BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Disamping. dan produktivitas kerja (Almatsier, 2002).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient (Beck 2002 dalam Jafar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SURVEI KONSUMSI PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang

frekuensi kontak dengan media massa (Suhardjo, 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Disampaikan oleh: Sulistiyani, M.Kes

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengasuhan berasal dari kata asuh(to rear) yang mempunyai makna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cukup diperoleh melalui produksi pangan dalam negeri melalui upaya pertanian

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

Adapun fungsi zat gizi bagi tubuh adalah:

BAB 1 : PENDAHULUAN. keadaan gizi : contohnya gizi baik, gizi buruk, gizi kurang ataupun gizi lebih. Untuk dapat

PERBEDAAN PENGGUNAAN INDEKS MEMBERIKAN PREVALENSI STATUS GIZI YG. BERBEDA.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia adalah upaya peningkatan status gizi. Gangguan Akibat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 280 hari (40 minggu) dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu).

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa defenisi ketahanan pangan, antara lain :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sarapan Pagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IBNU FAJAR IDN SUPARIASA B. DODDY RIYADI JUIN HADI SUYITNO

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

Status Gizi. Keadaan Gizi TINDAK LANJUT HASIL PENDIDIKAN KESEHATAN. Malnutrisi. Kurang Energi Protein (KEP) 1/18/2010 OBSERVASI/PEMANTAUAN STATUS GIZI

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Uji jenjang bertanda Wilcoxon yang diperkenalkan oleh Frank Wilcoxon dalam

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2003). Keadaan gizi seseorang dapat di katakan baik bila terdapat keseimbangan antara perkembangan fisik dan perkembangan mental intelektual (Kardjati, dkk, 1985). Status gizi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu konsumsi makanan dan kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi zat gizi dalam makanan, program pemberian makanan dalam keluarga, kebiasaan makan, pemeliharaan, kesehatan, daya beli keluarga dan lingkungan fisik dan sosial (Supariasa, dkk, 2002) 2. Penilaian status gizi Penilaian status gizi di masyarakat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa, dkk, 2002) a. Penilaian status gizi secara langsung 1. Penilaian secara antropometri Merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur antara lain : Berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Antropometri telah lama di kenal sebagai indikator sederhana untuk penilaian status gizi perorangan maupun masyarakat. Antropometri sangat umum di gunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan energi dan protein. (Supariasa, dkk, 2002) 4

5 Kelemahan dan kelebihan masing-masing indeks seperti diuraikan berikut ini : a. Berat badan menurut umur (BB/U) Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan yang menadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi dan lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status) (Supariasa, dkk, 2002) 1. Kelebihan a. Lebih mudah dan lebih di mengerti oleh masyarakat. b. Baik untuk mengukur status gizi akut maupun kronis. c. Berat badan dapat berfluktuasi. d. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil. e. Dapat mendeteksi kegemukan. 2. Kelemahan a. Dapat mengakibatkan interpretasi satatus gizi yang keliru bila terdapat asites odema. b. Data umur sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur yang belum baik. c. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak-anak dibawah 5 tahun. d. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, karena pengaruh pakaian atau gerakan pada saat penimbangan. b. Tinggi badan menurut umur (TB/U) Merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Tinggi badan kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Indek ini menggambarkan status gizi masa lalu dan lebih erat kaitannya dengan status sosial ekonomi (Supariasa, dkk, 2002) 1. Kelebihan a. baik untuk menilai status gizi masa lampau.

6 b. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah didapat. 2. Kelemahan a. Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak munkin turun b. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya. c. Ketepatan umur sulit didapat c. Berat badan menurut umur (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa, dkk, 2002) 1. Kelebihan a. Tidak memerlukan data umum b. Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, dan kurus). 2. Kelemahan a. Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan karena faktor umur tidak dipertimbangkan. b. Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang atau tinggi badan pada kelompok balita. c. Membutuhkan dua macam alat ukur. d. Pengukuran relatif lebih lama. e. Membutuhkan dua orang untuk melakukannya. f. Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran, terutama bila dilakukan oleh kelompok non profesinal. 2. Penilaian secara klinis Penilaian status gizi secara klinis yaitu penilaian yang mengamati dan mengevaluasi tanda-tanda klinis atau perubahan fisik yang ditimbulkan akibat gangguan kesehatan dan penyakit kurang gizi. Perubahan tersebut dapat dilihat pada kulit atau jaringan epitel, yaitu jaringan yang membungkus

