BAB II GEOLOGI REGIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

GEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAERAH SUNGAI TONDO DAN SEKITARNYA, KECAMATAN PASARWAJO, BUTON SELATAN, SULAWESI TENGGARA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab II Geologi Regional

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

A. Perlapisan batupasir batulempung dengan ketebalan yang homogen B. Antara batupasir dan batu lempung memperlihatkan kontak tegas

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU KECAMATAN PASARWAJO KABUPATEN LASALIMU, BUTON SELATAN

BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR

Gambar III.7. Jalur sabuk lipatan anjakan bagian tenggara Teluk Cenderawasih.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

memiliki hal ini bagian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB V SINTESIS GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

INVENTARISASI ENDAPAN BITUMEN PADAT DI DAERAH SAMPOLAWA DAN SEKITARNYA KABUPATEN BUTON, PROVINSI SULAWESI TENGGARA (LEMBAR PETA : )

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lapangan YTS adalah lapangn minyak yang terletak di Cekungan Sumatra

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

BAB III GEOLOGI UMUM

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Transkripsi:

BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi dan Geomorfologi Regional Buton dapat dibagi menjadi tiga zona (Gambar 2.1) berdasarkan fisiografi dan geomorfologinya (Sikumbang dan Sanyoto, 1981 dan Davidson, 1991) yang diakibatkan oleh pengaruh struktur dan litologi pada zona tersebut, yaitu: Zona Buton Utara, yang didominasi oleh dataran rendah dan punggungan pantai berbentuk tapal kuda dengan dikelilingi gununggunung sepanjang Utara, Barat, Timur dimana tren umum pegunungan tersebut adalah baratlaut tenggara. Zona Buton Tengah, didominasi oleh deretan pegunungan lebar dibentuk dari barisan pegunungan yang sedikit melengkung sepanjang Utara-Selatan dengan tren ke arah utara, sedangkan sepanjang pantai barat terdiri dari topografi dengan relief rendah yang berarah timur-laut. Zona Buton Selatan, terdiri dari topografi yang berupa lembah dan bukit dengan trend arah timur-laut, teras-teras terumbu yang terangkat, dan topografi karst yang berupa haystack (perbukitan gamping) dan ditulangpunggungi oleh Pegunungan Kapantoreh. Daerah penelitian masuk kedalam Zona Buton Selatan. Topografi yang berupa lembah dan bukit menandakan pengaruh struktur perlipatan. Munculnya Pegunungan Kapantoreh dengan litologi ofiolit menandakan struktur sesar anjak sehingga litologi tersebut dapat muncul ke permukaan. Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 6

Dari analisa data penginderaan jauh terlihat adanya terumbu yang tumbuh dibagian selatan Pulau Buton dan adanya estuarin yang tenggelam dan atoll yang turun dibagian utara. Hal ini diinterpretasikan sebagai bukti bahwa bagian utara Pulau Buton mengalami penurunan relatif terhadap bagian selatan Pulau Buton (Davidson, 1991 op.cit. Smith, 1989) Provinsi Buton Utara Provinsi Buton Tengah Provinsi Buton Selatan Gambar 2.1 Pembagian zona fisiografi dan provinsi geomorfologi Pulau Buton (sumber : ERI/Geoservices, 1990) Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 7

2.2. Tektonik Regional Buton dianggap sebagai suatu pecahan dari benua Australia-New Guinea sama halnya dengan busur kepulauan Banda lainnya (Gambar 2.2). Anggapan ini diperoleh dari adanya kesamaan pada kandungan fosil yang berumur Mesozoik, susunan stratigrafi sebelum terjadi pemisahan, dan waktu terjadinya pemisahan dengan busur kepulauan Banda lainnya. Gambar 2.2 Busur Kepulauan Banda yang merupakan fragmen dari Australia. (sumber: Daly et.al, 1987) Pada awalnya Buton dipercaya terdiri dari 2 buah lempeng mikrokontinen yang terpisah. Lempeng pertama mencakup bagian timur Pulau Buton dan Pulau Tukang Besi dan lempeng kedua mencakup bagian barat Pulau Buton dan Pulau Muna (Davidson, 1991 op.cit Hamilton, 1979). Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 8

