II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan nama Corticium salmonicolor (B. et Br). Oleh Burdsall (1985) jamur juga disebut

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. akar putih (JAP). Nama ilmiah jamur ini adalah Rigidoporus lignosus (Klotzsch)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

TINJAUAN PUSTAKA. Stadium ini ditemukan pada daun daun tua yang sedang membusuk. Jamur ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah Jambu Biji. Buah jambu biji mengalami perubahan sifat fisik dan kimia selama waktu

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut :

PENYAKIT BIDANG SADAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

DETEKSI DINI SERANGAN PENYAKIT JAMUR UPAS PADA TANAMAN KOPI. Oleh: Umiati,SP

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut

PENYAKIT TANAMAN KOPI DAN PENGENDALIANNYA Oleh : Abd. Muis, SP

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

BAB I PENDAHULUAN. yang kini mulai ditanam di beberapa daerah dataran tinggi di Indonesia.

TREND PERKEMBANGAN SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KARET DI PROVINSI SUMATERA UTARA

(Gambar 1 Gejala serangan Oidium heveae pada pembibitan karet)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI EFEKTIFITAS CHITOSAN UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT JAMUR UPAS

BAB I PENDAHULUAN. Stroberi (Fragaria sp.) merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis.

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TUGAS AKHIR RK 0502 PEMANFAATAN KITOSAN LIMBAH CANGKANG UDANG PADA PROSES ADSORPSI LEMAK SAPI

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi: Spermatophyta; Subdivisi:

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai berbentuk perdu dengan tinggi lebih kurang cm.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh. Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

Akibat Patik Setitik, Rusaklah Penghasilan Petani

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Spesies : Ganoderma spp. (Alexopolus and Mims, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

FENOMENA PENYAKIT BUDOK PADA TANAMAN NILAM

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai

CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN. Mofit Eko Poerwanto

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 7 m, daun tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis(zea mays var saccarata) merupakan tanaman pangan yang. bahan baku industri gula jagung (Bakhri, 2007).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil,

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

Gambar 1.2: reproduksi Seksual

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang cukup banyak

TINJAUAN PUSTAKA. secara umum dapat dikeringkan hingga kadar air 5% tanpa kerusakan. Karena sifat ini,

Transkripsi:

16 II. TINJAUAN PUSTAKA 1.Biologi Penyebab Penyakit 1.1 Biologi Penyakit jamur upas ( Pink disease ) disebabkan oleh jamur Upasia salmonicolor (B et Br.) Tjokr., meskipun sampai sekarang masih banyak dikenal dengan nama Corticium salmonicolor (B. et Br). Oleh Burdsall (1985) jamur juga disebut Erythricium salmonicolor (B et Br.) Burdsall. (Tjokrosoedarmo,1983 ). Jamur ini di klasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Basidiomycota : Basidiomycetes : Stereales : Corticiaceae : Upasia : Upasia salmonicolor (B et Br.) Tjokr,. Morfologi pertumbuhan patogen pada tanaman mengalami 4 stadia, yakni stadium membenang, stadium membintil, stadium kortisium, dan stadium nekator. Stadium membenang merupakan perkembangan awal patogen yakni pada permukaan ranting atau cabang tanaman terlihat benang-benang halus. Perkembangan selanjutnya pada permukaan ranting atau cabang tanaman terlihat adanya bintil-bintil putih. Lapisan miselium yang tipis berwarna merah jambu merupakan ciri stadium kortisium. Perkembangan selanjutnya adalah stadium nekator atau teleomorf (III), yaitu terbentuk bintil merah pada kayu yang umumnya

