BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI PERUBAHAN PENGHITUNGAN DARI SISTEM "FLAT" KE "EFEKTIF" PADA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR DAN APLIKASI PERFORMANCE BOND DI BANK BUKOPIN SYARIAH CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS TENTANG APLIKASI PERJANJIAN SEWA SAFE DEPOSIT BOX DITINJAU DARI BNI SYARIAH HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. syariah dianggap sangat penting khususnya dalam pengembangan sistem ekonomi

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB III TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERPANJANGAN SEWA- MENYEWA MOBIL SECARA SEPIHAK DI RETAL SEMUT JALAN STASIUN KOTA SURABAYA

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

s}ahibul ma>l. Yang digunakan untuk simpanan dengan jangka waktu 12 (dua belas)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB IV ANALISIS TENTANG AKAD QIRAD}{ DI GERAI DINAR SURABAYA

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

BAB IV ANALISIS PENENTUAN NISBAH BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM DI BMT BINTORO MADANI DEMAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV REKSADANA EXCHANGE TRADED FUND DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN TARIF JUAL BELI AIR PDAM DI PONDOK BENOWO INDAH KECAMATAN PAKAL SURABAYA

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT MUSLIM SIDOMOJO KRIAN SIDOARJO MENGENAI BUNGA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEGIATAN EKONOMI

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA TENTANG PENAMBAHAN UANG SEWA TAMBAK DI DESA GISIK CEMANDI KEC. SEDATI KAB.

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI NASABAH TENTANG APLIKASI MURA<BAH}AH DI BMS FAKULTAS SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. hukum Islam. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP INVESTASI HIGH YIELD INVESTMENT PROGRAM (HYIP) DENGAN SISTEM ONLINE

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA JUAL BELI SAPI SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO KECAMATAN

monay, dalam perbankan dan pembolehan sepekulasi menyebabkan penciptaan uang

KAIDAH FIQH. Jual Beli Itu Berdasarkan Atas Rasa Suka Sama Suka. Publication 1437 H_2016 M. Kaidah Fiqh Jual Beli Itu Berdasarkan Suka Sama Suka

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama universal yang mempunyai sekumpulan aturan dan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK UMMAT SIDOARJO. Keuangan Syariah dalam melakukan aktifitasnya yaitu, muraba>hah, ija>rah

BAB III TINJAUAN UMUM AQAD MURABAHAH DALAM FIQH MUAMALAH. Kata aqad dalam kamus bahasa arab berasal dari kata ع ق د - ی ع ق د - ع ق د ا yakni

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam kehidupan sehari-hari adalah masalah muamalah (akad,

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBULATAN TIMBANGAN PADA PT. TIKI JALUR NUGRAHA EKAKURIR DI JALAN KARIMUN JAWA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah [2]: 275: &$!%#*#$ 234 +#,-.,(/01 '() )5'(2%6.789:;<= & #AB7CDE3" Orang yang makan (mengambil) riba ti

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan, seperti: produksi, distribusi, sewa-menyewa, berwirausaha

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB II LANDASAN TEORI. A. Konsep Akad Bai Bitsaman Ajil dalam Fiqh Muamalah

BAB IV. oleh Baitul mal wat Tamwil kepada para anggota, yang bertujuan agar anggota

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. berpedoman penuh pada Al-Qur an dan As-Sunnah. Hukum-hukum yang melandasi

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBULATAN HARGA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMOTONGAN HARGA JUAL BELI BESI TUA DAN GRAM BESI DI PT. FAJAR HARAPAN CILINCING JAKARTA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Harta merupakan salah satu amanah yang diberikan Allah kepada

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA- MENYEWA TANAH FASUM DI PERUMAHAN TNI AL DESA SUGIHWARAS CANDI SIDOARJO

