Uji Efektivitas Biopestisida sebagai Pengendali Biologi terhadap Penyakit Antraknos pada Cabai Merah

dokumen-dokumen yang mirip
Mikroba Antagonis untuk Pengendalian Penyakit Antraknos pada Cabai Merah

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

Pengaruh Jarak Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola untuk Bibit

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang cukup banyak

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

SKRIPSI OLEH : DESMAN KARIAMAN TUMANGGER Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGENDALIAN KIMIA DAN KETAHANAN Colletotrichum spp. TERHADAP FUNGISIDA SIMOKSANIL PADA CABAI MERAH

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Perbanyakan Propagul Agens Antagonis Perbanyakan Massal Bahan Pembawa Biopestisida

Teknologi Pengendalian Penyakit Antraknos Pada Tanaman Cabai

EFEKTIVITAS AGENS ANTAGONIS TRICHODERMA SP PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH TERHADAP PENYAKIT LAYU TANAMAN TOMAT

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp) PADA VARIETAS/GALUR DAN HASIL SORGUM

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

LAPORAN HASIL PERCOBAAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

Uji Antagonis Gliocladium sp dalam... Syamsul Rizal...Sainmatika...Volume 14...No 2 Desember

II. MATERI DAN METODE

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Tomat Kultivar Intan dan Mutiara pada Berbagai Jenis Tanah

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH BERBAGAI MACAM BOBOT UMBI BIBIT BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) YANG BERASAL DARI GENERASI KE SATU TERHADAP PRODUKSI

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

No. 02 Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2010

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu)

AFFECTIVITY OF APPLICATION TIME OF FUNGI TRICHODERMA SPP IN CONTROLLING WITHERED DISEASE OF FUSARIUM OXYSPORUM TO RED CHILI PLANT IN A LARGE AREA.

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH TEPUNG DAUN CENGKEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT ORGANIK

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA

KEPARAHAN PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI (Capsicum annuum L) DAN BERBAGAI JENIS GULMA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

ANTAGONISME BAKTERI Pseudomonad fluorescens TERHADAP JAMUR PATOGEN Fusarium oxysporum f. sp. melonis DI RIZOSFER PERKECAMBAHAN MELON SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa)

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI

PENINGKATAN PRODUKSI CABAI MERAH (Capsicum annuum) MELALUI PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL DI KECAMATAN SUKAMANTRI, KABUPATEN CIAMIS, PROVINSI JAWA BARAT

PENGARUH PENYIMPANAN DAN FREKUENSI INOKULASI SUSPENSI KONIDIA Peronosclerospora philippinensis TERHADAP INFEKSI PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

Seleksi Bakteri Antagonis Asal Rizosfer Tanaman Cabai (Capsicum sp) untuk Menekan Penyakit Layu Fusarium secara in vitro

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

I. PENDAHULUAN. Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak. dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena memiliki harga jual yang

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI MEDIUM PERBANYAKAN Trichoderma harzianum DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN CABAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan Phytium sp. secara In Vitro

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Rajabasa dari bulan Januari 2011 sampai dengan Juni Permata yang diproduksi PT East West Seed Indonesia, gula aren, dedak

PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Smith.) sudah tidak asing lagi bagi. penting dalam pemenuhan gizi masyarakat. Dalam buah tomat banyak

ALAT POLINASI DAN AKTIVITAS TERHADAP PRODUKSI BENIH BAWANG DAUN (Alium fistolosum) U. SUMPENA

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

BAHAN METODE PENELITIAN

PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS CABAI MERAH PADA LAHAN KERING DATARAN TINGGI JAWA BARAT

Transkripsi:

O.S. Gunawan: Uji efektivitas biopestisida sbg. pengendali biologi penyakit antraknos... J. Hort. 15(4):297-302, 2005 Uji Efektivitas Biopestisida sebagai Pengendali Biologi terhadap Penyakit Antraknos pada Cabai Merah Gunawan, O. S. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Parahu 517 Lembang, Bandung 40391 Naskah diterima tanggal 11 Juli 2005 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 14 September 2005 ABSTRAK. Tujuan penelitian adalah untuk menguji efektivitas PfM BO 001 50 WP biopestisida dan BsBE 001 50 WP terhadap penyakit antraknos pada cabai merah. Penelitian dilakukan di rumahkaca Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang pada bulan September sampai Desember 2003, menggunakan benih cabai merah varietas Jetset. Inokulasi cendawan patogen Colletrotrichum gloeosporioides dilakukan pada 70 hari setelah tanam dengan (4-5)x10 6 konidia. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok yang terdiri dari 8 perlakuan dengan 4 ulangan. Jenis perlakuan yang diuji yaitu PfMBO 001 50 WP 0,7 g/l, PfMBO 001 50 WP 0,35 g/l, PfMBO 001 50 WP 0,175 g/l, BsBE 001 50 WP 0,7g/l, BsBE 001 50 WP 0,35 g/l, BsBE 001 50 WP 0,175 g/l, fungisida Bion 1/48 WP 2 g/l, dan kontrol. Interval waktu aplikasi 7 hari setelah muncul buah. Hasil percobaan menunjukkan bahwa formulasi biopestisida PfMBO 001 50 WP dan BsBE 001 50 WP masing-masing konsentrasi 0,7 g/l, mempunyai potensi yang baik menekan intensitas serangan penyakit antraknos sebesar 2,60% dan 2,76% yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan fungisida standar Bion 1/48 WP 2g/l sebesar 2,07% dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Katakunci: Capsicum annuum; Pseudomonas fluorescens PfMBO 001; Bacillus subtilis BsBE 001; Colletrotrichum gloeosporioides; Biopestisida; Efektivitas. ABSTRACT. Gunawan, O.S. 2005. Effectivity of biopesticides as biological control to anthracnose disease on red pepper. Objectives of the experiment was to determine the effect of various concentration formulation of Pseudomonas fluorescens PfM BO 001 50 WP and Bacillus subtilis BsBE 001 50 WP to anthracnose disease on red pepper. The experiment was conducted at the greenhouse of Indonesian Vegetable Research Institute Lembang from September to December 2003. Jetset variety of pepper was used. The experiment was arranged in a randomized block design, consisted of 8 treatments, i.e., PfMBO 001 50 WP (concentration: 0.7 g/l, 0.35 g/l, 0.175 g/l), BsBE 001 50 WP (concentration: 0.7g/l, 0.35 g/l, 0.175 g/l), fungicide Bion 1/48 WP 2 g/l, and control using water, with 4 replications. Results of this study showed that application of biopesticide formulation of PfMBO 001 50 WP and BsBE 001 50 WP 0.7 g/l, gave the best result to suppresed the intensity of anthracnose disease at 2.60% and 2.76% and was not significantly different with standard fungicide Bion 1/48 WP 2 g/l (2.07 %), and significantly different with the other treatments. Keywords: Capsicum annuum; Pseudomonas fluorescens PfMBO 001; Bacillus subtilis BsBE 001; Colletrotrichum gloeosporioides; Biopesticides; Effectivity. Salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produktivitas cabai adalah kehilangan hasil yang tinggi yang disebabkan oleh penyakit antraknos (Colletrotrichum spp.) yang menimbulkan kerugian mencapai 75% (Kusandriani dan Permadi 1996). Penyakit pada tanaman cabai merah sering disebabkan oleh C. gloeosporioides (Sherf dan Macnab 1986 dalam Suhardi 1989) dengan menunjukkan gejala bintik kecil yang berwarna kehitaman dan berlekuk serta dikelilingi warna kuning dan makin lama semakin membesar pada buah cabai. Kadang-kadang terdapat lingkaran kemerahan dan bagian tengahnya semakin hitam sehingga mengakibatkan buah layu, mengkerut, kering, dan busuk (Semangun 1996). Selain buahnya juga menyerang ranting yang mengakibatkan mati ujung. Sedangkan pada daun dimulai bercak yang tidak beraturan berwarna abu-abu gelap pada permukaan atas daun dan berwarna coklat gelap pada bagian bawahnya. Serangan pada biji menyebabkan biji gagal berkecambah (Suryaningsih dan Suhardi 1993) dapat menyerang buah cabai pada semua tingkat umur dan menimbulkan gejala dengan cepat (Suhardi 1989). Di Sumatera Barat, penyakit tersebut terjadi setiap musim, bahkan sejak tahun 1983 antraknos sudah berkembang dengan hebat di Kabupaten Demak pada tanaman cabai di luar musim dan menyebabkan terjadinya kerugian 5-65% (Suhardi 1989). Penyakit ini dapat terjadi kapan saja, terutama bila curah hujan yang tinggi (Duriat 1990). Pada umumnya penyakit antraknos dikendalikan dengan fungisida. Petani di Brebes dan Tegal sering menggunakan lebih dari 1 jenis 297