17 telah mati karena serangan cendawan ini. Bintil-bintil tersebut merupakan tubuh buah cendawan (Riyaldi, 2004). Pada Stadium teleomorf (III) yang berwarna merah jambu, jamur upas membentuk lapisan himenium yang mengandung banyak basidium berbentuk gada. Basidiospora tidak berwarna, berbentuk buah per (pyriform) dengan ujung runcing, 9-12 x 6-7 μm, sterigma panjang 4-5 μm. Pada bagian cabang yang tidak terlindung, kebanyakan pada sisi atas, stadium rumah laba-laba (I) akan berkembang menjadi stadium bongkol (IV), yang akhirnya membentuk sporodokium merah, disebut stadium anamorf (V). Sporodokium tadi membentuk spora yang lain, yaitu konidium (Semangun, 2000). Sporodokium pada stadium anamorf (V) berwarna merah bata sampai merah tua, 0.5-1.5 mm, menghasilkan konidium berbentuk jorong tidak teratur, dan ukuranya tidak tertentu (Semangun, 2000). Stadium anamorf jamur upas ini dahulu dikira jamur lain yang diberi nama tersendiri, yaitu Necator decretus Mass (Semangun, 2000). Konidia Gambar 1. Jamur Upasia Salmonicolor (B.et Br) Tjokr. (Sumber : Foto langsung)

18 a b Konidia berkecanbah Gambar 2.a. (A) Himenium pada stadium teleomorf. (B) Sporodokium pada stadium anamorf. (C) konidia yang berkecambah. Sumber : a. Tjokrosoedarmo (1983) dalam Semangun (2000) 1.2 Gejala Serangan Jamur upas timbul pada batang atau cabang yang kulitnya sudah berwarna cokelat, tetapi belum membentuk lapisan gabus yang tebal. Umumnya jamur mulai berkembang dari pangkal cabang atau sisi bawah cabang, karena disini keadaannya lebih lembab ketimbang di bagian lain (Semangun, 2000). Pada bagian yang terserang mula-mula jamur membentuk miselium tipis seperti perak atau sutera. Stadium ini disebut stadium rumah laba-laba (I): pada waktu ini jamur belum masuk ke dalam kulit. Pada bagian yang terlindung, sebelum masuk ke dalam jaringan, jamur membentuk gumpalan-gumpalan hifa di depan lentisel: stadium ini disebut stadium bongkol semu (II), setelah itu jamur membentuk kerak merah jambu (pink) atau berwarna seperti ikan salem (salmon), stadium ini disebut stadium teleomorf (III), kulit dibawah kerak merah jambu sudah membusuk. Pembusukan kulit dan kayu yang meluas sering mengakibatkan kematian. Pada stadium ini jamur membentuk banyak basidium yang menghasilkan basidiospora (Riyaldi, 2004).

19 A B A B Gambar 3. (A) Batang karet yang mati terserang jamur. (B) Batang karet yang terlihat gejala Sumber : Tjokrosoedarmo (1983) dalam Semangun (2000) Kulit yang terinfeksi jamur mengeluarkan lateks yang meleleh, yang setelah mengering tampak seperti garis-garis hitam. Ini merupakan salah satu tanda yang mudah terlihat (Semangun, 2000). Pada tingkat yang lanjut daun-daun pada batang atau cabang yang sakit layu dan mengering. Mata-mata tidur di bawah bagian yang terserang berkembang menjadi tunas (Semangun, 2000).

20 A B Gambar 4. (A) Gejala serangan jamur upas,batang yang telah mati, (B) Cabang dan daun yang layu yang terkena jamur upas Sumber : Hohn dan Litsch (1907). 1.3 Perkembangan Penyakit Iklim Jamur upas dibantu kelembapan tinggi. Kebun yang mempunyai curah hujan tinggi mendapat banyak gangguan penyakit ini. Demikian pula kebun yang lembab karena jarak tanam yang terlalu rapat, terletak di lembah, di dekat rawa atau persawahan, atau yang tanaman penutup tanahnya tidak terpelihara (Semangun, 2000). Kondisi iklim yang sesuai pada saat terjadinya infeksi sangat menentukan terjadinya epidemik. Kondisi lingkungan dengan kelembaban 96%-100% atau adanya titik air, suhu 28-30º C dan cahaya terang biasa ataupun gelap adalah kondisi yang sangat sesuai dengan perkecambahan konidia U. salmonicolor. Dan serangan akan terjadi bila kondisi iklim atau cuaca sangat mendukung yaitu cuaca yang lembab atau mendung dengan curah hujan yang relatif tidak terlalu tinggi dan merata sepanjang hari (Situmorang, 2004). Ketinggian Tempat