Namun dengan data geologi dan geofisika terbaru, dipercaya daerah Buton terdiri dari 3 buah lempeng mikro-kontinen yang terdiri dari Pulau Buton, Muna/SE Sulawesi, dan Tukang Besi, yang terlibat dalam suatu tumbukan ganda (Davidson, 1991) Sejarah tektonik dan stratigrafi di Pulau Buton dipengaruhi oleh 4 peristiwa tektonik (Davidson, 1991), yaitu: 1. Masa pre-rift pada Permian sampai Akhir Trias ketika Pulau Buton masih menjadi bagian dari Australia 2. Masa rift-drift ketika Pulau Buton mulai memisahkan diri dari Australia dan menuju timurlaut pada Trias Akhir sampai Oligosen. 3. Masa deformasi. pembentukan cekungan dan pengisian cekungan (synpost orogenic) pada Miosen Awal sampai Pliosen yang diawali dengan tumbukan Pulau Buton dengan Pulau Muna (Sulawesi Tenggara) 4. Masa deformasi yang lebih muda (recent orogenic) pada Pliosen sampai sekarang yang dimulai dengan Tumbukan Pulau Buton dengan Pulau Tukangbesi. Pada pertengahan Trias, Buton masih merupakan bagian dari benua Australia-New Guinea. Trias Tengah-Akhir mulai masa transisi dari prerift menjadi rift (Gambar 2.3). Stratigrafi pre-rift Triassic Buton terdiri dari sedimen klastik yang berasal dari kontinen yang diendapkan secara tidak selaras diatas batuan metasedimen Permian. Transisi ke suatu lingkungan laut lepas dengan sedimentasi passive margin mulai di masa Pertengahan ke Akhir Jurassic dengan karbonat laut dalam sebagai litologi yang dominan. Kejadian ini dicirikan dengan adanya penurunan intensitas pengendapan sedimen klastik yang terbawa dari area benua dan peningkatan intensitas sedimen karbonat yang berasal laut terbuka yang terendapkan di lingkungan laut dalam. Sedimentasi laut dalam berasosiasi dengan masa drift menuju ke utara yang berlangsung Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 9

dari pertengahan Jura sampai Oligosen dimana dominan litologi yang terendapkan adalah karbonat yang berasal dari laut terbuka. Gambar 2.3 Rekonstruksi sejarah geologi Pulau Buton (Sumber: ERI/Geoservices 1990) Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 10

Tumbukan pertama yang terjadi pada Miosen Awal membuat lapisan yang berumur Kapur Akhir sampai Oligosen terdeformasi membentuk struktur slump dan menghasilkan aliran runtuhan (Gambar 2.4). Efek dari tumbukan Pulau Buton dengan Pulau Muna / Sulawesi Tenggara terekam pertama kali di bagian selatan Pulau Buton pada awal Miosen (N3) dimana berkembang sesar anjak dan lipatan hasil deformasi thin-skinned. Saat tumbukan terjadi, kerak samudra antara P. Muna dan P. Buton terobduksi dan, membentuk pegunungan ofiolit yang disebut Pegunungan Kapantoreh. Klastik syn-orogenic diendapkan sebagai akibat dari sesar naik yang mengikuti arah kemiringan lapisan dan erosi dari pengangkatan strata Trias-Oligosen dan dikategorikan sebagai sedimen molasse. Pada kala Miosen di Buton Utara terendapkan karbonat laut dalam sedangkan di Buton Selatan terendapkan sedimen klastik kasar. Perbedaan pengendapan yang terjadi pada daerah Buton Utara dan Buton Selatan secara teori disebabkan oleh adanya penunjaman yang oblique sehingga menyebabkan terbentuknya sesar geser dan sesar yang terjal dengan pengangkatan yang bersifat lokal dan beberapa penurunan ini (Chamberlain et al.,1990, op.cit. Davidson 1991) Tumbukan kedua pada masa Pliosen Awal menghasilkan pengangkatan daratan di Buton Selatan lebih banyak dibandingkan Buton Utara, hal ini dibuktikan dengan geomorfologi dan distribusi dari terumbu Pleistosen dan perkembangan estuary yang tenggelam dan attol yang mengalami penurunan di Buton Utara (Smith, 1983 op.cit. Davidson 1991) yang mengindikasikan adanya pengangkatan di Buton Selatan semantara Buton Utara mengalami penurunan. Maksimum perbedaan antara kedua blok sekitar 700 m. Struktur terakhir di Buton, terutama di bagian selatan, menunjukkan distribusi umum dari tren litologi arah jurus NE-SW dengan kemiringan regional E-SE akibat dari rotasi tektonik akibat dari tumbukan ke dua antara lempeng Buton dan Tukang Besi. Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 11

