Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : Buku 1 ISSN (E) :

dokumen-dokumen yang mirip
Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

GERAKAN TANAH DI CANTILLEVER DAN JALUR JALAN CADAS PANGERAN, SUMEDANG Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman. Sari

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Seminar Nasional Ke III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor

Bencana Benc Longsor AY 11

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

DAFTAR ISI. SKRIPSI... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

DEFINISI. Thornbury, 1954 : Proses akibat gaya gravitasi secara langsung.

Pengenalan Gerakan Tanah

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

Studi Investigasi Longsor di Desa Kalikuning, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan ABSTRAK

Evaluasi Ringkas Geologi Waduk Penjalin

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Pasirmunjul, Kabupaten Purwakarta, masuk ke dalam zona

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

Jenis Bahaya Geologi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana geologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terutama Pulau Jawa. Karena Pulau Jawa merupakan bagian dari

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA ALAM GERAKAN TANAH BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR PENGONTROL DI WILAYAH KECAMATAN CILONGOK, KABUPATEN BANYUMAS, JAWA TENGAH

PEDOMAN PENATAAN RUANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG

TINJAUAN PUSTAKA. Longsor. Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

JIME, Vol. 3. No. 1 ISSN April 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

Transkripsi:

Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 INDIKASI POTENSI BAHAYA LONGSOR BERDASARKAN KLASIFIKASI LERENG DAN LITOLOGI PENYUSUN LERENG, DESA PANINGKABAN, KECAMATAN LUMBIR, KABUPATEN BANYUMAS, PROVINSI JAWA TENGAH Faiz Nafi 1), Dhany Rizky 1) 1). Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti nafifaiz.fn@gmail.com dhanyrizky32@yahoo.co.id Abstrak Berdasarkan data BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dari 2011-2015 kejadian bencana alam yang paling sering terjadi di Jawa Tengah adalah tanah longsor oleh karena itu dilakukannya penelitian ini guna memahami penyebab utama sering terjadinya tanah longsor di Jawa Tengah dengan daerah Banyumas sebagai studi kasus nya. Dipilihnya Desa Paningkaban sebagai daerah penelitian karena kondisinya yang didominasi oleh tebing tebing yang curam dan batuan yang mayoritas sudah mengalami pelapukan yang dapat memicu terjadinya longsor. Desa Paningkaban, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas yang merupakan daerah penelitian terletak pada koordinat 108 o 57 17.02 109 o 00 00 BT dan 07 o 24 03.24 07 o 27 18.2 LS. Secara geografis berbatasan dengan Kecamatan Lumbir di selatan dan Kecamatan Ajibarang di timur. Data yang digunakan diakusisi dari Laporan Geologi tahun 2015 berupa data litologi, stratigrafi, geomorfologi. Pengolahan data dilakukan dengan perhitungan kemiringan lereng menggunakan peta topografi skala 1:12.500, kemudian hasil perhitungan lereng dibagi berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1985), dan dihubungkan dengan litologi penyusun lereng serta tingkat pelapukan. Kesimpulan dari hasil analisis daerah penelitian diperoleh hasil berupa indikasi apa saja yang menunjukan bahwa daerah penelitian memilki potensi yang tinggi untuk terjadi longsor serta langkah yang dapat diambil guna mencegah terjadinya longsor. Kata Kunci: Desa Paningkaban, Kemiringan Lereng, Pelapukan, Longsor Pendahuluan A. Latar Belakang Penulis melakukan penelitian pada daerah Desa Paningkaban, secara administratif lokasi Desa Paningkaban terletak pada Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Secara astronomis Desa Paningkaban terletak pada koordinat 108 o 57 17.02 109 o 00 00 BT dan 07 o 24 03.24 07 o 27 18.2 LS. Secara geografis berbatasan dengan Kecamatan Lumbir di selatan dan Kecamatan Ajibarang di timur. Desa Paningkaban didominasi oleh tebing tebing yang curam dan batuan yang mayoritas sudah mengalami pelapukan yang dapat memicu terjadinya longsor. Guna meminimalisir dampak bencana penulis melakukan mitigasi bencana dalam bentuk penelitian sebagai penyuluhan informasi untuk warga Banyumas B. Rumusan Masalah Dari penelitian di Desa Paningkaban dapat ditarik beberapa rumusan masalah yaitu : 1. Apa saja faktor yang mengontrol terjadinya longsor di Desa Paningkaban? 2. Apa saja indikasi potensi longsor di Desa Paningkaban? 3. Apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya longsor di Desa Paningkaban? C. Tujuan Penelitian Dari penelitian yang telah dilakukan pada memiliki tujuan, sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui faktor yang mengontrol terjadinya longsor di Desa 79