7 permukaan kulit tubuh seperti rambut, mata, muka, mulut, lidah, gigi dan lainlain serta kelenjar tiroid (Supariasa, dkk, 2002). Pemeriksaan klinis terdiri dari dua bagian, yaitu: a. Medical history (riwayat medis), yaitu catatan mengenai perkembangan penyakit. b. Pemeriksaan fisik, yaitu melihat dan mengamati gejala gangguan gizi baik sign (gejala yang apat diamati) dan syimptom (gejala yang tidak dapat diamati tetapi dirasakan oleh penderita gangguan gizi). 3. Penilaian secara biokimia Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi memberikan hasil yang lebih tepat dan objektif dari pada menilaian konsumsi pangan dan pemeriksaan lain. Pemeriksaan biokimia dapat mendeteksi defisiensi zat gizi lebih dini (Supariasa, dkk, 2002) Pemeriksaan biokimia yang sering digunakan adalah tehnik pengukuran kandungan sebagai zat gizi dan subtansi kimia lain dalam darah dan urin (Supariasa, dkk, 2002). Namun pemeriksaan biokimia juga memiliki kelemahan antara lain: a. Pemeriksaan hanya biasa dilakukan setelah timbulnya gangguan metabolisme. b. Membutuhkan biaya yang cukup mahal. c. Memerlukan tenaga yang ahli. d. Kurang praktis dilakukan dilapangan. e. Membutuhkan peralatan dan bahan yang lebih banyak dibandingkan dengan pemeriksaan lain. f. Belum ada keseragaman dalam memilih referensi (nilai normal). 4. Penilaian secara biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah melihat kemampuan fungsi jaringan dan perubahan struktur. Tes kemampuan fungsi jaringan meliputi kemampuan kerja dan energi serta adaptasi sikap. Tes perubahan struktur dapat

8 dilihat secara klinis seperti pengerasan kuku, pertumbuhan rambut tidak normal, dan penurunan elastisitas kartilago, sedangkan yang tidak dapat dilihat secara klinis biasanya dilakukan dengan pemeriksaan radiologi (Supariasa, dkk, 2002) Penilaian status gizi secara biofisik sangat mahal, memerlukan tenaga yang profesional dan dapat diterapkan dalam keadaan tertentu saja. Penilaian biofisik dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu uji radiologi, tes fungsi fisik, dan sitologi (Supariasa, dkk, 2002) b. Penilaian status gizi secara tidak langsung 1. Statistik vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi (Supariasa, dkk, 2002) 2. Faktor ekologi Menurut Bengoa (dikutip oleh Jelliffe, 1966), mailnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil yang saling mempengaruhi (Multiple Overlapping) dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi dan linkungan budaya (Supariasa, dkk, 2002) Jumlah makanan yang tersedia tergantung pada keadaan lingkungan iklim, tanah, irigasi, penyimpanan, transportasi dan tingkat ekonomi dari penduduk. Disamping itu, budaya juga berpengaruh seperti kebiasaan makan, prioritas makanan dalam keluarga, distribusi dan pantangan makanan bagi golongan rawan (Supariasa, dkk, 2002) 3. Survei konsumsi makanan Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan menilai jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi dan membandingkan dengan baku kecukupan, agar diketahui kecukupan gizi yang dapat dipenuhi (Supariasa, dkk, 2002) Metode yang digunakan untuk menggali informasi konsumsi pangan seseorang atau sekelompok orang secara kuantitif (Supariasa, dkk, 2002) adalah :

9 a. Metode Recall 24 jam Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Agar responden dapat mengungkapkan jenis bahan makanan dan perkiraan jumlah bahan makanan yang dikonsumsinya selama 24 jam yang lalu, maka wawancara sebaiknya dilakukan oleh petugas yang sudah terlatih dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Dengan recall 24 jam data yang diperoleh akan lebih bersifat kualitif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat Ukutan Rumah Tangga (URT) (sendok, gelas, piring dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang dipergunakan sehari-hari. Dari Ukutan Rumah Tangga (URT) jumlah pangan dikonversikan ke satuan berat (gram) dengan menggunakan daftar Ukutan Rumah Tangga (URT) yang umum berlaku atau dibuat sendiri pada waktu survei. Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1 24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu. Oleh karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Beberapa penelitian menunjukan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran konsumsi zat gizi lebih optimal an memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu. Metode recall mempunyai kelemahan dalam hal ketepatan, karena keterangan-keterangan yang diperoleh sangat tergantung pada daya ingat responden. b. Perkiraan makanan (Estimated Food Records) Metode ini disebut juga food record atau diary record, yang digunakan untuk mencatat jumlah yang dikonsumsi. Pada metode ini responden diminta untuk mencatat semua yang ia makan dan minum setiap kali sebelum makan dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) atau menimbang

