BAB II : TINJAUAN UMUM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II : TINJAUAN UMUM

Laporan Perancangan Arsitektur Akhir Rumah Sakit Umum Daerah Jakarta Selatan BAB II: STUDI Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja

BAB III : DATA DAN ANALISA

TUGAS AKHIR RUMAH SAKIT PENDIDIKAN SITE KARAWACI - TANGERANG. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Arsitektur Strata1(S-1)

TUGAS AKHIR PERANCANGAN RUMAH SAKIT PENDIDIKAN JATISAMPURNA - BEKASI

No Pengguna Kegiatan Nama Ruang Persyaratan Standard Kapasitas Unit Luas Satuan (m 2 ) Luas Total (m 2 ) Sumber

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN UCAPAN TERIMA KASIH ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR DIAGRAM DAFTAR LAMPIRAN

REDESAIN RUMAH SAKIT ISLAM MADINAH TULUNGAGUNG TA-115

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL...

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB 6 MASTER PLAN & RENCANA PENTAHAPAN

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAKARTA SELATAN Arsitektur Tropis

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AKHIR PERANCANGAN GEDUNG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN KELAS B SATELIT

BAB II: TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

REDESAIN RUMAH SAKIT ISLAM MADINAH TULUNGAGUNG TA-115

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

Kamar Operasi. Dewi Feri, ST., MKes

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT WALIKOTA BOGOR,

Perancangan gedung rawat inap rumah sakit dengan pendekatan Green Architecture khususnya pada penghematan energi listrik. Penggunaan energi listrik me

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK (MASTER PLAN) RUMAH SAKIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: Definisi lain tentang rumah sakit, seperti dalam Undang-Undang Nomor

PROGRAM KERJA MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A.Sejarah Singkat Perkembangan Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Kota

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG

UNIVERSITAS DIPONEGORO RUMAH SAKIT KANKER DI SEMARANG TUGAS AKHIR ALIFIA DIAN FARIZHA NIM FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR

DESAIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KELAS B JAKARTA SELATAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

BAB V PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

2015 RUMAH SAKIT KHUSUS JANTUNG KOTA BANDUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, perubahan dalam pelayanan kesehatan terjadi sangat cepat, tumbuhnya beberapa rumah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KOTA SEMARANG DENGAN KONSEP HEALING ENVIRONMENT

BAB IV KONSEP. Langkah-langkah untuk menerapkan Konsep Green Hospital, yaitu :

KEBIJAKAN BANGUNAN, PRASARANA & PERALATAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT

1V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT

Analisa Program Kebersihan Lingkungan Rumah Sakit PPI RSIA CICIK

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian integral dari

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB III ELABORASI TEMA

Bupati Pandeglang PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BERKAH

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang

BAB III : DATA DAN ANALISA

BAB I. 1.1.Latar Belakang

EVALUASI KINERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PATUT PATUH PATJU KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

Syarat Bangunan Gedung

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

EVALUASI DESAIN TATA RUANG UNIT HD RS MUHAMMADIYAH WONOSOOBO

LAMPIRAN. A. Gambar Denah Tataletak Ruang Operasi

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 87 TAHUN : 2008 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2008

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar WARNA HEALING ENVIRONMENT. lingkungan yang. mampu menyembuhkan. Gambar 4. 1 Konsep Dasar


2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

arsitektur fakultas teknik sipil dan perencanaan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RAWAT JALAN EKSEKUTIF DI RUMAH SAKIT

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT LINEN DAN LAUNDRY

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KONSEP. 4.1 Konsep Dasar. Arsitektur Ramah Lingkungan (Green Architecture) Pendekatan Green Architecture

TUGAS AKHIR PERANCANGAN RUMAH SAKIT PENDIDIKAN JATISAMPURNA, KOTA BEKASI

Perbedaan jenis pelayanan pada:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB IV ANALISA Analisa Fungsi, aktivitas, pengguna dan ruang Analisa Fungsi

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

a. Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda. b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda. Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 66 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 25

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU

BAB 1 PENDAHULUAN. yang memengaruhi status kesehatan yaitu pelayanan kesehatan, perilaku,

BAB I PENDAHULUAN. rawat jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik dan non medik

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 17 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYANAN PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992;

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja.

BAB III : DATA DAN ANALISA

ORGANISASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT

TUGAS AKHIR. Bekasi Hospital and Medical Training Center. Dengan penekanan bangunan Green Building

RUMAH SAKIT PENDIDIKAN NAULI HUSADA SIBOLGA

Transkripsi:

BAB II : TINJAUAN UMUM 2.1. Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK) Berikut ini merupakan dasar pemahaman terhadap kerangka acuan kerja: 2.1.1. Dasar Pemikiran Secara spesifik lokasi pembangunan berada di kawasan Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia (UKI), Cawang, Jakarta Timur. Rumah sakit pendidikan yang didesain adalah rumah sakit pendidikan kelas satelit milik swasta. Desain yang dihasilkan tidak boleh merupakan tiruan dari bangunan yang telah ada. 2.1.2. Kriteria Perancangan Beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan dalam perancangan adalah: 1. Hubungan dengan lingkungan A. Mempertimbangan aspek iklim tropis serta mendukung upaya penggunaan energi yang efisien dan pemanfaatan maksimal potensi tata cahaya dan udara. B. Bangunan harus mampu mengakomodir seluruh kegiatan yang dibutuhkan. 2. Menyelaraskan dengan pengembangan perencanaan dan perancangan kawasan khususnya akses jalan masuk menuju site, serta kebutuhan keadaan darurat. 3. Penyediaan aksesibilitas bagi para difabel. 4. Kesesuaian dengan regulasi daerah setempat yang berlaku, antara lain KDB atau KLB, KDH dan ketinggian bangunan. 5. Memenuhi konsep bangunan gedung hijau atau green building sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung Hijau serta penilaian dari GBCI (Green Building Council Indonesia) dengan peringkat minimum Gold. 6. Konsistensi antara program ruang, tema, konsep dengan rancangan arsitektur. 7. Konsep dan estetika rancangan. 8. Penataan ruang luar A. Terdapat area berkumpul pada kondisi darurat. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 7

B. Terdapat plaza pada level lantai dasar bangunan. C. Lansekap yang berkesinambungan dengan kawasan. 9. Penataan ruang dalam A. Efisiensi penggunaan ruang. B. Fleksibel desain Detail Teknis Bangunan (struktur, mekanikal dan elektrikal). C. Perawatan bangunan yang tepat guna dan efisien. D. Berorientasi pada kenyamanan pasien. 10. Kemampuan karya rancangan untuk dilanjutkan menjadi dokumen DED. 11. Kejelasan kebutuhan, persyaratan dan standar ruangan. 12. Analisis tapak dan identifikasi masalah. 13. Taksiran biaya pembangunannya masih dalam koridor yang wajar. 14. Spesifikasi teknisnya diupayakan menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat dan diutamakan menggunakan kandungan lokal yang paling optimal. 15. Arsitektur berkelanjutan (sustainable architecture) A. Konsumsi sumber daya alam, termasuk konsumsi air dan energi secara minimal dan mempertimbangkan penggunaan sumber energi terbarukan. B. Memberikan dampak negatif yang minimal terhadap alam, lingkungan dan manusia. 2.1.3. Lokasi dan Kondisi Lingkungan Lokasi pembangunan rumah sakit pendidikan (teaching hospital) berada di Cawang, Jakarta Timur dengan luas lahan ± 1 hektar. Berikut ini merupakan pengaturan fungsi kawasan pada lokasi perencanaan dan perancangan Rumah Sakit Pendidikan (Teaching Hospital): 1. GSB (Garis Sempadan Bangunan) Garis sempadan bangunan berdasarkan dengan disebutkan bahwa bangunan berjarak 6 m dari jalan. 2. KDB (Koefisien Dasar Bangunan) Bangunan yang didirikan memiliki Koefisien Dasar Bangunan 60% dari luas lahan. 3. KLB (Koefisien Luas Bangunan) Bangunan yang didirikan memiliki Koefisien Luas Bangunan 4 dari luas lahan. 4. KDH (Koefisien Daerah Hijau) Bangunan yang didirikan memiliki Koefisien Dasar Hijau 10% dari luas lahan. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 8

5. Ketinggian Bangunan Sesuai dengan KAK mengenai ketinggian bangunan maksimum adalah 6 lantai. 2.1.4. Ketentuan Perancangan Ketentuan-ketentuan perancangan dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Bentuk Arsitektural Menyelaraskan dengan kondisi kawasan sekitar dan memenuhi standar bangunan gedung hijau atau green building serta penilaian dari GBCI (Green Building Council Indonesia) dengan peringkat minimum Gold. 2. Penataan Site Plan Kawasan mempertimbangkan akses jalan masuk menuju site dan kebutuhan keadaan darurat (emergency exit, helipad, akses damkar dan tahan gempa). Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 9

2.2. Kerangka Studi Berikut ini kerangka studi untuk tinjauan teori mengenai rumah sakit, diantaranya: Rumah Sakit Pendidikan Rumah Sakit Rumah Sakit Pendidikan Bangunan Rumah Sakit Tinjauan Tema Konsep Rancangan: Arsitektur Modern Studi Banding Pengertian Rumah Sakit Fungsi Rumah Sakit Klasifikasi Rumah Sakit Pengertian Rumah Sakit Pendidikan Tujuan Rumah Sakit Pendidikan Rumah Sakit Kelas B Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Zonasi Kebutuhan Luas Lantai Sirkulasi Rumah Sakit Lingkungan Rumah Sakit Konstruksi Rumah Sakit Penghawaan, pencahayaan, kebisingan Syarat Fasilitas Rumah Sakit Arsitektur Hijau Arsitektur berkelanjutan Green building Green Hospital Pengertian Arsitektur Modern Ciri-Ciri Arsitektur Modern Karakteristik Arsitektur Modern Arsitektur Modern di Iklim Tropis Indonesia Luar Indonesia Sisem Hubungan (Transportasi) Rumah Sakit Pengolahan Limbah Gambar 2. Kerangka Studi Sumber: Data Pribadi, 2017 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 10

2.3. Rumah Sakit sakit, yaitu: Berikut ini adalah penjabaran mengenai pengertian, fungsi dan klasifikasi rumah 2.3.1. Pengertian Rumah Sakit Kurniati (2013) mengatakan bahwa istilah hospital (rumah sakit) berasal dari kata Latin, yaitu hospes (tuan rumah), yang juga menjadi akar kata hotel dan hospitality (keramahan). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pengertian rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan. 2.3.2. Fungsi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, fungsi rumah sakit diantaranya: 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. 3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. 4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. 2.3.3. Klasifikasi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 11

1. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum, memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah sakit khusus, memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya. 2. Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi: Rumah sakit publik, sebagaimana dimaksud dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud tidak dapat dialihkan menjadi rumah sakit privat. Rumah sakit privat sebagaimana dimaksud dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero. 3. Rumah sakit umum diklasifikasikan sebagai berikut: Rumah Sakit umum kelas A Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat spesialis dasar, lima spesialis penunjang medik, 12 spesialis lain dan 13 subspesialis. Rumah Sakit umum kelas B Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat spesialis dasar, empat spesialis penunjang medik, delapan spesialis lain dan dua subspesialis dasar. Rumah Sakit umum kelas C Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat spesialis dasar dan empat spesialis penunjang medik. Rumah Sakit umum kelas D Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit dua spesialis dasar. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 12

4. Rumah Sakit khusus diklasifikasikan sebagai berikut: Rumah Sakit khusus kelas A Rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap. Rumah Sakit khusus kelas B Rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas. Rumah Sakit khusus kelas C Rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal. 5. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, berdasarkan bentuknya, rumah sakit diklasifikasikan menjadi: Rumah Sakit Menetap Rumah sakit yang didirikan secara permanen untuk jangka waktu lama untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah Sakit Bergerak Rumah sakit yang siap guna dan bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu dan dapat dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain. Rumah Sakit Lapangan Rumah sakit yang didirikan di lokasi tetentu selama kondisi darurat dalam pelaksanan kegiatan tertentu yang berpotensi bencana atau selama masa tanggap darurat bencana. 6. Dalam Kurniati (2013), rumah sakit swasta terdiri dari: Rumah Sakit Umum Swasta Pratama Rumah sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas. Rumah Sakit Umum Swasta Madya Rumah sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam empat cabang, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas C. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 13

Rumah Sakit Umum Swasta Utama Rumah sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik dan sub spesialistik, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas B. 2.4. Rumah Sakit Pendidikan Berikut ini penjabaran mengenai rumah sakit pendidikan, antara lain: 2.4.1. Pengertian Rumah Sakit Pendidikan Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2015 tentang Rumah Sakit Pendidikan menjelaskan bahwa rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan secara terpadu dalam bidang pendidikan kedokteran dan atau kedokteran gigi, pendidikan berkelanjutan, dan pendidikan kesehatan lainnya secara multiprofesi. Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menguraikan rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan dan tenaga profesi lain. Sedangkan, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1609 Tahun 2008 tentang Pedoman Klasifikasi dan Standar Rumah Sakit Pendidikan mengatakan rumah sakit pendidikan adalah jejaring Institusi Pendidikan Kedokteran dan digunakan sebagai wahana pembelajaran klinik untuk memenuhi modul pendidikan dalam rangka mencapai kompetensi berdasarkan Standar Pendidikan Profesi Kedokteran. 2.4.2. Tujuan Rumah Sakit Pendidikan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1609 Tahun 2008 tentang Pedoman Klasifikasi dan Standar Rumah Sakit Pendidikan berisi tujuan dari rumah sakit pendidikan, yaitu: 1. Meningkatnya mutu pelayanan di rumah sakit pendidikan. 2. Meningkatnya mutu pendidikan sesuai dengan standar pendidikan profesi kedokteran. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 14