21 Kebun yang terletak pada tempat yang lebih tinggi dari 300 m dpl mendapat serangan jamur yang lebih berat, dibandingkan dengan kebun kebun yang terletak di tempat yang lebih rendah. Hal ini karena Jamur upas kurang terdapat di kebun karet di tanah alluvial dekat pantai yang mempunyai kelembapan rendah. Mungkin ini disebabkan karena adanya pertukaran udara yang baik (Semangun, 2000). Faktor kesuburan tanah dan tempat Kebun-kebun yang terdapat pada lahan yang kurang subur atau tanpa diberi pupuk sehingga kondisi tanaman menjadi lemah (Situmorang, 2004). Di daerah dekat persawahan atau rawa dan sungai merupakan daerah yang selalu lembab. Penyakit jamur upas biasanya berjangkit pada musim hujan atau pada keadaan yang sangat lembab atau berkabut (Semangun, 2000). 1.4 Resistensi Klon Karet Klon-klon karet mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap jamur upas. Mungkin ini disebabkan karena perbedaan morfologi klon, yang menyebabkan terjadinya perbedaan kelembapan dalam kebun, dan karena adanya perbedaan dalam ketebalan jaringan kulitnya. Di Sumatera Utara klon PR107, AVROS 1734, dan RRIM 600 adalah rentan. GT 1 dan AVROS 2037 mempunyai ketahanan sedang (Basuki,1982 dan Semangun, 2000). Penyakit jamur upas banyak dijumpai pada klon-klon yang bertajuk rindang, dan pada tanaman muda berumur 4-12 tahun yang ditanam pada areal yang selalu lembap (Semangun, 2000). 1.5 Pengendalian Penyakit Pengendalian jamur upas dapat dilakukan dengan klon yang peka seperti GT1, PR 255, PR 300, dan PR 107 sebaiknya tidak ditanam di daerah rawan upas (curah hujan dan

22 kelembapan tinggi). Di daerah ini hendaknya ditanami klon yang tahan, misalnya AVROS 2037. Untuk mencegah terjadinya kelembaban yang tinggi sebaiknya jarak tanam dibuat tidak terlalu rapat (Pinem dan Yusuf, 2004). Pengobatan harus dilaksanakan seawal mungkin, yaitu pada saat terlihat gejala awal atau tingkat sarang laba-laba. Pengobatan untuk tanaman sakit dilakukan dengan melumaskan fungisida tridemorf (Calixin 5 %) dalam lateks pekat (60 % kadar karet kering). Calixin RM (ready mixed), Dowco 262 atau bubur bordo pada bagian yang terkena serangan hingga 30 cm ke atas dan kebawahnya. Namun, pelumas ini juga tergantung pada berat ringannya serangan. Bubur bordo tidak dibenarkan diberikan pada tanaman yang sudah disadap karena bisa merusak mutu lateks (Pinem dan Yusuf, 2004). Fungisida lain yang dapat dipakai untuk jamur upas adalah klorotalonil dan thiram. Klorotalonil 3 % b.a. dapat disemprotkan setiap dua minggu. Klorotalonil dan thiram dapat juga dicampur dengan bitumen (ter) atau bahan lain yang dipakai sebagai pelumas (Allen, 1994). Karena pengobatan dengan cara pelumasan sangat lambat, maka ditempuh cara pengobatan dengan penyemprotan. Alat semprot yang digunakan harus bertangkai panjang (Pinem dan Yusuf, 2004). Bila percabangan sudah terkena serangan lanjut (tingkat kortisium atau nekator), maka pengendalianya dilakukan dengan cara mengupas kulit yang busuk. Kemudian, kulit batang yang tersisa dilumaskan dengan Calixin RM secukupnya (Pinem dan Yusuf, 2004). Percabangan yang mati sebaiknya dipotong pada musim kering saat penyakit ini tidak aktif. Bekas potongan diolesi izal 5 % kemudian ditutup ter. Sedangkan potonganpotongan cabang disingkirkan dan dimusnahkan (Pinem dan Yusuf, 2004).