A. Analisis Praktik Sistem Kwintalan dalam Akad Utang Piutang di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS MENURUT EMPAT MAZHAB TERHADAP JUAL BELI CABE DENGAN SISTEM UANG MUKA DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN BANYUPUTIH KABUPATEN SITUBONDO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB IV ANALISIS PERSEPSI NASABAH RENTENIR TENTANG QARD} PADA PRAKTIK RENTENIR DI DESA BANDARAN KECAMATAN BANGKALAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM)

BAB IV STOCK INDEX FUTURE TRADING DI CENTRAL CAPITAL FUTURES DALAM PERSPEKTIF MADZHAB SYAFI I

MUD{A<RABAH DALAM FRANCHISE SISTEM SYARIAH PADA KANTOR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGUNAAN AKAD BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO. Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo.

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI UANG RUSAK (STUDY KASUS DI PASAR KAYEN PATI) SKRIPSI

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELASANAAN AKAD MUDH ARABAH PADA SIMPANAN SERBAGUNA DI BMT BISMILLAH SUKOREJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

BAB I PENDAHULUAN. pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa pembayaran serta peredaran uang

$!%#&#$ /0.#'()'*+, *4% :;< 63*?%: #E Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada umumnya dilahirkan seorang diri, namun demikian

Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN UANG MUKA. Secara bahasa, murābahah berasal dari kata ar-ribhu ( الر بح ) yang

Solution Rungkut Pesantren Surabaya Perspektif Hukum Islam

BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE (HP) SERVIS YANG TIDAK DIAMBIL OLEH PEMILIKNYA

BAB II LANDASAN TEORI PEMBIAYAAN EKSPOR IMPOR MELALUI LETTER OF CREDIT (L/C) DALAM HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang. memberikan pelayanan terhadap konsumen yang merasa dirugikan, maka dalam

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA A. Tata Cara Pelaksanaan Akad Pelaksanaan akad deposito di BNI Syari ah dimulai pada waktu pembukaan rekening dengan pernyataan percakapan antara calon nasabah dengan customer service tentang cara pembukaan rekening hingga sampai terjadi perjanjian sebagaimana di bawah ini: 1. Nasabah menyerahkan uang dan bilyet atau formulir aplikasi deposito sesuai dengan prosedur persyaratan yang ditetapkan bank. 2. Teller menerima dan mencatatnya. Dari kegiatan tersebut bisa kita lihat, bahwa dalam hal ini tidak ada pihak yang merasa kehilangan kepercayaan karena perjanjiannya dilakukan secara tertulis sebagai bukti otentik bahwa telah terjadi perjanjian antara nasabah dan bank. Hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT, yang memerintah kita untuk mencatat bila mengadakan transaksi muamalah. Firman Allah Surat al-baqarah 282: 1... 1 Departemen Agama, Al-Qur an dan Terjemah., h. 59 73

74 Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya... Setelah melihat praktek yang ada, dapat diketahui bahwa pelaksanaan akad deposito mud{a>rabah berbentuk tulisan dan perbuatan. Dan akad-akad yang dilakukan di atas merupakan kebiasaan yang ada di bank. Dalam hukum Islam akad itu dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara baik berupa tulisan, ucapan atau perbuatan dan tidak mensyaratkan dengan lafal dan susunannya. Penjelasan di atas sesuai dengan pendapat Imam Syafi i yang tidak mensyaratkan adanya ijab qabul. Akad dianggap sah dengan memakai ucapan yang bisa menyampaikan kepada kerja sama perniagaan (mud{a>rabah, qirad atau muamalah) atau semisalnya. Karena menurutnya, yang demikian itu bisa dicapai dengan setiap ucapan yang bisa menunjukkan kepada transaksi perniagaan tersebut. Oleh sebab itu, dalam mud{a>rabah dianggap satu cara yang saling memberi dan menerima modal. Selanjutnya pekerja (mudarib) melakukan kewajiban dengan modal itu tanpa adanya ucapan aku menerima, cara demikian itu dianggap sah. 2 2 Abdurrahman al-jaziri, Fiqh Empat Madzhab Bagian II, hal. 290

