Vol 10 No. 2 Oktober 2014 ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. mendeskripsikan prinsip negara hukum adalah the rule of law, not of man

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN PADA TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA Oleh: Dr. Sahuri Lasmadi, S.H., M.

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENYITAAN SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN 1 Oleh: Arif Salasa 2

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyidikan tindak pidana kehutanan. Kewenangan adalah. kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KEDUDUKAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2. Pengawasan dan penggunaan kekuasaan oleh komponen peradilan pidana;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, serta memperkuat ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi

BAB I PENDAHULUAN. membuat masyarakat tidak sadar bahwa korban yang paling dirugikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

DAFTAR PUSTAKA. Bakhri, Syaiful, 2009, Hukum Pembuktian Dalam Praktik Peradilan Pidana, Cetakan I, P3IH FH UMJ dan Total Media, Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi, Kebijakan Kriminal, op.cit, hal.2

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Kecuali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

Transkripsi:

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYIDIKAN DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA Setiyo 1, Heni Hendrawati 2, Agna Susila 3 * 123 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang agnasusila@ummgl.ac.id ABSTRAK Negara Indonesia dalam pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana yang utamanya penyidikan masih belum adanya koordinasi satu sama lain antar instansi penegak hukum. Pada kenyataannya keterpaduan antara satu sistem dengan sistem yang lain pada keterpaduan dan koordinasi satu sama lain masih sering mengalami kendala bahkan tidak adanya koordinasi satu sama lain dalam menangani suatu kasus pidana maupun kasus-kasus yang lain karena yang penulis lihat bahwa setiap instansi berhak menyidik serta undang-undang penyidikan masih tercecer dimana-mana. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1)Bagaimana sistem pengaturan tentang penyidikan dalam KUHAP (2)Bagaimana sistem pengaturan tentang penyidikan dalam Undang-undang khusus di luar KUHAP (3) Bagaimana pengaturan penyidikan dalam RUU KUHAP?. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum atau berpedoman pada segi hukumnya yaitu berusaha untuk menelaah suatu peraturanperaturan atau kaidah-kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat. Penelitian hukum normatif mengkaji hukum yg dikonsepkan sebagai norma atau kaedah yg berlaku di dalam masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyidikan menurut hukum pidana positif saat ini di Indonesia diatur didalam KUHAP. Pengaturan penyidikan diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Bab IV Bagian kesatu dan Bab IV Bagian Kedua pasal 6 sampai dengan pasal 12 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Bab XIV bagian Kedua Penyidikan mulai dari pasal 106 sampai dengan pasal 136 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang diberi kewenangan melakukan penyidikan adalah Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Kata Kunci : Penyidikan, Sistem Peradilan Pidana, Kebijakan 1. PENDAHULUAN Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 jo Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 Tentang Peradilan Militer, maka baik hakim, jaksa, polisi, dan peradilan militer Tentara Nasional Indonesia diatur secara terpisah dan mandiri, yang tentunya berdampak pada pelaksanaan penegakan hukum, yaitu terjadinya tumpang tindih tugas, kewenangan dan tanggung jawab antara polisi, jaksa, hakim, dan TNI, bahkan terdapat kesan koordinasi fungsional dalam sistem peradilan pidana tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) sebagai suatu sistem dalam penegakan hukum pidana berupaya untuk menanggulangi masalah kejahatan dimaknai sebagai upaya untuk mengendalikan atau membatasi kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi masyarakat.komponen-komponen yang berkerja dalam sistem ini meliputi kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Empat komponen ini diharapkan dapat bekerjasama sehingga menghasilkan suatu keterpaduan yang dikenal dengan integrated criminal justice system. Varia Justicia 14

