TINJAUAN PUSTAKA. air laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang mampu tumbuh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau (Scylla spp.) Indonesia dan merupakan hewan Arthropoda yang terbagi kedalam empat family,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat

2.2. Struktur Komunitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Mangrove Mangrove berasal dari kata mangue (Portugis) yang berarti bakau dan kata

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak

Hasil dan Pembahasan

I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

VI. SIMPULAN DAN SARAN

TINJAUAN PUSTAKA. pada daerah landai di muara sungai dan pesisir pantai yang dipengaruhi oleh

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh. Firmansyah Gusasi

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

TINJAUAN PUSTAKA. daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

Tabel 8. Frekuensi Persepsi Responden Mengenai Ekosistem Hutan Mangrove Kategori Persepsi Jumlah Responden (orang) Presentase (%)

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan,

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan

KEANEKARAGAMAN PLANKTON PADA HUTAN MANGROVE DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH. Halidah

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB 1 PENDAHULUAN. Pantai Nanganiki merupakan salah satu pantai yang terletak di Desa

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berbeda antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi - manggi,

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Oleh sebab itu, hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Mangrove tumbuh di pantai-pantai yang terlindungi atau pantai-pantai

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1)

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

Transkripsi:

15 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan di wilayah pesisir dan antara makhluk hidup itu sendiri, yang terpengaruh pasang surut air laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang mampu tumbuh dalam perairan asin/payau. Indonesia mempunyai luas hutan mangrove 25% dari luas hutan mangrove yang ada di dunia (Sanudin dan Harianja, 2009). Mangrove merupakan salah satu ekosistem utama penyusun wilayah pesisir tropis selain pelagis estuaria, padang lamun dan terumbu karang. Ekosistem ini diketahui mempunyai fungsi ekologis sangat penting, yaitu sebagai penyangga ekosistem pantai lainnya antara lain terhadap badai dan abrasi, juga sebagai tempat memijah, mengasuh, dan mencari makan bagi berbagai hewanhewan laut dan darat (Samosir, dkk., 2010). Kawasan mangrove merupakan ekosistem khas yang sangat kompleks, dalam sistem pertukaran atau peralihan material dan energi dari wilayah sekitar laut, perairan tawar dan terestrial. Ekosistem mangrove memiliki produktivitas cukup tinggi di kawasan pesisir. Fungsi dan peran dari mangrove antara lain adalah menjaga dan melindungi kondisi pantai dari gelombang pasang, angin dan mampu berperan sebagai filter berbagai polutan. Selain itu sebagai habitat, tempat berpijah dan tempat asuhan berbagai jenis ikan, udang dan fauna lainnya serta merupakan habitat dari berbagai jenis burung migran, mamalia dan reptil (Wahyudewantoro, 2009).

16 Ekosistem mangrove merupakan mata rantai utama yang berperan sebagai produsen dalam jaring makanan ekosistem pantai. Ekosistem ini memiliki produktivitas yang tinggi dengan menyediakan makanan berlimpah bagi berbagai jenis hewan laut dan menyediakan tempat berkembang biak, memijah, dan membesarkan anak bagi beberapa jenis ikan, kerang, kepiting, dan udang. Berbagai jenis ikan baik yang bersifat herbivora, omnivora maupun karnivora hidup mencari makan di sekitar mangrove terutama pada waktu air pasang (Martuti, 2013). Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku Kerusakan Mangrove menjelaskan bahwa status kondisi mangrove adalah tingkatan kondisi mangrove pada suatu lokasi tertentu dalam waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan mangrove. Semakin meningkatnya kegiatan pembangunan dapat menimbulkan dampak terhadap kerusakan mangrove, oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengendalian, dimana salah satu upaya pengendalian untuk melindungi mangrove dari kerusakan adalah dengan mengetahui adanya tingkat kerusakan berdasarkan kriteria baku kerusakannya. Kriteria baku kerusakan mangrove untuk menentukan status kondisi mangrove diklasifikasikan dalam tiga tingkatan yaitu : 1. Sangat baik (sangat padat) dengan penutupan 75% dan kerapatan 1.500 pohon/ha; 2. Rusak ringan (baik) dengan penutupan antara 50% - <75% dan kerapatan 1.000 pohon/ha - <1.500 pohon/ha; 3. Rusak berat (jarang) dengan penutupan <50% dan kerapatan < 1.000 pohon/ha.