75 Begitu pula pendapat Sayyid Sabiq, bahwa ijab qabul itu tidak disyaratkan dengan lafadz tapi dianggap sempurna dengan bentuk apa saja yang bisa menunjukkan kepada makna mud{a>rabah. 3 Secara rasional akad yang dilakukan BNI Syari ah Cab. Surabaya dibenarkan, karena BNI Syari ah sebagai lembaga keuangan dalam mengoperasionalkan produknya memerlukan efisiensi kinerja, dalam artian, transaksi yang dilakukan dijalankan dengan teknis yang praktis, tidak berbelit-belit. Karena, yang ditangani BNI Syari ah tidak hanya satu atau dua nasabah, melainkan lebih dari itu, sehingga bentuk akadnya tidak disyaratkan satu bentuk saja. Dan agama Islam tidak mempersulit, tetapi mempermudah umatnya untuk memilih dan menerapkan akad bermuamalah, dengan catatan menimbulkan maslahat. Sebagaimana Firman Allah, surat al-baqarah ayat 185 : 4...... Artinya :...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu... Berdasarkan pendapat serta uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa akad mud{a>rabah yang diterapkan di BNI Syari ah Cabang Surabaya sesuai dengan aturan syariat, seperti anjuran dan pendapat para ulama dalam kitab-kitab fiqh. 3 Sayyid Sabiq, fiqh Sunnah 13, hal. 33 4 Departemen Agama, Al-Qur an dan Terjemah., h. 35

76 B. Analisis Terhadap Teknis Pengelolaan Dana Deposito di BNI Syari ah Cab. Surabaya Sebagaimana telah diketahui pada bab sebelumnya, bahwa untuk kegiatan pengelolaan dana, seluruh dana yang telah terhimpun di BNI Syari ah, termasuk juga dana deposito, dikelola pihak bank dengan jalan menginvestasikannya pada produk-produk pembiayaan yang terdapat dalam BNI Syari ah, seperti pembiayaan dengan prinsip mud{a>rabah, pembiayaan dengan prinsip mura>bahah dan pembiayaan dengan prinsip ija>rah. Dalam hal ini BNI Syari ah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik modal), sedangkan kreditur (pemakai dana) sebagai mudarib. Jadi bisa disimpulkan bahwa setelah BNI Syari ah melakukan akad mud{a>rabah mutlaqah dengan nasabah deposito (shahibul mal), maka terjadi akad lagi dengan kreditur (pemakai dana), yang mana dalam hal ini BNI Syari ah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana), sedang kreditur sebagai mudarib. Dengan demikian BNI Syari ah berarti telah memudarabahkan harta mud{a>rabah (harta para nasabah mudarabahnya). Sehubungan dengan masalah ini, Sayyid Sabiq berpendapat bahwa pelaksana mud{a>rabah (mudarib) tidak boleh memudarabahkan harta mudarabah, bila hal itu terjadi maka dianggap sebagai pelanggaran. 5 5 Sayyid Sabiq, Fiqh., hal. 35

77 Sedangkan menurut pendapat Imam Hanafi, Maliki dan Hambali, bila hal tersebut dilakukan tanpa izin pemilik modal maka hukumnya batal, tetapi bila dengan izin si pemilik modal maka hukumnya sah, dengan berkewajiban menjamin jika terjadi kerugian dan jika terjadi keuntungan maka pembagiannya menurut persyaratan pemilik harta. Dalam hal ini Imam Syafi i berpendapat bahwa mudarib yang bekerjasama dengan pihak lain dengan izin pemilik modal, maka sah. Akan tetapi, bila kreditor dari pemodal kedua atau mudarib (dalam kasus ini adalah bank BNI Syariah), memudarabahkan modal pinjaman tersebut, maka yang demikian tidak sah. Pendapat yang kedua inilah yang dianggap oleh Syafi iyah sebagai pendapat yang paling kuat. 6 Dalam buku Fiqh Muamalah karya Hendi Suhendi dijelaskan bahwa, mud{a>rabah bersifat mutlak, artinya pemilik modal tidak mengikat pengelola harta untuk berdagang di negara tertentu, memperdagangkan barang-barang tertentu, pada waktu-waktu tertentu, sementara di waktu lain tidak karena persyaratan yang mengikat sering menyimpang dari tujuan akad mud{a>rabah, yaitu keuntungan. Bila dalam mud{a>rabah ada persyaratan yang tidak terpenuhi, maka mud{a>rabah tersebut menjadi rusak menurut pendapat al-syafi i dan Malik. Sedangkan menurut Abu Hanifah dan Ahmad Ibn Hanbal, mud{a>rabah tersebut sah. 7 6 Abdurrahman, Fiqh Empat, hal. 291 7 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, h. 139-140