J. Hort. Vol. 15 No. 4, 2005 fungisida pada dosis yang sangat tinggi dengan interval waktu penyemprotan 2-3 kali sehari. Penggunaan pestisida yang kurang bijaksana telah menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan organisme bukan sasaran. Maka untuk mengatasi hal tersebut pemanfaatan mikroorganisme sebagai agens pengendali hayati dapat menjadi salah satu alternatif pengendalian yang tidak berdampak negatif. Di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Lembang telah dilakukan penelitian berbagai jenis mikroorganisme antagonis terhadap patogen yang disebabkan oleh bakteri maupun cendawan. Hasil penelitian laboratorium bakteri P. fluorescens dan B. subtilis mempunyai potensi sebagai pengendali penyakit antraknos pada cabai. Kedua jenis mikroorganisme ini telah dibuat dalam bentuk formulasi biopestisida dengan nama PfMBO 001 50 WP dan BsBE 001 50 WP (Gunawan dan Suryaningsih 2002). Aplikasi P. fluorescens sebagai agens antagonis menunjukkan hasil yang bagus dalam menekan pertumbuhan F. oxyporum pada tanaman gladiol (Djatnika 1998). Juga aplikasi P. fluorescens pada tanaman pear mampu menekan perkembangan P. siringae 100 kali lebih rendah dibandingkaan dengan kontrol sehingga mengurangi kerusakan frost ( Lindow et al. 1996). Hasil percobaan Loper (1988) menunjukkan bahwa P. fluorescens strain 3551 yang diisolasi dari rizosfir tanaman kapas mampu melindungi tanaman tersebut dari serangan Phytium ultimum dan meningkatkan daya kecambah biji kapas yang disemai pada tanah yang mengandung patogen. Geel dan Schippers (1983) menyatakan bahwa mekanisme antagonisme P. fluorescens dalam mengendalikan take all (Gaeumonomyces graminis var Tritici) pada tanaman gandum ialah secara antibiosis dan kompetisi hara terutama besi (Fe). Tujuan penelitian adalah untuk menguji efektivitas biopestisida PfMBO 001 50 WP dan BsBE 001 250 WP terhadap penyakit antraknos pada cabai merah. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di rumahkaca Balitsa Lembang pada bulan September sampai Desem- 298 ber 2003. Bahan penelitian menggunakan benih cabai merah varietas Jetset, formulasi biopestisida P. fluorescens PfMBO 001 50 WP dan B. subtilis BsBE 001 50 WP yang diproduksi di bagian proteksi Balitsa Lembang. Cendawan patogen C. gloeosporioides, berasal dari koleksi Balitsa. Media tumbuh yang digunakan yaitu PDA dan media tanah steril untuk tanaman. Percobaan dilaksanakan menggunakan rancangan acak kelompok yang terdiri dari 8 perlakuan dengan 4 ulangan. Setiap perlakuan terdiri dari 4 tanaman, sehingga keseluruhan percobaan berjumlah 8 x 4 x 4=128 pot percobaan. Delapan jenis perlakuan yang diuji yaitu 1. PfMBO 001 50 WP 0,7 g/l 2. PfMBO 001 50 WP 0,35 g/l 3. PfMBO 001 50 WP 0,175 g/l 4. BsBE 001 50 WP 0,7g/l 5. BsBE 001 50 WP 0,35 g/l 6. BsBE 001 50 WP 0,175 g/l 7. Fungisida Bion 1/48 WP 2 g/l 8. Kontrol (air). Indikator yang secara nyata dipengaruhi oleh perlakuan, dilakukan uji lebih lanjut dengan DMRT taraf 5%. Persemaian benih tanaman, persiapan media tanam, dan pertanaman Benih cabai merah varietas Jetset disemai dalam media tanah steril. Bibit cabai yang telah berkecambah dipindahkan dalam bumbunan daun pisang. Selanjutnya dipindahkan ke dalam campuran media tanah dan pupuk kandang (1:1) dalam polibag kapasitas 5 kg. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman tanaman setiap hari, penyiangan gulma, serta pengendalian hama dan penyakit lainnya selain antraknos. Pengendalian terhadap hama dengan menggunakan insektisida profenofos 500EC (2 cc/l air) dengan cara disemprotkan ke seluruh bagian tanaman dengan interval 1 minggu. Perbanyakan cendawan patogen C. gloeosporioides Colletotrichum gloeosporioides koleksi bagian proteksi tanaman Balitsa Lembang diperban-