17 Jenis-jenis dan Zonasi Mangrove Mangrove merupakan ekosistem yang sangat unik karena habitatnya yang khas sehingga tidak banyak jenis tumbuhan yang mampu hidup dalam kondisi tersebut. Jumlah jenis mangrove di Indonesia mencapai 89 jenis yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit. Dari 35 jenis pohon tersebut, yang umum dijumpai di pesisir pantai adalah Avicennia sp, Sonneratia sp, Rhizophora sp, Bruguiera sp, Xylocarpus sp, Ceriops sp, dan Excoecaria sp (Bengen, 2000). Menurut Sari, dkk (2014), hutan mangrove dibagi menjadi zonasi-zonasi berdasarkan jenis vegetasi yang dominan, mulai dari arah laut ke darat sebagai berikut: 1. Zona Avicennia sp.; terletak paling luar dan berhadapan langsung dengan laut. Zona ini umumnya memiliki substrat lumpur dan kadar salinitas tinggi. Zona ini merupakan zona pionir karena jenis tumbuhan ini memiliki perakaran yang kuat untuk menahan gelombang dan mampu membantu dalam proses penimbunan sedimen. 2. Zona Rhizophora sp.; terletak di belakang zona Avicenia sp., substratnya masih berupa lumpur lunak, namun kadar salinitasnya lebih rendah. Mangrove pada zona ini masih tergenang pada saat air pasang. 3. Zona Bruguiera sp.; terletak di belakang zona Rhizophora sp. dan memiliki substrat tanah berlumpur keras. Zona ini hanya terendam pada saat air pasang tertinggi atau 2 kali dalam sebulan. 4. Zona Nypa fruticans; terletak paling belakang dan berbatasan dengan daratan.

18 Fungsi dan Peranan Hutan Mangrove Peranan ekosistem mangrove yang unik dan penting sudah banyak diketahui orang. Mangrove dibagi menjadi dua bagian, dipandang dari sudut ekosistemnya dan dari sudut komponennya. Dari sudut ekosistem, dilihat kegunaan hutan secara utuh, termasuk daerah litoral dan pantai di sekitarnya, untuk berbagai keperluan dan kesejahteraan manusia dan lingkungan secara umum. Sedangkan dari sudut komponen, dilihat komponen biotik utama, terutama tumbuhan yang dipergunakan untuk berbagai keperluan manusia (Wibowo dan Handayani, 2006). Hutan mangrove juga berperan sebagai habitat alami satwa liar dan merupakan daerah asuhan beberapa binatang akuatik. Fungsi ekosistem mangrove sebagai feeding ground, spawning ground, dan nursery ground akan membuat ikan-ikan berkumpul dan menjadi habitat yang cocok bagi ikan. Menurut Mahmudi (2010) masuknya nutrien dari serasah daun mangrove merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas perikanan di wilayah pesisir. Sumberdaya ikan yang terdapat pada ekosistem tersebut, baik yang menetap atau hanya transit untuk berpijah dan memelihara anakannya semakin menambah keanekaragaman hayati pada kawasan tersebut. Berbagai jenis ikan yang relatif masih berukuran anakan (juvenil) baik ikan penghuni tetap maupun ikan pengunjung mencari makan di sekitar mangrove terutama pada waktu air pasang. Distribusi ikan di ekosistem mangrove bervariasi secara temporal yang dipengaruhi oleh suhu air permukaan dan pasang surut (Redjeki, 2013).

19 Ekosistem mangrove memiliki fungsi ekologis dan ekonomi yang sangat bermanfaat. Secara ekologis ekosistem mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan (spawning grounds) dan daerah pembesaran (nursery grounds) berbagai biota perairan seperti ikan, udang, kerang dan lainnya. Selain itu serasah mangrove (berupa daun dan ranting) yang jatuh di perairan setelah melalui proses dekomposisi akan menjadi sumber pakan dalam lingkungan perairan. Ekosistem mangrove juga, merupakan habitat bagi berbagai jenis burung, reptilia, mamalia dan jenis organismelainnya, sehingga hutan mangrove menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity) dan plasma nutfah yang tinggi serta berfungsi sebagai sistem penunjang kehidupan (Wantasen, 2013). Akar dan batang pohon serta ranting-ranting mangrove sebagai tempat berlindungnya benur dan nener yang pada saat air pasang oleh petani tambak didorong masuk ke dalam tambak, beberapa nelayan juga menangkapnya sebelum masuk tambak. Masyarakat juga memanfaatkan lahan di dalam hutan mangrove sebagai tempat jebakan dengan membuat kubangan di tanah yang berfungsi sebagai penjebak kepiting (Harahap, 2010). Jenis-jenis Ikan Pada Ekosistem Mangrove Spesies ikan yang dominan di perairan dataran lumpur merupakan spesies estuarin, yaitu Ikan Manyung (Osteogeneiosus militaris), Ikan Keting (Arius caelatus), Ikan Sembilang (Plotosuscanius), Ikan Belanak (Liza argentez), Ikan Gulameh (Pennahia argentata), Ikan Tiga Waja (Protonibea diacanthus), Ikan Teri (Stolephorus macroleptus), dan Ikan Cucut (Hemiscyllium indicum). Selain berbagai jenis ikan di perairan mangrove, di dasar mangrove juga terdapat Ikan

