarakat Bali sendiri adalah masyarakat yang multikultural, dimana pada tiap daerah memiliki pranata sosialnya masingmasing. Kelembagaan sosial sering diartikan dengan pranata sosial. Kelembagaan lokal adalah pranata sosial di tingkat lokal. Bentuk nyata dari kelembagaan lokal adalah awig-awig. Sebagai hukum yang tumbuh dari bawah, secara sosiologis awig-awig memiliki legitimasi yang kuat dalam masyarakat. Awig-awig diterima dan ditaati di kalangan masyarakat yang berada di wilayah desa pakraman bersangkutan. awig-awig jika dilihat dari fungsinya merupakan alat control sosial (hukum sebagai sarana kontrol sosial). Hal ini dilihat dari asumsi awig-awig mampu mengontrol perilaku krama desa dan menciptakan kesesuaian dalam perilaku mereka, baik secara preventif maupun represif (Parwata,A.A. G. O., 2007). Desa Pakraman Selat merupakan salah satu desa pakraman yang terdapat di Kabupaten Gianyar, dimana dalam Awig-awig nya telah tertuang pasal yang terkait dengan KTR. Dalam Awig-awig tersebut dijelaskan mengenai larangan menyediakan rokok pada saat pelaksanaan upacara keagaman kematian dan petedunan banjar. Penerapan awig-awig KTR ini masih terbilang baru karena mulai ditetapkan pada bulan september 2015, sehingga evaluasi dan melihat dampak nyatanya belum dapat dilakukan. Berdasarkan studi pendahuluan yang

dilakukan kepada panitia tim revisi awig-awig, pembaharuan ini dilakukan dengan pertimbangan sudah tidak relevannya hukum yang terdapat dalam awigawig sebelumnya dengan kondisi saat ini. Kondisi yang dimaksudkan yaitu tentang undang-undang terbaru, dan masalah ekonomi serta kesehatan masyarakat. Selain tentang KTR, pasal lainnya yang dianggap oleh masyarakat perlu di perbaharui adalah pasal mengenai cuntaka dan maejotan. Usulan mengenai awig-awig KTR ini diprakarsai oleh masyarakat sekitar pada saat konsep revisi awig-awig ini disosialisasikan. Beliau memaparkan perlunya mengadopsi peraturan daerah tentang KTR kedalam awig-awig desa pakraman. Selain itu dengan adanya awig-awig ini akan berdampak positif pada berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti kesehatan dan ekonomi. Dari segi kesehatan kedepannya diharapkan dapat meningkankan status kesehatan masyarakat serta menekan jumlah perokok pemula di desa pakraman selat. Pada studi pendahuluan yang dilakukan kepada pemegang program Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) UPT Kesmas Payangan, menunjukan bahwa penyakitpenyakit akibat merokok yang terjadi di desa pakraman selat yaitu diantaranya kanker nasofaring yang dialami oleh masyarakat yang merupakan perokok aktif. Selain itu berdasarkan studi pendahuluan ke tempat praktek dokter mandiri dinyatakan pula bahwa banyak orang tua dengan riwayat perokok aktif mengalami Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Dari segi ekonomi, manfaat yang ditimbulkan dengan adanya awig-awig terkait KTR ini adalah masyarakat dapat menekan pengeluarannya pada saat memiliki upacara keagamaan untuk pembelian rokok. Rokok ini biasanya disajikan kepada masyarakat yang hadir untuk membantu persiapan upacara.

