Visi Pendidikan Spesialis dan Subspesialis: Menjadi bagian integral dalam Sistem Pelayanan Kesehatan di Indonesia Laksono Trisnantoro, Fakultas Kedokteran UGM
Pengantar Jaminan Kesehatan Nasional talah berada di tahun ke 2 Ada kemungkinan akan gagal mencapai tujuan karena masalah supply pelayanan kesehatan Indikator yang gagal dicapai adalah keadilan sosial sesuai dengan UU SJSN di tahun 2014 Spesialis dan Sub-spesialis penting dianalisis termasuk tempat pendidikannya
Keadaan spesialis dan sub-spesialis Jumlah dan distribusi Spesialis: Jumlah dinilai cukup, namun distribusi tidak merata Sub-spesialis: tidak ada data nasional yang jelas Tempat pendidikan Spesialis: FK-FK dengan akreditasi A. Tidak bertambah. Sub-spesialis: Sulit didata Keadaan memprihatinkan. Kebijakan JKN tidak berdampak pada pengembangan spesialis dan subspesialis
Jumlah dan Distribusi Bagaimana perubahan dari tahun 2013 sampai sekarang?
DKI JAKARTA DI YOGYAKARTA BALI KEP. RIAU JAWA TENGAH BANTEN NUSA TENGGARA BARAT KEP. BANGKA BELITUNG JAWA BARAT JAMBI ACEH SUMATERA SELATAN SULAWESI SELATAN LAMPUNG RIAU JAWA TIMUR KALIMANTAN TIMUR SUMATERA BARAT SUMATERA UTARA PAPUA KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TENGAH SULAWESI UTARA SULAWESI TENGGARA GORONTALO SULAWESI BARAT KALIMANTAN BARAT SULAWESI TENGAH NUSA TENGGARA TIMUR PAPUA BARAT BENGKULU MALUKU UTARA MALUKU INDONESIA KETERSEDIAAN SPESIALIS ANAK DI RSU PEMERINTAH (%) 2013 120 75 % RSU PEMERINTAH MEMILIKI SPESIALIS ANAK 100 120 100 80 100 99 81 80 60 75.5 60 48 40 20 40 0 120 100 80 60 A B C D 100 95 76 75 64 20 0 40 20 0 Kementerian Kesehatan 2013
DKI JAKARTA BALI BANTEN JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR JAMBI KALIMANTAN TIMUR KEP. RIAU SULAWESI TENGAH DI YOGYAKARTA GORONTALO ACEH SUMATERA BARAT NTB PAPUA SULAWESI SELATAN LAMPUNG SUMATERA UTARA KALIMANTAN BARAT SULAWESI TENGGARA SULAWESI BARAT SULAWESI UTARA RIAU KALIMANTAN SELATAN NTT KEP. BANGKA BELITUNG MALUKU SUMATERA SELATAN KALIMANTAN TENGAH MALUKU UTARA BENGKULU PAPUA BARAT INDONESIA KETERSEDIAAN SPESIALIS ANESTESI DI RSU PEMERINTAH (%) 48,8 % RSU PEMERINTAH MEMILIKI SPESIALIS ANESTESI 120.0 100.0 100 94 90 80.0 80 60 40 43 24 60.0 48.8 20 40.0 0 A B C D 20.0 100 86 89 80 60 40 40 62 49 0.0 20 0 Kementerian Kesehatan 2013
Bagaimana di tahun 2015 Data yang tidak timeseries
822 568 1,289 1,029 1,195 1,267 2,361 2,622 2,506 2,156 3,745 4,503 5,751 5,388 6,785 Jumlah Spesialis JUMLAH SPESIALIS (NASIONAL) Per Oct
Jumlah Spesialis 4 Dasar per Provinsi 1,200 1,000 800 600 400 200 - Spesialis 4 Dasar per Provinsi Per Oct 2015 SpA SpOG SpD SpB Ketersediaan spesialis di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten lebih banyak dibanding di provinsi lain, di NTT hanya 0.2% dari total jumlah spesialis 4 dasar tersebut.
DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWA TENGAH DIY JAWA TIMUR BANTEN SUMATERA BARAT RIAU SUMATERA SELATAN LAMPUNG BALI NTB NAD SUMATERA UTARA JAMBI BENGKULU KEPRI KALIMANTAN BARAT SULAWESI UTARA SULAWESI TENGAH SULAWESI SELATAN SULAWESI SULAWESI BARAT KALIMANTAN KALIMANTAN KEP. BABEL NTT KALIMANTAN TIMUR MALUKU MALUKU UTARA PAPUA BARAT PAPUA 1,238 809 946 1,110 612 419 2,143 1,432 1,045 502 127 284 425 569 335 155 67 194 588 173 321 117 107 102 685 252 1,714 2,714 4,853 5,929 6,032 5,424 Jumlah Spesialis per Provinsi TOTAL SPESIALIS PER PROVINSI Per Oct 2015 Ketersediaan spesialis di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten lebih banyak dibanding di provinsi lain, di NTT hanya 1 % dari total jumlah spesialis tersebut.
Bagaimana Perkembangan FK-FK yang menyelenggarakan pendidikan spesialis?
Akreditasi FK-FK Di tahun 2015: Tidak ada perubahan signifikan fakultas kedokteran yang bisa menyelenggarakan pendidikan Spesialis dan Sub-Spesialis
Akreditasi FK-FK UU Pendidikan Kedokteran. Yang diperbolehkan menyelenggarakan pendidikan spesialisasi adalah FK-FK dengan akreditasi A
Catatan penting: Jumlah, penyebaran dokter sub-spesialis belum ada data yang akurat Tempat pendidikan dokter sub-spesialis masih mengalami guncangan pasca UU Pendidikan Kedokteran Menunjukkan rendahnya perhatian bangsa kepada pendidikan sub-spesialis Rentan untuk dimasuki sub-spesialis dalam konteks Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang dimulai tahun 2015 ini
Ada kemungkinan Situasi pendidikan dokter spesialis dan subspesialis menjadi salahsatu faktor tidak tercapainya tujuan kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional Perlu mempelajari skenario masa depan
Pembangunan Fisik dan RS Baik Skenario tidak baik. Perkembangan jumlah RS meningkat namun jumlah, distribusi, dan mutu Spesialis/subspesialis gagal memenuhi kebutuhan masyarakat akibat kebijakan Jumlah, distribus dan Mutu Spesialis/subspesialis sesuai harapan Skenario tidak baik. Perkembangan jumlah RS gagal memenuhi kebutuhan masyarakat akibat kebijakan JKN, walaupun jumlah spesialis mencukupi. Skenario Ideal. Perkembangan jumlah, distribusi RS dan Spesialis/sub spesialis memenuhi kebutuhan masyarakat akibat kebijakan JKN. Jumlah,distribusi, dan Mutu Spesialis/subspesi alis tidak sesuai harapan Skenario Terburuk. Perkembangan jumlah RS dan Spesialis gagal memenuhi kebutuhan masyarakat akibat kebijakan JKN. Skenario pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Pembangunan Fisik dan RS Buruk
Skenario terburuk Kesenjangan antar daerah semakin meningkat; Kebijakan RS Rujukan Nasional, Propinsi, dan regional akan gagal. Pasien-pasien gagal ditangani di daerah masingmasing karena kekurangan tenaga spesialis dan peralatan. Pasien akan antre di Jakarta dan pasien yang dirujuk merupakan masyarakat yang berpenghasilan tinggi; Meningkatnya jumlah pasien akan tidak dapat diatasi. Waktu tunggu semakin lama. Pasien-pasien yang membutuhkan pelayanan tertier dan mampu akan terus ke luar negeri. Mutu pelayanan akan memburuk, terutama yang membutuhkan teamwork yang baik.
Strategi mencegah terjadinya skenario terburuk Penambahan RS dan fasilitas kesehatan Perbaikan jumlah dan distribusi spesialis dan sub-spesialis
Paper ini bertujuan untuk: Membahas Strategi 2: Reformasi Pendidikan Spesialis dan Sub-Spesialis dengan mengacu pada prinsip integrasi system pendidikan dan system pelayanan kesehatan
Perlu Visi Sistem Pendidikan Spesialis dan Sub-spesialis menjadi bagian integral sistem pelayanan kesehatan.
