BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat

dokumen-dokumen yang mirip
Definisi Diabetes Melitus

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang terjadi ketika

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

Gejala Diabetes pada Anak yang Harus Diwaspadai

BAB I PENDAHULUAN.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. tipe 2. Diabetes tipe 1, dulu disebut insulin dependent atau juvenile/childhoodonset

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Efek Diabetes Pada Sistem Ekskresi (Pembuangan)

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

DM à penyakit yang sangat mudah kerja sama menjadi segitiga raja penyakit : DM CVD Stroke

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. masyarakat. Menurut hasil laporan dari International Diabetes Federation (IDF),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. menurun dan setelah dibawa ke rumah sakit lalu di periksa kadar glukosa

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

Diabetes Mellitus Type II

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

DIABETES UNTUK AWAM. Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang oleh karena gangguan keseimbangan karbohidrat, lemak dan

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya

CLINICAL SCIENCE SESSION DIABETES MELITUS

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi

BAB I PENDAHULUAN. hidup yaitu penyakit Diabetes Melitus. Diabetes Melitus (DM) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

Diabetes Mellitus DEFINISI PENYEBAB

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

ANALISA KASUS. Apabila keton ditemukan pada darah atau urin, pengobatan harus cepat dilakukan karena

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

BAB I PENDAHULUAN. syaraf) (Smeltzer & Bare, 2002). Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

Implementasi Metode Dempster Shafer Pada Sistem Pakar Untuk Diagnosa Jenis-jenis Penyakit Diabetes Melitus

BAB 1 PENDAHULUAN. karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya di masyarakat. 1 Peningkatan

DIABETES MELITUS. Bila nialai hasil pemeriksaan laboratorium lebih tinggi dari angka normal,maka ia dapat dinyatakan menderita DM.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Komplikasi akut adalah gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka

BAB 2 DATA DAN ANALISA. mendukung Tugas Akhir ini, seperti : Literatur berupa media cetak yang berasal dari buku-buku referensi yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes millitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. progresif, ditandai dengan kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia) terus

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus (DM) adalah gannguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin. 3 Menurut WHO, DM adalah penyakit kronis yang terjadi baik ketika pankreas tisak menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Insulin adalah hormon yang mengatur gula darah. Hiperglikemia, atau gula darah yang meningkat, merupakan efek umum dari diabetes yang tidak terkontrol dan dari waktu ke waktu menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, khususnya saraf dan pembuluh darah. Menurut American Diabetes Association, DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan adanya hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. 14 Sedangkan menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, DM merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang dilatarbelakangi oleh kerusakan sel beta pankreas dan resistensi insulin. 7 Menurut WHO (2006), kriteria seseorang dinyatakan menderita Diabetes Mellitus adalah kadar gula darah pada saat puasa 126 mg/dl dan kadar gula darah sewaktu 200 mg/dl. 2

2.2 Tipe Diabetes Mellitus 2.2.1 Diabetes Mellitus Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Pada DM tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. 21 DM ini berhubungan dengan antibodi berupa Islet Cell Antibodies (ICA), Insulin Autoantibodies (IAA), dan Glutamic Acid Decarboxylase Antibodies (GADA). Pada DM tipe I terjadi dekstruksi sel beta yang ditandai dengan defesiensi insulin absolut. Secara global DM tipe I tidak begitu umum, hanya 10-20% dari semua penderita DM. DM tipe I biasanya bermula pada saat anak-anak dan puncaknya pada masa akil baliq atau remaja. Biasanya penderita DM tipe I mengalami penurunan berat badan. 22 2.2.2 Diabetes Mellitus Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. 21 Pankreas masih bisa menghasilkan insulin, tetapi kualitasnya buruk dan tidak dapat berfungsi dengan baik untuk memasukkan glukosa dalam darah. Akibatnya glukosa dalam darah meningkat. 23 Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 40 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Salah satu akibat tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun adalah komplikasi diabetes jangka panjang. 21 3