Gambar 2.4 Model rekonstruksi tektonik lempeng di Pulau Buton (sumber: Nolan, 1989 op.cit. Davidson, 1991) 2.3. Stratigrafi Regional Sedimentasi pada masa sebelum pemisahan (pre-rift) kemungkinan terdiri dari metasedimen yang diendapkan tidak selaras dengan endapan turbidit yang berasal dari kontinen Australia-New Guinea. Pengendapan terjadi pada paparan benua, kemungkinan pada terban-terban (grabens) yang terbentuk pada saat pemisahan terjadi. Sedimentasi yang terjadi pada masa pemisahan dan mulai bergerak terbentuk sebagai respons terhadap awal pemisahan pada Trias Akhir, mulai bergerak pada Jurasik Tengah dan mulai bergerak ke arah barat laut. Stratigrafi pada Trias Akhir berupa turbidit, sedangkan pada Jurasik dan Oligosen berupa kalsilutit laut dalam. Stratigrafi Buton berkisar dari Permian(?) sampai saat ini dan didominasi oleh karbonat marin yang diendapkan di lingkungan neritik luar sampai bathyal atas. Davidson (1991) mengelompokkan stratigrafi ke dalam 4 kejadian tektonostratigrafi, yaitu Sedimentasi Pre-Rift yang terdiri dari Fm. Doole, Fm. Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 12

Winto, Fm. Ogena; Sedimentasi Rift-Drift yang terdiri dari Fm. Rumu, Fm. Tobelo; Sedimentasi Syn & Post Orogenic yang terdiri dari Fm. Tondo dan Fm. Sampolakosa; Sedimentasi deformasi yang lebih muda (Fm. Wapulaka). Gambar 2.5 Kolom stratigrafi regional Pulau Buton (sumber: Davidson, 1991) 2.3.1 Sedimentasi Pre-Rift Sedimentasi Pre-Rift mencakup batuan metamorfik Doole/Lakansai berumur awal Trias, Fm. Winto berumur Trias Tengah, dan Fm. Ogena berumur Jura Akhir (?). Stratigrafi Buton dimulai dari batuan paling tua dari Fm. Doole yang terdiri dari filit dan batusabak. Fm. Winto berumur Trias terendapkan diatas Fm. Doole yang terdiri dari sedimen klastik, terutama serpih. Diatas Fm. Winto diendapkan Fm. Ogena yang berumur Jura Akhir yang terdiri dari endapan serpih dan karbonat laut Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 13

