BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat) dalam arti negara pengurus. 1 Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara, hal ini terlihat dalam Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagian sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. 1

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan negara hukum. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut. rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah itu. 1.

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. dalam konsep kesejahteraan (welfare) dalam Pembukaan Undang-Undang

toko modern dan kontribusinya terhadap PAD kota Metro.

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. hukum adat terdapat pada Pasal 18 B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada negara Indonesia, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi Negara

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU

STRATEGI PENINGKATAN RETRIBUSI (JASA) PELAYANAN PASAR KLITIKAN NOTOHARJO DI KOTA SURAKARTA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NO.

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia, karena tanah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan ini dalam artian bahwa karena lapangan retribusi daerah berhubungan

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau memperbaiki keadaan suatu negara. Dengan adanya kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB 1 PENDAHULUAN. Selain itu Indonesia juga merupakan welfare state. sesuai dengan amanat yang tersirat didalam alinea ke IV, Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah pemerintahan yang berdaulat

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, dibidang pemerintah telah terjadi perubahan yang mendasar. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. penuh atas kehidupan bangsa nya sendiri. Pembangunan nasional yang terdiri

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan memiliki fungsi perlindungan kepada masyarakat (protective function).

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah harus berusaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang terdapat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar (UUD) Negara Republik

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

SKRIPSI. Pemekaran Nagari Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pemerintahan Nagari

Jurnal Ekonomi Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas sumber daya alam, sumber daya potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pembangunan itu dilaksanakan ditiap-tiap daerah. Dalam. ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. kas daerah, baik melalui sumber daya alam maupun dari sumber lainnya, dalam hal sumber

BAB I PENDAHULUAN. tekhnologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. pembangunan. Oleh karena itu peran masyarakat dalam Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, segala sesuatu dituntut untuk lebih praktis. Kondisi itu makin

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. betapa besar potensi laut sebagai sumber daya alam. Laut tidak saja

BAB I PENDAHULUAN. bersifat istimewa yang diatur dengan Undang- Undang dan negara mengakui dan. menghormati ke satuan-kesatuan masyarakat hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), Negara Indonesia. kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai

BAB I PENDAHULUAN. yang merata di segala bidang. Untuk itu diperlukan adanya dana baik yang bersumber

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila

III. METODE PENELITIAN. dipertanggungjawabkan kebenarannya. Metode penelitian adalah cara berfikir dan

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. secara saling memperkuat, saling terkait dan terpadu dengan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah memberikan kewenangan kepada. pendapatan dengan menetapkan pendapatan lain-lain yang berupa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat dengan UUD 1945) adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Pemerintah memiliki andil dalam pelaksanaan tujuan negara tersebut melalui kebijakan sosial dan peraturan perundang-undangan yang menyangkut tentang perekonomian yang dimaksudkan untuk mengusahakan adanya kesetaraan di antara masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraannya. Menurut Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Selanjutnya dalam ayat (4) disebutkan bahwa Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa: Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. UUD 1945 mengamanatkan perwujudan pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi daerah sendiri diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat serta peningkatan daya saing daerah.

Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintahan kepada daerah secara nyata dan bertanggung jawab harus diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara adil. Sebagai daerah otonom, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan tersebut dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas. Dengan pemberian otonomi kepada daerah, maka memungkinkan kepada daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap rakyat. Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah: Penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Repulik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan sesuai Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Otonomi Daerah adalah: Hak wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, secara substansial memberikan otonomi kepada daerah provinsi dan kabupaten serta pemerintah kota suatu kewenangan serta otonomi

yang lebih luas dibandingkan dengan era sebelumnya. Pemerintahan Daerah diberi kekuasaan, diskresi (kebebasan mengambil kebijakan), dan tanggung jawab. Prinsip otonomi daerah seluas-luasnya ini memiliki makna bahwa daerah diberikan kewenangan membuat kebijakan daerah, untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Prinsip otonomi yang nyata memiliki makna bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada, serta berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian, isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun otonomi yang bertaggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. 1 Dalam rangka memenuhi pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan di daerah dapat diperoleh dari penerimaan daerah sendiri atau dapat pula dari luar daerah. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) mutlak harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah agar mampu untuk membiayai kebutuhannya sendiri, sehingga ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat semakin berkurang dan pada akhirnya daerah dapat mandiri. 1 Siswanto Suwarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 8.

