POLA PERESEPAN DAN RASIONALITAS PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak

Kata kunci: Diabetes melitus, obat hipoglikemik oral, PERKENI.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

KAJIAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS TEMINDUNG SAMARINDA

PHARMACY, Vol.08 No. 03 Desember 2011 ISSN

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN OBAT GLIBENKLAMID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE-2 DI PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

EVALUASI KERASIONALANPENGGUNAANANTIDIABETIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. R.

EVALUASI KERASIONALAN PENGOBATAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI INSTALASI RAWAT INAP RSU YARSI PONTIANAK NASKAH PUBLIKASI

EVALUASI KERASIONALAN PENGOBATAN DIABETES MELITUS TIPE II PADA PASIEN RAWAT INAP DI KLINIK SARI MEDIKA PERIODE JANUARI-MEI 2016 ARTIKEL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KETEPATAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JANUARI JUNI 2013 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental dengan

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. oral yang digunakan pada pasien Prolanis di Puskesmas Karangpandan Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang mengacu pada

BAB I PENDAHULUAN. menjadi energi yang dibutuhkan oleh otot dan jaringan. Orang yang menderita DM

Wawang Anwarudin 1, Dedin Syarifuddin 2 * Akademi Farmasi Muhammadiyah Kuningan *

IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIDIABETES PADA RESEP PASIEN DI APOTEK RAHMAT BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif merupakan transisi epidemiologis dari era penyakit

Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KERASIONALAN PENGOBATAN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO TAHUN 2013

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent

BAB I PENDAHULUAN.

4. Tiazolidindion Insulin VI. Komplikasi Diabetes B. Landasan Teori C. Hipotesis BAB III Metodologi Penelitian...

AKSEPTABILITAS PELAYANAN RESIDENSIAL KEFARMASIAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II TANPA KOMPLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. naiknya kadar glukosa darah karena ketidakmampuan tubuh untuk. memproduksi insulin (IDF, 2015). DM adalah suatu penyakit yang

DENGAN KOMBINASI PADA PASIEN DM TIPE 2 DI UPT. PUSKESMAS DAWAN II KABUPATEN KLUNGKUNG PERIODE NOVEMBER 2015-PEBRUARI 2016

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikendalikan atau dicegah (diperlambat). Diabetes mellitus adalah penyakit metabolisme

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dilakukan di Klinik Penyakit Dalam Instalasi Rawat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

KETEPATAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RUMAH SAKIT X SURAKARTA PERIODE JANUARI JUNI 2013

UJI VALIDITAS INSTRUMEN B-IPQ VERSI INDONESIA PADA PASIEN HIPERTENSI DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PREVALENSI NEFROPATI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II YANG DIRAWAT INAP DAN RAWAT JALAN DI SUB BAGIAN ENDOKRINOLOGI PENYAKIT DALAM, RSUP H

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. vitamin ataupun herbal yang digunakan oleh pasien. 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gaya hidup, mental, emosional dan lingkungan. Dimana perubahan tersebut dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

AZIMA AMINA BINTI AYOB

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. menitikberatkan pada prevalensi terjadinya DM pada pasien TB di RSUP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

Kedokteran Universitas Lampung

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN HIPERTENSI TENTANG OBAT GOLONGAN ACE INHIBITOR DENGAN KEPATUHAN PASIEN DALAM PELAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI DI RSUP PROF DR

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, diperoleh bahwa penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia tahun di daerah perkotaan

PENERAPAN PELAYANAN KEFARMASIAN RESIDENSIAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI KOTA CILACAP

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KARAKTERISTIK PASIEN DIABETES MELLITUS PADA PEMAKAIAN INSULIN DI APOTEK MEDIKA FARMA BARABAI.

NASKAH PUBLIKASI. Oleh: RATNA DEWI ISNAINI K

BAB I PENDAHULUAN. akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

Saputri, et al, Studi Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Komplikasi Hipertensi di Instalasi...