3. Meningkatnya penelitian dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran di rumah sakit pendidikan. Rumah sakit pendidikan diharapkan memiliki kemampuan pelayanan yang lebih dari rumah sakit non pendidikan terutama meliputi: 1. Penjaminan mutu pelayanan dan keselamatan pasien serta kedokteran berbasis bukti. 2. Penerapan Metode Penatalaksanaan Terapi terbaru. 3. Teknologi Kedokteran yang bertepat guna. 4. Hari rawat yang lebih pendek untuk penyakit yang sama. 5. Hasil pengobatan dan survival rate yang lebih baik. 6. Tersedianya konsultasi dari staf medis. 2.4.3. Klasifikasi Rumah Sakit Pendidikan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1609 Tahun 2008 tentang Pedoman Klasifikasi dan Standar Rumah Sakit Pendidikan menyatakan setiap Institusi Pendidikan Kedokteran harus mempunyai minimal satu Rumah Sakit Pendidikan Utama dan mempunyai beberapa Rumah Sakit Pendidikan Satelit sebagai jejaring. Selain itu Institusi Pendidikan Kedokteran dapat memiliki satu atau beberapa jejaring RS Afiliasi (Eksilensi) atau Rumah Sakit Umum dengan unggulan tertentu sebagai wahana pembelajaran klinik peserta didiknya. Berdasarkan hal tersebut maka disusun Standar Rumah Sakit Pendidikan menjadi: A. Standar RS Pendidikan Utama Rumah sakit pendidikan utama adalah rumah sakit jejaring institusi Pendidikan Kedokteran yang digunakan sebagai wahana pembelajaran klinik peserta didik untuk memenuhi seluruh atau sebagian besar modul pendidikan dalam rangka mencapai kompetensi berdasarkan Standar Pendidikan Profesi Kedokteran. B. Standar RS Pendidikan Afiliasi (Eksilensi) Rumah sakit pendidikan afiliasi (eksilensi) adalah rumah sakit khusus atau rumah sakit umum dengan unggulan tertentu yang menjadi pusat rujukan pelayanan medik tertentu yang merupakan jejaring Institusi Pendidikan Kedokteran dan Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 15

digunakan sebagai wahana pembelajaran klinik untuk memenuhi modul pendidikan tertentu secara utuh dalam rangka mencapai kompetensi berdasarkan Standar Pendidikan Profesi Kedokteran. C. Standar RS Pendidikan Satelit Rumah Sakit Pendidikan Satelit adalah rumah sakit jejaring Institusi Pendidikan Kedokteran dan jejaring rumah sakit Pendidikan Utama yang digunakan sebagai wahana pembelajaran klinik peserta didik untuk memenuhi sebagian modul pendidikan dalam rangka mencapai kompetensi berdasarkan Standar Pendidikan Profesi Kedokteran. 2.4.4. Rumah Sakit Pendidikan Kelas B Menurut Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pusat Sarana, Prasarana dan Peralatan Kesehatan (2010), rumah sakit kelas B dapat menjadi rumah sakit pendidikan apabila telah memenuhi persyaratan dan standar. Berikut ini pengelompokkan fasilitas rumah sakit kelas B, yaitu: Gambar 3. Pengelompokkan Area Fasilitas Rumah Sakit Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 16

Berikut ini alur pasien dirumah sakit, diantaranya: Gambar 4. Alur Sirkulasi Pasien Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 2.4.5. Fasilitas Rumah Sakit Kelas B Berikut ini adalah uraian tentang fasilitas rumah sakit kelas B, diantaranya: 1. Fasilitas pada Area Pelayanan Medik dan Perawatan A) Instalasi Rawat Jalan Fungsi Instalasi Rawat Jalan adalah sebagai tempat konsultasi, penyelidikan, pemeriksaan dan pengobatan pasien oleh dokter ahli di bidang masing-masing yang disediakan untuk pasien yang membutuhkan waktu singkat untuk penyembuhannya atau tidak memerlukan pelayanan perawatan. Poliklinik Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 17

juga berfungsi sebagai tempat untuk penemuan diagnosa dini, yaitu tempat pemeriksaan pasien pertama dalam rangka pemeriksaan lebih lanjut di dalam tahap pengobatan penyakit. Konsep dasar poliklinik pada prinsipnya ditetapkan sebagai berikut: 1. Letak Poliklinik berdekatan dengan jalan utama, mudah dicapai dari bagian administrasi, terutama oleh bagian rekam medis, berhubungan dekat dengan apotek, bagian radiologi dan laboratorium. 2. Ruang tunggu di poliklinik, harus cukup luas. Ada pemisahan ruang tunggu pasien untuk penyakit infeksi dan non infeksi. 3. Sistem sirkulasi pasien dilakukan dengan satu pintu (sirkulasi masuk dan keluar pasien pada pintu yang sama). 4. Klinik-klinik yang ramai sebaiknya tidak saling berdekatan. 5. Klinik anak tidak diletakkan berdekatan dengan Klinik Paru, sebaiknya Klinik Anak dekat dengan Kllinik Kebidanan. 6. Sirkulasi petugas dan sirkulasi pasien dipisahkan. 7. Pada tiap ruangan harus ada wastafel (air mengalir). 8. Letak klinik jauh dari ruang incenerator, IPAL dan bengkel ME. 9. Memperhatikan aspek gender dalam persyaratan fasilitas IRJ. Gambar 5. Alur Kegiatan pada Instalasi Rawat Jalan Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 18

B) Instalasi Gawat Darurat Fasilitas yang melayani pasien yang berada dalam keadaan gawat dan terancam nyawanya yang membutuhkan pertolongan secepatnya. Unit Gawat Darurat rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan 24 jam secara terus menerus tujuh hari dalam seminggu. Persyaratan khusus: 1. Area IGD harus terletak pada area depan atau muka dari tapak RS. 2. Area IGD harus mudah dilihat serta mudah dicapai dari luar tapak rumah sakit (jalan raya) dengan tanda-tanda yang sangat jelas dan mudah dimengerti masyarakat umum. 3. Area IGD harus memiliki pintu masuk kendaraan yang berbeda dengan pintu masuk kendaraan ke area Instalasi Rawat Jalan atau Poliklinik, Instalasi rawat Inap serta Area Zona Servis dari rumah sakit. 4. Untuk tapak RS yang berbentuk memanjang mengikuti panjang jalan raya maka pintu masuk kearea IGD harus terletak pada pintu masuk yang pertama kali ditemui oleh pengguna kendaraan untuk masuk ke area RS. 5. Untuk bangunan RS yang berbentuk bangunan bertingkat banyak (Super Block Multi Storey Hospital Building) yang memiliki ataupun tidak memiliki lantai bawah tanah (Basement Floor) maka perletakan IGD harus berada pada lantai dasar (Ground Floor) atau area yang memiliki akses langsung. 6. IGD disarankan untuk memiliki Area yang dapat digunakan untuk penanganan korban bencana massal (Mass Disaster Cassualities Preparedness Area). 7. Disarankan pada area untuk menurunkan atau menaikan pasien (Ambulance Drop-In Area) memiliki sistem sirkulasi yang memungkinkan ambulan bergerak satu arah (One Way Drive or Pass Thru Patient System). 8. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Inst. Bedah Sentral. 9. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Unit Rawat Inap Intensif (ICU (Intensive Care Unit)/ ICCU (Intensive Cardiac Care Unit) atau HCU (High Care Unit)). 10. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Unit Kebidanan. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 19

11. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Inst. Laboratorium. 12. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan Instalasi Radiologi. 13. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan BDRS (Bank Darah Rumah Sakit) atau UTDRS (Unit Transfusi Darah Rumah Sakit) 24 jam. Gambar 6. Alur Kegiatan pada Instalasi Gawat Darurat Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 Gambar 7. Contoh Lokasi Tata Letak Instalasi Gawat Darurat pada Rumah Sakit Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Gawat Darurat (Kemenkes), 2012 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 20

C) Instalasi Rawat Inap Lingkup kegiatan di Ruang Rawat Inap rumah sakit meliputi kegiatan asuhan dan pelayanan keperawatan, pelayanan medis, gizi, administrasi pasien, rekam medis, pelayanan kebutuhan keluarga pasien (berdoa, menunggu pasien, mandi, dapur kecil atau pantry, konsultasi medis). Persyaratan khusus: 1. Perletakan ruangannya secara keseluruhan perlu adanya hubungan antar ruang dengan skala prioritas yang diharuskan dekat dan sangat berhubungan atau membutuhkan. 2. Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan perancangan, sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat secara linier atau lurus (memanjang). 3. Konsep Rawat Inap yang disarankan Rawat Inap Terpadu (Integrated Care) untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan ruang. 4. Apabila Ruang Rawat Inap tidak berada pada lantai dasar, maka harus ada tangga landai (Ramp) atau Lift Khusus untuk mencapai ruangan tersebut. 5. Bangunan Ruang Rawat Inap harus terletak pada tempat yang tenang (tidak bising), aman dan nyaman tetapi tetap memiliki kemudahan aksesibilitas dari sarana penunjang rawat inap. 6. Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ruangan. 7. Alur petugas dan pengunjung dipisah. 8. Masing-masing ruang Rawat Inap empat spesialis dasar mempunyai ruang isolasi. 9. Ruang Rawat Inap anak disiapkan satu ruangan neonatus. 10. Lantai harus kuat dan rata tidak berongga, bahan penutup lantai, mudah dibersihkan, bahan tidak mudah terbakar. 11. Pertemuan dinding dengan lantai disarankan berbentuk lengkung agar memudahkan pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang debu atau kotoran. 12. Plafon harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan debu atau kotoran lain. 13. Tipe R. Rawat Inap adalah Super VIP, VIP, Kelas I, Kelas II dan Kelas III. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 21

14. Khusus untuk pasien-pasien tertentu harus dipisahkan seperti: Pasien yang menderita penyakit menular. Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit tumor, ganggrein, diabetes, dan sebagainya). Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan). 15. Stasi perawat harus terletak di pusat blok yang dilayani agar perawat dapat mengawasi pesiennya secara efektif, maksimum melayani 25 tempat tidur. Gambar 8. Alur Kegiatan pada Instalasi Rawat Inap Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 22

VIP 2 BED 4 BED 6 BED Gambar 9. Contoh Ruang Rawat Inap Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Rawat Inap (Kemenkes), 2012 Gambar 10. Contoh Layout Ruang Rawat Inap Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Rawat Inap (Kemenkes), 2012 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 23

Gambar 11. Contoh Ruang Rawat Inap Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Rawat Inap (Kemenkes), 2012 D) Instalasi Perawatan Intensif (ICU) Merupakan instalasi untuk perawatan pasien yang dalam keadaan belum stabil sehingga memerlukan pemantauan ketat secara intensif dan tindakan segera. Instalasi ICU (Intensive Care Unit (ICU) merupakan unit pelayanan khusus di rumah sakit yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan selama 24 jam. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 24

Persyaratan khusus: 1. Letak bangunan instalasi ICU harus berdekatan dengan instalasi bedah sentral, instalasi gawat darurat, laboratorium dan instalasi radiologi. 2. Harus bebas dari gelombang elektromagnetik dan tahan terhadap getaran. 3. Gedung harus terletak pada daerah yang tenang. 4. Temperatur ruangan harus terjaga tetap dingin. 5. Aliran listrik tidak boleh terputus. 6. Harus tersedia pengatur kelembaban udara. 7. Sirkulasi udara yang dikondisikan seluruhnya udara segar (fresh air). 8. Ruang pos perawat (Nurse station) disarankan menggunakan pembatas fisik transparan atau tembus pandang (antara lain kaca tahan pecah, flexi glass) untuk mengurangi kontaminasi terhadap perawat. 9. Perlu disiapkan titik grounding untuk peralatan elektrostatik. 10. Tersedia aliran Gas Medis (O2, udara bertekanan dan suction). 11. Pintu kedap asap dan tidak mudah terbakar, terdapat penyedot asap bila terjadi kebakaran. 12. Terdapat pintu evakuasi yang luas dengan fasilitas ramp apabila letak instalasi ICU tidak pada lantai dasar. 13. Ruang ICU atau ICCU sebaiknya kedap api (tidak mudah terbakar baik dari dalam atau dari luar). 14. Pertemuan dinding dengan lantai dan pertemuan dinding dengan dinding tidak boleh berbentuk sudut atau harus melengkung agar memudahkan pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang debu dan kotoran. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 25

Gambar 12. Alur Kegiatan pada Instalasi Perawatan Intensif (ICU) Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 Gambar 13. Contoh Ruang Rawat Pasien ICU Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Perawatan Intensif (Kemenkes), 2012 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 26

