I. PENDAHULUAN. batas air pasang dan surut (Murdiyanto, 2003). Asia Tenggara. Provinsi Lampung mempunyai potensi kawasan hutan seluas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 2 No. 2, Mei 2014 (41 48)

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia,

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Timur Provinsi Lampung. Desa ini memiliki luas hektar. Desa yang terdiri

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 41/1999 yang mengatur tentang Kehutanan,

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan dan hewan untuk bahan pangan, pakaian, obat-obatan, bahan bangunan,

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 2 No. 3, September 2014 (19 28)

BAB I PENDAHULUAN. terdapat di Asia Tenggara. Indonesia dikenal sebagai negara dengan hutan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

TINJAUAN PUSTAKA. terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pantai Nanganiki merupakan salah satu pantai yang terletak di Desa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

GUBERNUR SULAWESI BARAT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove merupakan vegetasi yang kemampuan tumbuh terhadap salinitas air

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari diakses

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I. penting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tabel 8. Frekuensi Persepsi Responden Mengenai Ekosistem Hutan Mangrove Kategori Persepsi Jumlah Responden (orang) Presentase (%)

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut (Murdiyanto, 2003). Menurut ITTO (2012), luasan hutan mangrove di Indonesia mencapai 31.890 km 2 dan merupakan negara yang memiliki luasan hutan mangrove terbesar di Asia Tenggara. Provinsi Lampung mempunyai potensi kawasan hutan seluas 1.004.735 hektar atau 30,43% dari luas total daratan Provinsi Lampung. Luasan Hutan Mangrove yang ada di Provinsi Lampung mencapai 10.533,676 hektar (Bakosurtanal 2009 dalam Kordi 2012). Menurut Kustanti (2011), hutan mangrove di Provinsi Lampung berada di sepanjang pantai kurang lebih 1.105 km (termasuk beberapa pulau) dan memiliki sekitar 69 pulau. Wilayah pantainya dapat dibagi menjadi 4 wilayah yaitu Pantai Barat (210 km), Teluk Lampung dan Selat Sunda (160 km) dan Pantai Timur (270 km). Vegetasi mangrove yang ada di Kabupaten Lampung Timur memiliki ketebalan yang agak tipis, yaitu bervariasi antara 50 hingga 150 meter.

2 Hamparan mangrove di daerah ini membujur dari daerah Way Sekampung bagian selatan hingga ke utara daerah Way Penet (perbatasan kawasan Taman Nasional Way Kambas) di wilayah ini selain tumbuhan alami, mangrove juga ditanam oleh instansi kehutanan setempat (Ariyanto, 2007). Hutan mangrove terletak pada perbatasan darat dan laut. Keberadaan hutan tersebut dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Kondisi ini menciptakan zona payau (percampuran antara air tawar dan air asin). Pada zona payau ini tercipta suatu formasi mangrove yang bernilai ekonomi tinggi, yang terdapat pada batas bagian daratan dan batas pasang tertinggi. Zonasi tersebut adalah nipah (Nypa fruticans). Nipah juga merupakan jenis penyusun formasi hutan mangrove bernilai ekonomi tinggi. Jenis-jenis ekonomi tinggi lainnya adalah Phoenix paludosa dan Metroxylon sagu (Kustanti, 2011). Desa Margasari merupakan salah satu desa pesisir di Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur yang mendapat perhatian dari Lembaga Pengkajian dan Penelitian (LPP) melalui proyek rehabilitasi mangrove pada tahun 1995 dan 1996 dengan bantuan Jepang (Ariyanto, 2007). Setelah adanya rehabilitasi tahun 1995 dan 1996 tersebut, kondisi hutan mangrove Desa Margasari semakin baik dan bertambah luas. Luas hutan mangrove pada tahun 1995-1996 adalah 100 hektar dan pada tahun 2012 luas bertambah menjadi 700 hektar atau bertambah 85% selama 17 tahun, pertambahan luas tersebut terjadi karena adanya gerakan menanam yang dilakukan oleh mayarakat sekitar dan LMC (Lampung Mangrove Center). Adanya pertambahan luas mangrove menunjukkan kondisi hutan mangrove yang semakin membaik, hal tersebut harus tetap dijaga dan

3 dikelola dengan baik agar ekosistem hutan mangrove di Desa Margasari tetap lestari (Monografi Desa Margasari, 2012). Menurut Kadariah (1999), analisis finansial adalah analisis suatu proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek. Dalam analisis finansial yang diperhatikan, yaitu hasil untuk modal saham (equality capital) yang ditanam dalam proyek, hasil yang harus diterima oleh para petani, pengusaha, perusahaan swasta, suatu badan pemerintah, atau siapa saja yang berkepentingan dalam pembangunan proyek. Hasil finansial sering juga disebut private returns (Fahmi, 2012). Aneka produk dan jasa dari hutan mangrove telah banyak dirasakan manfaatnya oleh manusia. Produk dan jasa tersebut dapat berasal dari komponen biotik maupun abiotik. Produk-produk yang dapat dihasilkan berupa kayu dan bukan kayu yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan dapat dijadikan sebagai penambah pendapatan masyarakat. Tidak semua produk yang dihasilkan oleh hutan mangrove memiliki nilai yang diketahui oleh masyarakat untuk dimanfaatkan salah satunya daun jeruju dan buah pidada. Pengolahan daun jeruju dan buah pidada yang diolah oleh anggota kelompok usaha menambah pendapatan para anggota industri rumah tangga tersebut. Usaha industri rumah tangga seringkali dihadapkan pada banyaknya kendala seperti permodalan dan akses terhadap layanan publik, sehingga kelayakannya seringkali berubah apalagi industri rumah tangga di pedesaan.