78 Jumhur fuqaha Amshar tidak memperselisihkan apabila pihak yang bekerja menyerahkan modal kepada pihak lain, maka pihak pekerja yang pertama harus menanggung kerugian (yang terjadi di tangan pekerja kedua). Apabila memperoleh keuntungan, maka pembagiannya berdasarkan syarat yang ditentukannya. 8 Sehubungan dengan masalah ini, seseorang yang mendepositkan uangnya di BNI Syari ah otomatis dia mengetahui bahwa uangnya oleh pihak BNI akan disalurkan kepada kegiatan-kegiatan bank yang bisa bermanfaat dengan tujuan menghasilkan keuntungan. Hal ini berarti dia (nasabah) rela kalau uangnya itu digunakan oleh BNI Syari ah untuk bekerjasama dengan orang lain dalam akad mud{a>rabah juga. Dan telah diketahui, bahwa akad mud{a>rabah merupakan akad mutlak, dalam artian debitur (nasabah) memberikan kekuasaan penuh kepada BNI Syari ah untuk mengelola uang yang telah dipercayakan padanya, sehingga bila kreditur labanya berlimpah maka debitur dan BNI Syari ah merasakannya, demikian juga sebaliknya. Memang hal tersebut sedikit berbeda dengan mud{a>rabah yang dilakukan pada zaman Rasul, dimana mud{a>rabah dilakukan secara sederhana antara dua pihak shahibul mal dan mudarib, dalam aktivitas bisnis modern seperti sekarang ini mud{a>rabah dilaksanakan melalui dua proses, dalam hal ini BNI Syari ah 8 Ibn Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid juz 3, hal. 244

79 sebagai mudarib bagi deposan pada saat pembukaan aplikasi deposito, dan sebagai shahibul mal bagi kreditur pada saat menyalurkan pembiayaan. Dengan demikian penerapan akad di atas sesuai dengan pendapat Imam Hanafi, Maliki dan Hambali juga para Jumhur Fuqaha Amsar. Berdasarkan uraian di atas, maka kedua akad yang dilakukan BNI Syari ah tidak batal (rusak), karena keduanya (nasabah, kreditur dan bank) sama-sama memberi manfaat dan dalam hal ini tidak ada pihak yang merasa dirugikan atau dieksploitasi. Hal ini sesuai dengan tujuan pokok hukum Islam yaitu untuk menarik atau mencari kemaslahatan dan menolak atau menghindari kerusakan. Dalam menjalankan kegiatan pengelolaan dananya tersebut, BNI Syari ah berada di bawah pengawasan Dewan Pengawas Syari ah (DPS) yang berada di kantor pusat. Sehingga meskipun secara teknis diketahui terjadi ikatan kerjasama dengan BNI konvensional (bank induk), namun dalam sistem operasional kegiatannya bisa dipastikan tidak keluar dari prinsip atau ketentuan bermuamalah yang sesuai dengan syari ah Islam. Adapun bentuk penyaluran atau investasi dari dana investor oleh BNI Syari ah dialokasikan untuk pembiayaan konsumtif dan produktif dengan menerapkan prinsip pembiayaan mudarabah, musyarakah, murabahah, dan ijarah. Dalam pembiayaan murabahah (jual beli) dan ijarah (sewa), bank bertindak sebagai penjual atau pemenuh kebutuhan suatu barang (asset) bagi nasabah (pembeli) yang membutuhkan tambahan asset namun kekurangan dana untuk