Ruang Isolasi 1. Ruang yang mempunyai kekhususan teknis sebagai ruang perawatan intensif dan memiliki batasan fisik modular per pasien, dinding serta bukaan pintu dan jendela dengan ruangan ICU lain. 2. Ruang yang diperuntukkan bagi pasien menderita penyakit yang menular, pasien yang rentan terkena penularan dari orang lain, pasien menderita penyakit yang menimbulkan bau (seperti penyakit tumor, ganggrein, diabetes) dan untuk pasien menderita penyakit yang mengeluarkan suara dalam ruangan. 3. Pintu dan partisi pada ruang isolasi terbuat dari kaca minimal setinggi 100 cm dari permukaan lantai agar pasien terlihat dari pos perawat. 4. Ruang Perawatan Intensif dengan modul kamar individual/ kamar isolasi luas lantainya 16 m2-20 m2 per kamar. Gambar 14. Contoh Ruang Perawatan Intensif - Isolasi Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Perawatan Intensif (Kemenkes), 2012 Gambar 15. Contoh Ruang Dalam ICU Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Perawatan Intensif (Kemenkes), 2012 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 27

Gambar 16. Contoh Layout Ruang ICU (1) Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Perawatan Intensif (Kemenkes), 2012 E) Instalasi Bedah Sentral (COT atau Central Operation Theatre) Instalasi bedah, adalah suatu unit di rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya. Luas ruangan Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 28

harus cukup untuk memungkinkan petugas bergerak sekeliling peralatan bedah. Ruang bedah harus dirancang dengan faktor keselamatan yang tinggi. Persyaratan khusus: 1. Jalan masuk barang-barang steril harus terpisah dari jalan keluar barangbarang dan pakaian kotor. 2. Koridor steril (steril corridor) dipisahkan atau tidak boleh bersilangan alurnya dengan koridor kotor (dirty corridor). 3. Pembagian daerah sekitar kamar bedah: Zona 1, Tingkat Resiko Rendah (Normal). Zona 2, Tingkat Resiko Sedang (Normal dengan Pre Filter). Zona 3, Tingkat Resiko Tinggi (Semi Steril dengan Medium Filter). Zona 4, Tingkat Resiko Sangat Tinggi (Steril dengan Pre Filter, Medium Filter, Hepa Filter). Area Nuklei Steril. 4. Setiap dua kamar operasi harus dilayani oleh setidaknya satu ruang scrub station. 5. Harus disediakan pintu ke luar tersendiri untuk jenazah dan bahan kotor yang tidak terlihat oleh pasien dan pengunjung. 6. Persyaratan ruang operasi: Pintu kamar operasi yang ideal harus selalu tertutup selama operasi. Pergantian udara yang dianjurkan sekitar 18-25 kali/jam. Tekanan udara yang positif di dalam kamar pembedahan, dengan demikian akan mencegah terjadinya infeksi airborne. Sistem AC Sentral, suhu kamar operasi yang ideal 26 28 0 C yang harus terjaga kestabilannya dan harus menggunakan filter absolut untuk menjaring mikroorganisme. Kelembaban ruang yang dianjurkan 70% (jika menggunakan bahan anaestesi yang mudah terbakar, maka kelembaban maksimum 50%). Penerangan alam menggunakan jendela mati, yang diletakkan dengan ketinggian diatas 2 m. Lantai harus kuat dan rata atau ditutup dengan vinyl yang rata atau teras sehingga debu dari kotoran-kotoran tidak tertumpuk, mudah dibersihkan, bahan tidak mudah terbakar. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 29

Pertemuan dinding dengan lantai dan dinding dengan dinding harus melengkung agar mudah dibersihkan dan tidak menjadi tempat sarang abu dan kotoran. Plafon harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan debu atau kotoran lain. Pintu harus yang mudah dibuka dengan sikut, untuk mencegah terjadinya nosokomial, disarankan menggunakan pintu geser dengan system membuka dan menutup otomatis. Harus ada kaca tembus pandang di dinding ruang operasi yang menghadap pada sisi dinding tempat ahli bedah mencuci tangan. Gambar 17. Alur Kegiatan pada Instalasi Bedah Sentral Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 30

Gambar 18. Pembagian Zona pada Ruang Operasi Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi, 2012 Gambar 19. Kompleks Ruang Operasi Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi, 2012 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 31

Ruang operasi untuk bedah minor atau tindakan endoskopi dengan pembiusan lokal, regional atau total dilakukan pada ruangan steril. Ruang Induksi dan ruang penyiapan alat untuk bedah minor dapat dilakukan di ruang operasi dan bak cuci tangan (scrub-up) ditempatkan berdekatan dengan bagian luar ruangan ruang operasi ini. Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan minor ± 36 m2 dengan ukuran ruangan panjang x lebar x tinggi adalah 6m x 6m x 3 m. Gambar 20. Contoh Denah Ruang Operasi Minor Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi, 2012 Gambar 21. Contoh Suasana Ruang Operasi Minor Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi, 2012 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 32

Kamar operasi umum menyediakan lingkungan yang steril untuk melakukan tindakan bedah dengan pembiusan lokal, regional atau total. Kamar operasi umum dapat dipakai untuk pembedahan umum dan spesialistik termasuk untuk ENT, Urology, Ginekolog, Opthtamologi, bedah plastik dan setiap tindakan yang tidak membutuhkan peralatan yang mengambil tempat banyak. Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan umum minimal 42 m2, dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 7m x 6m x 3m. Gambar 22. Contoh Ruang Operasi Umum Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi, 2012 Gambar 23. Contoh Suasana Ruang Operasi Umum Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi, 2012 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 33

Kamar Besar menyediakan lingkungan yang steril untuk melakukan tindakan bedah dengan pembiusan lokal, regional atau total. Ruang operasi besar dapat digunakan untuk tindakan pembedahan yang membutuhkan peralatan besar dan memerlukan tempat banyak, termasuk diantaranya untuk bedah Neuro, bedah orthopedi dan bedah jantung. Kebutuhan area ruang operasi besar minimal 50 m2, dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 7.2m x 7m x 3m. Gambar 24. Contoh Ruang Operasi Besar Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi, 2012 Gambar 25. Contoh Suasana Ruang Operasi Besar Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi, 2012 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 34

Ruang induksi atau sering juga disebut sebagai ruang anastesi ditunjukkan pada gambar berikut ini. Pasien bedah menunggu di ruangan ini, apabila belum siap. Pembiusan lokal, regional dan total dapat dilakukan diruangan ini. Ruangan harus tenang, dan ruangan ini terbebas dari bahaya listrik. Area ruang induksi (preoperatif) yang dibutuhkan sekurangkurangnya 15 m2. Gambar 26. Contoh Denah Ruang Induksi atau Persiapan Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi, 2012 Gambar 27. Contoh Denah Ruang Untuk Peralatan Bedah Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 35

Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi, 2012 F) Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan (Obstetri dan Ginekologi) Pelayanan di Fasilitas Kebidanan Rumah Sakit Kelas B meliputi: 1. Pelayanan persalinan Pelayanan persalinan meliputi: pemeriksaan pasien baru, asuhan persalinan kala I, asuhan persalinan kala II (pertolongan persalinan), dan asuhan bayi baru lahir. 2. Pelayanan nifas Pelayanan nifas meliputi: pelayanan nifas normal dan pelayanan nifas bermasalah (post sectio caesaria, infeksi, pre eklampsi atau eklampsi). 3. Pelayanan KB (Keluarga Berencana) Pelayanan gangguan kesehatan reproduksi atau penyakit kandungan, Fetomaternal, Onkologi Ginekologi, Imunoendokrinologi, Uroginekologi Rekonstruksi, Obgyn Sosial. 4. Pelayanan tindakan atau operasi kebidanan Pelayanan tindakan atau operasi kebidanan adalah untuk memberikan tindakan, misalnya ekserpasi polip vagina, operasi sectio caesaria, operasi myoma uteri, dan lan-lain. 5. Pelayanan sub spesilistik lainnya di bidang kebidanan dan penyakit kandungan. Persyaratan Khusus 1. Letak bangunan instalasi kebidanan dan penyakit kandungan harus mudah dicapai, disarankan berdekatan dengan instalasi gawat darurat, ICU dan Instalasi Bedah Sentral, apabila tidak memiliki ruang operasi atau ruang tindakan yang memadai. 2. Bangunan harus terletak pada daerah yang tenang atau tidak bising. 3. Ruang bayi dan ruang pemulihan ibu disarankan berdekatan untuk memudahkan ibu melihat bayinya, tapi sebaiknya dilakukan dengan sistem rawat gabung. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 36

4. Memiliki sistem sirkulasi udara yang memadai dan tersedia pengatur kelembaban udara untuk kenyamanan termal. 5. Memiliki sistem proteksi dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran. 6. Terdapat pintu evakuasi yang luas dengan fasilitas ramp apabila letak instalasi kebidanan dan penyakit kandungan tidak pada lantai dasar. 7. Harus disediakan pintu ke luar tersendiri untuk jenazah dan bahan kotor yang tidak terlihat oleh pasien dan pengunjung. 8. Limbah padat medis yang dihasilkan dari kegiatan kebidanan dan penyakit kandungan ditempatkan pada wadah khusus berwarna kuning bertuliskan limbah padat medis infeksius kemudian dimusnahkan di insenerator. Gambar 28. Alur Kegiatan pada Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 37

Gambar 29. Contoh Denah Ruang Bersalin Sumber: Ernst Neufert, 2002 Gambar 30. Contoh Denah Ruang Intensif untuk Bayi Sumber: Ernst Neufert, 2002 G) Instalasi Rehabilitasi Medik Pelayanan Rehabilitasi Medik bertujuan memberikan tingkat pengembalian fungsi tubuh semaksimal mungkin kepada penderita sesudah kehilangan atau berkurangnya fungsi dan kemampuan yang meliputi, upaya pencegahan atau penanggulangan, pengembalian fungsi dan mental pasien. Pada dasarnya tata ruang Unit Rehabilitasi Medik ditetapkan atas dasar: Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 38

1. Lokasi mudah dicapai oleh pasien, disarankan letaknya dekat dengan instalasi rawat jalan atau poliklinik dan rawat inap. 2. Ruang tunggu dapat dicapai dari koridor umum dan dekat pada loket pendaftaran, pembayaran dan administrasi. 3. Disarankan akses masuk untuk pasien terpisah dari akses masuk staf. 4. Disarankan menggunakan sistem sirkulasi udara atau ventilasi udara alami. 5. Apabila ada ramp (tanjakan landai), maka harus diperhatikan penempatan ramp, lebar dan arah bukaan pintu dan lebar pintu untuk para pemakai kursi roda serta derajat kemiringan ramp yaitu maksimal 7 0. 6. Untuk pasien yang mengunakan kursi roda disediakan toilet husus. Gambar 31. Alur Kegiatan pada Instalasi Rehabilitasi Medik Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 39

Gambar 32. Contoh Denah Ruang Rehabilitasi Medik Sumber: Ernst Neufert, 2002 2. Fasiltas pada Area Penunjang dan Operasional A) Instalasi Farmasi (Pharmacy) Persyaratan khusus: 1. Lokasi instalasi farmasi harus menyatu dengan sistem pelayanan RS. 2. Antara fasilitas untuk penyelenggaraan pelayanan langsung kepada pasien, distribusi obat dan alat kesehatan dan manajemen dipisahkan. 3. Harus disediakan penanganan mengenai pengelolaan limbah khusus sitotoksis dan obat berbahaya untuk menjamin keamanan petugas, pasien dan pengunjung. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 40

4. Harus disediakan tempat penyimpanan untuk obat-obatan khusus seperti Ruang untuk obat yang termolabil, narkotika dan obat psikotropika serta obat atau bahan berbahaya. 5. Gudang penyimpanan tabung gas medis (Oksigen dan Nitrogen) Rumah Sakit diletakkan pada gudang tersendiri (di luar bangunan instalasi farmasi). 6. Tersedia ruang khusus yang memadai dan aman untuk menyimpan dokumen dan arsip resep. 7. Mengingat luasnya area RS kelas B, maka untuk memudahkan pengunjung RS mendapatkan pelayanan kefarmasian, disarankan memiliki apotek-apotek satelit dengan fasilitas yang sama dengan apotek utama. Gambar 33. Alur Kegiatan pada Instalasi Farmasi Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 B) Instalasi Radiodiagnostik Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 41

Radiologi adalah ilmu kedokteran yang menggunakan teknologi pencitraan atau imejing (imaging technologies) untuk mendiagnosa dan pengobatan penyakit. Merupakan cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan penggunaan sinar-x (X-Ray) yang dipancarkan oleh pesawat sinar-x atau peralatan-peralatan radiasi lainnya dalam rangka memperoleh informasi visual sebagai bagian dari pencitraan atau imejing kedokteran (medical imaging). Persyaratan khusus: 1. Lokasi ruang radiologi mudah dicapai, berdekatan dengan instalasi gawat darurat, laboratorium, ICU dan instalasi bedah sentral. 2. Sirkulasi bagi pasien dan pengantar pasien disarankan terpisah dengan sirkulasi staf. 3. Ruang konsultasi dilengkapi dengan fasilitas untuk membaca film. 4. Dinding atau pintu mengikuti persyaratan khusus sistem labirin proteksi radiasi. 5. Ruangan gelap dilengkapi exhauster. 6. Persyaratan pengkondisian udara: - Suhu sejuk dan nyaman lingkungan ialah pada 22 ~ 26 O C. - Kelembaban udara pada ruang radiasi ialah antara 45~60%. 7. Tersedia pengelolaan limbah radiologi khusus. ALUR PASIEN Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 42