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang panjang. Efek

BAB III METODE PENELITIAN. cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. (InfoDatin, 2014). Menurut International Diabetes Federation (IDF) tahun 2015,

Hubungan Usia Penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 dan Disfungsi Ereksi

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia. Menurut Golostein (2008), bahwa 5% dari populasi penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

Transkripsi:

1 POLA PERESEPAN DAN RASIONALITAS PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK Robiyanto*, Nur Afifah, Eka Kartika Untari Prodi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura Jalan Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak 78124 Email: * robiyant@gmail.com ABSTRAK Pengobatan yang rasional mengharuskan pasien diabetes melitus (DM) tipe 2 untuk mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kondisi klinis pasien. Hal ini dapat dipantau dari tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat dan waspada efek samping obat. Prevalensi kasus DM di provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2013 diketahui sebesar 0,8%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola peresepan dan rasionalitas pengobatan pada pasien DM tipe 2 di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak. Penelitian ini merupakan studi observasional dengan rancangan studi potong lintang (cross-sectional) serta data hasil disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasionalitas pengobatan pasien DM tipe 2 berdasarkan kriteria tepat indikasi; tepat pasien; tepat obat dan waspada efek samping obat adalah sebesar 56,52%; 100%; 95,65%; dan 100% secara berurutan. Dari hasil penelitian disimpulkan disimpulkan bahwa pola peresepan dan rasionalitas pengobatan bagi pasien DM tipe 2 di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak sudah sesuai dengan pedoman PERKENI 2011. Kata kunci: DM tipe 2, peresepan, rasionalitas, pedoman PERKENI 2011 ABSTRACT The rational medication requires diabetes mellitus (DM) patients to receive the appropriate medication based on their clinical condition, which can be observed from parameters i.e. right indication, right patient, right drug and as little as possible side effect. The prevalence of DM cases in West Kalimantan was 0,8% (2013). The aim of this study was to know the prescribing profile and the rationality of medication DM type 2 patients which were treated at RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak. This research was an observational study with cross-sectional design and data result was presented descriptivley. Results of the rationality of medication for right indication; right patient; right drug and alert of side effect were 56,52%; 100%; 95,65%; 100% consecutively. To sum up, the prescribing and rationality of medication for DM type 2 patients at RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak are already appropriate with PERKENI guidelines 2011. Keyword: diabetes mellitus type 2, prescribing, rationality, PERKENI 2011

2 PENDAHULUAN Diabetes melitus merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa yang melebihi nilai normal (hiperglikemia). Hal ini menyebabkan tubuh mengalami kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Secara klinis diabetes melitus dibedakan menjadi Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) dan Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) (Suryohudoyo, 1996). Indonesia menduduki posisi ke-empat sebagai salah satu negara dengan kasus diabetes tertinggi dengan jumlah penderita 8,4 juta jiwa (Hongdiyanto dkk, 2013). Prevalensi penyakit DM di provinsi Kalimantan Barat berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 0,8% (Pusdatin, 2014). Kerasionalan pengobatan suatu penyakit terdiri atas ketepatan terapi yang dipengaruhi oleh proses diagnosis, pemilihan terapi, pemberian terapi, serta evaluasi terapi (Hongdiyanto dkk, 2013). Rasionalitas penggunaan obat terhadap suatu penyakit dapat diidentifikasi menggunakan indikator 8 tepat dan 1 waspada (Depkes RI, 2005). Tingginya prevalensi DM tipe 2 dikarenakan pola hidup masyarakat yang cenderung konsumtif dan kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan. Pedoman terapi klinis digunakan sebagai acuan dalam menentukan lini terapi di antara berbagai pilihan obat yang tersedia untuk mengobati DM tipe 2 sehingga dapat diambil keputusan pengobatan yang tepat berdasarkan kondisi klinis pasien (PERKENI, 2011). Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pola peresepan dan evaluasi rasionalitas obat antidiabetika pada pasien DM tipe 2 di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak. Desain Penelitian BAHAN DAN METODE Metode penelitian ini adalah observasional dengan rancangan studi potong lintang (cross-sectional). Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadie Pontianak dan sampel data yang digunakan berupa rekam medis pasien periode Juli-Desember 2015.

3 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak. Sampel penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang diambil secara consecutive sampling dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 berusia 18-65 tahun, menjalani pengobatan rawat jalan di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak dan menerima minimal satu jenis obat antidiabetes. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang memiliki penyakit komplikasi atau data rekam medisnya tidak lengkap atau rusak. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 23 pasien. Karakteristik Pasien a. Jenis kelamin HASIL DAN PEMBAHASAN Dari 23 sampel penelitian sebanyak 19 orang pasien (82,60%) berjenis kelamin perempuan dan 4 orang pasien (17,39%) berjenis kelamin laki-laki (Tabel 1). Prevalensi kejadian DM tipe 2 pada pasien perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini karena perempuan lebih berisiko mengidap DM karena secara fisik perempuan memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindrom siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopause yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal sehingga efeknya perempuan lebih berisiko menderita DM tipe 2 (Irawan, 2010). b. Usia Tabel 1. Karakteristik Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin N = 23 Persentase Laki-laki 4 17,39 Perempuan 19 82,61 Karakteristik pasien DM tipe 2 di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak berdasarkan usia pasien periode Juli-Desember 2015 dibagi menjadi empat kelompok usia (Tabel 2). Peningkatan risiko DM seiring dengan bertambahnya usia, khususnya pada usia > 40 tahun disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi

4 glukosa. Proses penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel β pankreas dalam memproduksi insulin (Sujaya, 2009). Tabel 2. Karakteristik Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Berdasarkan Usia Pola Peresepan Obat Antidiabetika No Kelompok Usia (tahun) N = 23 Persentase 1. 18-30 1 4,35 2. 30-42 5 21,74 3. 42-54 6 26,09 4. 54-65 11 47,82 Total 23 100 Hasil dari pola peresepan obat antidiabetika (OAD) pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. OAD yang paling sering diresepkan oleh dokter ialah glibenklamid dan metformin serta yang paling sedikit diresepkan ialah Pionix, Apidra, dan Glucodex. Pada penelitian ini terdapat dua orang pasien yang menggunakan insulin Lantus dan satu orang pasien menggunakan insulin Apidra. Terapi insulin pada pasien DM tipe 2, meskipun jarang, tetap dapat digunakan untuk pasien dengan risiko gagal terapi oral, kendali kadar glukosa darah yang buruk, riwayat pankreatektomi atau disfungsi pankreas, riwayat fluktuasi kadar glukosa darah yang lebar, riwayat ketoasidosis, riwayat penggunaan insulin > 5 tahun, dan penyandang DM > 10 tahun (PERKENI, 2007). Berdasarkan hasil penelitian pola peresepan obat antidiabetika yang digunakan di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak sudah sesuai dengan pola peresepan OAD berdasarkan pedoman PERKENI tahun 2011. Tabel 3. Pola Peresepan Obat Antidiabetika di RSUD Sultan Syarif Mohamad Akadrie Pontianak No Golongan Obat Nama Obat Jumlah Persentase Pasien 1 Tiazolidindion Pionix 1 2,13 2 Insulin Rapid Acting Apidra 1 2,13 3 Sulfonilurea Glucodex 1 2,13 4 Insulin Long Acting Lantus 2 4,26 5 Inhibitor alfaglukosidase Glucobay 2 4,26 6 Sulfonilurea Glimepirid 6 12,76 7 Tiazolidindion Actos 8 17,01 8 Sulfonilurea Glibenklami 13 27,66 d 9 Biguanid Metformin 13 27,66 Total 47 100

5 Rasionalitas Obat Antidiabetika a. Tepat indikasi Tepat indikasi pengobatan DM tipe 2 ialah ketepatan pemberian OAD berdasarkan diagnosis yang sesuai dengan hasil pemeriksaan kadar gula darah yang dicatat oleh dokter pada lembar rekam medis pasien. Pada penelitian ini terdapat dua orang pasien yang menggunakan insulin. Insulin yang digunakan oleh pasien pertama ialah insulin golongan long acting yaitu Lantus dengan durasi kerja panjang dan insulin golongan rapid acting yaitu Apidra dengan onset kerja yang cepat. Alasan pasien mendapatkan dua jenis insulin dan obat antidiabetika ialah karena kadar HbA1C pasien yang bernilai 10. Insulin long acting umumnya digunakan untuk menjaga agar kadar gula darah tetap terkontrol dalam jangka waktu yang panjang bersamaan dengan pemakaian obat antidiabetika oral yang dikonsumsi yaitu Actos yang dapat meningkatkan sensitivitas dari insulin itu sendiri. Insulin rapid acting digunakan untuk memberikan efek penurunan kadar gula darah yang cepat pada pasien setelah disuntikkan ke dalam tubuh pasien sesuai dengan dosis anjuran dokter. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 10 pasien yang pengobatannya tidak sesuai dengan pedoman. Hal ini dikarenakan dokter masih memberikan obat antidiabetika kepada pasien walaupun kadar gula darah pasien sudah berada di rentang normal. Oleh karena itu, dari 23 sampel hanya 13 pasien di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak yang dapat dikatakan mendapatkan pengobatan yang rasional (56,52%) (Tabel 4.). b. Tepat pasien Tabel 4. Rasionalitas Tepat Indikasi di RSUD Sultan Syarif Mohamad Akadrie Pontianak No. Tepat Indikasi Jumlah Pasien Persentase 1. Rasional 13 56,52 2. Tidak Rasional 10 43,48 Rasionalitas pengobatan berdasarkan parameter tepat pasien perlu dilakukan untuk melihat apakah peresepan obat antidiabetika oleh dokter sudah sesuai dengan kondisi klinis pasien. Tabel 5. Rasionalitas Tepat Pasien di RSUD Sultan Syarif Mohamad Akadrie Pontianak No. Tepat Pasien Jumlah Pasien Persentase 1. Rasional 23 100 2. Tidak Rasional 0 0