O.S. Gunawan: Uji efektivitas biopestisida sbg. pengendali biologi penyakit antraknos... yak pada media PDA steril dalam cawan petri. Aplikasi biopestisida PfMBO 001 50 WP dan BsBE 001 50 WP 0,7g/l Kedua biopestisida yang diuji masing-masing kadar 0,7; 0,35; dan 0,175 g/l air, disemprotkan pada seluruh bagian tanaman. Penyemprotan dilakukan pada tanaman cabai berumur 70 hari setelah tanam (HST) dengan interval waktu 7 hari hingga panen akhir menggunakan alat semprotan hama dan penyakit. Inokulasi cendawan C. gloeosporioides Colletrotichum gloeosporioides diinokulasikan pada saat muncul buah pertama, yaitu pada umur ± 70 HST dengan populasi suspensi konidia (4-5)x10 6 /ml dengan penambahan Tween 80. Suspensi diaduk menggunakan magnetic stirrer. Inokulasi dilakukan pada setiap tanaman dengan cara pelukaan salah satu buah cabai sebagai sumber inokulum. Pelukaan dengan jarum, kemudian pada bagian yang terluka diteteskan suspensi cendawan C. gloeosporioides. Pengamatan 1. Persentase buah antraknos Pengamatan dilakukan pada setiap hari panen dan penghitungan dilakukan pada saat panen terakhir menggunakan rumus P = persentase jumlah buah a = jumlah buah yang b = jumlah a buah yang sehat P = x 100% b 2. Intensitas serangan penyakit antraknos Pengamatan terhadap intensitas serangan penyakit dilakukan pada setiap kali panen dan penghitungan dilakukan pada saat panen terakhir menggunakan rumus (n x v) I = Z x N x Z = skor serangan tertinggi Kategori serangan untuk tiap individu buah cabai didasarkan pada nilai skala (Kadu et al. 1978) sebagai berikut. 0 = tidak ada serangan 1 = 0 < x 20 % bagian buah yang 2 = 20< x 40 % bagian buah yang 3 = 40< x 60 % bagian buah yang 4 = 60< x 80 % bagian buah yang 5 = 80< x 100 % bagian buah yang HASIL DAN PEMBAHASAN Buah cabai yang penyakit antraknos Dari hasil analisis statistik dapat dilihat bahwa beberapa perlakuan memiliki kecenderungan untuk menghambat serangan penyakit antraknos dibandingkaan dengan perlakuan lainnya (Tabel 1). Tabel 1. Pengaruh perlakuan biopestisida terhadap serangan penyakit antraknos pada buah cabai setelah panen ( Effect of biopesticide treatment to anthracnose disease infestation on pepper fruits after harvest) Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan PfMBO 001 50 WP 0,7 g/l menunjukkan hasil yang paling baik dalam menghambat serangan penyakit antraknos, yaitu sebesar 10,39% dan I = intensitas serangan n = jumlah buah dari tiap kategori serangan yang sama v = skor tiap kategori serangan N = jumlah buah yang diamati 299