ISSN 2759-5198 Vol 10 No. 2 Oktober 2014 Dalam upaya penanggulangan kejahatan, sinkronisasi (keterpaduan) antara penegak hukum memang merupakan suatu hal yang sangat penting bahkan ketiadaan keterpaduan merupakan salah satu faktor penyebab gagalnya pemberantasan kejahatan.hubungan yang terpadu antara polisi, jaksa, hakim, dan TNI dalam sistem peradilan pidana merupakan hal yang sangat penting artinya yaitu dalam penyelesaiaan perkara pidana pada tahap pra-ajudikasi. Dari tahap pra-ajudikasi tersebut subsistem Kekuasaan Penyidikan adalah tahap yang paling menentukan dalam operasionalisasi Sistem Peradilan Pidana tersebut dalam rangka tercapainya tujuan dari penegakan hukum pidana, karena pada tahap penyidikanlah dapat diketahui adanya tersangka suatu peristiwa kejahatan atau tindak pidana serta menentukan tersangka pelaku kejahatan atau tindak pidana tersebut sebelum pelaku kejahatan tersebut pada akhirnya dituntut dan diadili di pengadilan serta diberi sanksi pidana yang sesuai dengan perbuatannya. Tanpa melalui proses atau tahapan penyidikan maka secara otomatis, tahapan-tahapan selanjutnya dalam proses peradilan pidana yaitu tahapan penuntutan, pemeriksaan di muka pengadilan dan tahap pelaksanaan putusan pidana tidak dapat dilaksanakan. Bahwa subsistem kekuasaan penyidikan ini merupakan tahapan yang sangat menentukan atau dapat dikatakan sebagai pintu gerbang dalam proses peradilan pidana, sehingga diperlukan suatu kebijakan perundang-undangan yang benar-benar dapat menunjang dan mengefektifkan bekerjanya subsistem kekuasaan penyidikan sesuai dengan konsepsi sistem peradilan pidana yang dianut oleh Indonesia sebagai konsekuensi adanya diferensiasi fungsional dan instansional dalam penyelenggaraan peradilan pidana di Indonesia berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Nomor 8 Tahun 1981 yang merupakan dasar hukum dari pelaksanaan sistem peradilan pidana di Indonesia. Di Indonesia dalam pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana yang utamanya penyidikan masih belum adanya koordinasi satu sama lain antar instansi penegak hukum. Pada kenyataannyaketerpaduan antara satu sistem dengan sistem yang lain pada keterpaduan dan koordinasi satu sama lain masih sering mengalami kendala bahkan tidak adanya koordinasi satu sama lain dalam menangani suatu kasus pidana maupun kasus-kasus yang lain karena yang penulis lihat bahwa setiap instansi berhak menyidik serta undang-undang penyidikan masih tercecer dimana-mana. Misalnya dalam perkara tindak pidana korupsi, singkronsasi masing-masing sub sistem dalam sistem peradilan pidana sangat diperlukan, mengingat tindak pidana koruspi besifat eksklusif dan sistemik yang sangat erat dengan kekuasaan. Walaupun memang sudah ada lembaga khusus yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi akan tetapi koordinasi antar instansi lain yang terkait harus berjalan dengan baik. Apalagi jika masing-masing sub sistem merasa lebih tinggi kewenangannya di banding sub sistem lainnya, maka upaya penegakan hukum pada tindak pidana korupsi tidak akan mencapai sasaran yang diinginkan. Untuk itu perlu adanya ketegasan kewenangan-kewenangan masing-masing sub sistem dalam sistem peradilan pidana terutama dalam penyidikan pada tindak pidana korupsi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1)Bagaimana sistem pengaturan tentang penyidikan dalam KUHAP (2)Bagaimana sistem pengaturan tentang penyidikan dalam Undang-undang khusus di luar KUHAP (3) Bagaimana pengaturan penyidikan dalam RUU KUHAP? 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum atau berpedoman pada segi hukumnya yaitu berusaha untuk menelaah suatu peraturanperaturan atau kaidah-kaidah hukum yang berlaku dimasyarakat. Penelitian hukum normatif mengkaji hukum yg dikonsepkan sebagai norma atau kaedah yg berlaku di dalam masyarakat 2.1 Bahan Penelitian 15 Varia Justicia