Paningkaban 2. Untuk mengetahui indikasi potensi longsor di Desa Paningkaban 3. Untuk mengetahui hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya longsor di Desa Paningkaban D. Manfaat Penelitian Manfaat yang didapatkan dari penelitian yang telah dilakukan di Desa Paningkaban, sebagai berikut : 1. Sebagai referensi pembangunan pada daerah setempat 2. Agar warga daerah setempat dapat peka terhadap bencana yang terjadi di sekitar tempat tinggalnya 3. Sebagai referensi untuk para peneliti lain yang ingin melakukan penelitian di Desa Paningkaban 4. Sebagai meningkatkan penegtahuan pembaca tentang longsor yang terdapat di daerah penelitian Studi Pustaka A. Geologi Regional Gambar 1. Geologi Regional Lembar Majenang (Kastowo, 1975) Secara Geologi Regional daerah penelitian termasuk dalam lembaran Majenang. Dimana pada daerah penelitian terdapat Formasi Halang, Formasi Tapak, Formasi Kumbang. Formasi Halang tersusun atas dua bagian, yaitu bagian bawah dan bagian atas. Bagian atas terdiri dari batupasir tuffan, konglomerat, napal dan batu lempung yang berselang-seling dan berlapis baik. Struktur sedimen terlihat jelas, antara lain perlapisan bersusun, convolute lamination dan flute cast. Batu pasir umumnya bersifat wacke dengan fragmen batuan andesitis. Bagian bawah terdiri dari breksi yang bersusunan andesit (Ter Haar, 1934 dalam Marks, 1957). Formasi Kumbang diendapkan secara menjemari dengan Formasi Halang. Formasi ini tersusun atas dua bagian, yaitu bagian bawah dan bagian atas. Bagian bawah 80

Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 terdiri dari breksi dengan komponen menyudut, ditemukan pada lapisan lava andesit, sedangkan bagian atasnya terdiri dari tuf yang berselang-seling dengan breksi dan batupasir tufaan. Formasi Tapak diendapkan secara selaras di atas Formasi Kumbang pada lingkugan laut dangkal. Formasi ini terdiri dari batupasir kasar berwarna kehijauan dan konglomerat, setempat dijumpai breksi. Di bagian atasnya terdiri dari batupasir gampingan dan napal berwarna hijau yang mengandung pecahan moluska sebagai ciri dari satuan ini (Kartanegara dkk, 1987).Formasi Tapak mengandung dua Anggota, yaitu Anggota Breksi dan Anggota Batugamping. Anggota Breksi terdiri dari breksi gunungapi dengan massadasar batupasir tufaan, di beberapa tempat terdapat kalsit yang mengisi celah-celah. Anggota Batugamping terdiri dari lensa-lensa berwarna kelabu kekuningan tidak berlapis. B. Bencana Alam Dan Tanah Longsor Menurut Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, maupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2007) membagi jenis menjadi 6, diantaranya sebagai berikut : longsor Gambar 2. Macam Macam Jenis Longsor (PVMBG, 2007) a. Longsoran Translasi Bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. b. Longsoran Rotasi Bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung. c. Pergerakan Blok Perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu. d. Runtuhan Batu Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga 81

menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah. e. Rayapan Tanah Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bias menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring kebawah. f. Aliran Bahan Rombakan Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume, tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak. Proses tanah longsor pada dasarnya terjadi akibat gaya penahan lebih lemah dibandingkan gaya pendorong. Faktor faktor terjadinya proses longsor dapat kita bagi menjadi 2 berdasarkan penyebab terjadinya, yaitu akibat faktor alam dan faktor manusia. Tingginya frekuensi gerakan tanah di Indonesia sangat berhubungan erat dengan faktor alamiah penyebab dari gerakan tanah yang meliputi morfologi permukaan bumi, penggunaan lahan, litologi, struktur geologi, curah hujan, dan kegempaan(kusumosubroto,2013). Selain faktor alamiah, gerakan tanah juga disebabkan oleh faktor aktivitas manusia yang mempengaruhi bentang alam, seperti kegiatan pertanian, pembebanan lereng, pemotongan lereng, dan pembangunan (Karnawati, 2005). 82

Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 Metodologi Penelitian Hasil dan Pembahasan Gambar 3. Kerangka Berpikir Gambar 4. Geologi Daerah Penelitian Geologi daerah penelitian Pada daerah pemetaan terdapat 4 satuan yaitu satuan batupasir karbonatan perselingan batulempung (Formasi Halang), satuan batupasir masiv (Formasi Kumbang), satuan breksi monomik (Formasi Kumbang), satuan batupasir karbonatan (Formasi Tapak). 83