2.3 Gejala Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh serta menimbulkan berbagai macam keluhan dan gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus dapat timbul secara perlahan sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan seperti sering merasa haus (polidipsia), sering buang air kecil (poliura), sering merasa lapar (polifagia) dan berat badan menurun. Selain gejala khas di atas, gejala lain yang muncul adalah gatal-gatal, mata kabur, impotensi, kesemutan, nafsu makan meningkat, lemas, luka sulit sembuh dan keputihan. 3,21 24 2.4 Epidemiologi Diabetes Mellitus 2.4.1 Distribusi dan Frekuensi a. Menurut Orang Pada negara berkembang, DM cenderung diderita oleh penduduk usia 45-65 tahun, sedangkan pada negara maju penderita DM cenderung diderita oleh penduduk usia di atas 64 tahun. 25 Penderita DM tipe I biasanya penduduk berusia <40 tahun dan penderita DM tipe II adalah penduduk berusia 40 tahun. Berdasarkan hasil penelitian Dwiana (2006-2007) di RSUD. Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi terdapat 159 orang (88,3%) pasien DM yang berusia >40 tahun 22 dan 21 orang (11,7%) yang berusia 40 tahun. 18 Menurut penelitian Masursyah (2010) di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang terdapat 18

orang (10,29%) penduduk dengan DM yang berusia 40-59 tahun dan 10 orang (13,7%) penduduk dengan DM yang berusia 60 tahun. 26 b. Menurut Tempat Menurut WHO (2005) penyakit DM menempati urutan ketujuh dari kematian akibat penyakit tidak menular. Di Amerika Serikat, kurang lebih 650.000 kasus diabetes baru didiagnosa setiap tahunnya. Diperkirakan pada tahun 2025, Asia mempunyai populasi diabetes terbesar di dunia yaitu 82 juta orang. Berdasarkan survei yang dilakukan di Singapura prevalensi DM menunjukkan peningkatan yang besar dimana pada tahun 1975 prevalensi DM sebesar 1,9% dan meningkat pada tahun 1984 menjadi 4,7% dan kemudian menjadi 8,6% pada tahun 1992. 22 Menurut laporan PERKENI tahun 2005 dari berbagai penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi DM lebih tinggi di perkotaan, seperti: Jakarta (12,8%), Surabaya (1,8%), Makassar (12,5%) dan Manado (6,7%). Sedangkan di daerah pedesaan relatif rendah seperti di Tasikmalaya (1,8%) dan Tanah Toraja (0,9%). 7 Sedangkan berdasarkan suvei lokal, prevalensi DM di Bali pada tahun 2004 sebesar 7,2%. Pada tahun 2005 di DKI Jakarta diperoleh prevalensi DM sebesar 12,8%. 7 c. Menurut Waktu Menurut WHO (2001) menyebutkan jumlah prevalensi DM di Indonesia mencapai 8,6%. International Diabetic Federation (IDF) mengestimasikan bahwa jumlah penduduk Indonesia usia >20 tahun menderita DM sebanyak 5,6 juta orang pada tahun 2001 dan akan meningkat menjadi 8,2 juta pada 2020, sedangkan hasil 25

Survei Depkes 2001, terdapat 7,5% penduduk Jawa dan Bali menderita DM. Terjadi peningkatan jumlah DM di Jakarta dari 1,7% pada tahun 1981 menjadi 5,7 persen pada tahun 1993. 27 Peningkatan prevalensi DM dari waktu ke waktu lebih banyak disebabkan oleh faktor genetik, life style dan faktor lingkungan. WHO menyatakan penderita DM Tipe II pada tahun 2000 sebanyak 171 juta dan akan meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030. 2.4.2 Determinan a. Genetik DM cenderung diturunkan atau diwariskan. Faktor genetik memberi peluang besar bagi timbulnya penyakit DM. Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar menderita DM dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Apabila ada orangtua atau saudara kandung yang menderita DM, maka seseorang tersebut memiliki risiko 40% untuk menderita DM. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. Pada DM Tipe I yang berkulit putih memperlihatkan HLA yang spesifik (DR3 atau DR4). Risiko terjadinya DM tipe I meningkat 3-5 kali pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA tersebut. 21 b. Usia DM tipe I terjadi akibat gangguan autoimun yang ditandai dengan kerusakan sel-sel beta Langerhans. Karenanya DM tipe I banyak ditemukan pada anak atau usia 28,29

