PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Untuk memahami apa yang penulis ingin sampaikan dalam tulisan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika dengan Pendekatan Konsep Rehabilitasi, maka penulis perlu menjabarkan secara terpisah-pisah, apa yang dimaksud dengan Lembaga Pemasyarakatan, apa yang dimaksud dengan Narkotika dan apa yang dimaksud dengan Konsep Rehabilitasi. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Narkotika dengan Pendekatan Konsep Rehabilitasi jika di uraikan kata per-kata adalah sebagai berikut: Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS), Dalam UU No. 12 Tahun 1995 dalam pasal pemasyarakatan, adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Konsep dari pemasyarakatan menurut Sahardjo (1962) adalah bukan hanya untuk melaksanakan hukuman, namun bertugas untuk mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Pembinaan ini bisa dilakukan dalam pendekatan sosial dan mental. Narkotika menurut Undang Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika Pasal 1, yaitu zat atau obat yang berasal dari tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Sedangkan yang dimaksud ketergantungan narkotika menurut UU tersebut adalah gejala dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus menerus, toleransi dan gejala putus narkotika apabila penggunaan dihentikan.
Rehabilitasi adalah sebuah tindakan represif yang dilakukan bagi pencandu narkoba. Tindakan rehabilitasi ditujukan kepada korban dari penyalahgunaan narkoba untuk memulihkan atau mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penderita yang bersangkutan. Selain untuk memulihkan, rehabilitasi juga sebagai pengobatan atau perawatan bagi para pecandu narkotika, agar para pecandu dapat sembuh dari kecanduannya terhadap narkotika (Penafsiran dari UU Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika) Dari pengertian dan konsepsi diatas, bisa disimpulkan bahwa judul tulisan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika dengan Pendekatan Rehabilitasi adalah sebuah tempat untuk melakukan masa hukuman sekaligus pembinaan terhadap narapidana narkotika dan menuntun mereka untuk meninggalkan narkotika agar bisa kembali lagi ke dalam masyarakat melalui penerapan konsep rehabilitasi. 1.2 Latar Belakang 1.2.1 Latar Belakang Umum Menurut buku Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan narkoba oleh BNN- RI 2009, Penyalahgunaan dalam penggunaan narkoba adalah pemakaian obatobatan atau zat-zat berbahaya dengan tujuan bukan untuk pengobatan dan penelitian serta digunakan tanpa mengikuti aturan atau dosis yang benar. Penggunaan narkoba secara terus-menerus akan mengakibatkan ketergantungan, depedensi, adiksi atau kecanduan Tingkat penyalahgunaan narkoba di Indonesia bisa dibilang cukup tinggi, Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Komjen Anang Iskandar menyebutkan, jumlah pengguna narkoba di Indonesia sudah mencapai 4,9 juta lebih, meningkat dari data yang di dapat pada tahun 2009 oleh BNN RI yaitu total 135.278 manusia, itu pun hanya berdasarkan yang sudah berstatus tersangka.
Tabel 1. 1 Data Kasus TP Narkoba 2005-2008 (Sumber: BNN RI, 2009) Penyalahgunaan narkoba adalah masalah yang kompleks dan sangat sulit untuk dikontrol karena penggunaanya berpengaruh pada tubuh dan mentalemosional para pemakainya. Jika semakin sering dikonsumsi, apalagi dalam jumlah berlebih maka akan merusak kesehatan tubuh, kejiwaan dan fungsi sosial di dalam masyarakat. Pengaruh narkoba pada remaja bahkan dapat berakibat lebih fatal, karena menghambat perkembangan kepribadiannya. Penyalahgunaan narkoba menurut Kasubsi Bidang Kemasyarakatan dan Perawatan Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, Marjianto (2013) harus diberhentikan secara total penggunaanya dengan cara rehabilitasi, tidak dengan menahannya saja. Menurut Marjianto, lapas tetap dibutuhkan untuk membina dan membimbing narapidana dengan pendekatan mental dan sosial, akan tetapi perlu ditambah dengan pendekatan rehabilitasi agar memberhentikan sifat kecanduan dari para narapidana. Efek yang dihasilkan adalah sesuai dengan proses pemasyarakatan yang berkelanjutan, yaitu, narapidana narkoba diharap tidak lagi kecanduan dan menggunakan narkoba setelah keluar dari lapas.