dalam. Serpih dari Fm. Winto dan Ogena mengandung banyak material organik, yang dapat dijadikan sebagai sumber hidrokarbon. Fm. Winto Batuan sedimen tertua Pra-Neogen yang diketahui di Buton termasuk kedalam Fm. Triasik Winto. Terdiri dari lapisan timbunan konglomerat dan perselingan batupasir, terdapat di bagian utara cekungan. Fm. Winto diendapkan dalam air dangkal sampai agak dalam. Fm. Ogena Secara stratigrafi batuan Fm. Winto ditutupi oleh Fm. Ogena. Kontaknya diperkirakan selaras pada sumur Sampolakosa-1S. Ketebalan stratigrafi minimum Fm. Ogena adalah 500 m di Buton Selatan dan diperkirakan 1.000 m di Buton Utara. Litologinya terdiri dari batugamping berlapis baik dan interkalasi serpih tipis. Batugamping di Buton Utara mengandung rijang dalam jumlah kecil. Fm. Ogena berumur Jura Awal, dan merupakan endapan laut dalam. 2.3.2 Sedimentasi Rift-Drift Sedimentasi Rift-Drift terdiri dari Fm. Rumu yang berumur Jura Akhir, dan Fm. Tobelo yang berumur Kapur hingga Oligosen. Karbonat laut dalam mendominasi sikuen ini. Fm. Tobelo yang berumur Kapur atas terdiri dari batugamping pelagik dengan nodul dari rijang merah, dan sedimentasinya berlanjut hingga Eosen Atas dan Oligosen yang sebagian besar adalah karbonat. Fm. Rumu Di Buton Selatan, Fm. Rumu di interpretasikan selaras diatas Fm. Ogena. Lokasi-tipenya berada di Sungai Rumu Buton Tenggara yang termasuk kedalam daerah penelitian. Fm. Rumu dibedakan menjadi 3 Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 14

fasies berbeda, yaitu kalsilutit berwarna merah muda dengan rijang merah, batulempung abu-abu pucat mengandung belemnites dan dolomit dan batugamping wackstones. Litologi semacam ini belum dijumpai dilain tempat di Buton. Di Buton Utara Fm. Rumu tidak dijumpai. Kemungkinannya, penyebaran Fm. Rumu terbatas atau merupakan fasies ekivalen dengan suksesi Ogena. Bila hal ini merupakan masalahnya, maka ada suatu hiatus antara Fm. Ogena dan yang lebih muda, batuan Fm. Tobelo di Buton Utara. Smith 1983 op.cit Davidson 1991 mengajukan dua model pengendapan guna menjelaskan pencampuran litologi yang terendapkan pada laut dangkal dan litologi yang terendapkan pada laut dalam. Model pertama mengasumsikan percampuran tersebut dipengaruhi oleh struktur daripada stratigrafi. Model kedua berasumsi sedimen tersebut sebagian bersifat allochtonous dan percampuran terjadi ketika transportasi sedimen laut dangkal sebagai aliran debris bawah laut. Fm. Tobelo Batuan termuda pada sekuen sedimen Pra-Neogen merupakan bagian dari Fm. Tobelo. Umur batuannya dari Kapur Bawah sampai Oligosen. Litologinya berupa batugamping masif atau berlapis dengan lensa-lensa atau nodul rijang. Batugampingnya mikritik, terrekristalisasi, sangat banyak urat-urat (kalsit) dan stilolit. Contoh batuan yang diambil untuk analisis paleontologi tidak mengandung fauna, kemungkinan akibat telah terjadinya rekristalisasi. Ofiolit Kapantoreh Batuan ofiolit berumur Kapur tersingkap sepanjang batas barat Pulau Buton. Singkapan terbesar terdapat di perbukitan Kapantoreh Buton Selatan. Sesar-sesar kecil yang membatasi perlapisan juga terdapat sepanjang batas barat Cekungan Lambale. Batuannya Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 15

