BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011

Kebutuhan cairan dan elektrolit

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN

Konsep Pemberian Cairan Infus

PHLEBOTOMY. Oleh. Novian Andriyanti ( ) PSIK Reguler 2. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Malang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSEDUR TINDAKAN PEMBERIAN SUNTIKAN ( INJEKSI )

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous cord

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

PRAKTIKUM 6 PEREKAMAN EKG, INFUS PUMP DAN PEMANTAUAN CVP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari : TASBI blok J No. 12, Medan

PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan

Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat

PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUKU PANDUAN PESERTA CSL 2 SERI 2 KANULASI INTRAVENA

PENGAMBILAN SAMPLE DARAH M A R C H

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT INFEKSI DAN TROPIS

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

PENDAHULUAN. Does. Shows. Knows How. Knows. Tingkat kemampuan 1 (Knows) : Mengetahui dan menjelaskan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Buku Pedoman Keterampilan Klinis PEMASANGAN INFUS. Untuk Semester 7

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI I PENGAMBILAN DARAH VENA DAN DARAH KAPILER

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen, dimana uji coba

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Faktor-faktor yang mempengaruhi Phlebotomy. 2. Tempat phlebotomy yang dilakukan.

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

Laporan Kasus. Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

PELATIHAN PERTOLONGAN PERTAMA BAGI PEMBINA PMR PMI SE- KABUPAATEN TEGAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik.

PENCABUTAN IMPLANT. No Sikap dan Prilaku. 1. Menyambut klien dan memperkenalkan diri dengan ramah

Obat Alami Diabetes Dapat Mencegah Amputasi Pada Diabetesi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG

KUESIONER PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunisasi adalah memberi kekebalan terhadap penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus. kerja tertentu (perry and potter, 2005)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus. kerja tertentu (Perry dan Potter (2005).

Tujuan pendidikan kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disertai muntah (Sakinah dan Arifianto, 2001). bentuk dan konsistensi tinja penderita (Harianto, 2004).

INJEKSI SUB CUTAN (SC)

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

RANGKUMAN. Varikokel adalah pelebaran abnormal vena-vena di dalam testis maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Aspirasi Vakum Manual (AVM)

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1. Keterampilan Menyuntik Rini Rachmawarni Bachtiar Baedah Madjid

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2007). Pengetahuan juga diperoleh dengan cara proses belajar. Belajar merupakan suatu perubahan perilaku seseorang dalam situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang terhadap situasi tersebut, asalkan perilaku tersebut tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respons alami seseorang, kematangan, atau keadaan sementara (Kaplan,2010). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Seseorang melakukan pekerjaan mental dan menyimpan potong potongan informasi di dalam daya ingat untuk didapatkan kembali disuatu waktu kemudian. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : Awareness, Interest, Evaluation, Trial, Adaption (Notoatmodjo,2007). Perubahan perilaku terhadap pemasangan infus dimulai dari mengetahui infus terlebih dahulu (Awereness). Selanjutnya subjek mulai tertarik terhadap pemasangan infus (Interest). Kemudian subjek meninbang- nimbang baik dan tidaknya pemasangan infus (Evaluation), setelah itu subjek mulai mencoba melaksanakan pemasangan infus (Trial), dan akhirnya subjek sudah berperilaku

sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap pemasangan infus (Adaptation). Pengetahuan yang mencakup dalam domain kognifit mempunyai 6 tingkatan. Yaitu : 1. Tahu (Know). 2. Memahami (Comprehension) 3. Aplikasi (Aplication) 4. Analisis (Analysis) 5. Sintesis (Synthesis) 6. Evaluasi (Evaluation) Pada tingkat pengetahuan Tahu (Know), merupakan tingkat pengetahuan mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Contohnya dapat mengetahui apa itu infus, bagaimana memasang infus. Kemudian pada tingkat Memahami (comprehension), pada tingkat ini kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang pemasangan infus yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tentang pemasangan infus secara benar. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus dilakukan pemasangan infus. Selanjutnya Aplikasi (Aplication), merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Misalnya seorang dokter muda sudah mengetahui pemasangan infus pada pasien yang dehidrasi, maka jika ada pasien yang mengalami dehidrasi dia akan langsung melaksanakan pemasangan infus. Tahap selanjutnya adalah Analisis (Analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi ke dalam komponen komponen, tetapi masih dalam satu struktur, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Contohnya dapat membedakan ukuran jarum infus yang digunakan pada anak anak dan dewasa.