Adapun bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian ini berasal dari hukum primer dan bahan hukum sekunder. Jika dibutuhkan juga akan menggunakan bahan non hukum. 1. Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas.bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan. Bahan hukum primer, yaitu meliputi : a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, b. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, c. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, d. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, e. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, f. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi g. Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, h. RUU KUHAP. 2. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang diperoleh dari berbagai bahan kepustakaan dengan cara mempelajari buku-buku atau literatur-literatur dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penelitian. Bahan hukum sekunder, yaitu meliputi : Makalah, buku-buku, koran, Internet, keterangan atau publikasi lainnya. 3. Bahan non hukum Bahan non hukum adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun sekunder, meliputi : a. Kamus hukum b. Kamus bahasa Indonesia 2.2 Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat preskriptif, yaitu ilmu yang mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, serta norma-norma hukum, terkait pada sistem penyidikan dalam perspektif Sistem Peradilan Pidana.Penelitian ini juga menggunakan spesifikasi terapan yaitu, dimana menurut Peter Mahmud Marzuki, ialah sebagai Ilmu terapan hukum menetapkan standar prosedur dalam melaksanakan aturan hukum. 1 2.3 Tahap Penelitian Tahap penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap, antara lain : 1. Tahap Pendahuluan Tahap ini, peneliti melaksanakan pengajuan usulan mengenai penelitian yang akan dilaksanakan dengan menyusun suatu proposal yang mengidentifikasikan fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan. 1 Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum,Jakarta. Prenada Media. 2005. Hlm.22. Varia Justicia 16

ISSN 2759-5198 Vol 10 No. 2 Oktober 2014 2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap ini, peneliti kemudian melakukan pengumpulan bahan-bahan hukum dan sekiranya mempunyai relevansi juga bahan-bahan tersier. 3. Tahap Akhir Pada tahap ini, peneliti melakukan telaah atas isu hukum dan memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan. 2.4 Metode Pendekatan Dalam pengumpulan data-data dalam penulisan karya ini diusahakan sebanyak mungkin data yang diperoleh atau dikumpulkan mengenai masalah yang berhubungan dengan penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh penulis secara teratur dan sistematis. Maka penulis menggunakan : a. Metode Pendekatan Undang-undang Pendekatan Undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.dengan pendekatan ini membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya atau undang-undang dengan Undang-Undang Dasar atau undang-undang dengan regulasinya. b. Metode Pendekatan Konseptual Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin yang berkembang didalam ilmu hukum. Dengan pendekatan konseptual peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. 2 2.5 Metode Analisis Data Setelah semua data terkumpul baik data primer maupun sekunder, data tersebut dianalisa secara kualitatif yaitu menjabarkan data-data yang diperoleh kemudian mencari korelasinya dengan literatur yang digunakan. Serta dengan menggunakan deduktif yang bermula dengan pembinaan teori yang kemudian menyimpulkan hipotesis, hipotesis tersebut akan diuji dengan membandingkan atau disesuaikan dengan data. 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Pengaturan Tentang Penyidikan dalam KUHAP Pengaturan penyidikan saat ini yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang merupakan hasil karya bangsa Indonesia yang mempunyai tujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah 2 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005. Hlm.95. 17 Varia Justicia

dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan. 3 Penyidikan di dalam KUHAP diatur dalam Bab IV Bagian kesatu dan Bab IV Bagian Kedua pasal 6 sampai dengan pasal 12 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Bab XIV bagian Kedua Penyidikan mulai dari pasal 106 sampai dengan pasal 136 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP yakni dalam Bab I mengenai Penjelasan Umum, yaitu Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Dalam Pasal 6 KUHAP menyebutkan (1) Penyidik adalah: a)pejabat polisi negara Republik Indonesia; b)pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur Iebih lanjut dalam peraturan pemerintah. 3.2 Pengaturan Penyidikan dalam Undang-undang Khusus di Luar Kuhap Pengaturan tentang penyidikan menurut undang-undang khusus di luar KUHAP yang pengaturannya diatur oleh Undang-undang secara khusus atau lex spesialis antara lain penyidikan di atur di dalam: a. Undang-undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dalam ketentuan undang-undang narkotika tersebut menyebutkan dalam pasal 71 yaitu Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. b. Di undang- undang tentang korupsi yaitu Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di mulai dalam pasal 26 yaitu Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini. Fungsi koordinasi tersebut pada Pasal 27 dalam pemberantasan tindak pidana korupsi diambil alih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai dengan Pasal 6 Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, dengan rumusan KPK mempunyai tugas: 1. Koordinasi dengan instansi yang yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. 2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. 3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi. 4. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara. c. Dalam Undang-undang Lingkungan Hidup juga mengatur adanya penyidikan yang diatur dalam pasal 94 ayat 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu : Selain Penyidik polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diberi 3 Moch. Faisal Salam, SH. M.H, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 2001. Hlm. 1 Varia Justicia 18

ISSN 2759-5198 Vol 10 No. 2 Oktober 2014 wewenang sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan hidup. 3.3 Pengaturan Tentang Penyidikan dalam RUU KUHAP Dalam RUU KUHAP menyebutkan dalam pasal 1 ayat 1 yaitu Penyidikan adalah serangkian tindakan penyidik untuk mencari kebenaran materiel dengan cara mengumpulkan bukti-bukti yang dengan bukti tersebut menjadikan terang tindak pidana yang terjadi dan menentukan tersangkanya. RUU KUHAPjuga menjelaskan dalam pasal 6 yaitu Penyidik adalah: a. pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia; b. pejabat pegawai negeri yang ditunjuk secara khusus menurut undang-undang tertentu yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan; dan c. pejabat suatu lembaga yang ditunjuk secara khusus menurut undang-undang tertentu yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan. Sedangkan dalam pasal 7 RUU KUHAP menyebutkan (1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a mempunyai tugas dan wewenang: a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang terjadinya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama seketika di tempat kejadian; c. menyuruh berhenti seseorangdan memeriksa surat atau tanda pengenal diri yang bersangkutan; d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, dan penyadapan; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. memanggil orang untuk diperiksa sebagai tersangka atau diminta keterangan sebagai saksi; g. mendengarkan keterangan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. melakukan penghentian penyidikan; i. melakukan pengamatan secara diam-diam terhadap suatu tindak pidana; dan j. melakukan tindakan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dan huruf c karena kewajibannya mempunyai wewenang berdasarkan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dalam melaksanakan upaya paksa, dapat meminta bantuan penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a. (3) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan dalam pasal Pasal 8 menyebutkan : (1) Dalam melakukan penyidikan, penyidik berkoordinasi dengan penuntut umum. (2) Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan yang diperlukan dalam penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. (3) Penyidik menyerahkan berkas perkara yang lengkap kepada penuntut umum 19 Varia Justicia