terutama berupa serpentinit, gabro dan dolerit. Dan keberadaannya di diatas sekuen Pra-Neogen interpretasi akibat tektonik. 2.3.3 Sedimentasi Syn dan Post Orogenic Sedimen Syn-dan Post-Orogenic termasuk sedimen molassic dari Formasi Miosen Tondo dan karbonat dari Formasi Pliosen Sampolakosa. Klastik Tondo berasal dari erosi dan upthrusted lapisan Pra-Miosen selama tumbukan Buton dan Muna/Sulawesi Tenggara pada Miosen Awal-Tengah. Fasies klastik halus diinterpretasikan sebagai turbidit distal yang berangsur, dan diatasnya diendapkan fasies klastik kasar secara selaras. Litologi yang dominan adalah mudstone, batulempung, batulanau, dan batupasir. Di lain pihak, napal dan kalkarenit dan batugamping terumbu yang berada di atas Fm. Sampolakosa terbentuk akibat dari regional subsidence pulau Buton pada masa Pliosen. Fm. Tondo Kelompok Tondo dapat dipetakan menjadi tiga litofasies; 1). fasies klastik kasar (konglomerat dan batupasir litik), 2) fasies klastik halus (dominannya mudstone dengan interkalasi abatupasir) dan 3) fasies batugamping. Fm Tondo yang berada di Buton Selatan didominasi oleh litologi batuan klastik Miosen Tengah Akhir. Unit batugamping Miosen Tengah-Akhir berkembang secara lokal pada tinggian purba. Fasies batugamping Tondo di interpretasi terbentuk pada kondisi paparan (shelf). Akan tetapi di Buton Selatan batugamping turbidit tipis-tipis berinterkalasi dalam unit fasies klastik. Napal, kalkarenit dan batugamping terumbu yang menutupi Fm. Sampolakosa diendapkan pada lingkungan neritik luar sampai batial dengan sedikit sampai tidak ada input terrigenous. Fasies batugamping basal terdiri Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 16

dari batugamping neritik masif diendapkan pada lingkungan neritik luar (Davidson, 1991). Fasies klastik kasar Fm. Tondo terdiri dari terutama konglomerat dan batupasir litik berbutir medium sampai kasar. Fasies klastik Fm. Tondo di interpretasi terutama sebagai himpunan kipas turbidit laut dalam berasal dari batuan lebih tua Pra-Neogen dan ofiolitik yang mengalir dari tinggian purba. Struktur sedimen yang umum adalah sekuen menghalus ke atas, graded bedding, dan liquifaction (Davidson, 1991). Di Buton Selatan, sekuen tersebut berkisar dari Miosen Awal (N3/N4) sampai awal Miosen Akhir (N15/N16). Fasies klastik halus Fm. Tondo di interpretasi sebagai turbidit distal. Litologi dominannya, batulumpur, batulempung, batulanau dan batupasir. Semua sedimen ini berlaminasi tipis, urai, dan mengandung lapisan tipis karbonan dan hancuran tumbuhan. Batupasirnya berbutir halus dan tersemen baik dengan kalsit atau dolomit. Foraminifera planktonik sangat banyak dan menunjukkan suatu pendalaman gradual selama pengendapan di neritik luar sampai batial atas pada Miosen Akhir (Davidson, 1991). Fm. Sampolakosa Fm. Sampolakosa terdiri dari napal dan kalkarenit. Batuannya berumur Pliosen dan menandakan berhentinya pengisian cekungancekungan Neogen, mungkin akibat erosi dan penurunan lokal pada tinggian purba. Bagian dasar dari puncak terumbu ditutupi oleh napal mengandung foram bentonik spesies paparan laut dangkal (Davidson, 1991). 2.3.4 Sedimentasi Recent Orogenic Ketidakselarasan Fm. Wapulaka yang menutupi Fm. Sampolaka terdiri dari Pliosen Akhir hingga Pleistosen (N21 N22), tersementasi dengan buruk, mengalami karstifikasi, batugamping bioklastik laut dangkal, lingkungan pengendapan terumbu atau dekat terumbu. Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 17

Fm. Wapulaka Fm. Wapulaka (Pleistosen) terdiri dari batugamping terumbu dicirikan sering membentuk teras-teras dan hasil dari pengangkatan terakhir pada blok sesar yang diendapkan pada lingkungan pengendapan laut dangkal, neritik dalam, dan terumbu atau dekat terumbu. Total ketebalan Fm. bergantung pada derajat pengangkatan blok yang ditunjukkan makin tebalnya endapan batugamping terumbudi daerah Buton Selatan Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 18