4 Mengingat pentingnya kebersinambungan industri rumah tangga ini terhadap hutan mangrove maka diperlukan intervensi kebijakan agar kelayakan industri rumah tangga dapat ditingkatkan terutama dengan subsidi biaya atau subsidi harga. Namun, belum diketahui kelayakan usaha industri rumah tangga yang telah dilakukan sehingga perlu dihitung kelayakan usahanya agar masyarakat lebih mengetahui pentingnya konservasi mangrove dan menekan eksploitasi akan mangrove dan menentukan skenario alternatif kebijakan fiskal melalui penurunan suku bunga dan harga untuk jenis-jenis produk industri rumah tangga tersebut agar menjadi layak untuk dilakukan. B. Perumusan Masalah Produktivitas hasil hutan mangrove baik berupa hasil kayu dan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat akan menambah pendapatan. Hasil hutan bukan kayu yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dari hutan mangrove antara lain daun jeruju (Acanthus ilicifus) dan buah pidada (Sonneratia caseolaris) seperti yang dilakukan oleh beberapa anggota karya wanita dan peduli lingkungan hidup (PLH) di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. Produktivitas hutan mangrove dihitung dengan menggunakan metode Gross B/C Ratio agar diketahui nilainya apakah layak atau tidak jika dijadikan usaha dan menentukan skenario alternatif kebijakan fiskal melalui penurunan suku bunga dan harga untuk jenis-jenis produk industri rumah tangga tersebut agar menjadi layak untuk dilakukan.

5 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui kelayakan usaha pengolahan daun jeruju (Acanthus ilicifus) dan buah pidada (Sonneratia caseolaris) menjadi berbagai produk olahan di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. 2. Menentukan skenario alternatif kebijakan fiskal melalui penurunan suku bunga dan harga untuk jenis-jenis produk industri rumah tangga tersebut agar menjadi layak untuk dilaksanakan di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat pengembangan hasil hutan bukan kayu pada ekosistem mangrove menjadi berbagai produk olahan, sehingga dapat dijadikan salah satu pilihan usaha yang berguna untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. 2. Memberikan masukan atau saran kepada otoritas publik pengelola hutan mangrove dan pengambil kebijakan yakni Pemerintah Daerah dan Pusat serta Lampung Mangrove Canter (LMC) dalam pengembangan pengelolaan Hutan Mangrove dan pengembangan industri rumah tangga pengolahan hasil hutan bukan kayu.

6 E. Kerangka Pemikiran Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis yang memiliki nilai ekonomi, produktivitas primer, dan produktivitas sekunder yang tinggi seperti ikan, hewan-hewan laut, buah dan kayu dari pohon mangrove tersebut. Oleh sebab itu dilakukan penelitian untuk mengetahui kelayakan usaha hasil hutan bukan kayu berupa daun jeruju dan buah pidada pada ekosistem mangrove yang di lakukan oleh anggota kelompok karya wanita dan PLH. Metode observasi dan wawancara langsung dengan panduan kuesioner digunakan untuk mengetahui biaya-biaya yang dipergunakan pada masing-masing pengolahan daun jeruju (Achantus ilicifus) dan buah pidada (Sonneratia caseolaris) menjadi kerupuk, peyek, pangsit, pempek, teh, sirup, dan dodol. Setelah itu data diolah menggunakan metode Gross B/C dan disajikan dalam tabel lalu dianalisis secara deskriptif sehingga diketahui kelayakan usaha pada masing-masing produk. Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan apakah usaha pengolahan daun jeruju dan buah pidada layak dilaksanakan serta menentukan skenario alternatif kebijakan fiskal melalui penurunan suku bunga dan harga untuk jenis-jenis produk industri rumah tangga tersebut agar menjadi layak untuk dilakukan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan oleh pihak pengelola hutan mangrove di Desa Margasari dan masyarakat dapat mengetahui keuntungan secara finansial dari produktivitas bukan kayu pada ekosistem mangrove.

7 Berdasarkan uraian di atas maka bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1. Hutan Mangrove Hasil Hutan/Produksi Hasil Hutan Kayu Hasil Hutan Bukan Kayu (daun jeruju dan buah pidada) Nilai Finansial Pemanfaatan Oleh Kelompok Usaha Karya Wanita Peduli Lingkungan Hidup (PLH) Analisis Finansial Gross B/C ratio B/C >1 = Usaha Layak Dilaksanakan B/C < 1 = Usaha Tidak Layak dilaksanakan B/C = 1 = Usaha mengalami impas Gambar 1. Kerangka Pemikiran.