20 Gelodok Mud skippers yang mampu hidup di luar air dalam waktu relatif lama. Periopthalmus vulgaris sering berlama-lama jauh dari air. Boleopthalmus boddaerti, Periopthalmus chrysospilos, Periophthalmodon schlosseri, dan Scartelaos viridis dapat ditemukan di bawah tanaman bakau (Chong, dkk., 1990). Parameter Lingkungan Perairan Laevastu dan Hayes (1987) mengatakan bahwa faktor lingkungan dapat mempengaruhi metabolisme dan berpengaruh terhadap perbedaan distribusi regional ikan, dimana setiap individu memiliki kesukaan hidup yang berbeda. Secara lingkungan kepastian faktor-faktor lingkungan belum diketahui secara pasti namun kondisi mangrove yang mempunyai vegetasi yang lebih tua dan tutupan kanopi, kandungan organik dan ketebalan lumpur yang lebih tinggi diduga lebih disukai sebagai tempat untuk hidup. a. Suhu Suhu air sangat dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang jatuh ke permukaan air yang sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer dan sebagian lagi diserap dalam bentuk energi panas. Pengukuran suhu sangat diperlukan untuk mengetahui karakteristik perairan. Suhu air merupakan faktor abiotik yang memegang peranan penting bagi hidup dan kehidupan organisme perairan (Barus, 2004). Biota laut hidup dalam batas-batas suhu yang tertentu, ada yang bertoleransi sangat besar terhadap perubahan suhu (euriterm) atau sebaliknya ada yang bertoleransi kecil terhadap perubahan suhu (stenoterm). Suhu akan mempengaruhi sirkulasi air, sebaran biota (ikan), daur kimia dan sebaran sifat

21 fisik air lainnya. Suhu air permukaan di perairan nusantara umumnya berkisar antara 28-31 o C. Suhu air dapat berpengaruh terhadap beberapa fungsi fisiologi seperti respirasi, metabolisme tubuh, pertumbuhan dan reproduksi (Latupapua, 2011). b. ph Nilai ph sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada ph yang rendah. Apabila ph turun, maka yang akan terjadi antara lain: penurunan oksigen terlarut, konsumsi oksigen menurun, peningkatan aktivitas pernapasan, dan penurunan selera makan. Rentang toleransi ph sekitar 6,0-9,0, dan ph yang optimal sekitar 7,0-8,5 (Wantasen, 2013). ph merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan. Perairan dengan ph yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya, sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan ph dan menyukai kisaran ph sekitar 7-8,5 (Asriani, dkk., 2013). c. DO (Dissolved Oxygen) Oksigen terlarut sangat penting bagi pernafasan organisme-organisme akuatik. Pada suhu tinggi kelarutan oksigen rendah dan pada suhu rendah kelarutan oksigen tinggi. Tiap-tiap spesies biota akuatik mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda terhadap konsentrasi oksigen terlarut di suatu perairan (Odum, 1983). Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di dalam perairan bervariasi tergantung pada suhu, salinitas,

22 tekanan atmosfer dan turbulensi air. Kelarutan oksigen dan gas-gas lain akan berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga oksigen di laut cenderung lebihrendah daripada kadar oksigen di perairan tawar. Dissolved oxygen (DO) di perairan laut berkisar antara 11 mg/liter pada 0 o C dan 7 mg/liter pada suhu 25 o C (Effendi 2003). d. Salinitas Salinitas adalah berat garam dalam gram per kilogram air laut. Effendi (2003) mengemukakan bahwa nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5 ppt, perairan payau antara 0,5 30 ppt, perairan laut 30 40 ppt dan perairan hipersalin dapat mencapai 40 80 ppt. Salinitas pada kedalaman 100 meter pertama, dapat dikatakan konstan, walaupun terdapat sedikit perbedaan yang tidak mempengaruhi ekologi secara nyata. Sedangkan pada kedalaman 0 hingga hampir mencapai 1.000 m, salinitas antara 35,5 dan 37 ppt. e. Substrat Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan mangrove. Tekstur dan konsentrasi ion serta kandungan bahan organik pada substrat sedimen mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan lanau (silt) maka tegakan menjadi lebih rapat (Budiasih, dkk., 2015).