1.2.2 Latar Belakang Khusus Keputusan Menteri Kehakiman RI Tahun 1990 menyatakan bahwa system pemasyarakatan yang berlaku dewasa ini, secara konseptual dan historis sangatlah berbeda dengan apa yang berlaku dalam sistem Kepenjaraan. Asas yang dianut adalah system Pemasyarakatan, yaitu menempatkan tahanan, narapidana, anak negara dan klien pemasyarakatan sebagai subyek dan dipandang sebagai pribadi dan warganegara biasa serta dihadapi bukan dengan latar belakang pembalasan tetapi dengan pembinaan dan bimbingan. Pembinaan dan bimbingan yang mereka dapatkan, diharap dapat membuat mereka berhasil berubah dan mengintegrasikan diri mereka di dalam masyarakat agar menjadi pribadi yang berguna bagi bangsa. Menurut Kasubsi Bidang Kemasyarakatan dan Perawatan Lapas Narkotika kelas IIA Yogyakarta, Marjianto, Lembaga Pemasyarakatan saat ini sangat didiskriminasikan oleh pemerintah karena dianggap tidak menghasilkan profit. Kurangnya perhatian pemerintah selain dari pengurangan dana bisa dilihat dalam bidang arsitektur. Untuk mengurangi dana, desain yang digunakan di seluruh lapas baru adalah sama, padahal berada pada konteks yang berbeda dengan tipe kejahatan yang berbeda. Sebagai contoh, Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta memiliki template desain yang persis sama dengan desain Lapas Cipinang di Jakarta, padahal kedua lapas itu terletak di lokasi yang berbeda dan merupakan jenis lapas yang berbeda juga. Lapas Narkotika di Yogya adalah khusus untuk Narkotika, sedangkan Lapas Cipinang adalah lapas yang diperuntukan bagi kriminal umum. Gambar 1. 1 Perbandingan Lapas Umum Cipinang dengan Lapas Narkotika Yogyakarta (Sumber LP Cipinang: Kompasiana Sumber LP Narkotika Yogyakarta: Republika)
Subyek kriminal umum dan narkotika memiliki dasar karakteristik yang berbeda. Subyek Pemasyarakatan kriminal adalah mereka yang melanggar hukum dengan sebuah/banyak tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Dalam mendefinisikan kriminalitas menurut Muhammad Mustafa (2007) Secara kriminologi yang berbasis sosiologis kriminalitas merupakan suatu pola tingkah laku yang merugikan masyarakat. Biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang pencuri, pembunuh, perampok, atau teroris (teroris agak berbeda dari kriminal karena melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham). Pelaku kriminal memerlukan pembinaan secara mental dan sosial dalam pemasyarakatannya. Subyek Pemasyarakatan narkoba adalah mereka secara sengaja menggunakan, mengedarkan, membuatkan narkoba, atau gabungan dari itu semua. Penyalahgunaan narkoba adalah masalah yang kompleks dan sangat sulit untuk dikontrol karena penggunaanya berpengaruh pada tubuh dan mentalemosional para pemakaianya. Jika semakin sering dikonsumsi, apalagi dalam jumlah berlebih make akan merusak kesehatan tubuh, kejiwaan dan fungsi sosial di dalam masyarakat. Pelaku penyalahgunaan narkoba memerlukan rehabilitasi narkoba untuk menghilangkan ketergantungannya tidak hanya dengan pembimbingan mental dan sosial. Tabel 1. 2 Perbandingan pembimbingan pelaku kriminal dan pelaku narkoba Pelaku Kriminal membutuhkan pembimbingan secara mental membutuhkan pembibingan secara sosial Pelaku Narkoba membutuhkan pembimbingan secara mental membutuhkan pembibingan secara sosial membutuhkan pembimbingan medis Sumber: Wawancara dengan Kasubsi Bidang Kemasyarakatan dan Perawatan Lapas Narkotika kelas IIA Yogyakarta, Marjianto, 2013 Dari data yang disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya perbedaan subyek pemasyarakatan, maka perlu dilakukan dua pendekatan
yang berbeda untuk memasyarakatkannya. Perlunya untuk melakukan pendekatan yang berbeda demi keberlanjutan dari sistem pemasyarakatan membuat perlunya desain lapas yang berbeda-beda pula. 1.3 Permasalahan 1.3.1 Permasalahan Umum 1. Tidak adanya ketersediaan Lapas khusus Narkotika di kota-kota besar sehingga membuat keterpaksaan para tahanan narkotika ditempatkan bersama para tahanan biasa. Hal itu kemudian membuat Lapas menjadi kelebihan kapasitas. Salah satu yang memiliki masalah dengan tingkat penggunaan narkotika yang tinggi adalah Pulau Bali. Pulau Bali disebut Pulau Dewata terkenal dengan seribu puranya, masuk dalam 10 pulau terbaik di dunia versi TripAdvisor. Dengan pemandangan alam yang menakjubkan, pantai yang eksotis, serta keramahan budayanya menduduki peringkat kedua sebagai pulau terbaik di dunia. Potensi wisata yang tinggi membuat turis-turis mancanegara menjadi banyak berdatang ke pulau ini. Selain membuka banyak jendela ekonomi untuk Negara, Bali juga membuka banyak potensi untuk masuknya narkotika. sebagai tempat peredaran. Terbukti dari hasil penelitian Badan Narkotika Nasional dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia menunjukkan bahwa tingkat prevalensi penyalahgunaan narkotika di Bali mencapai 1,8 persen dari jumlah penduduk atau mencapai 50.530 orang. Menurut Detik News (April 2013) Masalah narkotika juga menyebar sampai ke lapas-lapas di Bali, jumlah tahanan dan narapidana narkotika mendominasi penghuni lapas di seluruh Bali. Kelebihan kapasitas mencapai 200 persen.