Kemudian kemampuan Sintesis (Synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Contohnya, dapat merencanakan tahapan pemasangan infus sesuai dengan suatu teori yang telah ada. Terakhir Evaluasi (Evaluation), merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi. Misalnya dapat membandingkan keberhasilan pemasangan infus antara pasien yang buruk pemasangan infusnya dengan yang bagus pemasangannya. 2.2. Praktik atau Tindakan (Practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan factor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Sikap dokter muda yang mengerti terhadap pemasangan infuse harus mendapat izin dari pasien, dan ada fasilitas pemasangan infus yang mudah dicapai, agar dokter muda bias memasangkan infus pada pasiennya. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan factor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dokter muda lain atau dokter senior sangat penting untuk mendukung bagaimana melakukan pemasangan infus dengan benar (Notoatmodjo, 2007). Tingkatan dalam praktik ada empat, yaitu Persepsi (Perception), Respon Terpimpin (Guided Respons), Mekanisme (Mecanism), dan Adaptasi (Adaptation). Pada tingkat Persepsi (Perception), merupakan mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama. Misalnya, seorang dokter muda dapat memilih peralatan-peralatan infus yang akan digunakan. Respon Terpimpin (Guided Respons),merupakan melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indicator praktik tingkat dua. Misalnya, seorang dokter muda dapat memasang infus dengan benar, mulai dari mempersiapkan peralatan, memilih ukuran jarum, memasukkan intravena kateter, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Selanjutnya Mekanisme (Mecanism), apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. Misalnya, seorang dokter muda sudah terbiasa melaksanakan pemasangan infus pada keadaan tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajak orang lain. Terakhir Adaptasi (Adaptation), adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut. Misalnya, dokter muda dapat memilih peralatan pemasangan infus berdasarkan usia pasien (Notoatmodjo, 2007). 2.3. Pemasangan Infus Melakukaan kanulasi vena perifer (pemasangan infus), merupakan kemampuan dasar untuk semua dokter meskipun ini merupakan prosedur operasi yang invasive yang paling sederhana untuk mengusainya diperlukan kemampuan dan pengalaman (Scales,2005). Kanulasi vena perifer (pemasangan infus) adalah memasukkan sebuah tabung ke dalam saluran tubuh atau rongga, dilakukan untuk memberikan akses ke sirkulasi untuk pemberian terapi jangka pendek (Scales, 2005). Pemasangan infus digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolism, atau untuk memberikaan medikasi. Obat yang diberikan secara intravena memasuki aliran darah secara langsung dan diabsorbsi lebih cepat daripada pemberian obat lain. Karenanya obat diberikan secara intravena bila diperlukan efek cepat, atau bila obat terlalu mengiritasi jaringan tubuh bila diberikan dengan cara lain. Obat yang diberikan dengan cara ini biasanya diberikan (diinfuskan) dengan perlahan untuk mencegah reaksi (Rahayu,2005).

2.3.1. Indikasi Pemasangan Infus Menurut Aryani (2009), keadaan keadaan yang umumnya memerlukan pemasangan infus adalah : 1. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) 2. Trauma abdomen berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah). 3. Fraktur khusus di pelvis dan femur (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) 4. Heat stroke (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi). 5. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi). 6. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh) 7. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) 8. Dehidrasi. 2.3.2. Perlengkapan dan Peralatan Perlengkapan dan peralatan yang umum diperlukan untuk terapi intravena meliputi : Sarung tangan non steril Spuit 2ml Jarum 25g Lidocain 1% 5ml 1 ampul Kapas alcohol Tourniquet Kassa steril Plester Abocath Infuse set Betadin Botol infuse

Bak spuit. Setiap campuran intravena memerlukan label yang memuat informasi berikut : 1. Nama pasien dan nomor identifikasi 2. Bahan tambahan, kekuatan dan jumlah 3. Larutan utama dan jumlah total 4. Kecepatan aliran, tanggal persiapan dan kadaluwarsa 5. Nama orang yang menyiapkan dan menggantung infuse Setiap selang juga harus diberi label dengan informasi mengenai tanggal dan waktu penggantungan dan nama inisial orang yang menggantung selang (LaRocca, 1998). 2.3.3. Pemilihan Alat Pungsi Vena Memilih kateter yang benar adalah penting untuk keberhasilan terapi. Jarum kupu kupu digunakan pada situasi terbatas dan bersifat jangka pendek. Jarum ini mudah dimasukkan tetapi mudah menyebabkan infiltrasi. Desain produk yang lebih maju telah menghasilkan banyak pilihan pada kateter perifer yang pendek dengan jarum di dalamnya. Perbedaan di antara bermacam macam kateter meliputi sebagai berikut : 1. Ketebalan dinding kateter Efek : kecepatan aliran 2. Ketajaman jarum Efek : sedikit gangguan pada tehnik penusukan 3. Sifat kelunakan kateter Efek : masa pemakaian kateter 4. Desain yang aman untuk mencegah cedera tertusuk jarum dan kontak dengan darah Efek : keamanan dalam pekerjaan 5. Jumlah lumen yang tersedia untuk infuse cairan yang simultan