Pendapatan Asli Daerah (yang selanjutnya disebut PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam meggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. 2 Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah dan juga merupakan bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pada dasarnya kewenangan pemerintah daerah baik kota maupun propinsi untuk memungut biaya dari masyarakat diatur di dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Menurut Pasal 1 angka 64 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pengertian Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Di dalam Pasal 108 Undang-Undang No.28 Tahun 2009 disebutkan macam-macan Retribusi Daerah, antara lain: a. Retribusi Jasa Umum b. Retribusi Jasa Usaha, dan c. Retribusi perizinan tertentu 2 Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta, 2002, hlm. 132.

Diantara macam-macam retribusi daerah salah satunya adalah retribusi pelayanan pasar, karena retribusi pelayanan pasar dirasakan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam PAD. Retribusi pelayanan pasar termasuk kedalam jenis retribusi jasa umum yang memberikan kontribusi cukup potensial terhadap peningkatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Retribusi pelayanan pasar dibebankan kepada orang pribadi atau badan yang menggunakan pelayanan penyediaan fasilitas pasar. Dalam hal ini kelompok Pedagang Kaki Lima merupakan salah satu subjek retribusi yang diwajibkan untuk membayarkan retribusi atas penggunaan pelayanan penyediaan fasilitas pasar oleh Pemerintah Daerah. Pedagang Kaki Lima (yang selanjutnya disingkat PKL) adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap. PKL secara nyata mampu memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berpenghasilan rendah, sehingga dengan demikian tercipta suatu kondisi pemerataan hasil-hasil pembangunan. Selain itu, kelompok pedagang kaki lima mempunyai potensi yang cukup besar untuk memberikan kontribusi terhadap PAD seiring dengan kebutuhan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Pemungutan retribusi terhadap PKL dilakukan setiap hari, sehingga pemasukan bagi keuangan daerah dari retribusi yang dipungut terhadap PKL juga setiap hari.

Kota Bukittinggi sebagai salah satu daerah otonom yang berada di wilayah Provinsi Sumatera Barat terus mengolah dan menggali potensi-potensi keuangan daerah agar dapat menerima PAD. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bukittinggi mendorong Pemerintah Kota (selanjutnya disebut Pemko) setempat meningkatkan target PAD Tahun 2017 menjadi Rp. 91 (sembilan puluh satu) miliar. 3 Sesuai hasil kajian Riset Potensi Daerah (Respoda) yang dilakukan Bappeda Kota Bukittinggi sektor pajak dan retribusi merupakan potensi utama untuk pemasukan PAD bagi Kota Bukittinggi, saat ini memiliki 9 (sembilan) objek retribusi daerah dan 19 (sembilan belas) objek pajak daerah. 4 Kota Bukittinggi memiliki sumber penerimaan daerah yang sangat potensial seperti dari retribusi pelayanan pasar. Salah satu pasar di Kota Bukittinggi yaitu Pasar Bawah Kota Bukittinggi, Pasar Bawah Kota Bukittinggi merupakan salah satu pasar tradisional terbesar di Kota Bukittinggi yang menjadi lahan pencaharian bagi para PKL. Tercatat sebanyak 520 orang PKL berjualan pada hari pasar (Sabtu dan Rabu) dan 220 orang PKL pada hari biasa. Keberadaan PKL tersebar dari sepanjang Jl. Soekarno Hatta, Jl. Perintis Kemerdekaan, di dalam Pasar Bawah, di dalam Pasar Aur Tajungkang, di dalam Pasar Banto dan beberapa tempat lainnya di Pasar Bawah Kota Bukittinggi. Dalam hal pemungutan retribusi terhadap PKL di Pasar Bawah Kota Bukittinggi diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2013 tentang Retribusi Pelayanan Pasar, diperlukan kerjasama yang baik antara petugas pemungut retribusi pasar dan para PKL di lapangan sehingga tercapai target 3 http://redaksisumbar.com/pemko-bukittinggi-targetkan-pad-tahun-2017-rp-91-miliar/ diakses pada tanggal 22 Januari 2017 Pukul 10.00 WIB 4 http://www.minang-terkini.com/2015/09/target-pad-bukittinggi-tahun-2016.htmldiakses pada tanggal 22 Januari 2017 Pukul 11.00 WIB