ALUR FILM Gambar 34. Alur Kegiatan pada Instalasi Radiologi Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 Gambar 35. Contoh Denah Ruang Radiologi Sumber: Ernst Neufert, 2002 C) Instalasi Laboratorium Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 43

Laboratorium direncanakan mampu melayani tiga bidang keahlian yaitu patologi klinik, patologi anatomi dan forensik sampai batas tertentu dari pasien rawat inap, rawat jalan serta rujukan dari rumah sakit umum lain, Puskesmas atau Dokter Praktek Swasta. Persyaratan Khusus 1. Letak laboratorium atau sub laboratorium mudah dijangkau, disarankan untuk gedung RS bertingkat, laboratorium terletak pada lantai dasar, dan dekat dengan instalasi rawat jalan, instalasi bedah, ICU, Radiologi dan Kebidanan. Untuk laboratorium forensik letaknya di daerah non publik (bukan area umum). 2. Dinding dilapisi oleh bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin dan kedap air setinggi 1,5 m dari lantai (misalnya dari bahan keramik atau porselen). 3. Lantai dan meja kerja laboratorium dilapisi bahan yang tahan terhadap bahan kimia dan getaran serta tidak mudah retak. 4. Akses masuk petugas dengan pasien atau pengunjung disarankan terpisah. 5. Pada tiap-tiang ruang laboratorium dilengkapi sink (wastafel) untuk cuci tangan dan tempat cuci alat 6. Harus mempunyai instalasi pengolahan limbah khusus. Gambar 36. Alur Kegiatan pada Instalasi Laboraturium Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 44

Gambar 37. Alur Kegiatan pada Instalasi Laboraturium Sumber: Ernst Neufert, 2002 D) Bank Darah atau Unit Transfusi Darah Unit Transfusi Darah Rumah Sakit (UTDRS) adalah unit yang berfungsi sebagai pengelola penyediaan darah transfusi yang aman, berkualitas dan efektif, mulai dari pengerahan pendonor sukarela resiko rendah sampai dengan ketersediaan darah aman serta pendistribusiannya kepada rumah sakit. Persyaratan khusus: 1. Laboratorium skrining darah dilengkapi bak pencuci (sink) untuk membersihkan peralatan laboratorium. 2. Ruangan harus mudah dibersihkan, tidak menggunakan warna-warna yang menyilaukan. 3. Suhu ruangan harus dijaga antara 22 0-27 0 C dengan kelembaban 50 70 %. 4. Stop kontak pada ruang penyimpanan darah dilengkapi dengan Catu Daya Pengganti Khusus (CDPK atau UPS) 5. Memiliki sistem pembuangan air yang baik. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 45

Gambar 38. Alur Kegiatan pada Bank Darah Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 E) Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD atau Central Supply Sterilization Department) Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) mempunyai fungsi menerima, memproses, memproduksi, mensterilkan menyimpan serta mendistribusikan instrumen medis yang telah disterilkan ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan perawatan dan pengobatan pasien. Kegiatan utama dalam Instalasi Sterilisasi Pusat (CSSD) adalah dekontaminasi instrumen dan linen baik yang bekas pakai maupun yang baru serta bahan perbekalan baru. Persyaratan khusus: 1. Lokasi Instalasi CSSD memiliki akesibilitas pencapaian langsung dari Instalasi Bedah Sentral, ICU, Ruang Isolasi, Laboratorium dan Instalasi Pencucian Linen) dan terpisah dari sirkulasi pasien. 2. Sirkulasi udara atau ventilasi pada bangunan instalasi CSSD dibuat sedemikian rupa agar tidak terjadi kontaminasi dari tempat penampungan bahan dan instrumen kotor ke tempat penyimpanan bahan dan instrumen bersih atau steril. 3. Persyaratan ruang dekontaminasi adalah sebagai berikut: - Tekanan udara pada ruang dekontaminasi adalah harus negatif supaya udara dalam ruangan tidak mengkotaminasi udara pada ruangan lainnya, pengantian udara 10 kali per jam (Air Change Hour- ACH : 10 times). Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 46

- Suhu dan kelembaban ruangan yang direkomendasikan adalah: suhu 18 0 C 22 0 C, Kelembaban udara : 35% -75%. 4. Persyaratan gudang steril adalah sebagai berikut: - Tekanan udara positif dengan efisiensi filtrasi partikular antara 90%-95% (untuk partikular berukuran 0,5 mikron). - Suhu dan kelembaban ruangan yang direkomendasikan adalah: suhu 18 0 C 22 0 C, Kelembaban udara : 35% -75%. - Permukaan dinding dan lantai ruangan mudah dibersihkan, tidak mudah menyerap kotoran atau debu. 5. Area barang kotor dan barang bersih dipisahkan (sebaiknya memiliki akses masuk dan keluar yang berlawanan). 6. Lantai tidak licin, mudah dibersihkan dan tidak mudah menyerap kotoran atau debu. 7. Pada area pembilasan disarankan untuk menggunakan sink pada meja bilas kedap air dengan ketinggian 0.80 1,00 m dari permukaan lantai, dan apabila terdapat stop kontak dan saklar, maka harus menggunakan jenis yang tahan percikan air dan dipasang pada ketinggian minimal 1.40 m dari permukaan lantai. 8. Dinding menggunakan bahan yang tidak berpori. Gambar 39. Alur Kegiatan pada CSSD Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 47

Gambar 40. Contoh Zona Area CSSD Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Instalasi Sterilisasi Sentral, 2012 Gambar 41. Contoh Layout Ruang CSSD dengan Otoklaf 1 Pintu Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Instalasi Sterilisasi Sentral, 2012 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 48

Gambar 42. Contoh Layout Ruang CSSD dengan Otoklaf 2 Pintu Sumber: Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Instalasi Sterilisasi Sentral, 2012 F) Linen atau Laundry Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan desinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan mesin setrika. Persyaratan khusus: 1. Tersedia keran air bersih dengan kualitas dan tekanan aliran yang memadai, air panas untuk desinfeksi dengan desinfektan yang ramah terhadap lingkungan. Suhu air panas mencapai 70 0 C dalam waktu 25 menit (/ 95 0 C dalam waktu 10 menit) untuk pencucian pada mesin cuci. 2. Peralatan cuci dipasang permanen dan diletakkan dekat dengan saluran pembuangan air limbah serta tersedia mesin cuci yang dapat mencuci jenis-jenis linen yang berbeda. 3. Tersedia saluran air limbah tertutup yang dilengkapi dengan pengolahan awal (pre-treatment) khusus laundry sebelum dialirkan ke IPAL RS. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 49

4. Untuk linen non-infeksius (misalnya dari ruang-ruang administrasi perkantoran) dibuatkan akses ke ruang pencucian tanpa melalui ruang dekontaminasi. 5. Tidak disarankan untuk mempunyai tempat penyimpanan linen kotor. 6. Standar kuman bagi linen bersih setelah keluar dari proses tidak mengandung 6 x 10 3 spora spesies Bacillus per inci persegi. Gambar 43. Alur Kegiatan pada Linen Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 2.5. Bangunan Rumah Sakit Berikut ini adalah penjabaran mengenai lingkungan bangunan rumah sakit menurut Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B (2010), diantaranya: 2.5.1. Zonasi Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit adalah zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan. 1. Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit terdiri dari: area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang arsip atau rekam medis. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 50

area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non-penyakit menular, rawat jalan. area dengan risiko tinggi, yaitu ruang isolasi, ruang ICU atau ICCU, laboratorium, pemulasaraan jenazah dan ruang bedah mayat, ruang radiodiagnostik. area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD, ruang bersalin, ruang patologi. 2. Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari: area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan lingkungan luar rumah sakit, misalkan poliklinik, IGD, apotek). area semi publik, yaitu area yang menerima tidak berhubungan langsung dengan lingkungan luar rumah sakit, umumnya merupakan area yang menerima beban kerja dari area publik, misalnya laboratorium, radiologi, rehabilitasi medik. area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah sakit, umumnya area tertutup, misalnya seperti ICU atau ICCU, instalasi bedah, instalasi kebidanan dan penyakit kandungan, ruang rawat inap. 3. Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari: Zona Pelayanan Medik dan Perawatan yang terdiri dari: Instalasi Rawat Jalan (IRJ), Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat Inap (IRNA), Instalasi Perawatan Intensif (ICU/ICCU/PICU/NICU), Instalasi Bedah, Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Unit Hemodialisa, Instalasi Radioterapi, Instalasi Kedokteran Nuklir, Unit Transfusi Darah (Bank Darah). Zona Penunjang dan Operasional yang terdiri dari: Instalasi Farmasi, Instalasi Radiodiagnostik, Laboratorium, Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT), Instalasi Sterilisasi Pusat (Central Sterilization Supply Dept./CSSD), Dapur Utama, Laundri, Pemulasaraan Jenazah dan Forensik, Instalasi Sanitasi, Instalasi Pemeliharaan Sarana (IPS). Zona Penunjang Umum dan Administrasi yang terdiri dari: bagian Kesekretariatan dan Akuntansi, Bagian Rekam Medik, Bagian Logistik atau Gudang, Bagian Perencanaan dan Pengembangan (Renbang), Sistem Pengawasan Internal (SPI), Bagian Pendidikan dan Penelitian (Diklit), Bagian Sumber Daya Manusia (SDM), Bagian Pengadaan, Bagian Informasi dan Teknologi (IT). Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 51

Gambar 44. Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan RS Pola Pembangunan Horizontal Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 Gambar 45. Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan RS Pola Pembangunan Vertikal Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 52

2.5.2. Kebutuhan Luas Lantai Kebutuhan luas lantai rumah sakit diantaranya: 1. Kebutuhan luas lantai untuk rumah sakit umum ini disarankan + 80 m 2. 2. Sebagai contoh, rumah sakit umum dengan kapasitas 300 tempat tidur, kebutuhan luas lantainya adalah sebesar 80 (m 2 /tempat tidur) x 300 tempat tidur = + 24.000 m 2. Tabel 1. Kebutuhan Ruang Instalasi Rawat Jalan No Daerah Luas (m 2 ) per tempat tidur 1 Administrasi 3 ~ 3,5 2 Unit Gawat Darurat 1 ~ 1,5 3 Poliklinik 1 ~ 1,5 4 Pelayanan social 0,1 5 Pendaftaran 0,2 6 Laboratorium Klinis, Pathologi 2,5 ~ 3 7 Kebidanan dan kandungan 1,2 ~ 1,5 8 Diagnostik dan Radiologi 3 ~ 4 9 Dapur makanan 2,5 ~ 3,0 10 Fasilitas petugas 0,5 ~ 0,8 11 Ruang pertemuan, pelatihan 0,5 ~ 1 12 Terapi Wicara dan pendengaran. 0,1 13 Rumah tangga/kebersihan 0,4 ~ 0,5 14 Manajemen material 0,4 ~ 0,5 15 Gudang pusat 2,5 ~ 3,5 16 Pembelian 0,2 17 Laundri 1 ~ 1,5 18 Rekam medis 0,5 ~ 0,8 19 Fasilitas staf medik 0,2 ~ 0,3 20 Teknik dan pemeliharaan 5 ~ 6 21 Pengobatan nuklir 0,4 ~ 0,5 22 Ruang anak 0,4 ~ 0,5 23 Petugas 0,3 ~ 0,4 24 Farmasi 0,4 ~ 0,6 25 Ruang publik 1 ~ 1,5 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 53

26 Ruang pengobatan kulit 0,1 ~ 0,2 27 Therapi radiasi 0,8 ~ 1 28 Therapi fisik 1 ~ 1,2 29 Therapi okupasi 0,3 ~ 0,5 30 Ruang bedah 3,5 ~ 5 31 Sirkulasi 10 ~ 15 32 Ruang rawat inap 25 ~ 35 Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 2.5.3. Sirkulasi Rumah Sakit Dalam Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B mengatakan bahwa perlindungan terhadap pasien merupakan hal yang harus diprioritaskan. Terlalu banyak lalu lintas akan menggangu pasien, mengurangi efisiensi pelayanan pasien dan meninggikan risiko infeksi, khususnya untuk pasien bedah dimana kondisi bersih sangat penting. Jaminan perlindungan terhadap infeksi merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam kegiatan pelayanan terhadap pasien. Merencanakan sependek mungkin jalur lalu lintas. Kondisi ini membantu menjaga kebersihan dan mengamankan langkah setiap orang, perawat, pasien dan petugas rumah sakit lainnya. Rumah sakit adalah tempat dimana sesuatunya berjalan cepat, mengingat jiwa pasien taruhannya, oleh karena itu jalur lalu lintas harus direncanakan seefisien mungkin baik dari segi waktu, biaya maupun tenaga. Pemisahan aktivitas yang berbeda, pemisahan antara pekerjaan bersih dan pekerjaan kotor, aktivitas tenang dan bising, perbedaan tipe layanan pasien, dan tipe berbeda dari lalu lintas di dalam dan di luar bangunan. Mengontrol aktifitas petugas terhadap pasien serta aktifitas pengunjung rumah sakit yang datang agar aktifitas pasien dan petugas tidak terganggu. Tata letak pos perawat harus mempertimbangkan kemudahan bagi perawat untuk memonitor dan membantu pasien yang sedang berlatih di koridor pasien dan aktifitas pengunjung saat masuk dan ke luar unit. Bayi harus dilindungi dari kemungkinan pencurian dan dari kuman penyakit yang dibawa pengunjung dan petugas rumah sakit. Pasien di ruang ICU dan ruang bedah harus dijaga terhadap infeksi. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 54