muda. Sebaliknya DM tipe II banyak ditemukan pada lansia karena berhubungan dengan degenerasi atau penurunan organ yang berakibat menurunnya fungi endokrin. Sehingga semakin bertambahnya umur maka prevalensi DM juga akan semakin meningkat. 3 c. Gaya Hidup Perkembangan gaya hidup seperti pola makan yang salah mempercepat peningkatan kasus DM di Indonesia. Makanan yang kaya kolesterol, lemak dan natrium muncul sebagai tren menu makanan dan didukung dengan meningkatnya konsumsi minuman yang kaya akan gula. 29 d. Obesitas Konsumsi kalori lebih dari yang dibutuhkan tubuh akan menyebabkan sebagian kalori disimpan dalam bentuk lemak. Pada keadaan gemuk, respon sel beta pankreas terhadap peningkatan glukosa dalam darah menjadi berkurang. Selain itu reseptor insulin pada target sel di seluruh tubuh berkurang jumlah dan keaktifannya sehingga insulin di dalam darah kurang atau tidak dapat dimanfaatkan. 30 Dalam sebuah penelitian dengan desain cross sectional ditemukan bahwa proporsi DM tertinggi adalah orang dengan status gizi obesitas yaitu 21% sedangkan pada orang dengan status gizi normal adalah 8,5%. e. Kurang Aktifitas Fisik 26 Olahraga sangat berperan pada kontrol gula darah. 5 Pada saat tubuh melakukan aktifitas fisik maka sejumlah glukosa akan diubah menjadi energi sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang dan kebutuhan insulin juga akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam

tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM. f. Faktor Lingkungan Hasil penelitian menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. Sampai saat ini masih dilakukan penelitian terhadap kemungkinan faktor eksternal yang memicu terjadinya destruksi sel beta. 21 g. Faktor Kehamilan Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui. Menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkat mancapai 3 kali lipat dari keadaan normal. Bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin maka dapat menyebabkan hiperglikema. Resistensi insulin juga dapat terjadi akibat adanya hormon esterogen, progesterone, prolaktin dimana hormon hormon tersebut dapat mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga menekan kerja insulin. 32 31 2.5 Komplikasi Diabetes Mellitus 2.5.1 Komplikasi Akut Komplikasi akut pada diabetes merupakan keadaan darurat yang harus mendapat perawatan dan pengobatan yang cepat dan adekuat. Prognosisnya sangat ditentukan oleh beberapa keadaan diantaranya jenis faktor penyebab, lamanya waktu yang dialami sebelum mendapat perawatan dan usia penderita. 33

a. Hipoglikemia Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah terlalu rendah sampai di bawah 60 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita DM yang diobati dengan suntikan insulin (DM tipe I) ataupun minum tablet anti-diabetes (DM tipe II), tetapi tidak makan dan olahraganya berlebihan. Gejala dan tanda hipoglikemia adalah gejala otonom yang diperantarai neurotransmitter susunan saraf otonom seperti cemas, gemetaran, berkeringat, jantung berdebar-debar dan lapar. Sedangkan gejala lain adalah gejala neuroglikopeni berupa gangguan berpikir, lemas, kesadaran menurun, mata kabur dan sulit berkonsentrasi. b. Ketoasidosis Diabetik Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah gawat darurat akibat hiperglikemia dimana banyak terbentuk asam dalam darah. Hal ini terjadi akibat sel otot tidak mampu lagi membentuk energi sehingga dalam keadaan darurat ini tubuh akan memecah lemak dan terbentuklah asam yang bersifat racun dalam peredaran darah yang disebut keton Ketoasidosis diabetik dan hiperglikemia akan menimbulkan poliura dan polidipsia. Disamping itu, pasien dapat mengalami penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala. Pasien dengan penurunan intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita hipotensi yang nyata dan disertai denyut nadi lemah dan cepat. 21.36 34 35 c. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik

Hiperosmolar nonketotik adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa darah sangat tinggi sehingga darah menjadi sangat kental. Kadar glukosa darah bisa sampai 600 mg/dl. Glukosa ini akan menarik air keluar sel dan selanjutnya keluar dari tubuh melalui urin. 36 Gejala hiperosmolar nonketotik mirip dengan KDA. Perbedaannya adalah tidak terdapat ketosis dan asidosis pada hiperosmolar nonketotik. Gejala hiperosmolar nonketotik terdiri atas hipotensi, dehidrasi berat, kejang dan koma. 2.5.2 Komplikasi Kronik a. Kerusakan Mata (Retinopati Diabetika) Retinopati diabetika disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina mata. 21 Glukosa darah yang tinggi menyebabkan rusaknya pembuluh darah retina bahkan dapat menyebabkan kebocoran pembuluh darah kapiler. Darah yang keluar dari pembuluh darah menutup sinar yang menuju retina sehingga penglihatan menjadi kabur. 37 Selain menyebabkan retinopati, DM juga dapat menyebabkan lensa mata menjadi keruh (katarak) serta dapat menyebabkan glaucoma (tekanan pada bola mata). 38 b. Kerusakan Saraf (Neuropathy) Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi. Hal ini terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik dan berlangsung lama. Oleh karena itu, saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan rangsangan impuls saraf dengan baik dan seharusnya. Keluhan dan gejala neuropati tergantung berat dan ringannya kerusakan saraf. Kerusakan saraf otonom dapat mempercepat denyut jantung dan membuat banyak 22,36 21

keringat. Kerusakan saraf sensori menyebabkan penderita tidak bisa merasakan panas, dingin atau tidak terasa pada saat meraba. Keluhan neuropati yang paling berbahaya adalah rasa tebal pada kaki, karena tidak ada rasa nyeri maka sering penderita tidak tahu ada luka/ infeksi. 21,23 c. Kerusakan Ginjal (Nephropathy) Nefropati diabetika merupakan penyebab utama kematian pada penderita DM. hampir 20-30% penderita DM akan mengalami kelainan ginjal dalam perjalanan penyakitnya. 24 Pada saat terdiagnosis DM, khususnya bila kadar glukosa darah tinggi maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami peningkatan yang dapat menyebabkan kebocoran protein darah ke dalam urin. Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. 21 Hal ini berakibat tidak langsung memperbesar ukuran ginjal, dan akhirnya menjadi gagal ginjal dengan ciri-ciri lemas, mual, pucat, dan sesak nafas akibat penimbunan cairan. d. Penyakit Jantung DM merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Jika pembuluh darah koroner menyempit, otot jantung akan kekurangan oksigen dan makanan akibat suplai darah yang kurang. Selain itu juga menyebabkan peningkatan tekanan darah yang dapat mengakibatkan kematian mendadak. 38 39 2.6 Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus

Prevalensi DM terus meningkat dari tahun ke tahun dan keadaan penyakit ini juga akan semakin parah dari hari ke hari. Jika telah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi umumnya akan menetap, maka upaya pencegahan sangat bermanfaat baik dari segi ekonomi maupun terhadap kesehatan masyarakat. Adapun usaha pencegahan tersebut adalah pencegahan primordial, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier. 7 2.6.1 Pencegahan Primordial Pencegahan primordial dilakukan untuk mencegah munculnya faktor predisposisi terhadap penyakit DM. Sasaran dari pencegahan primordial adalah orang-orang yang masih sehat dan belum memiliki risiko tinggi untuk penyakit DM. Edukasi sangat penting dalam pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti penyuluhan mengenai pengaturan gaya hidup, pentingnya kegiatan jasmani secara teratur, makan gizi seimbang, membatasi diri pada makanan tertentu. 3 2.6.2 Pencegahan Primer Tujuan pencegahan primer DM adalah untuk menurunkan angka kejadian dari penyakit. Pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh pada masyarakat tetapi diutamakan kepada orang yang sudah mempunyai risiko terkena DM. Pada pengelolaan DM, penyuluhan dan penambahan ilmu kepada masyarakat berupa informasi tentang DM, faktor risiko, pencegahan dan pengobatan DM. Selain itu,