Berdasarkan perhitungan kemiringan lereng ( Tabel 4 dan 5 ) dan klasifikasi Van Zuidam daerah ( Tabel 6 ) penelitian didominasi oleh lereng yang curam (kemiringan > 55 derajat ), kondisi ini meningkatkan potensi terjadinya longsor Tabel 4. Perhitungan Kemiringan Lereng Tabel 5. Perhitungan Kemiringan Lereng 84

Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 Tabel 6. Klasifikasi Van Zuidam Gambar 5. Faktor Kemiringan Lereng Berpengaruh Dalam Potensi Longsor di Daerah Penelitian Pada daerah penelitian pelapukan yang terjadi sangat intensif baik secara fisika maupun kimiawi. Pelapukan secara fisika terjadi akibat adanya perbedaan temperatur yang tinggi dimana terik matahari pada siang hari menyebabkan batuan mengembang 85

dan saat udara mendingin di malam hari menyebabkan batuan mengerut, proses kembang kerut ini menyebabkan batuan mengalami fracture (rekahan) dan melemah ketahanannya akibat berkurangnya densitas batuan (Gambar 5), selain secara fisika terjadi juga pelapukan kimia yang terjadi akibat intensitas interaksi antara air dengan batuan yang diindikasikan dengan banyaknya batuan yang lapuk (berubahnya warna batuan) pelapukan kimiawi ini juga melemahkan ketahanan batuan ( Gambar 6 s.d 8 ). Gambar 6. Terdapatnya Fracture pada Batuan yang Mengindikasikan Terjadinya Pelapukan Fisika Gambar 7. Berkurangnya Ketahanan Batuan Akibat Pelapukan, Menyebabkan Batuan Berjatuhan Gambar 8. Adanya Perubahan Warna pada Batuan yang Mengindikasikan Telah Terjadinya Pelapukan Kimiawi 86

Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 Buku 1 ISSN (P) : 2460-8696 ISSN (E) : 2540-7589 Gambar 9. Batuan yang Ketahanannya Berkurang Dapat Menjadi Longsor yang Mencelakai Warga Suatu kejadian dapat dikatakan bencana apabila menimbulkan kerugian, maka daerah penelitian bisa dikatakan berpotensi terjadi bencana karena memiliki potensi longsor yang bisa merugikan dan menghambat aktivitas warga sekitar seperti kegiatan penambangan atau menghalang jalan raya bahkan menghilangkan nyawa (Gambar 9 s.d. 10 ). Gambar 10. Daerah Penelitian Padat akan Aktivitas Warga, Seperti Penambangan Sirtu Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa daerah Paningkaban, Kec.Gumelar, Kab.Banyumas merupakan daerah yang rawan terjadi longsor karena beberapa faktor antara lain, intensitas pelapukan batuan yang melemahkan ketahanan batuan serta kemiringan lereng yang dominan curam yang mempermudah terjadinya longsor. Selain indikasi - indikasi di atas perlu juga diwaspadai indikasi - indikasi lain nya antara lain sebagai berikut : a. Muncul retakan yang memanjang atau melengkung pada permukaan tanah atau pada konstruksi bangunan. 87

b. Terjadi penggelembungan pada lereng atau tembok penahan. c. Secara tiba - tiba pintu atau jendela rumah sulit dibuka menandakan adanya perubahan permukaan pada bangunan yang terdorong oleh masa tanah yang mulai bergerak. d. Tiba-tiba muncul rembesan air atau mata air pada lereng bukit. e. Apabila sebelumnya sudah ada rembesan air atau mata air dilereng, air tersebut berubah menjadi keruh bercampur lumpur. f. Pohon-pohon atau tiang pancang (listrik atau lainnya) miring searah dengan kemiringan lereng. g. Terdengar suara gemuruh atau ledakan dari atas suatu bukit. h. Terjadi runtuhan atau aliran butir tanah/kerikil secara mendadakdari atas bukit Guna mencegah longsor beberapa cara dapat dilakukan, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Jangan Membuat Kolam atau Sawah di Atas Lereng Dengan adanya tebing curam terlebih pada lahan gundul sementara itu di atasnya juga ada kolam dan sawah yang dipenuhi air tentu membuat daya hidrostatika semakin kuat menekan permukaan tanah sehingga tanah rentan untuk tergeser merubah dan mengakibatkan terjadinya longsor. Keadaan gawat akan terjadi jika semua air sawah atau kolam tiba - tiba menghilang karena telah terserap ke dalam tanah. Hal itulah yang sering terjadi sesaat sebelum terjadinya bencana. 2. Tidak Mendirikan Rumah di Bawah Tebing Jika lokasi pembuatan rumah sekitar memang berbukit, pilihlah lokasi yang kiranya aman dari jangkauan luruhan tanah jika terjadi longsor. Usahakan lokasi bangunan sejauh mungkin dari kaki tebing, contoh jika tinggi suatu tebing 100 meter maka usahakan lokasi rumah atau bangunan berjarak minimal 250 meter dari kaki lereng. Sehingga apabila terjadi tanah longsor tidak akan mencapai bangunan tersebut. 3.Jangan Menebang Pohon di Sekitar Lereng Banyak yang tidak mengetahui bahwa semakin banyaknya pohon maka semakin kuat dan stabil suatu tanah, karena akar-akar dari pohon-pohon tersebut menyebar dan saling bersinggungan sehingga bisa membantu tanah tidak mudah longsor karena akan menjadi penahan tanah. 4.Jangan Memotong Tebing Secara Tegak Ketika ingin menggali tanah dalam jumlah besar untuk keperluan tambang atau lainnya maka sebaiknya jangan langsung memotong badan lereng secara tegak, karena akan mengurangi daya penahan tanah terhadap tanah yang berada di atasnya. Karena walaupun di atas lereng masih dipenuhi oleh pohon namun jika badan tebing sudah terpotong secara dalam justru tanah di bagian bawah yang akan kehilangan penopang sehingga akan mudah menimbulkan terjadinya penyebab tanah longsor. 5.Tidak Mendirikan Bangunan di Sekitar Sungai Semakin tinggi jarak antara bibir tebing terhadap sungai maka akan semakin besar peluang terjadinya longsor. Terjadinya erosi tanah tidak langsung namun tanah yang terus tergerus oleh erosi tanah akan menyebabkan semakin habisnya tanah ada di sekitar sungai. Dan jika saat proses terjadinya hujan pada musim hujan dimana aliran sungai sangat deras dan volumenya besar maka dengan mudah terjadinya erosi. 6. Membuat Terasering Jika suatu lahan miring terpaksa digunakan untuk membuat sawah atau ladang maka sebaiknya buatlah sistem bertingkat sehingga akan memperlambat run off (aliran 88

Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 Buku 1 ISSN (P) : 2460-8696 ISSN (E) : 2540-7589 permukaan) ketika hujan. Jangan lupa atur drainase supaya tidak ada air yang tergenang di lereng. Dengan demikian semakin jauh potensi terjadinya tanah longsor. 7. Lakukan Upaya Preventif Dengan cara memeriksa apakah terdapat retakan pada tanah, jika ditemukan maka segera tutup celah retakan itu dengan tanah lempung supaya tidak banyak air masuk kedalam celah retakan tersebut. Selain itu dengan menjaga kelestarian vegetasi di sekitar tebing juga menjadi salah satu upaya pencegahan yang terbukti efektif. 8. Memberikan Penyuluhan Kepada Masyarakat Terkait tanah longsor dan bahaya yang mengikutinya. Sering kali penyebab rusaknya kawasan hutan sekitar lerang karena dilakukannya penebangan pohon oleh masyarakat sekitar yang memang belum memiliki kesadaran dan pengetahuan mengenai dampak negatif yang akan terjadi. Dengan memberikan penyuluhan akan membuka wawasan dan kesadaran dari masyarakat untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat memicu terjadinya bencana. 9. Harus Ada Intervensi dari Pemerintah Upaya penyuluhan kepada masyarakat sekitar akan semakin tepat sasaran ketika dibuat peraturan tegas terkait pelanggaran aturan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, harus ada upaya campur tangan dari pemerintah atau pihak berwenang untuk membuat aturan dan sanksi yang tegas untuk setiap pelanggaran. Dengan demikian akan menekan risiko terjadinya kerusakan hutan di area lereng. Ucapan Terima kasih Atas dukungan yang telah diberikan dalam pembuatan makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih sebesar besarnya kepada: 1. Harlan Renaldi S.T, selaku penyedia data yang tanpa bantuannya karya ilmiah ini tidak dapat terselesaikan. 2. Bapak Sofyan Rahman S.T, M.T, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam pembuatan karya ilmiah ini. 3. Keluarga penulis, yang selalu memberikan dukungan baik moral maupun material. 4. Berbagai pihak yang telah membantu penelitian ini yang namanya tidak dapat penulis sebukan satu-satu. Daftar Pustaka Hardiyatmo.2006.Penanganan Tanah Longsor & Erosi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Karnawati, D. 2005, Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya, Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kusumosubroto, H. 2013. Aliran Debris dan Lahar, Pembentukan, Pengaliran danpengendaliannya. Graha Ilmu, Yogyakarta. Munir, M. 2003. Geologi Lingkungan. Malang: Bayumedia Publishing. Sari, Maya.2015.9 Cara Mencegah Tanah Longsor. diakses dari ilmugeografi.com/ilmu-bumi/tanah/cara-mencegah-tanah-longsor pada tanggal 13 Juli 2017 Varnes D.J.1978. Slope movement types and processes. Landslides; Analisis and Control, National Research Council, Washington, D.C. 89