80 membeli secara lunas. Untuk itu bank membeli asset yang dikehendaki nasabah tersebut dari supplier, kemudian bank menjualnya kepada nasabah dengan harga asal ditambahkan keuntungan yang disepakati. Dan nasabah melunasinya dengan cara mengangsur. Dalam ijarah juga berlaku seperti demikian, letak perbedaannya hanya pada status kepemilikan barang (asset) tersebut. Pada pembiayaan murabahah, barang (asset) sepenuhnya menjadi milik nasabah setelah terjadi kesepakatan antara bank (penjual) dan nasabah (pembeli). Namun tidak demikian dengan pembiayaan ijarah. Dalam transaksi ini, yang terjadi bukanlah akad jual beli, melainkan akad sewa. Sehingga nasabah (penyewa) hanya dapat menggunakan fungsi dari barang tersebut, tanpa adanya pemindahan kepemilikan. Mengenai penentuan harga dalam dua akad tersebut diatas, BNI Syari ah (penjual) memberitahu nasabah (pembeli atau penyewa) tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. Setelah ada kejelasan harga, pembeli bisa menentukan pilihan untuk menyepakati akad tersebut, atau membatalkan. Dengan demikian, dalam proses transaksi tersebut, tidak terdapat paksaan, ataupun riba. Sehubungan dengan penentuan harga dalam akad tersebut, para ulama berbeda pendapat tentang biaya apa saja yang dapat dibebankan kepada harga jual barang. Ulama madzhab Maliki, membolehkan biaya-biaya yang langsung terkait atau yang tidak langsung terkait dengan transaksi jual beli tersebut.

81 Ulama Syafi iyah membolehkan membebankan biaya-biaya yang secara umum timbul dalam suatu transaksi jual beli kecuali biaya tenaga kerjanya sendiri, karena komponen ini termasuk dalam keuntungan. Begitu pula biayabiaya yang tidak menambah nilai barang, tidak boleh dimasukkan sebagai komponen biaya. Mazhab Hanafi membolehkan pembebanan biaya-biaya yang secara umum timbul dalam suatu transaksi jual beli, namun mereka tidak membolehkan biaya-biaya yang memang semestinya dikerjakan oleh si penjual. Ulama madzhab Hambali, berpendapat bahwa semua biaya langsung maupun tidak langsung, dapat dibebankan pada harga jual, selama biayabiaya itu harus dibayarkan pada pihak ketiga, dan akan menambah nilai barang yang dijual. 9 Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa para ulama dari keempat madzhab tersebut, membolehkan pembebanan biaya langsung yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga (pembeli). Mereka sepakat tidak membolehkan pembebanan biaya langsung yang berkaitan dengan pekerjaan yang memang semestinya dilakukan penjual maupun biaya langsung yang berkaitan dengan pekerjaan yang memang semestinya dilakukan penjual maupun biaya langsung yang berkaitan dengan hal-hal yang berguna. Selain itu, mereka juga membolehkan pembebanan biaya tidak langsung yang dibayarkan kepada pihak ketiga dan pekerjaan itu harus dilakukan oleh pihak ketiga. Bila pekerjaan itu harus dilakukan oleh si penjual, mazhab Maliki tidak membolehkan pembebanannya, sedangkan ketiga mazhab lainnya membolehkannya. Mazhab yang empat sepakat tidak membolehkan pembebanan biaya tidak langsung bila tidak menambah nilai barang atau tidak berkaitan dengan hal-hal yang berguna. 9 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, hal. 114.