Gambar 46. Contoh Akses Masuk Rumah Sakit Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 A. Pintu masuk untuk service sebaiknya berdekatan dengan dapur dan daerah penyimpanan persediaan (gudang) yang menerima barang-barang dalam bentuk curah, dan bila mungkin berdekatan dengan lif service. Bordes dan timbangan tersedia di daerah itu. Sampah padat dan sampah lainnya dibuang dari tempat ini, juga benda-benda yang tidak terpakai. Akses ke kamar mayat sebaiknya diproteksi terhadap pandangan pasien dan pengunjung untuk alasan psikologis. B. Pintu masuk dan lobby disarankan dibuat cukup menarik, sehingga pasien dan pengantar pasien mudah mengenali pintu masuk utama. C. Jendela sebaiknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah serangga lainnya yang berada di sekitar RS dan dilengkapi pengaman. D. Alur lalu lintas pasien dan petugas RS harus direncanakan seefisien mungkin. E. Koridor publik dipisah dengan koridor untuk pasien dan petugas medik, dimaksudkan untuk mengurangi waktu kemacetan. Bahan-bahan, material dan pembuangan sampah sebaiknya tidak memotong pergerakan orang. Rumah sakit perlu dirancang agar petugas, pasien dan pengunjung mudah orientasinya jika berada di dalam bangunan. F. Lebar koridor 2,40 m dengan tinggi langit-langit minimal 2,40 m. Koridor sebaiknya lurus. Apabila ramp digunakan, kemiringannya sebaiknya tidak melebihi 1 : 10 ( membuat sudut maksimal 7 0 ). G. Alur pasien rawat jalan yang ingin ke laboratorium, radiologi, farmasi, terapi khusus dan ke pelayanan medis lain, tidak melalui daerah pasien rawat inap. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 55

H. Alur pasien rawat inap jika ingin ke laboratorium, radiologi dan bagian lain, harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan. Gambar 47. Contoh Model Alran Lalu Lintas Rumah Sakit Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 2.5.4. Lingkungan Bangunan Rumah Sakit Berikut ini syarat lingkungan untuk rumah sakit, antara lain: 1. Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang jelas, dilengkapi dengan pagar yang kuat dan tidak memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar masuk dengan bebas. 2. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan keseluruhan, sehngga tersedia tempat parkir yang memadai dan dilengkapi dengan rambu parkir. 3. Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir. Jika berlokasi di daerah banjir harus menyediakan fasilitas atau teknologi untuk mengatasinya. 4. Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok. 5. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan intensitas cahaya yang cukup. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 56

6. Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek atau tidak terdapat genangan air dan dibuat landa menuju kesaluran terbuka atau tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas halaman. 7. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan terpisah, masingmasing dihubungkan langsung dengan instalasi pengolahan air limbah. 8. Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu dan tempat-tempat tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah. 9. Lingkungan, ruang dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak memungkinkan sebagai tempat bersarang dan bekembangbiaknya serangga, binatang pengerat dan binatang pengganggu lainnya. 2.5.5. Konstruksi Bangunan Rumah Sakit Berikut ini syarat konstruksi untuk bangunan rumah sakit, antara lain: 1. Lantai A. Tidak terbuat dari bahan yang memiliki lapisan permukaan dengan porositas yang tinggi yang dapat menyimpan debu. B. Mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan. C. Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata. D. Memiliki pola lantai dengan garis alur yang menerus keseluruh ruangan pelayanan. E. Pada daerah dengan kemiringan kurang dari 7 0, penutup lantai harus dari lapisan permukaan yang tidak licin (walaupun dalam kondisi basah). F. Khusus untuk daerah yang sering berkaitan dengan bahan kimia, daerah yang mudah terbakar, maka bahan penutup lantai harus dari bahan yang tahan api, cairan kimia dan benturan. G. Khusus untuk daerah perawatan pasien (daerah tenang) bahan lantai menggunakan bahan yang tidak menimbulkan bunyi atau area atau ruang yang bising menggunakan bahan yang dapat menyerap bunyi. H. Pada ruang-ruang khusus yang menggunakan peralatan (misalkan ruang bedah), maka lantai harus cukup konduktif, sehingga mudah untuk Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 57

2. Dinding menghilangkan muatan listrik statik dari peralatan dan petugas, tetapi bukan sedemikian konduktifnya sehingga membahayakan petugas dari sengatan listrik. A. Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak berjamur. B. Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori- pori) sehingga dinding tidak dapat menyimpan debu. C. Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata. D. Khusus pada ruangan-ruangan yang berkaitan dengan aktivitas anak, pelapis dinding warna-warni dapat diterapkan untuk merangsang aktivitas anak. E. Pada daerah tertentu, dindingnya harus dilengkapi pegangan tangan (handrail) yang menerus dengan ketinggian berkisar 80 ~ 100 cm dari permukaan lantai. Pegangan harus mampu menahan beban orang dengan berat minimal 75 kg yang berpegangan dengan satu tangan pada pegangan tangan yang ada. F. Bahan pegangan tangan harus terbuat dari bahan yang tahan api, mudah dibersihkan dan memiliki lapisan permukaan yang bersifat non-porosif (tidak mengandung pori-pori). G. Khusus untuk daerah yang sering berkaitan dengan bahan kimia, daerah yang mudah terpicu api, maka dinding harus dari bahan yang tahan api, cairan kimia dan benturan. H. Pada ruang yang menggunakan peralatan yang menggunakan gelombang elektromagnit (EM), seperti Short Wave Diathermy atau Micro Wave Diathermy, penggunaan penutup dinding yang mengandung unsur metal atau baja sedapat mungkin dihindarkan. I. Khusus untuk daerah tenang (misalkan daerah perawatan pasien), maka bahan dinding menggunakan bahan yang kedap suara atau area atau ruang yang bising (misalkan ruang mesin genset, ruang pompa, dll) menggunakan bahan yang dapat menyerap bunyi. 3. Ventilasi A. Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar atau ruang dengan baik. B. Luas ventilasi alamiah minimum 15% dari luas lantai. C. Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian udara dengan baik, kamar atau ruang arus dilengkapi penghawaan buatan atau mekanis. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 58

D. Penggunaan ventilasi buatan atau mekanis harus disesuaikan dengan 4. Atap peruntukkan ruangan. A. Apabila menggunakan penutup atap dari bahan beton harus dilapisi dengan lapisan tahan air. B. Penutup atap bila menggunakan genteng keramik, atau genteng beton, atau genteng tanah liat (plentong), pemasangannya harus dengan sudut kemiringan sesuai ketentuan yang berlaku. C. Mengingat pemeliharaannya yang sulit khususnya bila terjadi kebocoran, penggunaan genteng metal sebaiknya dihindari. D. Rangka atap harus kuat memikul beban penutup atap. E. Apabila rangka atap dari bahan kayu, harus dari kualitas yang baik dan kering, dan dilapisi dengan cat anti rayap. F. Apabila rangka atap dari bahan metal, harus dari metal yang tidak mudah berkarat, atau di cat dengan cat dasar anti karat. G. Atap harus kuat, tidak bocor dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya. H. Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi penangkal petir. 5. Langit-langit A. Tinggi langit-langit di ruangan, minimal 2,80 m dan tinggi di selasar (koridor) minimal 2,40 m. B. Rangka langit-langit harus kuat, berwarna terang dan mudah dibersihkan. C. Bahan langit-langit antara lain gipsum, acoustic tile,grc (Grid Reinforce Concrete), bahan logam atau metal. D. Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus anti rayap. 6. Konstruksi Balkon, beranda dan talang harus sedemikian sehingga tidak terjadi genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes. 7. Pintu Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar dan dapat mencegah masuknya serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 59

Persyaratan menurut Pedoman Teknis Rumah Sakit Tipe B, diantaranya: A. Pintu ke luar atau masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 120 cm atau dapat dilalui brankar pasien dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses pasien tirah baring memiliki lebar bukaan minimal 90 cm. B. Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau perbedaan ketinggian lantai. C. Pintu Darurat Setiap bangunan rumah sakit yang bertingkat lebih dari tiga lantai harus dilengkapi dengan pintu darurat. Lebar pintu darurat minimal 100 cm membuka kearah ruang tangga penyelamatan (darurat) kecuali pada lantai dasar membuka ke arah luar (halaman). Jarak antar pintu darurat dalam satu blok bangunan gedung maksimal 25 m dari segala arah. Pintu khusus untuk kamar mandi di rawat inap dan pintu toilet untuk aksesibel, harus terbuka ke luar dan lebar daun pintu minimal 85 cm. Gambar 48. Pintu Kamar Mandi pada Ruang Rawat Inap Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 8. Jaringan Instalasi A. Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas,listrik, sistem penghawaan,sarana komuniksi dan lain-lain harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan agar aman digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan. B. Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilangan dengan pipa air limbah dan tidak boleh bertekanan negatif untuk menghindari pencemaran air minum. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 60

9. Lalu Lintas Antar Ruangan A. Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus didesain sedemikian rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan, sehingga memudahkan hubungan dan komunikasi antar ruangan serta menghndari risiko terjadinya kecelakaan dan kontaminasi. B. Penggunaan tangga atau elevator dan lift harus dlengkapi dengan sarana pencegahan kecelakaan seperti alarm suara dan petunjuk penggunaan yang mudah dipahami oleh pemakainya, atau untuk lift empat lantai harus dilengkapi ARD (Automatic Reserve Divided) yaitu alat yang dapat mencari lantai terdekat bila listrik mati. C. Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan mudah bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan dilengkapi ram untuk brankar. 10. Fasilitas Pemadam Kebakaran Bangunan rumah sakit dilengkapi dengan fasilitas pemadam kebakaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2.5.6. Penghawaan, Pencahayaan dan Kebisingan Persyaratan penghawaan untuk masing-masing ruang atau unit seperti berikut: A. Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi, laboraturium, perlu mendapat perhatian yang khusus karena sifat pekerjaan yang terjadi di ruangruang tersebut. B. Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih positif sedikit (minimum,10 mbar) dibandingkan ruang-ruang lain dirumah sakit. C. Sistem suhu dan kelembaban hedaknya didesain sedemkian rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan kelembaban seperti dalam tabel berikut: Tabel 2. Standar Suhu, Kelembaban dan Tekanan Udara Menurut Fungsi Ruang atau Unit No Ruang atau Unit Suhu ( o C) Kelembaban (%) Tekanan 1 Operasi 19-24 45-60 Positif 2 Bersalin 24-26 45-60 Positif Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 61

3 Pemulihan atau perawatan 22-24 45-60 Seimbang 4 Observasi bayi 21-24 45-60 Seimbang 5 Perawatan bayi 22-26 25-60 Seimbang 6 Perawatan premature 24-26 25-60 Positif 7 ICU 22-23 25-60 Positif 8 Jenazah atau otopsi 21-24 - Negative 9 Pengindraan medis 19-24 45-60 Seimbang 10 Laboratorium 22-26 35-60 Negative 11 Radiologi 22-26 45-60 Seimbang 12 Sterilisasi 22-30 35-60 Negative 13 Dapur 22-30 35-60 Seimbang 14 Gawat darurat 19-24 45-60 Positif 15 Administrasi, pertemuan 21-24 - Seimbang 16 Ruang luka bakar 24-26 35-60 Positif Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 D. Ruangan yang tidak menggunakan AC, sistem sirkulasi udara segar dalam ruangan harus cukup (mengikuti pedoman teknis yang berlaku). Pencahayaan, penerangan dan intensitasnya di ruang umum dan khusus harus sesuai dengan peruntukannya seperti berikut ini: Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 62

Tabel 3. Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruangan atau Unit NO Ruangan atau Unit Intensitas Cahaya (lux) Keterangan Ruang pasien 1 Saat tidak tidur 100-200 Saat tidur Maksimal 50 2 Ruang operasi umum 300-500 3 Meja operasi 10.000-20.000 4 Anastesi, pemulihan 300-500 Warna cahaya terang Warna cahaya sejuk atau sedang tanpa bayangan 5 Endoskopi, laboraturium 75-100 6 Sinar X Minimal 60 7 Koridor Minimal 100 8 Tangga Minimal 100 Malam hari 9 Administrasi atau kantor Minimal 100 10 R. alat atau gudang Minimal 200 11 Farmasi Minimal 200 12 Dapur Minimal 200 13 R. cuci Minimal 100 14 Toilet Minimal 100 15 R. isolasi khusus untuk penyakit tetanus 0.1-0.5 Warna cahaya biru 16 R. poli gigi 100-200 Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 Berikut persyaratan kebisingan masing-masing rungan atau unit seperti tabel ini: Tabel 4. Indeks Kebisingan Menurut Ruangan atau Unit NO Ruangan atau Unit Maksimum Kebisingan (waktu pemaparan 8 jam dan satuan dba) Ruang pasien 1 45 Saat tidak tidur 40 Saat tidur 2 Ruang operasi umum 45 3 Anastesi, pemulihan 45 4 Endoskopi, laboraturium 65 5 Sinar X 40 6 Koridor 40 7 Tangga 45 8 Kantor atau lobby 45 9 R. alat atau gudang 45 10 Farmasi 45 11 Dapur 78 12 R. cuci 78 13 R. isolasi 40 14 R. poli gigi 80 Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 63