aktifitas fisik yang cukup dan perencanaan pola makan yang baik juga menjadi pencegahan yang tepat bagi orang yang mempunyai risiko terkena DM. a. Penyuluhan 7 Tujuan pendidikan kesehatan kesehatan bagi penyandang DM adalah meningkatkan pengetahuan, perubahan sikap sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Materi penyuluhan yang disampaikan kepada penderita DM adalah defenisi DM, faktor resiko DM, pengenalan komplikasi DM, upaya menekan DM, pengelolaan DM dan pencegahan DM Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluhan kesehatan adalah: a.1 Agar penyandang DM dapat hidup lebih lama dan dalam kebahagiaan a.2 Untuk membantu penyandang DM agar mereka dapat merawat dirinya sendiri, sehingga komplikasi yang mungkin timbul dapat dikurangi. a.3 Agar penyandang DM dapat berfungsi dan berperan sebaik-baiknya di dalam masyarakat. a.4 Agar penyandang DM dapat lebih produktif dan bermanfaat. a.5 Menekan biaya perawatan baik yang dikeluarkan secara pribadi, keluarga ataupun secara nasional. b. Latihan Jasmani 7 Latihan jasmani yang teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) memegang peranan penting dalam pencegahan primer. Orang yang tidak berolahraga memerlukan insulin 2 kali lebih banyak untuk menurunkan kadar glukosa dalam darahnya dibandingkan dengan orang yang berolahraga. Manfaat 3

latihan jasmani bagi penderita DM adalah membantu penurunan kadar glukosa darah. c. Perencanaan Pola Makan 7 Perencanaan makan merupakan kunci utama pengelolaan DM disamping edukasi dan latihan jasmani. Perencanaan makan bagi penderita DM bila tidak berpuasa pada umumnya adalah tiga kali makan utama dan dua kali makan selingan sedangkan bagi penderita yang berpuasa pada umumnya adalah dua kali makan utama dan dua kali makan selingan. Tujuan perencanaan makan pada penderita DM adalah untuk mengendalikan kadar glukosa darah dalam batas normal, mengendalikan dan mencapai berat badan normal, mencegah timbulnya komplikasi dan menjadikan keadaan sehat dan nyaman. 2.6.3 Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini DM serta penanganan segera. Tujuan utama kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang berisiko tinggi untuk memperparah penyakitnya. a. Diagnosis Dini Diabetes Mellitus Diagnosis DM dipastikan apabila terdapat keluhan khas diabetes (poliura, polifagia, polidipsia) dan penurunan berat badan. Selain itu biasanya dilakukan pemeriksaan kadar gula darah. Pemeriksaan kadar gula dalam darah pasien yang dilakukan adalah: 34,40

1. Pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu Jika KGD berkisar 110-119 mg/dl, maka harus dilakukan tes lanjut. Pasien terdiagnosis DM apabila kadar glukosa darah melebihi 200 mg/dl. 2. Pemeriksaan kadar glukosa setelah puasa Kadar glukosa darah normal setelelah puasa berkisar 70-110 mg/dl. Seseorang terdiagnosa DM jika kadar glukosa darah melebihi 126 mg/dl. 3. Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Tes ini merupakan tes yang lebih lanjut dalam pendiagnosaan DM. Pemeriksaan dilakukan berturut-turut dengan nilai normalnya: 0,5 jam < 115 mg/dl, 1 jam <200 mg/dl dan 2 jam < 140 mg/dl. 4. Pemeriksaan HbA1C Pemeriksaan HbA1C merupakan pemeriksaan tunggal yang akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang. Pemeriksaan ini bermanfaat bagi pasien yang membutuhkan kendali glikemik yang ketat seperti pasien diabetes gestasional. Pada pasien DM, glikolisis hemoglobin meningkat secara proporsional sekitar 2-3 kali bila dibandingkan dengan orang normal. Bila kadar glukosa darah berada dalam kisaran normal, maka hasil tes HbA1C akan menunjukkan nilai normal. Tetapi jika kadar glukosa darah meningkat maka hasil test HbA1C juga akan menunjukkan peningkatan sehingga kadar HbA1C dapat digunakan untuk menunjukkan kadar glukosa darah.. 7 Kadar HbA1C di dalam darah menggambarkan kadar gula darah rata-rata selama 3 bulan. Kadar normal HbA1C < 7%. 2 41 3 29