10 dalam ukuran berat (gram) dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-turut), termasuk cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut. c. Penimbangan makanan (Food Weighing) Pada metode penimbangan makanan, responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama 1 hari. Penimbangan makanan ini biasanya berlangsung beberapa hari tergantung dari tujuan, dana penelitian dan tenaga yang tersedia. Yang harus diperhatikan dalam metode ini adalah, bila terdapat sisa makanan setelah makan, maka perlu juga ditimbang sisa tersebut untuk mengetahui jumlah sesungguhnya yang dikonsumsi. Kelebihan dari metode ini adalah data yang diperoleh lebih akurat/teliti, sedangkan kelemahannya adalah memerlukan waktu dan cukup mahal, disamping itu bila penimbangan dilakukan dalam periode yang cukup lama, maka responden dapat merubah kebiasaan mereka. d. Metode pencatatan (Food Account) Metode pencatatan dilakukan dengan cara keluarga mencatat seiap hari semua makanan yang dibeli, diterima dari orang lain ataupun dari produksi sendari. Jumlah makanan dicatat dalam Ukuran Rumah Tangga (URT), termasuk harga eceran makanan tersebut. Cara ini tidak memperhitungkan makanan cadangan yang ada di rumah tangga dan juga tidak memperhatikan makanan dan minuman yang di konsumsi di luar rumah dan rusak, terbuang/tersisa atau diberikan pada binatang peliharaan. e. Metode inventaris (Inventory Method) Metode iventaris disebut juga log book method. Prinsipnya dengan cara menghitung/mengkur semua persediaan makanan di rumah tangga (berat dan jenisnya) mulai dari awal sampai akhir survei. Semua makanan yang diterima, dibeli dari produk sendiri di catat dan dihitung/ditimbang setiap hari selama periode pengumpulan data (biasanya sekitar satu minggu). Semua makanan yang terbuang, tersisa dan busuk selama penyimpanan dan diberikan

11 kepada orang lain atau binatang peliharaan juga dihitung. Pencatatan dapat dilakukan oleh petugas atau responden yang sudah mampu atau sudah dilatih dan tidak buta huruf. f. Pencatatan makanan rumah tangga (Household Food Recard) Pengukuran dengan metode ini dilakukan sedikitnya dalam periode satu minggu oleh responden. Dilaksanakan dengan menimbang atau mengukur dengan Ukuran Rumah Tangga (URT) dengan makann yang ada dirumah dan termasuk cara pengolahannya. Metode ini tidak memperhitungkan sisa makanan yang terbuang dan dimakan oleh binatang peliharaan. Metode ini dianjurkan untuk daerah tertentu, dimana tidak banyak variasi penggunaan bahan makanan dalam keluarga dan masyarakat sudah bisa membaca dan menulis. 3. Klasifikasi status gizi Kasifikasi status gizi menurut standar WHO-NCHS berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi adalah sebagai berikut: 1. Gizi lebih >2,0 SD 2. Gizi baik -2,0 SD s/d + 2 SD 3. Gizi kurzng < -2,0 SD - 3 SD 4. Gizi buruk < -3,0 SD Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 2000 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi a. Secara langsung: Makanan anak dan penyakit yang mungkin di derita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak-anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak-anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang

12 infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang gizi (Word Health Organization, 2000) b. Secara tidak langsung Ketahanan pangan dikeluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah maupun mutu gizinya yang cukup baik. Pola pengasuhan anak adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor penyebab tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, makin baik pola pengasuhan anak dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada (Word Health Organization, 2000) B. KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN a. Konsumsi energi Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada di dalam bahan makanan. Kandungan karboidrat, lemak dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya (Almatsier, 2001) Keseimbangan energi dicapai bila energi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang di keluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan negatif bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang di keluarkan. Akibatnya, berat badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal). Bila terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan. Gejala yang di timbulkan pada anak-anak adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang

13 bersemangat dan penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Akibat berat pada bayi disebut marasmus (Almatsier, 2001) b. Konsumsi protein Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat di gantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2001) Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, tetapi hanya merupakan 18,4 % konsumsi protein ratarata penduduk Indonesia. Sedangkan bahan makanan nabati yang kaya dalam protein adalah kacang-kacangan, dengan konstribusinya rata-rata terhadap konsumsi protein hanya 9,9 % (Sunita Almatsier, 2001) Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak dibawah lima tahun (Almatsier, 2001) C. Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hiangan menunjukkan adanya sumua zat gizi yang diperlukan tubuh dalam susunan hidangan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain (Sediaoetama, 2000) Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum (Almatsier, 2003) Kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) adalah kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut gologan umur, jenis kelamin,