Efek : kemungkinan cairan yang tidak kompatibel dapat diberikan pada waktu yang sama melalui jalur perifer yang sama bila kateter lumen ganda dipilih. Pertimbangan pertimbangan ketika memilih kateter adalah ukuran dan kondisi vena yang dipilih, viskositas cairan yang akan diinfuskan, usia pasien, dan lamanya terapi yang diperkirakan (LaRocca,1998). Tabel 2.1 Ukuran Jarum Kateter dan Jumlah Alirannya. Laju aliran Laju aliran Laju aliran Ukuran Panjang Warna ml/mnt L/jam ml/mnt jarum kateter (mm) kateter (H2O) (H2O) (darah) 22 25 Biru 42 2.5 24 20 32 Merah muda 67 4.0 41 18 32 Hijau 103 6.2 75 18 45 Hijau 103 6.2 63 16 45 Abu-abu 236 14.2 167 14 45 Jingga 270 16.2 215 Source: Scales K (2005) vascular acces : a guide to peripheral venous cannulation. Nursing Standard. 19, 49, 48-52. Date of acceptance : June 13 2005. 2.3.4. Tempat Akses Kanulasi Vena Perifer Banyak faktor untuk memilih tempat kanulasi vena perifer. Tempat insersi pada ekstremitas menjadi kontraindikasi tempat kanulasi. Jika vena kelihatan secara superficial maka akan mudah untuk melakukan kanulasi. Vena pada ekstremitas atas termasuk dorsal dari tangan, lateral lengan dan daerah antecubital, menjadi tempat yang paling sering untuk kanulasi. Biasanya, vena daerah dorsal kaki dan vena saphena dapat digunakan ketika daerah ekstremitas atas tidak bisa digunakan (Ortega,2009).

Kebanyakan tenaga medis berusaha memasang kanulasi pada daerah yang lebih distal kemudian jika tidak bisa dicoba daerah yang lebih proksimal. Vena antecubital dan vena lengan atas dipilih untuk kateter caliber besar, khususnya selama gawat darurat dan tindakan resusitasi cepat. Kanulasi vena perifer juga bisa dilakukan pada vena jugularis eksterna, vena dinding dada bagian atas dan vena pada kulit kepala jika tidak ada tempat lain untuk diakses (Ortega, 2009).. 2.3.5. Prosedur Pemasangan Infus. Menurut Scales (2005), tahap-tahap pelaksanaan pemasangan infuse adalah sebagai berikut : 1. Letakkan pasien pada posisi yang nyaman, sebaiknya lengan pasien disangga dengan bantal kecil. 2. Identifikasi vena yang akan dikanulasi, vena daerah ante-cubital (punggung tangan) kiri ( vena basilica atau vena cephalica). 3. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan non-steril (non-sterile gloves, CDC 2002) 4. Pasang torniket pada lengan bagian proximal dari daerah vena yang akan dikanulasi, nadi arteri radialis harus tetap teraba. 5. Minta pasien untuk buka tutup genggaman tangan ( memperbesar pengisian vena). 6. Bersihkan bagian kulit dengan larutan chlorhexidine atau alcohol 70%, biarkan sampai kering dan jangan raba atau sentuh lagi bagian tersebut. 7. Buka iv-catheter yang sudah dipilih ukurannya, pegang dengan posisi bevel stylet menghadap keatas. 8. Pegang tangan pasien dengan tangan kiri, gunakan ibu jari menekan dan fiksasi (untuk stabilisasi) distal vena yang akan dikanulasi 9. Pegang iv-catheter sejajar vena, dan membentuk sudut 10 0-30 0 dengan permukaan kulit, lakukan insersi (tusukan). Bila iv-catheter sudah masuk yang ditandai dengan adanya darah yang masuk kedalam chamber (flash

back), kemudian datarkan iv-catheter untuk mencegah tertusuknya dinding posterior dari vena, sorong masuk ± 1 mm. 10. Tarik stylet perlahan dan darah harus terlihat masuk kedalam iv-catheter, hal ini memberi konfirmasi bahwa kanula berada dalam vena. 11. Sorong masuk iv-catheter kedalam vena dengan perlahan, bebaskan torniket, masukkan stylet kedalam kantong sampah benda tajam. 12. Flush iv-catheter untuk memastikan patensi dan mudahnya penyuntikan tanpa adanya rasa sakit, resistensi, dan timbulnya pembengkakan. 13. Fixasi iv-catheter dengan moisture-permeable transparent dressing ( supaya bila ada phlebitis atau dislodge dapat terlihat) 14. Catat seluruh prosedur ini, termasuk alat-alat, tempat atau lokasi kanulasi, operator, dan jumlah tusukan yang dilakukan. 2.3.6. Jenis Cairan Infus. Jenis cairan infus dapat dibagi berdasarkan kelompoknya. Yaitu, jenis kristaloid dan jenis koloid. Jenis kristaloid bersifat isotonic, maka efektif dalam mengisi sejumlh volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-laktat dan garam fisiologis. Sedangkan koloid, ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membrane kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid (Aryani, 2009). 2.3.7. Komplikasi Pemasangan Infus. Komplikasi yang paling umum yang timbul dari kanulasi intravena adalah nyeri, memar, infeksi bakteri, ekstravasasi, flebitis, trombosis, emboli, dan kerusakan saraf. Tehnik steril yang tepat dan seleksi dari ukuran kateter yang tepat dapat mencegah komplikasi ini. Memastikan pemberian cairan yang tepat dan memadai dapat mencegah komplikasi yang lebih serius dari trombosis dan emboli (Ortega,2009).