Gambar 1. 2 7 dari 9 Lapas di Bali ditandai overcapacity menurut Data Sistem Database Pemasyarakatan (Sumber: http://smslap.ditjenpas.go.id, Diakses 2014) Lapas Kerobokan, misalnya, daya tampung sebanyak 323 napi dan tahanan, namun dihuni 1.020 orang. Menurut Kepala Lapas Kerobokan Gusti Ngurah Wiratna, 50,5% dari total tersebut atau sejumlah 516 orang adalah napi dan tahanan kasus narkotika. Menurut berita yang dilansir oleh antara news, Efek dari overcapacity tersebut sangat besar, Lapas Kerobokan mengalami kerugian miliaran. Oleh karena itu, Bali adalah salah satu daerah di Indonesia yang membutuhkan lapas narkotika. 2. Belum dianutnya konsep rehabilitasi di Lapas Narkotika, padahal diperlukan untuk keberlangsungan sistem pemasayarakatan. 1.3.2 Permasalahan Khusus 1. Desain lapas khusus narkotika hampir selalu sama dan tipikal dengan lapas kriminal umum, padahal memiliki konteks lingkungan, dan subyek yang berbeda (lihat tabel 1.2). Permasalahnnya adalah bagaimana cara mendesain lapas narkotika yang sesuai dengan subyeknya. 2. Kesalahan konsep bahwa pengguna narkotika hanya harus ditahan saja tanpa melakukan proses rehabilitasi, sehingga desain bangunan tidak disesuaikan dengan fungsi tersebut. Permasalahnnya adalah bagaimana mendesain lapas yang menunjang proses rehabilitasi.
1.4 Tujuan 1.4.1 Tujuan Umum Menciptakan sebuah desain lembaga pemasyarakatan narkotika yang sesuai dengan fungsi pemasyarakatan yaitu dengan menambah fungsi rehabilitasi di dalam lembaga pemasyarakatan khusus narkotika 1.4.2 Tujuan Khusus Menciptakan sebuah desain yang memfasilitasi aktivitas yang berguna untuk proses rehabilitasi secara mental, sosial serta medis. 1.5 Sasaran Merumuskan konsep perencanaan dan perancangan bangunan lapas khusus narkotika yang memiliki fasilitas yang membantu dalam rehabilitasi secara mental, social dan medis sehingga bermanfaat bagi semua pihak-pihak terkait, yaitu: Pemerintah. Pencapaian agenda pemerintahan dalam penyediaan lapas yang sesuai dengan pendekatan community based correction Narapidana Narkotika 1. Menjadi media terapi mental, social dan medis untuk narapidana narkotika agar menjadi pribadi yang disiplin, dekat dengan Tuhan dan bertanggung jawab Masyarakat Umum. Masyarakat secara langsung dan tidak langsung akan ikut merasakan pengaruh dari hasil pemasyarakatan. 1.6 Lingkup Pembahasan Lingkup dari pembahasan meliputi bahasan Arsitektural dan Non Arsitektural. 1 Pada konteks tulisan ini, Lembaga Pemasyarakatan khusus narkotika adalah lapas dengan tingkat keamanan medium security, sehingga Narapidana yang ditahan disini adalah narapidana yang memiliki masa tahanan dibawah 10 tahun penjara, yaitu: pengguna narkoba yang tertangkap dan tidak bisa membayar pusat rehabilitasi dan/ atau pengguna yang sekaligus pengedar kelas kecil bukan gembong besar
Arsitektural a. Tata Ruang Zonasi landscape Kebutuhan ruang Sirkulasi ruang Program ruang Fasilitas-fasilitas penunjang yang akan dihadirkan b. Prinsip bangunan sehat yang berguna untuk rehabilitasi Strategi pengaturan bukaan pada bangunan Strategi pemanfaatan udara bersih untuk penghawaan dalam ruangan Strategi pemilihan & penempatan vegetasi Strategi pencahayaan alami Non Arsitektural a. Identifikasi konsep pemasyarakatan dan proses rehabilitasi b. Kajian terhadap kegiatan-kegiatan pembimbingan dan pengembangan potensi dalam lapas narkotika 1.7 Metodologi Pembahasan 1.7.1 Studi Literatur Studi literatur dilakukan dengan mencari lalu mempelajari data-data tentang lembaga pemasyarakatan, mempelajari pola pemasyarakatan dan kegiatan di dalamnya, mempelajari standar-standar ruang lembaga pemasyarakatana melalui buku referensi, internet, dan asistensi dengan pembimbing. 