BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penyakit kaki gajah atau dalam bahasa medis disebut filariasis limfatik atau elephantiasis adalah salah satu penyakit tropis yang masih belum bisa di eradikasi dengan sempurna. Diperkirakan sekitar 120 juta penduduk dari 81 negara terinfeksi penyakit ini, dan 1,4 milyar penduduk yang tinggal di daerah endemik filariasis beresiko mendapat infeksi. Sekitar 65% dari mereka yang beresiko berada di Negara-negara Asia Tenggara, 30% berada di wilayah Afrika, dan sisanya berada di Negara-negara tropis lainnya. (WHO, 2010) Sembilan negara yang diketahui merupakan daerah endemic filariasis adalah : Bangladesh, India, Maldives, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, Thailand, Timor- Leste, dan Indonesia (WHO,2010). Sedangkan di benua Amerika terdapat empat negara yang diduga merupakan daerah endemic, yakni : Haiti, Republik Dominika, Guyana, dan Brazil. (CDC, 2014) 1
Infeksi filaria di dunia paling banyak disebabkan oleh Wuchereria bancrofti dengan vektor utamanya adalah Culex quinquefasciatus (CDC, 2010).Manifestasi klinis dari penyakit ini yang sering terjadi adalah lymphoedema, dan hydrocele skrotum. Kedua manifestasi ini dapat menurunkan kualitas hidup penderita karena penyakit ini dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup secara personal maupun social. Penderita juga mengalami keterbatasan kegiatan, dan filariasis ini merupakan penyebab kecacatan terbesar kedua di dunia.(who, 2010). Selain penyakit filariasis ini, nyamuk c.quinquefasciatus juga merupakan vektor dari penyakitpenyakit lain seperti Dirofilaria immitis pada kucing, anjing, maupun manusia. Nyamuk ini juga berperan sebagai vektor virus penyebab penyakit equine encephalitis, juga pada Japanesse encephalitis yang telah menyebar secara luas di daerah Asia (Fitriani, 2004). Cara yang paling baik untuk mencegah penyakit ini adalah dengan menghindari gigitan nyamuk dan mengendalikan vektornya dengan membunuh larva nyamuk Culex quinquefasciatus menggunakan larvisida(epa, 2000). 2
Salah satu jenis larvisida yang sudah ada adalah temephos. Larvisida ini adalah golongan organofosfat yang sangat efektif terhadap larva nyamuk dan aman untuk manusia (Sudijono, 1983). Namun penggunaan temephos dalam pemberantasan filariasis masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan, dibuktikan dengan masih banyaknya daerah endemis filariasis di Indonesia (Liem, 2006). Saat ini mulai dikembangkan larvasida alternatif dari tumbuhan. Larvasida tersebut dinilai lebih selektif daripada larvasida sintetis, memiliki daya kerja tinggi, ramah lingkungan, mempunyai toksisitas rendah, dan murah( Maiherizansyah, 2006). Salah satu daya kerja larvasida dari tumbuhan ini adalah dengan mempengaruhi hormon pengatur pertumbuhan larva, yaitu dengan mencegah maturasi dari larva ke pupa dan dewasa, lalu nyamuk tersebut tidak mampu berkembang dan mati (Campbell et al, 2003). Manggis ( Gracinia mangostana L) merupakan salah satu buah yang memiliki kekhasan dalam segi rasa, sehingga dunia menjuluki dengan The Queen of Tropical Fruit (Morton, 1987).Pohon buah manggis sendiri berasal dari daerah Asia Tenggara meliputi Indonesia, Malaysia, 3
Thailand, dan Myanmar. Diketahui bahwa selama ini kulit buah manggis banyak digunakan dalam pengobatan karena senyawa aktif dari kulit buah manggis memiliki aktivitas famakologi yaitu anti-alergi, anti-inflamasi, anti-oksidan,anti-kanker,anti-mikroorganisme, antiaterosklerosis,dan bahkan anti-hiv. Dari percobaan isolasi dengan uji aktivitas diketahui senyawa paling aktif dari kulit buah manggis adalah alfa-mangostin, gamma-mangostin, dan garsinon-e. Getah kuning yang berasal dari ekstrak kulit manggis mengandung 2 senyawa yaitu mangostin dan beta-mangostin (Jung et al, 2006).Alfa-mangostin, yang merupakan salah satu turunan Xanthone, diketahui pula memiliki aktivitas larvasida terhadap larva-larva nyamuk Culex quinquefasciatus (Larson et al, 2010). I.2. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah : 4
1. Apakah infusa kulit buah manggis(gracinia mangostana L) mempunyai efek larvisida terhadap larva nyamuk Culex quinquefasciatus? 2. Berapa konsentrasi dari infusa kulit manggis yang diperlukan untuk membunuh larva Culex quinquefasciatus sebesar 50% (LC50) dan 90% (LC90)? 3. Apakah peningkatan konsentrasi infusa dapat meningkatkan mortalitas larva nyamuk Culex quinquefasciatus? I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui efek larvisida infusa kulit manggis (Gracinia mangostana L) terhadap larva nyamuk Culex quinquefasciatus. 2. Mengetahui hubungan antara peningkatan konsentrasi infusa kulit manggis (Gracinia mangostana L) dan peningkatan mortalitas larva nyamuk Culex quinquefasciatus. 5
I.4. Manfaat Penelitian Harapan dari hasil penelitian ini adalah dapat digunakan oleh semua kalangan dalam upaya memberantas penyakit filariasis dengan memutus rantai penularan filariasis, dan dapat menjadi solusi alternatif bagi masyarakat dalam membasmi nyamuk Culex quinquefasciatus dengan menggunakan bahan alami yang aman dan relatif murah. I.5. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian sebelumnya yang pernah meneliti mengenai infusa kulit buah manggis sebagai larvisida maupun larvisida alami lainnya yang diujikan pada larva nyamuk C.quinquefasciatus diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Larson et al, 2010, The Biological Activity of Alfa-Mangosteen, a Larvicidal Botanic Mosquito Sterol Carrier Protein-2 Inhibitor 2. Sari, D.K. 2007, Uji Larvisidal Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Larva Culex quinquefasciatus di Laboratorium. 6
Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian ini. Perbedaan dengan penelitian pertama (Larson et al.,2010) terletak pada senyawa alfa-mangostin murni yang dipaparkan ke 6 jenis larva, sedangkan penelitian ini menggunakan infusa yang diambil dari hasil perasan kulit buah manggis yang sudah dipanaskan, sehingga yang terkandung tidak hanya alfa-mangostin, namun juga senyawa-senyawa yang lain. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang kedua (Dewi,D.K. 2007) adalah terletak pada tanaman yang dipilih untuk dijadikan infusa, yaitu bawang putih (Allium sativum L.). Dengan demikian perlu diketahui bahwa penelitian ini merupakan penelitian asli dan bukan merupakan plagiat dari penelitian sebelumnya yang sudah ada, melainkan hanya pengembangan dari penelitian sebelumnya yang sudah ada. 7