Menyediakan rokok pada saat upacara agama, selain merugikan si pemilik upacara, tapi juga dapat merugikan masyarakat yang datang pada saat itu. Masyarakat yang tidak memiliki kebisaan merokok atau jarang merokok secara tidak langsung karena mendapat ajakan dari warga lain akan terpengaruh untuk ikut merokok. Berdasarkan penelitian Saptorini, K.K. (2013) mengenai tingkat partisipasi mahasiswa dalam implementasi KTR di Universitas Dian Nuswantoro Semarang menunjukkan bahwa partisipasi mahasiswa dipengaruhi oleh faktor predisposisi, enabling, dan reinforcing. Faktor-faktor ini nantinya akan dapat mempengaruhi mahasiswa dalam berprilaku untuk berpatisipasi dalam implementasi KTR. Melihat hal tersebut, penerapan dari awig-awig KTR ini dapat dilihat melalui prilaku dari masyrakatnya sendiri. Perilaku itu sendiri dapat dilihat berdasarkan faktor-faktor pembentuknya seperti pengetahuan, persepsi, sikap, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Sehingga untuk mengambarkan penerapan awigawig KTR ini peneliti akan melihatnya dari faktor-faktor pembentukan perilaku tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Penerapan Perda KTR di Bali masih belum menunjukan hasil yang memuaskan, karena tidak semua Desa Pakraman menerapkan aturan Perda KTR tersebut. Di Desa Pakraman Selat yang berada di kabupaten Gianyar telah mengadopsi Perda KTR tersebut dengan memasukannya kedalam Hukum adatnya yaitu awig-awig. Aturan dalam awig-awig ini masih baru dan berbeda dengan sistem adat, nilai, dan budaya masyarakat sebelumnya. Untuk itu perlu diketahui

tanggapan masyarakat terhadap perubahan awig-awig tersebut. Pandangan, dukungan, serta peran serta masyarakat terhadap aturan awig-awig KTR ini sangat penting untuk mengoptimalkan penerapannya di desa pakraman. 1.3 Pertanyaan penelitian Bagaimanakah penerapan awig-awig KTR di Desa Pakraman Selat Kabupaten Gianyar? 1.4 Tujuan penelitian 1.4.1 Tujuan Umum 1. Mengetahui penerapan awig-awig KTR pada masyarakat di Desa Pakraman Selat. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui pengetahuan masyarakat mengenai isi awig-awig kawasan tanpa rokok di Desa Pakraman Selat. 2. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap penerapan awig-awig kawasan tanpa rokok di Desa Pakraman Selat. 3. Mengetahui sikap masyarakat terhadap penerapan awig-awig kawasan tanpa rokok di Desa Pakraman Selat 4. Mengetahui faktor pemungkin (ketersediaan sarana dan prasarana serta sumber informasi) penerapan awig-awig kawasan tanpa rokok di Desa Pakraman Selat. 5. Mengetahui faktor penguat (peran tokoh masyarakat, keluarga, dan peraturan ktr) penerapan awig-awig kawasan tanpa rokok di Desa Pakraman Selat.

1.5 Manfaat penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam mengembangkan bidang keilmuan Promosi Kesehatan terkait penerapan awig-awig Kawasan Tanpa Rokok di masyarakat sebagai implementasi dari peraturan daerah. 1.5.2 Manfaat Praktis 1) Bagi Desa Pakraman Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai tanggapan dan peran serta dari masyarakat dalam menerapkan awig-awig KTR di desa pekraman selat, serta menjadi sumber masukan bagi prajuru adat dalam mengontrol pelaksanaan penerapan awig-awig KTR ini di desa pekraman selat. 2) Bagi Instansi Terkait Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi mengenai penerapan awig-awig KTR, sehingga Instansi terkait dapat menentukan kebijakan dalam mengimplementasi Perda KTR ke dalam awig-awig pada desa pakraman lainnya yang ada di Bali. 3) Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan sumber data untuk penelitian selanjutnya mengenai penerapan awig-awig KTR di Bali.

1.6 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini dilaksanakan oleh mahasiswa program matrikulasi S1 program Ilmu Kesehatan Masyarakat. Ruang lingkup penelitian ini yaitu ilmu promosi kesehatan yang mencakup upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya untuk mempengaruhi lingkungan masyarakat atau pihak lain agar mengembangkan kebijakan yang berwawasan kesehatan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui mengenai penerapan awig-awig kawasan tanpa rokok di Desa Pakraman Selat Kabupaten Gianyar. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan maret sampai dengan mei 2016.