1.7.2 Studi Kasus Studi kasus dilakukan dengan membandingkan lembaga pemasyrakatan umum dan lembaga pemasyrakatan narkotika melalui survey preseden, buku referensi, internet, dan asistensi dengan pembimbing mengenai tinjauan
1.7.3 Observasi Lapangan Observasi lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi site dan kondisi site preseden Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Yogyakarta untuk mempelajari kebutuhan dan efektivitas desain. 1.7.4 Analisis Mengelompokkan dan mengolah data-data yang telah didapat dari studi literatur, studi kasus yang sejenis, dan observasi lapangan di preseden Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, yang kemudian akan ditarik prinsip-prinsip perancangan, persyaratan bangunan, standar, dan kesimpulan. 1.7.5 Sintesis Menarik kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan sebelumnya untuk mendapatkan prinsip-prinsip pendekatan yang akan digunakan untuk menetapkan konsep perancangan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika yang sesuai dengan judul laporan. 1.7.6 Merumuskan konsep Perencanaan dan Perancangan Dari kesimpulan-kesimpulan yang telah didapat kemudian dirumuskan ke dalam konsep perencanaan dan perancangan berdasarkan prinsip-prinsip yang telah didapat.
1.8 Kerangka Berpikir Gambar 1. 3 Kerangka Berpikir (Sumber: Analisa Penulis) 1.9. Sistematika Penulisan Bab I PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, lingkup pembahasan, metode pembahasan, kerangka berfikir dan keaslian penulis. Bab II KAJIAN TEORITIS DAN FAKTUAL
Berisikan kajian dan prinsip- prinsip perancangan lembaga pemasyarakatan pada umumnya dan lembaga pemasyarakatan narkotika pada khususnya, penjelasan mengenai teori teori tentang rehabilitasi dan metode metode yang dapat diterapkan dalam perancangan lembaga serta analisis preseden Bab III ANALISA Berisi penjelasan tentang tipologi site yang cocok dan analisis site terpilih Disertai dengan analisa pelaku, kebutuhan ruang dan hubungannya dengan bangunan yang akan dibuat yaitu Lembaga Pemasyarakatan Narkotika dengan pendekatan Rehabilitasi. Bab IV KONSEP Konsep perancangan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika dengan Pendekatan Rehabilitasi. 1.10. Keaslian Penulisan Selama penulisan belum ditemukan adanya penulisan yang sama berdasarkan digilib ugm. Namun berdasarkan tipologi bangunan yang serupa yaitu lembaga pemasyarakatan ditemukan 16 tulisan (lihat lampiran) yang bertemakan Lembaga Pemasyarakatan, diantaranya adalah: No Nama Penulis Judul Kode Kesamaan 1 Hendriansyah LP Anak Pria Yogyakarta 2 Lafenra Lembaga Pemasyarakatan anak di Yogyakarta 3171 S Dasar Teori & Tipologi bangunan 2302-S Tipologi bangunan Tabel 1. 3 Daftar Tulisan yang mirip secara tipologi bangunan (sumber: Digilib Archiplan, diakses 27 Desember 2013)
Berbeda dengan tulisan tentang lembaga pemasyarakatan lain di digilib, penulisan ini memiliki tema Lembaga Pemasyarakatan khusus Narkotika. Perbedaan subyek pemasyarakatan menghasilkan analisa dan perancangan yang berbeda dengan tulisan- tulisan lainnya.