2.5.7. Persyaratan Fasilitas Rumah Sakit Perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan jumlah kamar mandi seperti pada tabel berikut: Tabel 5. Perbandingan Jumlah Tempat Tidur dengan Jumlah Toilet dan K.Mandi NO Jumlah Tempat Tidur Jumlah Toilet Jumlah Kamar Mandi 1 s/d 10 1 1 2 s/d 20 2 2 3 s/d 30 3 3 4 s/d 40 4 4 Setiap penambahan 10 tempat tidur harus ditambah 1 toilet dan 1 kamar mandi Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 Tabel 6. Perbandingan Jumlah Karyawan dengan Jumlah Toilet dan K.Mandi No Jumlah Karyawan Jumlah Toilet Jumlah Kamar Mandi 1 s/d 20 1 1 2 s/d 40 2 2 3 s/d 60 3 3 4 s/d 80 4 4 5 s/d 100 5 5 Setiap penambahan 20 karyawan harus ditambah 1 toilet dan 1 kamar mandi Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 Persyaratan menurut Pedoman Teknis Rumah Sakit Kelas B, diantaranya: 1. Toilet umum A. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar oleh pengguna. B. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna ( 36 ~ 38 cm). C. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Lantai tidak boleh menggenangkan air buangan. D. Pintu harus mudah dibuka dan ditutup dan kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat. 2. Toilet untuk aksesibilitas A. Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan tampilan rambu atau simbol "penyandang cacat" pada bagian luarnya. B. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 64

C. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna kursi roda sekitar (45 ~ 50 cm). D. Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda. E. Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapanperlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan keterbatasan fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda. F. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Lantai tidak boleh menggenangkan air buangan. G. Pintu harus mudah dibuka dan ditutup untuk memudahkan pengguna kursi roda. H. Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat. I. Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol bunyi darurat (emergency sound button) bila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Tinggi Perletakkan Kloset Perletakkan urinoir Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 65

Gambar 49. Ruang Gerak Toilet Disabilitas Sumber: Keputusan Menteri Pekerjaan Umum, 1998 3. Koridor Zulfikar (2016) mengatakan lebar koridor ummnya minimal 1,50 m, yang harus juga disesuaikan dengan lau lintas yang ada. Untuk lorong sekaligus dapat menjadi tempat pasien yang terbaring, lebarnya minimal 2,25 m dengan tinggi langit-langit 2,40 m. Gambar 50. Lebar Koridor Rumah Sakit Sumber: Ernst Neufert, 2002 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 66

2.5.8. Sistem Hubungan (Transportasi) Rumah Sakit Sistem hubungan atau transportasi di dalam rumah sakit terbagi atas dua bagian, antara lain: 1. Sistem Hubungan Horizontal A. Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan RS meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman dan nyaman bagi orang yang berkebutuhan khusus, termasuk penyandang cacat. B. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas harus mempertimbangkan tersedianya hubungan horizontal antar ruang dalam bangunan RS, akses evakuasi, termasuk bagi orang yang berkebutuhan khusus, termasuk penyandang cacat. C. Kelengkapan prasarana disesuaikan dengan fungsi RS. 2. Sistem Hubungan Vertikal A. Jumlah, ukuran, dan konstruksi sarana hubungan vertikal harus berdasarkan fungsi bangunan RS, luas bangunan, dan jumlah pengguna ruang, serta keselamatan pengguna gedung. B. Setiap bangunan RS dengan ketinggian diatas lima lantai harus menyediakan sarana hubungan vertikal berupa lif. C. Bangunan RS umum yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi sosial dan budaya harus menyediakan fasilitas dan kelengkapan sarana hubungan vertikal bagi orang yang berkebutuhan khusus, termasuk penyandang cacat. - Ramp Persyaratan khusus: A) Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 7 0, perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan dan akhiran ramp (curb ramps atau landing). B) Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 7 0 ) tidak boleh lebih dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih panjang. C) Lebar minimum dari ramp adalah 120 cm dengan tepi pengaman. D) Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda dan stretcher, dengan ukuran minimum 160 cm. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 67

Gambar 51. Tipikal Ramp Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 Gambar 52. Bentuk-Bentuk Ramp Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 68

Gambar 53. Kemiringan Ramp Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 E) Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan. F) Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, dirancang untuk menghalangi roda dari kursi roda atau stretcher agar tidak terperosok atau ke luar dari jalur ramp. Gambar 54. Pintu di Ujung Ramp Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 G) Apabila berbatasan langsung dengan lalu lintas jalan umum atau persimpangan, harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 69

H) Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang membahayakan. I) Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai. - Tangga Persyaratan khusus: A) Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam. Tinggi masing-masing pijakan atau tanjakan adalah 15 17 cm. B) Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 60 0. C) Lebar tangga minimal 120 cm untuk membawa usungan dalam keadaan darurat, untuk mengevakuasi pasien dalam kasus terjadinya kebakaran atau ancaman bom. D) Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna tangga. E) Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail). Gambar 55. Tipikal Tangga Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 F) Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 cm ~ 80 cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu dan bagian Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 70

ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang. G) Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujungujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm. H) Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya. Gambar 56. Pegangan Rambat pada Tangga Sumber: Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B, 2010 - Lift (Elevator) Persyaratan khusus: A) Ukuran lift rumah sakit minimal 1,50 m x 2,30 m dan lebar pintunya tidak kurang dari 1,20 m untuk memungkinkan lewatnya tempat tidur dan stretcher bersama-sama dengan pengantarnya. B) Lif penumpang dan lift service dipisah bila dimungkinkan. C) Jumlah, kapasitas, dan spesifikasi lif sebagai sarana hubungan vertikal dalam bangunan gedung harus mampu melakukan pelayanan yang optimal untuk sirkulasi vertikal pada bangunan, sesuai dengan fungsi dan jumlah pengguna bangunan RS. D) Setiap bangunan RS yang menggunakan lif harus tersedia lif kebakaran yang dimulai dari lantai dasar bangunan (ground floor). E) Lif kebakaran dapat berupa lif khusus kebakaran atau lif penumpang biasa atau lif barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat dapat digunakan khusus oleh petugas kebakaran. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 71

Gambar 57. Lebar Lift Pasien Rumah Sakit Sumber: Ernst Neufert, 2002 2.5.9. Pengolahan Limbah Rumah Sakit Sugiharto dalam Risnawati (2015) menyebutkan air buangan jika tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan pengaruh tidak baik pada lingkungan maupun terhadap kehidupan, antara lain gangguan terhadap kesehatan, gangguan terhadap kehidupan biotik, gangguan terhadap keindahan dan gangguan terhadap kerusakan benda. 1. Pengertian Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas. A. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 72

B. Limbah air adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan. C. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gasyang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi dan pembuatan obat citotoksik. 2. Persyaratan Limbah A. Limbah Padat - Limbah Medis Padat 1) Minimalisasi limbah. 2) Pemilahan, pewadahan, pemanfatan kembali dan daur ulang. Tabel 7. Kategori Limbah Padat Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 3) Pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan limbah medis padat di lingkungan rumah sakit. 4) Pengumpulan, pengemasan dan pengangkutan ke luar rumah sakit. 5) Pengolahan dan pemusnahan. - Limbah Non Medis Padat 1) Pemilahan dan pewadahan. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 73

2) Pengumpulan, penyimpanan dan pengangkutan. 3) Pengolahan dan pemusnahan. B. Limbah Cair Kualitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau lingkungan harus memenuhi persyaratan baku efluen sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-58/MENLH/12/1995 atau peraturan daerah setempat. C. Limbah Gas Standar limbah gas (emisi) dari pengolahan pemusnah limbah medis padat dengan insinerator mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep- 13/MenLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak. 3. Teknologi Insenerasi Insenerasi limbah medis adalah proses pengolahan limbah organik (infeksius) yang terkandung dalam limbah medis dengan menggunakan pembakaran suhu tinggi, dalam suatu sistem yang terkontrol dan terisolir dari lingkungannya, agar sifat bahayanya hilang atau berkurang. Proses pengumpanan dan pembakaran pada incinerator, bisa didesain secara batch, intermitten atau continue, tergantung kebutuhan. Berikut ini penjabaran dari proses pengolahan limbah, yaitu: Gambar 58. Diagram Pengelolaan Limbah Medis dan Domestik Rumah Sakit Sumber: Pedoman Kriteria Teknologi Pengelolaan Limbah Medis Ramah Lingkungan, 2014 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 74

Insenerasi adalah proses pembakaran material (dalam hal ini limbah medis organik) menjadi gas yang bisa dibakar lebih lanjut dan menyisahkan residu yang tidak terbakar dan atau abu (ash). Gas hasil pembakaran akhir,sesudah mengalami proses penyaringan melalui alat pengontrol polusi udara, dan memenuhi baku mutu emisi udara, kemudian boleh dilepas ke atmosfer. Karena berpotensi menimbulkan bahaya, bila tidak dikelola dengan baik, kegiatan insenerasi semua jenis limbah B3 disyaratkan harus memiliki izin. Residu tidak terbakar dan atau abu berkategori limbah B3 yang terbentuk tersebut kemudian dipisahkan dari insenerator, dikumpulkan, dikemas secara khusus(menggunakan wadah dan atau kantong plastik khusus limbah B3) dan disimpan di TPS (harus memiliki izin penyimpanan) maksimal 90 hari kerja, selanjutnya, bila tidak mampu mengolah atau memanfaatkan lebih lanjut, maka abu insenerasi yang berkategori limbah B3 wajib diserahkan ke pihak lain berizin, yakni: pengangkut, pengumpul, pengolah, pemanfaat atau penimbun akhir (secured landfill). 40 Insenerasi memberi keuntungan tambahan mereduksi massa dan volume limbah B3 hingga tersisa hanya sekitar 15%. Ini secara substansial berarti akan jauh mengurangi biaya pengankutan dan ongkos pengelolaan limbah B3 lebih lanjut. Khusus untuk limbah B3 yang berasal dari rumah sakit, pemakaian insenerator bersuhu tinggi akan menghancurkan dan mengeliminasi bahaya infeksius dan patologi limbah medis. Proses insenerasi dengan suhu > 800 C juga mengeliminasi kandungan organik pada limbah (zat organik terbakar semua pada suhu > 550 C), berarti mengurangi keberatan masyarakat pada proses penimbunan akhir limbah B3 (landfill), jika limbah masih memiliki kandungan organik tinggi. Gambar 59. Diagram Blok Proses Insenerasi Sumber: Pedoman Kritera Teknologi Pengelolaan Limbah Medis Ramah Lingkungan, 2014 Proses pembakaran insenerasi bisa diilustrasikan dengan reaksi kimia sederhana sebagai berikut: Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 75

C + O2 CO2 + Energi 2H2 + O2 2H2O + Energi Adapun kegiatan insenerasi limbah medis rumah sakit dapat dibagi menjadi beberapa tahapan proses berikut: 1. Persiapan limbah medis yang akan diinsenerasi. 2. Pengumpanan atau pengisian limbah medis (waste feeding or charging system). 3. Pembakaran limbah medis (Ruang Bakar 1 dan 2). 4. Pengolahan gas hasil pembakaran akhir menggunakan IPPU (instalasi pengontrol polusi udara). 5. Penanganan dan pengelolaan abu insenerator yang juga berkategori limbah B3 Persyaratan teknis pengolahan limbah medis menggunakan insinerator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: A. Efisiensi pembakaran sekurang-kurangnya 99,95% (sembilan puluh sembilan koma sembilan puluh lima perseratus). B. Temperatur pada ruang bakar utama (primary chamber) sekurang-kurangnya 800 C (delapan ratus derajat celsius). C. Temperatur pada ruang bakar kedua (secondary chamber) sekurang-kurangnya 1050 C (seribu lima puluh derajat celsius) dengan waktu tinggal sekurangkurangnya 2 (dua) detik. D. Ketinggian cerobong minimal : 1. 20 m (dua puluh meter) atau 1,5 (satu setengah) kali bangunan tertinggi apabila terdapat bangunan yang memiliki ketinggian lebih dari 20 m (dua puluh meter) dalam radius 50 m (lima puluh meter) dari insinerator, untuk insinerator yang mengolah limbah B3 dari kegiatan sendiri; dan 2. 30 m (tiga puluh meter) atau 1,5 (satu setengah) kali bangunan tertinggi apabila terdapat bangunan yang memiliki ketinggian lebih dari 30 m (tiga puluh meter) dalam radius 50 m (lima puluh meter) dari insinerator, untuk insinerator yang mengolah limbah B3 sebagai jasa. E. Memiliki alat pengendali pencemaran udara berupa wet scrubber atau sejenis. F. Memenuhi baku mutu emisi. Pengolahan limbah sitotoksik secara termal wajib dilakukan pada temperatur sekurang-kurangnya 1200 C (seribu dua ratus derajat celsius). Satu unit insenerator rumah sakit sesungguhnya beroperasi sebagai suatu sistem, dimana setiap tahapan proses insenerasi saling berkaitan. Sebagai contoh, prosedur pengumpanan atau pengisian limbah B3 yang berbeda yang Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 76

dilakukan operator tertentu,bisa berpengaruh pada prestasi pembakaran limbah B3 pada ruang bakar, serta pada jumlah dan karakter abu yang dihasilkan. Pengoperasian insenerator dengan baik dan benar sesuai standard operation procedure (SOP) masing-masing prosedur insenerator tentu harus menjadi perhatian, karena sebagai suatu sistem, prinsip pengoperasian dan korelasinya terhadap komponen subsistem penting untuk dipahami agar diperoleh hasil insenerasi yang optimal. Secara garis besar, proses insenerasi dan sub-sistem yang menjadi komponen-komponen utamanya disajikan dalam diagram blok sederhana berikut: Gambar 60. Proses Insenerasi dan Komponen Sub-sistemnya Sumber: Pedoman Kriteria Teknologi Pengelolaan Limbah Medis Ramah Lingkungan, 2014 Tujuan utama insenerasi limbah medis adalah untuk menghancurkan infeksius dan patologi pada limbah medis sesegera mungkin penyimpanan limbah infeksius maksimum 24 jam (pada musim kemarau, untuk musim hujan hingga 48 jam), agar tidak menyebar dan membahayakan lingkungan sekitar. Tereduksinya massa atau volume limbah medis yang berkategori limbah B3 tersisa hingga sekitar 15% tentu memberi manfaat yang juga tidak kalah menarik, karena memudahkan pengangkutan dan mengurangi biaya penimbunan akhir (secure landfill). Berbagai limbah infeksius (organik) tersebut pada dasarnya bisa dihancurkan menggunakan insenerator yang memiliki dua ruang bakar secara series bersuhu pembakaran tinggi. Namun, selain suhu tinggi, faktor lamanya waktu tinggal pada saat pembakaran juga tidak kalah penting. Jadi, meskipun suatu alat insenerator dipastikan memiliki spesifikasi suhu pembakaran tinggi, misal: ruang bakar 1bersuhu > 800 C dan ruang bakar 2 bersuhu > 1000 C. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 77