6 Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa seluruh pasien memenuhi kriteria tepat pasien dengan persentase sebesar 100%. Semua pasien tidak ada yang memiliki kontraindikasi dengan obat antidiabetika yang diresepkan oleh dokter. c. Tepat obat Rasionalitas berdasarkan parameter tepat obat dilihat dari ketepatan dosis dan aturan pakai dari pemakaian obat antidiabetika yang digunakan oleh pasien. Berdasarkan data rekam medis pasien DM tipe 2 di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak, 22 pasien dikategorikan rasional tepat obat (95,65%) dan satu pasien dikategorikan tidak rasional tepat obat (Tabel 6). Penilaian rasionalitas tepat obat ini berdasarkan pedoman PERKENI 2011. Tabel 6. Rasionalitas Tepat Obat di RSUD Sultan Syarif Mohamad Akadrie Pontianak No. Tepat Obat Jumlah Pasien Persentase 1. Rasional 22 95,65 2. Tidak Rasional 1 4,34 Data persentase rasionalitas tepat obat antidiabetika yang digunakan di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak yaitu untuk penggunaan Lantus, Apidra, Pionix, glimepirid, glibenklamid, Glucodex, metformin dan Glucobay jika disesuaikan dengan pedoman PERKENI 2011 hasilnya ialah 100% tepat obat sedangkan kesesuaian penggunaan Actos dengan pedoman PERKENI sebesar 87,5%. Hal ini disebabkan karena terdapat satu orang pasien yang diresepkan oleh dokter obat antidiabetika Actos yang aturan pakainya tidak sesuai dengan pedoman PERKENI 2011 yaitu diresepkan sebanyak 2x30 mg. Menurut pedoman PERKENI, Actos digunakan sebanyak 15-30 mg/tab dengan dosis harian sebesar 15-45 mg dan pemakaiannya hanya satu kali sehari. d. Waspada efek samping obat Efek samping utama yang harus diwaspadai oleh pasien yang mendapatkan obat antidiabetika ialah terjadinya hipoglikemia karena dapat menyebabkan kehilangan kesadaran pasien. Pada penelitian ini, efek samping yang terjadi setelah penggunaan obat antidiabetika dilihat berdasarkan laporan tertulis di lembar berkas rekam medis pasien. Berdasarkan data dari berkas rekam medis diketahui bahwa rasionalitas waspada efek samping obat dari seluruh sampel pasien 100% (Tabel 7).

7 Tabel 7. Rasionalitas Waspada Efek Samping Obat di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak No. Waspada Efek Samping Obat N = 23 Persentase 1. Rasional 23 100 2. Tidak Rasional 0 0 KESIMPULAN Jika dibandingkan dengan pedoman PERKENI 2011, disimpulkan bahwa pola peresepan obat bagi pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Pontianak sudah sesuai dengan pedoman PERKENI 2011. Nilai rasionalitas berdasarkan tepat indikasi 56,52%, tepat pasie, 100%; tepat obat 95,65% dan waspada efek samping obat 100%. DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI Departemen Kesehatan RI. Hongdiyanto, A., Paulina, V.Y & Hamidah, S.S. 2013. Evaluasi Kerasionalan Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat Inap di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Tahun 2013. Manado: Unsrat. Irawan, D. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). PERKENI. 2007. Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. PERKENI. 2011 Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Semarang: PB PERKENI. Pusdatin. 2014. Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Kementrian Kesehatan. Sujaya, I.N. 2009. Pola Konsumsi Makanan Tradisional Bali sebagai Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Tabanan. 6(1): 75-81. Suryohudoyo, P. 1996. Dasar Molekuler Diabetes Mellitus. Surabaya: Naskah Lengkap Surabaya Diabetes.