kontribusi retribusi terhadap PAD. Serta diperlukan juga kejujuran dan kedisiplinan petugas dalam penarikan retribusi agar benar-benar tersalurkan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan di Kota Bukittinggi. Kota Bukittinggi pada tahun 2016 mentargetkan Rp.200.000.000,00 masuk kedalam kas daerah dari sektor retribusi yang dipungut dari PKL di Pasar Bawah Kota Bukittinggi, namun dalam kenyataanya yang masuk ke kas daerah hanya Rp.160.619.000,00. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil retribusi pelayanan Pasar Bawah Kota Bukittinggi Tahun 2016 belum mencapai target. 5 Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul : REALISASI PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN PASAR TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAWAH KOTA BUKITTINGGI B. Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang dikemukakan dalam penulisan ini yaitu : 1. Bagaimana pelaksanaan pemungutan retribusi pelayanan pasar terhadap Pedagang Kaki Lima di Pasar Bawah Kota Bukittinggi? 2. Bagaimana realisasi dan kontribusi retribusi yang dipungut terhadap Pedagang Kaki Lima di Pasar Bawah Kota Bukittinggi? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemungutan retribusi pelayanan pasar terhadap Pedagang Kaki Lima di Pasar Bawah Kota Bukittinggi. 5 Hasil Wawancara dengan Ibuk Fajarwat, Kasi Pengelolaan Retribusi Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan Kota Bukittinggi tanggal 3 Februari 2017 Pukul 11.30 WIB

2. Untuk menjelaskan tentang realisasi dan kontribusi retribusi pelayanan pasar dari Pedagang Kaki Lima di Pasar Bawah Kota Bukittinggi. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Untuk melatih kemampuan penulis melakukan penulisan secara ilmiah yang dituangkan dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi. b. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan terutama yang berkenaan dengan Hukum Administrasi Negara, yaitu yang terkait dengan realisasi pemungutan retribusi terhadap pedagang kaki lima di Pasar Bawah Kota Bukittinggi. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat memberi manfaat positif bagi pendukung kepentingan yaitu Walikota Bukittinggi, Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Perdagangan Kota Bukittinggi khususnya bidang Pengelolaan Pasar, serta masyarakat/pkl dan stakeholders lainnya dalam mengoptimalisasi potensi yang ditawarkan terkait dengan pengelolaan pedagang kaki lima. E. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini yaitu metode penelitian hukum empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Penelitian ini akan dilakukan di Kota Bukittinggi. Untuk memperoleh data yang maksimal dalam penelitian dan

penulisan ini sehingga tercapai tujuan yang diharapkan maka, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Pendekatan Masalah Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis sosiologis (socio-legal research). Pendekatan yuridis sosiologis adalah pendekatan masalah dengan penelitian hukum yang menekankan pada praktik di lapangan yang dikaitkan dengan aspek hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku berkenaan dengan objek penelitian yang dibahas dan melihat norma-norma hukum yang berlaku kemudian dihubungkan dengan yang ditemui pada penelitian. 6 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu menggambarkan realisasi pelaksanaan pemungutan retribusi pelayanan pasar terhadap pedagang kaki lima di Pasar Bawah Kota Bukittinggi. 3. Sumber dan Jenis Data a. Sumber Data 1. Penelitian Lapangan (field research) Penelitian lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengan pihak yang berkaitan langsung dengan objek penelitian, yang dapat diperoleh langsung dengan tujuan agar data yang relevan dengan masalah penelitian. Penelitian lapangan (field research) akan dilakukan di Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan 6 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hal. 50.