b. Pengobatan Segera Dilakukan upaya pengobatan segera dan tepat agar penderita tidak mengalami komplikasi yang berat. 3 Dalam pengobatan ada dua macam obat yang diberikan yaitu: 32 1. Obat-obatan Hipoglikemik Oral (OHO) 1.1 Golongan Sulfoniluria Cara kerja golongan ini adalah merangsang sel beta pancreas untuk mengeluarkan insulin. Oleh karenanya, golongan ini hanya bekerja bila sel beta utuh, menghalangi pengikatan insulin, mempertinggi kepekaan jaringan terhadap insulin dan menekan pengeluaran glukagon. 1.2 Golongan biguanid Cara kerja golongan ini tidak merangsang sekresi insulin. Golongan ini dapat menurunkan kadar gula darah menjadi normal dan istimewanya tidak pernah menyebabkan hipoglikemia. 1.3 Alfa Glukosidase Inhibitor Obat ini berguna menghambat kerja insulin alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan tidak berpengaruh pada kadar insulin.

1.4 Insulin Sensitizing Agent Obat ini mempunyai efek farmakologi yaitu meningkatkan sensitifitas berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. 2. Insulin Berdasarkan cara kerjanya, insulin dibagi menjadi tiga jenis yaitu: 1.1 Cara kerja cepat : RI (Regular Insulin) dengan masa kerja 2-4 jam. 1.2 Cara kerja sedang : NPN, dengan masa kerja 6-12 jam. 1.3 Cara kerja lambat : PZI (Protamme Zinc Insulin) dengan masa kerja 18-24 jam. Untuk pasien yang pertama kali akan mendapat insulin, sebaiknya selalu dimulai dengan dosis rendah (8-20 unit) disesuaikan dengan reduksi urine dan glukosa darah. 2.6.4 Pencegahan Tersier Pencegahan tersier dilakukan untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi. Pencegahan tersier dilakukan untuk memperlambat munculnya komplikasi akut maupun kronik dari DM. 42 Untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti kecacatan organ tubuh lainnya maka harus dilakukan deteksi dini penyulit DM agar kemudian penyulit tersebut dapat dikelola dengan baik disamping pengelolaan dalam usaha pengendalian kadar glukosa darah. 7 Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara penderita dengan petugas kesehatan. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi

pasien mengendalikan penyakit DM. Hal yang penting disampaikan adalah maksud, tujuan dan cara pengobatan komplikasi DM. 39 Rehabilitasi juga dilakukan baik secara medis maupun sosial untuk memperbaiki keadaan yang terjadi akibat komplikasi DM. 3 Bentuk pelayanan kedokteran dengan pendekatan keluarga yang dapat dilakukan secara mandiri maupun berkelompok akan memberikan pelayanan bermanfaat bagi penyembuhan dan penyelesaian masalah DM. penatalaksanaan pelayanan yang berpusat pada keluarga tidak akan menambah beban namun akan meningkatkan kualitas hidup penderita DM. Kegiatan pelayanan dengan pendekatan keluarga antara lain membangun komunikasi dengan penderita DM, melakukan rehabilitasi terhadap komplikasi, dan membantu dalam tindak lanjut upaya rehabilitasi tersebut. 7