82 Sehubungan dengan masalah ini, sepantasnya pihak bank yang berkedudukan sebagai penjual, mendapat imbalan atas usaha dan jasanya melayani serta menyediakan barang (asset) yang dibutuhkan nasabah (pembeli ataupun penyewa). Selain itu di dalam penentuan keuntungan dari penjualan barang tersebut, bank melakukannya secara transparan. Sebagaimana firman Allah dalam al-qur an surat al-baqarah, ayat 233 : 10 Artinya : apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan 10 Departemen Agama, Al-Qur an dan Terjemah., h. 47

83 Dan hadist Nabi: أعطواالا جيرأجره قبل أن يجف عرقه Artinya : Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya kering (HR. Ibnu Majah) 11 Selain itu, dalam praktek pembiayaan murabahah dan ijarah ini, antara bank dan nasabah mengikuti syarat dan ketentuan bermuamalah secara syar i, seperti transaksi yang diterapkan tidak menggunakan bunga (bebas dari riba), obyek atau barang harus jelas bentuk (keadaan) dan manfaatnya serta harus ada kerelaan antara kedua belah pihak. Hal di atas sesuai dengan firman Allah dalam surat an-nisa ayat 29 : ل ا ت ا آ ل وا أ م و ال ك م ب ي ن ك م ب ال ب اط ل إ لا أ ن ت ك ون ت ج ار ة ع ن ت ر اض م ن ك م Artinya : Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka samasuka di antara kamu 12 Dari uraian tentang teknis pelaksanaan transaksi tersebut di atas, bisa dilihat, bahwa teknis pelaksanaan pembiayaan murābahah dan ijārah yang terjadi di BNI Syari ah adalah dibolehkan menurut pandangan syariat, karena terbebas dari unsur gharar, haram, bathil dan riba. 11 Nashirudin al albani, Shahih Sunan Ibnu Majah, hal. 420 12 Departemen Agama, Al-Qur an dan Terjemah., h. 122

84 Dalam pembiayaan mudārabah. dan musyārakah, BNI Syariah mempunyai peran sebagai shahibul māl bagi nasabah atau pelaku usaha (kreditor). Letak bedanya hanya pada jumlah modal yang disertakan bank dalam bisnis (usaha atau proyek) nasabah. Pada pembiayaan mudārabah,. bank memberikan modal 100% untuk nasabah (mudarib. atau kreditor), sedangkan pada pembiayaan musyārakah bank hanya menggabungkan beberapa modalnya saja untuk ikut serta melakukan usaha dengan nasabahnya. Dua akad di atas bersifat mengikat, artinya kedua belah pihak harus mengikuti syarat dan ketentuan bermudārabah. dan bermusyārakah. Di antaranya adalah kesepakatan yang berupa: modal yang disertakan harus jelas jumlahnya, usaha (proyek) yang akan dikerjakan tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam; seperti tidak boleh membiayai usaha (proyek) minuman keras, dan sejenisnya; keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak pada saat akad, begitu juga jika terjadi kerugian. Ketika melihat teknis transaksi pembiayaan seperti yang tertera pada keterangan di atas, dapat difahami bahwa pelaksanaan akad tersebut tidak menyimpang dari ajaran syari at. Yaitu, perjanjiannya jelas, usaha (proyek) yang akan dijalankan nasabah (kreditor) tidak memproduksi sesuatu yang dilarang syari at (seperti usaha pembuatan pabrik minuman keras, dan sejenisnya), serta dalam transaksi tersebut tidak mengandung unsur riba.

85 Sebagaimana firman Allah dalam al-qur an surat al-baqarah ayat 275 : Artinya : Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. 13 Dari uraian tentang teknis pelaksanaan transaksi tersebut di atas (mudārabah. dan musyārakah), bisa dilihat bahwa teknis pelaksanaan pembiayaan mudārabah. dan musyārakah yang terjadi di BNI Syari ah adalah dibolehkan menurut pandangan syariat, karena terbebas dari unsur gharar, haram, bathil dan riba. 13 Departemen Agama, Al-Qur an dan Terjemah, hal 58.