2.6. Tinjauan Tema 2.6.1. Arsitektur Hijau (Green Architecture) Sudarwani (2012) mengatakan dalam dunia arsitektur muncul fenomena sick building syndrome yaitu permasalahan kesehatan dan ketidak nyamanan karena kualitas udara dan polusi udara dalam bangunan yang ditempati yang mempengaruhi produktivitas penghuni, adanya ventilasi udara yang buruk dan pencahayaan alami kurang. Untuk itu muncul adanya konsep green architecture yaitu pendekatan perencanaan arsitektur yang berusaha meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan. Asikin dalam Ishak dan Sutrisno (2014) menjelaskan bahwa arsitektur hijau merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mewujudkan arsitektur yang ekologis atau ramah lingkungan demi mencapai keseimbangan didalam sistem interaksi manusia dengan lingkungan berusaha untuk meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan. Sudarwani (2012) menyebutkan beberapa penerapan green architecture, antara lain: 1. Memiliki Konsep High Perfomance Building & Earth Friendly Dapat dilihat dari dinding bangunan, terdapat kaca di beberapa bagiannya. Fungsinya adalah untuk menghemat penggunaan elektrisiti untuk bangunan terutama dari segi pencahayaan dari lampu. Menggunakan energi alam seperti angin, sebagai penyejuk lingkungan. Bahan-bahan bangunan yang digunakan cenderung ramah pada lingkungan seperti keramik dengan motif kasar pada lantai untuk mengurangi pantulan panas yang dihasilkan dari dinding yang berkaca. Kolam air disekitar bangunan berfungsi selain dapat memantulkan sinar lampu, juga dapat mereduksi panas matahari sehingga udara tampak sejuk dan lembab. 2. Memiliki Konsep Sustainable Pembangunannya sangat di konsepkan, menelaah lahan lingkungan wilayah yang sangat terbatas, dengan konsep alamiah dan natural, dipadukan dengan konsep teknologi tinggi, bangunan ini memungkinkan terus bertahan dalam jangka panjang karena tidak merusak lingkungan sekitar yang ada. 3. Memiliki Konsep Future Healthly Dapat dilihat dari beberapa tanaman rindang yang mengelilingi bangunan, membuat iklim udara yang sejuk dan sehat bagi kehidupan sekitar, lingkungan Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 78

tampak tenang, karena beberapa vegetasi dapat digunakan sebagai penahan kebisingan. Dinding bangunan curtain wall dilapisi alumunium dapat berguna untuk UV protector untuk bangunan itu sendiri. Tentunya ini semua dapat memberi efek positif untuk kehidupan. Pada bagian atap gedung, terdapat tangga untuk para pengguna yang akan menuju lantai atas. Ini dapat meminimalisasi penggunaan listrik untuk lift atau eskalator. Tentu lebih menyehatkan, selain sejuk pada atap bangunan terdapat rumput yang digunakan sebagai green roof, pengguna juga mendapatkan sinar matahari. 4. Memiliki Konsep Climate Supportly Dengan konsep penghijauan, sangat cocok untuk iklim yang masih tergolong tropis (khatulistiwa). Pada saat penghujan, dapat sebagai resapan air, dan pada saat kemarau, dapat sebagai penyejuk udara. 5. Memiliki Konsep Esthetic Usefully Penggunaan green roof pada kampus ini, selain untuk keindahan dan agar terlihat menyatu dengan alam, juga dapat digunakan sebagai water catcher sebagi proses pendingin ruangan alami karena sinar matahari tidak diserap beton secara langsung. Ini juga menurunkan suhu panas di siang hari dan sejuk di malam hari untuk lingkungan sekitarnya. Desainnya yang melengkung digunakan agar penyerapan matahari oleh kulit bangunan dapat di minimalisasikan. 2.6.2. Arsitektur Berkelanjutan (Green Architecture) Sudarwani (2012) Sustainable Architecture atau dalam bahasa Indonesianya adalah Arsitektur Berkelanjutan adalah sebuah konsep terapan dalam bidang arsitektur untuk mendukung konsep berkelanjutan, yaitu konsep mempertahankan sumber daya alam agar bertahan lebih lama, yang dikaitkan dengan umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan ekologis manusia, seperti sistem iklim planet, sistem pertanian, industri, kehutanan, dan tentu saja arsitektur. 2.6.3. Green Building Sudarwani (2012) mengatakan Green Building adalah konsep untuk bangunan berkelanjutan dan mempunyai syarat tertentu, yaitu lokasi, sistem perencanaan dan Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 79

perancangan, renovasi dan pengoperasian, yang menganut prinsip hemat energi serta harus berdampak positif bagi lingkungan, ekonomi dan sosial. 1. Efisiensi Energi Bangunan hijau sering termasuk langkah-langkah untuk mengurangi konsumsi energienergi yang terkandung baik diperlukan untuk mengekstrak, proses, transportasi dan menginstal bahan bangunan dan energi operasi untuk menyediakan layanan seperti pemanasan dan listrik untuk peralatan. 2. Efisiensi Air Perlindungan dan konservasi air sepanjang kehidupan bangunan dapat dicapai dengan merancang untuk pipa ganda yang mendaur ulang air di toilet disiram. Limbah-air dapat diminimalkan dengan memanfaatkan perlengkapan konservasi air seperti ultra-rendah toilet flush dan aliran rendah kepala pancuran. 3. Efisiensi Bahan atau Material Bahan Bangunan biasanya dianggap sebagai 'hijau' termasuk kayu dari hutan yang telah disertifikasi dengan standar hutan pihak ketiga, bahan tanaman cepat terbarukan seperti bambu dan jerami, batu dimensi, batu daur ulang, logam daur ulang, dan produk lainnya yang non- beracun, dapat digunakan kembali, terbarukan dan atau didaur ulang. 4. Peningkatan Mutu Lingkungan Kualitas lingkungan diwujudkan dalam kategori untuk memberikan kenyamanan, kesejahteraan, dan produktivitas penghuninya, kualitas udara dalam ruangan, kualitas termal, dan pencahayaan kualitas. Bangunan bergantung pada sistem ventilasi yang dirancang dengan baik (passively or naturally atau mekanis bertenaga) untuk menyediakan ventilasi yang memadai udara bersih dari luar rumah atau diresirkulasi, udara disaring serta operasi terisolasi (dapur, pembersih kering, dll) dari hunian lain. Selama proses desain dan konstruksi memilih bahan bangunan dan produk selesai interior dengan emisi nol atau rendah akan meningkatkan kualitas udara. Interaksi antara semua komponen indoor dan penghuni bersama-sama membentuk prosesproses yang menentukan kualitas udara dalam ruangan. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 80

5. Operasi dan Optimasi Pemeliharaan Keberkelanjutan Bangunan dapat dioperasikan secara bertanggung jawab dan dipelihara dengan baik. Jika tahap operasi dan pemeliharaan merupakan bagian dari perencanaan proyek dan proses pembangunan akan membantu mempertahankan kriteria hijau yang dirancang pada awal proyek. Setiap aspek dari bangunan hijau adalah diintegrasikan ke dalam fase Operating dan Maintenance. Meskipun tujuan pengurangan limbah dapat diterapkan selama fase desain, konstruksi dan pembongkaran tetapi siklus hidup bangunan itu adalah dalam fase O & M dengan cara seperti daur ulang dan peningkatan kualitas udara berlangsung. 6. Pengurangan Sampah Arsitektur hijau juga berusaha untuk mengurangi pemborosan energi, air dan bahan yang digunakan selama konstruksi. Selama fase konstruksi, satu tujuan harus untuk mengurangi jumlah bahan pergi ke tempat pembuangan sampah. Bangunan yang dirancang dengan baik juga membantu mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan oleh penghuni juga, dengan menyediakan di tempat sampah solusi seperti kompos untuk mengurangi masalah akan ke tempat pembuangan sampah. 7. Optimasi Biaya dan Manfaat Masalah Studi telah menunjukkan selama masa hidup rentabilitas investasi green building, mencapai sewa secara signifikan lebih tinggi, harga jual dan tingkat hunian serta tingkat kapitalisasi yang lebih rendah berpotensi mencerminkan risiko investasi yang lebih rendah. 8. Peraturan Dan Operasi Adanya Kode dan Peraturan tentang Standar Bangunan Hijau atau Green Building yang membantu menentukan tingkat konsumen struktur dari kinerja lingkungan, membangun fitur opsional yang mendukung desain hijau dalam kategori seperti lokasi dan pemeliharaan bangunan, konservasi air, energi, dan bahan bangunan, dan kenyamanan penghuni dan kesehatan, serta menetapkan persyaratan minimum untuk elemen bangunan hijau seperti bahan atau pemanasan dan pendinginan. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 81

2.6.4. Green Hospital Risnawati dkk (2015) mengatakan green hospital merupakan sebuah konsep rumah sakit yang didesain dengan memberdayakan potensi alam sebagai sumber daya utama sehingga ramah terhadap lingkungan dan lebih menghemat pengeluaran energi. Tujuh elemen yang harus diperhatikan pada rumah sakit yang ramah lingkungan, yaitu energy efficiency, green building design, alternative energy generation, transportation, food, waste, dan water. Adisasmito dalam Risnawati dkk (2015) menekankan beberapa manfaat yang diperoleh jika rumah sakit menerapkan sistem manajemen lingkungan adalah perlindungan tehadap lingkungan, pengurangan atau penghematan biaya, dan peningkatkan citra rumah sakit. Risnawati dkk (2015) juga mengatakan pengelolaan lingkungan yang baik sangat erat kaitannya dengan PROPER (program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup) yang merupakan salah satu upaya Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui instrumen informasi. PROPER berupa kegiatan pengawasan dan pemberian insentif atau disinsentif kepada penanggung jawab usaha yang bertujuan mendorong perusahaan untuk taat terhadap peraturan lingkungan hidup dan mencapai keunggulan lingkungan (environmental excellence) melalui integrasi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam proses produksi dan jasa, penerapan sistem manajemen lingkungan, pengelolaan limbah, efisiensi energi, konservasi sumberdaya dan pelaksanaan bisnis yang beretika serta bertanggungjawab terhadap masyarakat melalui program pengembangan masyarakat. 2.7. Konsep Perancangan: Arsitektur Modern Berikut ini penjabaran mengenai konsep rancangan rumah sakit pendidikan yang akan direncanakan dan dirancang, yaitu: 2.7.1. Pengertian Arsitektur Modern Bruner dan Latifah (2013) mengatakan definisi dari Arsitektur Modern itu sendiri merupakan International Style yang menganut Form Follows Function. Bentukan platonic solid yang serba kotak, tak berdekorasi, pengulangan yang monoton, merupakan ciri Arsitektur Modern. Suasana degradatif ditampilkan oleh adanya Arsitektur Modern yang telah tidak mampu membedakan dirinya dari sebarang bangunan (arsitektur itu lebih dari sekedar bangunan), gubahan olah seni atau olah nalar atau keduanya tidak jelas karena prosesnya Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 82

telah sedemikian mekanistik dan terformulasi keinginan untuk mendongkrak kembali degradasi ini. 2.7.2. Ciri-Ciri Arsitektur Modern Bruner dan Latifah (2013) mengungkapan tentang ciri-ciri Arsitektur Modern, yaitu suatu gaya yang dapat menembus budaya dan geografis, berupa khayalan dan idealis, bentuk mengikuti fungsi sehingga cenderung monoton, mempunyai paham less is more dan tidak banyak ornamen karena penggunaan ornamen dianggap kejahatan desain. 2.7.3. Karakteristik Arsitektur Modern Karakteristik Arsitektur Modern menurut Bruner dan Latifah (2013), antara lain: 1. Bahan dan Material yang Fungsional Penggunaan material dan bahan pada bangunan Arsitektur Modern tidak terlepas dari unsur fungsional, dimana bahan dan material yang digunakan harus mendukung fungsi bangunan secara keseluruhan. 2. Estetika Mesin Seperti halnya mesin yang semua komponennya fungsional, bangunan Arsitektur Modern dirancang dengan menerapkan konsep tersebut, sehingga tidak terdapat satu bagian pun dari bangunan yang tidak memiliki fungsi. 3. Anti Ornamen Bangunan Arsitektur Modern, menganggap ornamen yang ada pada bangunan tidak memiliki fungsi baik secara struktur maupun non struktur, sehingga ornamen dihilangkan dan dianggap suatu kejahatan dalam desain. 4. Penekanan Elemen Vertikal dan Horizontal Masih berhubungan dengan penggunaan ornamen yang diangggap sebagai suatu kejahatan, maka bangunan-bangunan dengan langgam Arsitektur Modern menggunakan penekanan elemen vertikal dan horizontal pada bangunannya sebagai pengganti ornamen, guna menambah estetika dan keindahan bangunan. 5. Bentuk Simple Bentuk yang cenderung kubistis dan simple merupakan salah satu karakteristik Arsitektur Modern. Hal ini diambil dari pemikiran filsuf Yunani, Plato mengatakan bahwa sesuatu yang indah itu adalah hal-hal yang simple. 6. Ekspresi terhadap Struktur Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 83