Menengah (UMKM) dan Perdagangan Kota Bukittinggi Kota Bukittinggi bidang Pengelolaan Pasar dan juga beberapa pedagang kaki lima di Pasar Bawah Kota Bukittinggi. 2. Penelitian Kepustakaan (library research) Pelenitian kepustakaan merupakan data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen, dan hasil penelitian. b. Jenis Data 1. Data Primer Data Primer adalah data yang diperoleh dari penelitian lapangan dengan melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang bersangkutan seperti Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Perdagangan Kota Bukittinggi, Kepada Bidang Pengelolaan Pasar Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Perdagangan Kota Bukittinggi, dan pedagang kaki lima di Pasar Bawah Kota Bukittinggi. 2. Data Sekunder Data ini merupakan data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) yang berupa bahan hukum, antara lain:

1) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah dan berbentuk peraturan perundang-undangan. Bahan hukum primer terdiri dari : a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. c) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. e) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. f) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah g) Peraturan Daerah Kota Bukittinggi Nomor 16 Tahun 2013 tentang Retribusi Pelayanan Pasar h) Peraturan Daerah Kota Bukittinggi Nomor 8 Tahun 2014 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang kaki Lima i) Peraturan Walikota Bukittinggi Nomor 60 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan. 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan sekunder adalah bahan hukum yang menunjang dan melengkapi bahan hukum primer agar penulis dapat memahami serta menganalisis terhadap

bahan hukum primer, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, bukubuku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan atau yang sudah dipublikasikan, literatur-literatur, jurnal-jurnal hukum, dan lain sebagainya. 7 3) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. 4) Populasi dan Sampel Penelitian Populasi yaitu keseluruhan dari objek atau himpunan objek dengan ciri yang sama. Populasi dalam penelitian adalah seluruh pedagang kaki lima di pasar bawah kota Bukittinggi. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sample, maksudnya adalah dengan tidak memberikan kesempatan yang sama terhadap semua anggota populasi untuk dipilih sebagai sampel. Tetapi sampel telah ditentukan sebelumnya berdasarkan kriteria/pertimbangan tertentu. Sampel dikumpulkan berdasarkan informasi dari Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Perdagangan Kota Bukittinggi bidang Pengelolaan Pasar, dan juga beberapa pedagang kaki lima di Pasar Bawah Kota Bukittinggi. 5) Metode Pengumpulan Data a. Wawancara Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara lisan guna memperoleh informasi dari responden yang erat kaitannya dengan 7 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm. 114.

masalah yang diteliti oleh penulis di lapangan. 8 Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara semi terstruktur karena dalam penelitian ini terdapat beberapa pertanyaan yang sudah pasti ditanyakan pada narasumber, dimana pertanyaan-pertanyaan tersebut terlebih dahulu telah dibuatkan daftarnya. Namun tidak tertutup kemungkinan di lapangan nanti akan ditanyakan pertanyaan-pertanyaan yang peneliti baru dapatkan setelah melakukan wawancara dengan narasumber nanti. b. Studi Dokumen Studi Dokumen merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan terhadap bahan-bahan hukum primer, bahan-bahan hukum sekunder, dan bahan-bahan hukum tersier, meliputi bahan-bahan kepustakaan dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. 6) Pengolahan dan Analisis Data a. Pengolahan Data 1. Editing Lazimnya editing dilakukan terhadap kuesioner-kueioner yang disusun terstrutktur, dan yang pengisiannya melalui wawancara formal. Data yang diperoleh akan diedit terlebih dahulu untuk mengatahui data tersebut sudah cukup baik atau sudah lengkap. Dilakukan dengan menyusun kembali, meneliti dan mengoreksi atau melakukan pemeriksaan hasil penelitian dan didapat suatu kesimpulan 2. Tabulasi 8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2008, hlm.196.

Tabulasi adalah proses penyusunan data kedalam bentuk tabel. Data yang diperoleh selama penelitian nantinya disusun dalam bentuk tabel. b. Analisis Data Analisis data dilakukan berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, baik data primer maupun data sekunder yang dapat disimpulkan melalui kenyataan-kenyataan dalam bentuk kalimat, terhadap data yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut, penulis menggunakan analisis data secara kualitatif, yaitu uraian data yang terkumpul disimpulkan dalam bentuk kalimat, bukan dalam bentuk angka-angka atau statistik dengan bertitik berat kepada hukum dan norma yang berlaku.