14 ukuran tubuh dan aktifitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Almatsier, 2003) Angka kecukupan gizi yang dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan untuk masing-masing kelompok umur, gender dan aktifitas fisik. Patokan berat badan tersebut didasarkan pada berat badan orang-orang yang mewakili sebagian besar penduduk yang mempunyai derajat kesehatan yang optimal (Almatsier, 2003) Angka Kecukupan Gizi (AKG) balita umur 0-9 tahun seperti terlihat pada tabel 1. TABEL 1 ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN PER ORANG/PER HARI umur (tahun) Berat Badan Tnggi Badan Energi Protein 0-5 bulan 5,5 60 560 12 6-12 bulan 8,5 71 800 15 1-3 tahun 12 90 1250 23 4-6 tahun 18 110 1750 32 7-9 tahun 24 120 1900 37 Sumber : Lembaga ilmu pengetahuan Indonesia, prosiding widyakarta Nasional Pangan dan Gizi VI, 1998, hlm, 877. D. Tingkat Konsumsi, Energi dan Status Gizi Anak Balita di Daerah Pantai dan Daerah Pegunungan Ketersediaan pangan dalam keluarga penting diperhatikan karena konsumsi makanan sehari-hari harus selalu ada untuk kelangsungan hidup dan ketahanan tubuh seluruh anggota keluarga terutama bagi golongan rentan yaitu manula, ibu hamil ataupun menyusui serta bayi dan balita (Suharjo, 1989) Balita, Ibu hamil, dan Ibu menyusui di kelompokkaan sebagai golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan gizi terutama

15 Kekurangan Energi Protein (KEP), khususnya banyak terjadi pada balita. penyebab timbulnya gizi kurang anak balita lebih komplek, tidak cukup dengan memperbaiki aspek makanan, tetapi juga lingkungan hidup anak seperti pola pengasuhan, pendidikan Ibu, air bersih dan kesehatan lingkungan serta mutu pelayanan kesehatan (Soekirman, 2000) Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi kurang akibat konsumsi makanan yang tidak cukup mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan. Masalah gizi ini banyak di jumpai di negara-negara miskin dan diderita baik oleh orang dewasa, terutama wanita maupun anak-anak, khususnya anak dibawah lima tahun (Soekirman, 2000) Persediaan dan pengadaan pangan sangat dipengaruhi oleh faktor geografis, kesuburan tanah, yang dapat mempengaruhi jenis tanaman dan jumlah produksi di suatu daerah. Demikian pula dengan sumber daya perairan di tempat tersebut antara lain protein hewani yang penting (Budiyanto, 2001). Sebagian masyarakat pantai adalah nelayan, dan sebagian kecilnya ada yang bertani sawah dan lading, bertani tambak atau berdagang. Sedangkan masyarakat pegunungan atau dataran tinggi sebagian besar adalah bertani sawah atau ladang. Masyarakat di daerah pantai banyak mengkonsumsi pangan laut antara lain ikan. Ikan sebagai salah satu sumber gizi hasil laut mempunyai kandungan protein cukup tinggi (basah sekitar 17 %, dan kering 40 %), dan mutu serta susunan asam aminonya cukup baik. Kandungan iodium ikan laut 28 kali kandungan iodium ikan darat. Sementara kandungan iodium rumput laut sekitar 2.400-155.000 kali kandungan iodium sayuran yang tumbuh di daratan. Dengan kandungan vitamin A, iodium dan mineralmineral penting lainnya, berarti ikan mempunyai potensi cukup baik untuk menanggulangi masalah gizi kurang (Soekirman, 2000) Dengan keadaan demikian konsumsi energi dan protein balita di daerah pantai dan daerah pegunungan akan berbeda dan akhirnya akan mempengaruhi status gizi balita di kedua daerah tersebut.

16 A. Kerangka Teori Gambar : Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi (Sumber: Supariasa,dkk, 2002) Status Gizi Konsumsi Infeksi Ketersediaan pangan Pola asuh PelayananKes & Sanitasi lingk Pendapatan Pendidikan/Pengetahuan Iklim, Kesuburan tanah, Sosial budaya Keadaan geografi Pantai Pegunungan F. Kerangka Konsep Variabel Bebas Daerah Pantai Daerah Pegunungan Variabel Terikat Tingkat Konsumsi Energi Tingkat Konsumsi protein Status Gizi

17 G. Hipotesis 1. Ada perbedaan tingkat konsumsi energi anak balita di daerah pantai dan daerah pegunungan. 2. Ada perbedaan tingkat konsumsi protein anak balita di daerah pantai dan daerah pegunungan. 3. Ada perbedaan status gizi anak balita di daerah pantai dan daerah pegunungan.