Struktur sebagai elemen arsitektur yang memberikan bentuk kepada tampak bangunan, sehingga menciptakan ruang pada kulit bangunan. Hal ini lebih dikenal dengan istilah Skin and Bone. Skin and bone merupakan salah satu ide desain dari langgam Arsitektur Modern yang mengedepankan kepolosan dan kesederhanaan dalam olah bentuk bangunan dengan cara menonjolkan struktur bangunan. 7. Bentuk Mengikuti Fungsi Bangunan Arsitektur Modern menganut paham form follow function dimana bentuk yang dihasilkan mengikuti fungsi dari bangunan. 2.7.4. Arsitektur Modern di Iklim Tropis Berikut ini krakteristik Arsitektur Modern di iklim tropis, antara lain: 1. Kemiringan Atap Kemiringan pada atap dengan sudut yang relatif tinggi (30 0 ) digunakan untuk mengantisipasi curah hujan yang tinggi pada daerah Tropis Basah. 2. Penggunaan Dinding Porous Penggunaan dinding porous pada bangunan diperuntukkan agar dinding dapat menyerap uap air di dalam ruangan dan meningkatkan kenyamanan. Dinding dikeringkan oleh aliran udara yang melewati celah-celah dinding, sehingga dapat mendinginkan permukaan bangunan. 3. Penggunaan Dua Jenis Jendela Umumnya, bangunan yang terletak di kawasan Tropis Basah menggunakan dua jenis jendela, yaitu jendela temporal dan jendela tetap. Jendela temporal umumnya digunakan pada siang hari. 4. Penggunaan Sun Shading Radiasi sinar matahari langsung diatasi dengan pemakaian sun shading. Agar panas tidak terakumulasi digunakan bahan yang kapasitas panasnya kecil. 5. Peninggian Elevasi Lantai Pada kondisi Iklim Tropis Basah umumnya memiliki udara yang lembab, tanah lembab, dan radiasi panas dari tanah yang membuat udara jenuh. Keadaan ini ditanggulangi dengan mengangkat lantai bangunan, sehingga udara lembab tidak langsung masuk ke bukaan-bukaan pada bangunan. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 84

2.8. Studi Banding (Indonesia) Berikut ini studi banding yang sejenis tentang rumah sakit pendidikan, satu studi dalam negeri (Indonesia) dan satu sudi di luar Indonesia. Penjabarannya antara lain: 2.8.1. Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia Pada studi preseden (studi banding) rumah sakit pendidikan yang ada di Indonesia, mengambil studi rumah sakit pendidikan yang ada di Lampung. Berikut ini data dan analisanya. Nama Proyek Principal Architect Project Architect Team Architect Architecture Firm Owner Lokasi Luas Lahan Luas Bangunan : Rumah Sakit Pendidikan Unggul Karsa Medika, Bandung, Indonesia : Ir. Adi Utomo Hatmoko, M.Arch : Mario Andreti, ST : Iqbal Khaqiqi, ST, Mukti, Heru Triyanto, Latifah : PT. Global Rancang Selaras : Yayasan Maranatha, Bandung : Taman Kopo Indah III, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Indonesia : 30.000 m2 : 24.122 m2 Desain : 2011 Gambar 61. Perspektif Eksterior Rumah Sakit Pendidikan Unggul Karsa Medika Sumber: http://www.marioormarjo.com/2014/04/rumah-sakit-pendidikan-universitas.html, 2017 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 85

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha merupakan salah satu fakultas kedokteran swasta tertua di Indonesia yang berdiri sejak 1965. Pembangunan RS Pendidikan Unggul Karsa Medika ditujukan untuk memfasilitasi kegiatan belajar Fakultas Kedokteran Universitas Maranatha. Lokasi Pengembangan RS Pendidikan berada di kawasan Real estate Taman Kopo Indah III. Area pengembangan Rumah Sakit ini memiliki luas sekitar 50.000 m2. Luas site yang dipakai dalam Tahap awal pengembangan Rumah Sakit Pendidikan Unggul Karsa Medika adalah 30.000 m2, di tahap berikutnya akan dikembangkan unit unit bangunan Riset dan Asrama, memanfaatkan bagian lahan berikutnya yaitu 20.000 m2. Dengan diarahkannya Rumah Sakit Pendidikan Unggul Karsa Medika sebagai rumah sakit rujukan sekaligus rumah sakit riset dengan kapasitas 200 TT, maka diharapkan memiliki fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik sekurang-kurangnya empat spesialistik dasar lengkap, yaitu penyakit dalam, bedah, kebidanan dan penyakit kandungan serta kesehatan anak, ditambah dengan penunjang medik serta non-medik. Layanan tersebut dikelompokkan dalam tata fungsi layanan umum. Gambar 62. Analisa Tata Fungsi Bangunan Sumber: Analisa, 2017 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 86

Gambar 63. Perencanaan Zonasi Kawasan Sumber: http://www.marioormarjo.com/2014/04/rumah-sakit-pendidikan-universitas.html, 2017 Zonasi yang direncanakan sebagai berikut: 1. Zona Medik Zona ini merupakan area yang berfungsi sebagai layanan medik, bagi pasien. Terdiri dari unit layanan medik, seperti IGD, Radiologi, IRJA, IRNA, OK, ICU, VK, perinatologi dan unit layanan pendukung antara lain farmasi dan rekam medik.. 2. Zona Akademik Zona ini merupakan area yang berfungsi untuk kegiatan akademik dari mahasiswa dan dosen dalam proses pembelajaran dan bimbingan praktek Koas. Zona akademik memiliki akses langsung menuju zona medik, karena fungsinya yang erat sebagai kesatuan Rumah Sakit Pendidikan. 3. Zona Servis Zona ini merupakan area yang berfungsi sebagai penunjang fungsi layanan medik Rumah Sakit. Beberapa fungsi penunjang tersebut antara lain dapur gizi, laundry, kantor, power house, dan IPAL. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 87

Gambar 64. Siteplan Rumah Sakit Pendidikan Unggul Karsa Medika Sumber: Analisa, 2017 Pada rumah sakit pendidikan tersebut memiliki tiga jalur masuk berbeda, yaitu jalur umum untuk pasien atau masyarakat, jalur ke IGD dan jalur service. Bangunan ini terdiri dari 8 gedung dengan ketinggian 3 dan 4 lantai. Rumah sakit ini memiliki kapasitas 182 bed rawat inap, 4 ruang operasi, 5 bed ICU, 8 bed HCU, 10 bed NICU, 4 Bed PICU, 9 bed VK, dengan dilengkapi juga fasilitas radiologi seperti CT-scan, x-ray, MRI, fluoroscopy, mammography, dan USG. Sementara untuk fasilitas poliklinik disediakan 40 klinik di lantai dasar. Selain itu fungsi rumah sakit ini sebagai rumah sakit pendidikan, maka disetiap instalasi disediakan ruang-ruang untuk diskusi koas mahasiswa kedokteran, dan area belakang terdapat 3 gedung yang difungsikan sebagai ruang riset dan belajar mengajar bagi mahasiswa fakultas kedokteran. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 88

Gambar 65. Denah Lantai 1 Rumah Sakit Pendidikan Unggul Karsa Medika Sumber: Analisa, 2017 Gambar 66. Denah Lantai 2 Rumah Sakit Pendidikan Unggul Karsa Medika Sumber: Analisa, 2017 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 89

Gambar 67. Denah Lantai 3 Rumah Sakit Pendidikan Unggul Karsa Medika Sumber: Analisa, 2017 Gambar 68. Denah Lantai 4 Rumah Sakit Pendidikan Unggul Karsa Medika Sumber: Analisa, 2017 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 90

Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Gambar 69. Hubungan Ruang Tiap Lantai Rumah Sakit Pendidikan Unggul Karsa Medika Sumber: Analisa, 2017 Pada bagian fasad direncanakan memiliki tampilan dengan bentukan geometris yang tegas, penggunaan material yang mudah maintenancenya serta memaksimalkan segala potensi pencahayaan dan penghawaan alami ke ruang dalam. Seperti halnya pada area poliklinik, ruang tunggu diletakkan di sisi tepi luar bangunan diharapkan selain memberi view yang baik ke taman bagi para pasien yang menunggu, juga menjadi peluang masuknya cahaya dan penghawaan alami ke ruang tunggu, sehingga tidak diperlukan penggunaan AC di area tersebut. Dimensi bangunan yang tidak terlalu lebar juga ditujukan agar memudahkan masuknya cahaya dan penghawaan alami ke ruang-ruang dalam, sehingga akan berdampak positif dalam penghematan pemanfaatan energy listrik baik untuk AC dan juga penerangan. 2.8.2. Rumah Sakit Pendidikan di Luar Indonesia Rumah Sakit Arizona Phoenix Anak, dirancang dan direnovasi oleh HKS Arsitek, merupakan fasilitas tower 11 lantai. Bangunan ini merupakan bagian dari kampus yang lebih besar dan bagian dari masyarakat Phoenix, yang merupakan faktor dalam menentukan Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 91

estetika arsitektur baru. Tim desain ditantang untuk meningkatkan kampus, meningkatkan pada perencanaan yang ada dan fleksibilitas dan tetap setia kepada visi fasilitas untuk menyediakan perawatan anak-anak dalam suasana yang nyaman. Gambar 70. Perspektif Eksterior Phoenix Children's Hospital Sumber: www.archdaily.com, 2017 Dari eksterior, fasilitas bersinar di malam hari harus dilihat dari masyarakat. Komponen utama dari fasilitas ini adalah akses visual yang diberikannya ke luar dengan pemandangan yang tersedia dari kamar pasien dan ruang publik termasuk lift, ruang bermain dan kafe, ruang tunggu dan koridor. Gambar 71. Interior Phoenix Children's Hospital Sumber: www.archdaily.com, 2017 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 92

Misi fasilitas ini dikhususkan untuk memberikan perawatan dan kenyamanan untuk seluruh keluarga dan tidak hanya pasien. Oleh karena itu, HKS Arsitek merawat untuk menyediakan lingkungan nyaman dengan lansekap subur, berwarna cerah dan patung lucu dan kehidupan tanaman asli. Pencahayaan juga digunakan untuk menenangkan ruang utama seperti ruang tunggu dan koridor. Gambar 72. Aksonometri Bangunan Phoenix Children's Hospital Sumber: www.archdaily.com, 2017 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 93

Gambar 73. Siteplan Phoenix Children's Hospital Sumber: www.archdaily.com, 2017 Gambar 74. Lantai Bassement Phoenix Children's Hospital Sumber: www.archdaily.com, 2017 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 94

Gambar 75. Denah Lantai 1 Phoenix Children's Hospital Sumber: www.archdaily.com, 2017 Gambar 76. Denah Lantai 2 Phoenix Children's Hospital Sumber: www.archdaily.com, 2017 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 95

Gambar 77. Denah Lantai 3 Phoenix Children's Hospital Sumber: www.archdaily.com, 2017 Gambar 78. Denah Lantai 4 Phoenix Children's Hospital Sumber: www.archdaily.com, 2017 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 96

Gambar 79. Denah Lantai 5 Phoenix Children's Hospital Sumber: www.archdaily.com, 2017 Gambar 80. Denah Lantai 6 Phoenix Children's Hospital Sumber: www.archdaily.com, 2017 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 97

Gambar 81. Denah Lantai 7 Phoenix Children's Hospital Sumber: www.archdaily.com, 2017 Gambar 82. Denah Lantai 8 Phoenix Children's Hospital Sumber: www.archdaily.com, 2017 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 98

Gambar 83. Denah Lantai 9 Phoenix Children's Hospital Sumber: www.archdaily.com, 2017 Basement Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Lantai 5 hingga lantai 9 terdiri dari ruang rawat inap Gambar 84. Hubungan Ruang Tiap Lantai Phoenix Children's Hospital Sumber: Analisis, 2017 Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 99