J. Hort. Vol. 15 No. 4, 2005 tidak berbeda nyata dengan perlakuan fungisida Bion 1/48 WP 2 g/l sebesar 8,57%. Dalam hal ini dapat terlihat bahwa penggunaan biopestisida tersebut masih efektif untuk menghambat serangan penyakit antraknos. Perlakuan BsBE 001 50 WP 0,7 g/l, juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan PfMBO 001 50 WP 0,7 g/l dan perlakuan fungisida Bion 1/48 WP 2 g/l, yaitu sebesar 12,11%. Hal ini menunjukkan bahwa kedua biopestisida tersebut mempunyai pengaruh yang sama dalam menghambat serangan penyakit antraknos. Pada Tabel 1 juga terlihat bahwa perlakuan PfMBO 001 50 WP 0,35 g/l, BsBE 001 50 WP 0,35 g/l dan perlakuan BsBE 001 50 WP 0,175 g/l menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dalam menghambat serangan penyakit antraknos, masing-masing sebesar 26,48, 25,09, dan 25,94%. Sementara itu perlakuan PfMBO 001 50 WP 0,175 g/l, tidak ada pengaruhnya terhadap antraknos dan hasilnya berbeda nyata dengan perlakuan kontrol masing-masing sebesar 33,52 dan 50,49%. Hal ini diduga bahwa konsentrasi perlakuan tersebut kandungan bakteri tidak cukup untuk melakukan penghambatan terhadap serangan penyakit antraknos. Tingkat persentase serangan penyakit antraknos ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Keadaan lingkungan yang optimum dapat mendukung perkembangan penyakit dan dapat meningkatkan jumlah buah yang sakit. Data pengamatan suhu dan kelembaban udara selama penelitian dari bulan Oktober s/d Desember adalah bervariasi (Lampiran 1 dan 2) dan menunjukkan bahwa keadaan lingkungan di rumahkaca selama penelitian ini berlangsung kurang optimum untuk perkembangan penyakit antraknos sehingga tidak menimbulkan serangan yang berat. Intensitas serangan penyakit antraknos Dari analisis statistik menunjukkan bahwa semua perlakuan fungisida dapat menekan intensitas serangan penyakit antraknos (Tabel 2). Perlakuan PfMBO 001 50 WP 0,7 g/l, BsBE 001 50 WP 0,7 g/l dan perlakuan fungisida Bion 1/48 WP 2 g/l memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dan paling baik dalam menekan intensitas serangan penyakit antraknos. Tabel 2. Pengaruh perlakuan biopestisida terhadap intensitas serangan penyakit antraknos pada buah cabai setelah panen ( Effect of biopesticide treatment to anthracnoce disease intensity of pepper fruits after harvest) Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan PfMBO 001 50 WP 0,7 g/l, BsBE 001 50 WP 0,7 g/l, dan fungisida Bion 1/48 WP 2 g/l dapat menurunkan intensitas serangan penyakit antraknos masing-masing sebesar 20,91, 20,75, dan 21,43% bila dibandingkan dengan kontrol. Pada perlakuan PfMBO 001 50 WP 0,7 g/l dan perlakuan BsBE 001 50 WP 0,7 g/l, diduga bahwa kandungan bakteri antagonis P. fluorescens dan B. subtilis cukup banyak untuk menghambat perkembangan cendawan C. gloeosporioides. Menurut Mulya (1997) jumlah populasi antagonis yang terdapat dalam media tumbuh sangat menentukan keefektifan bakteri tersebut dalam menekan patogen. Pada Tabel 2 juga terlihat bahwa perlakuan fungisida memiliki nilai persentase tertinggi dalam menekan intensitas penyakit antraknos. Hal ini menandakan bahwa perlakuan fungisida yang berbahan aktif mancozeb efektif dalam menekan intensitas penyakit antraknos. Menurut Semangun (1996), mancozeb merupakan fingisida organik kontak mengandung unsur mangan (Mn) dan seng (Zn) yang berperan sebagai agens pengkelat sehingga sintesis protein dan metabolisme di dalam sel cendawan terganggu. Perlakuan PfMBO 001 50 WP 0,35 g/l, PfMBO 001 50 WP 0,175 g/l, BsBE 001 50 WP 300