23 Untuk mengurangi bahan kimia yang berbahaya yang ada pada fungisida kimia seperti sulfat tembaga, yang berbahaya pada kesehatan maka digunakan pengendalian secara alami dengan menggunakan fungisida alami salah satunya yang ingin dicoba adalah chitosan, salah satu bahan alami yang telah direkomendasikan sebagai elicitor resistensi pada produk pasca panen (Wilson et al., 1994). Yang dihasilkan dari proses deasetilasi chitin cangkang kepiting atau eksokleleton udang (Wilson and Ell Ghaouth, 1993). Chitosan melindungi buah dan sayuran melalui dua mekanisme: fisik dan kimiawi. Secara fisik, chitosan membentuk lapisan film yang membungkus permukaan produk dan mengatur pertukaran gas dan kelembaban. Secara kimiawi, chitosan bersifat fungisidal dan merangsang respon resistensi pasca panen pada jaringan tanaman aktifitas antifugal dan merangsang ketahanan dari chitosan menjanjikan kemungkinan yang baik untuk pengendalian penyakit tanaman (Pamekas, 2007). 2.Chitosan chitosan pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Perancis, Ojier, pada tahun 1823. Ojier meneliti chitosan hasil ekstrak kerak binatang berkulit keras, seperti udang, kepiting, dan serangga (Luthfi, 2006). chitosan merupakan produk turunan dari polymer chitin, yakni produk limbah dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Limbah kepala udang mencapai 35-50 persen dari total berat udang. chitosan, mempunyai bentuk mirip dengan selulosa, dan bedanya terletak pada gugus rantai C-2 (Bima, 2006). Karakteristik fisiko-kimia chitosan berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat larut dalam larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya. Pelarut chitosan yang baik adalah asam asetat. chitosan mempunyai muatan positif yang kuat, yang

24 dapat mengikat muatan negatif dari senyawa lain, gugus amino menjadikan chitosan bermuatan positif kuat dapat mengikat lemak dan protein, serta tidak mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak beracun (Bima, 2006). Chitosan mengandung enzim β-1.3 glukanase yang dapat menyebabkan penurunan jumlah kitin pada dinding hifa cendawan sehingga dapat mengurangi pertumbuhan koloni jamur (El Ghaouth et al.,1992). Proses pembuatan chitosan pertama-tama kulit udang atau kepiting dicuci dengan larutan alkali encer untuk menghilangkan protein (deproteinisasi). Selanjutnya bahan dicuci dengan larutan asam hidroklorik encer untuk menghilangkan kerak kapur (demineralisasi). Proses deproteinisasi dan demineralisasi usai, yang tersisa adalah zat kerak (crust) (Bima, 2006). Chitosan ternyata digunakan untuk kesehatan untuk penyakit diabetes dan hipertensi. Ternyata di dalam zat kerak udang terdapat unsur butylosar yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Butylosar yang telah didapatkan itu hanya larut dalam asam encer dan cairan tubuh manusia. Dengan demikian, butylosar dapat diserap oleh tubuh, zat ini juga mempunyai muatan positif yang kuat, dan dapat mengikat muatan negatif dari senyawa lain. Selain itu, zat ini tidak mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak beracun (Linawati, 2008). Pada penyakit di tanaman chitosan bersifat fungisidal dan merangsang resistensi dari jaringan tanaman. Aktifitas antifugal dan rangsangan ketahanan dari chitosan menjanjikan kemungkinan yang baik untuk perlindungan tanaman (Pamekas, 2007). Fungsi fungisidal pada chitosan yang ada pada ekstrak cangkang udang sebagaimana yang pernah dilaporkan oleh El Ghaouth et al. (1992), pada pathogen R. stolonifer dan B. cinerea, dengan menghambat proliferasi B. cinerea, mengurangi degradasi komponen

25 dinding sel inang serta menyebabkan kerusakan sel cendawan. Pemeberian chitosan akan menghambat pertumbuhan hifa cendawan patogen dengan adanya aktifitas dari enzim-enzim chitinase, glukanase, serta senyawa antifugal yang lain yang didukung oleh chitosan (Hadwiger et al.,1989) Chitosan juga dijadikan pengawet makanan. Mekanisme yang dilakukan yaitu chitosan ini melapisi bahan yang diawetkan (menyelubungi), sehingga bahan itu terhindar dari kontaminasi luar (Anonimous, 2006) Bubuk Chitosan Gambar 5. Bubuk Chitosan (Sumber : Foto langsung)