Pengaturan penyidikan di dalam RUU KUHAP diatur didalam Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 1, pengertian penyidik pasal 1 ayat 2, Bab II Penyidik dan Penyidikan dari pasal 6 sampai dengan pasal 39 RUU KUHAP. Menurut Barda Nawawi Arief bahwa Perundang-undangan yang telah ada selama ini sudah mengatur struktur organisasi (termasuk syarat-syarat pengangkatan pejabat) dari badan atau lembaga penuntut umum (kejaksaan) dan badan atau lembaga pengadilan, tetapi belum ada undang-undang yang khusus mengatur mengenai struktur organisasi badan atau lembaga penyidikan sebagai bagian (sub sistem) dalam proses penegakan hukum pidana. Undang-undang seyogianya menegaskan siapa kepala atau penanggung jawab dari badan atau lembaga penyidikan ini.di samping itu, walaupun ada beberapa pejabat yang dapat ditunjuk sebagai pejabat penyidik, undang-undang seyogianya menegaskan hanya ada satu pejabat puncak yang berwenang mengangkat penyidik itu.pengangkatan atau penunjukan satu pejabat puncak itu bisa saja didasarkan pengusulan dari berbagai instansi, departemen atau pejabat terkait.patut pula dikemukakan bahwa peraturan perundang-undangan tentang struktur organisasi badan atau lembaga penyidik itu seyogianya juga dilengkapi dengan mekanisme atau prosedur tata kerja yang terpadu. Bertolak dari manajemen terpadu, seyogianya semua proses penyidikan lewat satu pintu atau koordinasi, agar semua data tentang proses penyidikan tidak tersebar di berbagai instansi tetapi tercatat (terdokumentasi atau terinventarisasi) di satu badan atau lembaga agar memudahkan koordinasi, pengawasaan dan monitoring 4.Kebijakan legislatif atau perundang-undangan tentang badan atau lembaga penyidik ini juga harus disusun sedemikian rupa sehingga merupakan satu kesatuan yang integral dengan keseluruhan kebijakan proses penegakan hukum pidana termasuk pada jiwa atau perundang-undangan tentang lembaga penyidik. 4. KESIMPULAN 4.1 Pengaturan Tentang Penyidikan Di Dalam KUHAP Berdasarkan undang-undang yang berlaku sistem pengaturan tentang penyidikan menurut hukum pidana positif saat ini di Indonesia diatur didalam KUHAP.Pengaturan penyidikan diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Bab IV Bagian kesatu dan Bab IV Bagian Kedua pasal 6 sampai dengan pasal 12 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Bab XIV bagian Kedua Penyidikan mulai dari pasal 106 sampai dengan pasal 136 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang diberi kewenangan melakukan penyidikan adalah Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil. 4.2 Pengaturan Penyidikan dalam Undang-undang Khusus Di Luar Kuhap Diluar Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana adanya Undang-undang khusus yang mengatur tentang penyidikan yang dilakukan lembaga bukan kepolisian seperti dalam Undangundang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang menyebutkan adanya lembaga khusus yaitu Badan Narkotika Nasional yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga mengatur lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi yang diberi kewenangan untuk penyidikan tindak pidana korupsi yang sekarang adanya KPK, serta di undang-undang khusus lain Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan pegawai negeri 4 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana Tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2006, hlm. 36. Varia Justicia 20

ISSN 2759-5198 Vol 10 No. 2 Oktober 2014 sipil yang diberikan kewenangan khusus dapat melakukan penyidikan tentang pelanggaran tindak pidana lingkungan hidup. 4.3 Pengaturan Tentang Penyidikan dalam RUU KUHAP Sebaiknya dalam penyidikan di sistem peradilan pidana Indonesia menggunakan sistem kemanunggalan yaitu hanya Polri, tetapi pada kenyataannya ada lembaga penyidik selain lembaga Polri yaitu KPK, BNN yang mempunyai kewenangan untuk menyidik tindak pidana.untuk menanggulangi masalah tersebut sebaiknya KUHAP yang sekiranya jika dalam masa sekarang ini harus dilakukan perubahan agar tidak ketinggalan jaman. DAFTAR PUSTAKA Buku Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2005. Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana Tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2006 ---------------------------, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana melalui pendekatan hukum progresif, Sinar Grafika, Jakarta.(Tanpa tahun) Johny Krisnan, Handout Mata Kuliah Sistem Peradilan Pidana, Magelang, 2013. Moch. Faisal Salam, SH. M.H, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 2001. Muhammad Yamin, M.H. Tindak Pidana Khusus, Pustaka Setia Bandung, Bandung, 2012. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jilid I, Pustaka Kartini, Jakarta, 1988. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. O.C. Kaligis, Pengawasan Terhadap Jaksa Selaku Penyidik Tindak Pidana Khusus dalam Pemberantasan Korupsi, P.T. Alumni, Bandung, 2006. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005. 21 Varia Justicia

Rusli Muhammad, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, UII Press, Jogjakarta, 2011. Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2010 Sidik Sunaryo, Kapita SelektaSistem Peradilan Pidana, UMM Press, Malang, 2004. Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Pers, Jakarta, 2001. Peraturan Perundang- undangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. RUU KUHAP Varia Justicia 22