O.S. Gunawan: Uji efektivitas biopestisida sbg. pengendali biologi penyakit antraknos... 0,35 g/l, dan BsBE 001 50 WP 0,175 g/l menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dalam menekan intensitas serangan penyakit antraknos masing-masing sebesar 7,97, 11,34, 8,49, dan 10,89%. Perlakuan PfMBO 001 50 WP 0,35 g/l dan PfMBO 001 50 WP 0,175 g/l, mampu menekan serangan antraknos sebesar 15,55 dan 12,17% bila dibandingkan dengan kontrol. Sementara itu BsBE 001 50 WP 0,35 g/l, dan perlakuan BsBE 001 50 WP 0,175 g/l juga mampu menurunkan serangan antraknos sebesar 15,02 dan 12,61% dibandingkan dengan kontrol. Cook et al. ( 1983) menyatakan bahwa P. fluorescens dapat menekan perkembangan penyakit tanaman dengan cara berkompetisi terhadap unsur karbon (C), memproduksi antibiotik, dan merangsang akumulasi fitoaleksin sehingga tanaman menjadi lebih resisten serta mengkolonisasi akar dan menstimulasi pertumbuhan tanaman. Menurut Cook et al. (1983) selain antibiosis yang dihasilkan oleh P. fluorescens yang menghambat cendawan patogen, P. fluorescens juga menghasilkan siderofor, yaitu pyoverdin yang dapat mengkelat Fe menjadi bentuk senyawa yang kompleks sehingga mikroba patogen tidak dapat memaanfaatkan Fe untuk perkembangan, terutama dalam lingkungan dengan Fe yang terbatas. Bacillus subtilis juga mampu menekan patogen dengan menghasilkan zat antibiosis, subtilin, bacillin, subtenolin, dan bacillomycin, berkompetisi terhadap nutrisi atau dengan parasitisme langsung serta mengkolonisasi akar. Di mana antibiosis yang dihasilkan mampu mengendalikan busuk lunak pada bunga Chrysanthemum Tschen et al. (1991). KESIMPULAN 1. Formulasi biopestisida perlakuan PfMBO 001 50 WP dan BsBE 001 50 WP masingmasing konsentrasi 0,7 g/l mempunyai potensi untuk menekan intensitas serangan penyakit antraknos sebesar 2,60 dan 2,76% yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan fungisida Bion 1/48 WP 2 g/l sebesar 2,07%. 2. Perlakuan PfMBO 001 50 WP 0,35 g/l dan BsBE 001 50 WP 0,35 g/l, PfMBO 001 50 WP 0,175 g/l dan BsBE 001 50 WP 0,175 g/l menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dalam menekan intensitas serangan penyakit antraknos masing-masing sebesar 7,97; 8,49; 11,34; dan 10,89%. PUSTAKA 1. Cook, R.J. and K.F. Baker. 1983. The Nature & Practice of Biological Control of Plant Pathogens. American Phytopath. St. Paul. Minnessota. Hlm. 538. 2. Djatnika, I. 1998. Pengaruh Pseudomonas fluorescens Migula terhadap Patogenisititas Fusarium oxysporum Schlecht pada Tanaman Krisan. J. Hort. 8(1):1014-1020 3. Duriat, A.S. 1990. Efikasi Fungisida terhadap Penyakit Antraknosa pada Buah Cabai (Capsicum annuum L.) Bul. Penel. Hort. 19(2):112-1020 4. Gunwan O. Setiani dan E.Suryaningsih. 2002. Patogenitas dan teknik formulasi biopestisida Pseudomonas fluorescens dan Bacillus subtilis Pada tanaman bawang dan cabai. Laporan hasil penelitian Proyek APBN Balitsa Lembang. 15 hlm. 5. Geels, F.P. and B. Schippers. 1983. Selection of Antagonistic Fluorescent Pseudomonas spp. and their Root Colonization and Persistence Following Treatment of Seed Potatoes. Phytopath. Z. 108:207-214. 6. Kadu, I.K., B.B. More, and P.G. Utikan. 1978. Field Reaction of Chilli Gerplasm to Anthracnose. Indian Phytopathol. (31):378-379. 7. Kusandriani,Y. dan A.H. Permadi. 1996. Pemuliaan Tanaman Cabai. Dalam Monograf Teknologi Produksi Cabai Merah. Hlm... 8. Lindow, S.E.,G.Mc.Gourty and R.Elkins, 1996. Interaction of antibiotics with Pseudomonas fluorescens Strains A506 In Control of Fire Blight and Frost Injury To Pear. Phytopathol. 86:841-848. 9. Loper, J.E. 1988. Role of Fluorescens Siderophore in Biological Control of Phytium ultimum by a Pseudomonas fluorescens Strain. Phytophatol. 78(2):166-172. 10. Mulya, K. 1997. Penekanan Perkembangan Penyakit Layu Bakteri Tomat Oleh Pseudomonas fluorescens PfG32. J. Hort. 7(2):685-691. 11 Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 754 hlm. 12. Suhardi. 1989. Antraknos pada Taanaman Cabai (Capsicum annuum. L) Taksiran Kehilangan Hasil. Prosiding Kongres Nasional XIV dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Hlm. 300-303. 13. Suryaningsih, E. dan Suhardi 1993. Pengaruh Penggunaan Fungisida untuk mengendalikan Penyakit Antraknosa (C.capsici dan C. gloeosporioides) pada cabai. Bul. Penel. Hort. 25(1):37-43. 14. Tschen, J.S.M., Y.Y. Lee, W.S.Wu and S.D. Line. 1991. Effect of Antibiotic Antagonists on Control of Basal Stem 301

J. Hort. Vol. 15 No. 4, 2005 Rot of Chrysanthemum By Antagonists. Phytopathol. 126(4):313-322. 302