Perlu Visi Sistem Pendidikan Spesialis dan Sub-spesialis menjadi bagian integral sistem pelayanan kesehatan. Mengapa?
Perlu Visi Sistem Pendidikan Spesialis dan Sub-spesialis menjadi bagian Mengapa? integral sistem pelayanan kesehatan. Setelah hampir 2 tahun berjalan: Tidak ada hubungan antara tempat pendidikan spesialis dan sub-spesialis dengan perkembangan pelayanan kesehatan
Dua sistem yang terpisah dalam pendidikan spesialis dan sub-spesialis Sistem Pendidikan Kedokteran Sistem Pelayanan Kesehatan
Dua sistem yang terpisah dalam pendidikan spesialis dan sub-spesialis Sistem Pendidikan Kedokteran Sistem Pelayanan Kesehatan Salah satu faktor yang menjadi penentu perkembangan jumlah dan distribusi spesialis di Indonesia
Dua sistem yang terpisah dalam pendidikan spesialis dan sub-spesialis Sistem Pendidikan Kedokteran Sistem Pelayanan Kesehatan Perlu Integrasi
Apa arti Integrasi? Sebuah proses untuk mencapai koordinasi yang mulus dan dekat antara berbagai kelompok organisasi atau system. Integrasi ke dua sistem ini mencakup, antara lain: Pemahaman akan nilai-nilai dan prinsip yang melandasi pendidikan spesialis dan subspesialis dalam hubungannya dengan pelayanan kesehatan; Perencanaan bersama termasuk perencanaan keuangan; Pelaksanaan
1. Nilai-nilai dan Prinsip yang akan diubah dalam integrasi ini. Sistem Pendidikan Kedokteran Sistem Pelayanan Kesehatan Residen dan Fellow bukan mahasiswa biasa
Saat ini: Perubahan yang diharapkan: Residen dan Fellow dianggap oleh pelaku di system pendidikan dokter dan pelayanan kesehatan sebagai mahasiswa bukan pekerja. Berdasarkan UU Pendidikan Kedokteran tahun 2013: Mahasiswa pendidikan spesialis dan sub-spesialis harus sebagai bukan mahasiswa biasa. Mereka berhak mempunyai hak termasuk insentif dan kewajiban-kewajiban sebagai seorang pekerja.
Landasan Hukum Sudah Jelas: Berdasarkan Undang-undang No 20 Tahun 2013 tentang sistem Pendikan Kedokteran Indonesia yang menyatakan dalam Pasal 31 Paragraf 3 : tentang Hak dan Kewajiban Mahasiswa 1) Setiap Mahasiswa berhak: memperoleh insentif di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran bagi Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis,dan dokter gigi spesialis-subspesialis;
2. Pelaksanaan Pendidikan yang perlu lebih diintegrasikan Sistem Pendidikan Kedokteran Sistem Pelayanan Kesehatan Residen dan Fellow harus menjadi bagian tidak terpisahkan dari SDM kesehatan yang bekerja di RS
Saat ini: Residen masuk ke RS Pendidikan Utama tidak berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan
Di masa mendatang Residen masuk ke RS Pendidikan Utama dan Jaringan berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan
Isu-isu lain Residen yang diterima di RS Pendidikan harus dicredential dan diberikan clinical priviledge sesuai dengan kompetensi mereka. Kompetensi ditetapkan oleh Pengelola Program Studi spesialis dan subspesialis sesuai dengan jenjang proses pendidikan. Residen diberi insentif dengan mekanisme gajian sesuai dengan kompetensinya. Ketika berada di RS Pendidikan, perlu ada kontrak perorangan sesuai dengan kompetensinya dan menyangkut profesionalisme. Kontrak ini diberikan bersamaan dengan proses credetialing dan diberikan clinical appointment. Status sebagai DPJP untuk mahasiswa pendidikan spesialis atau subspesialis
Landasan Etis dalam perubahan ini: Manusia yang sudah bekerja harus mendapatkan kewajiban dan hak (termasuk pembayaran). Tidak boleh ada ekploitasi oleh manusia ke manusia lainnya. Pendidikan harus beretika dan profesional untuk menghasilkan lulusan yang etis dan professional
3. Penggunaan Penggunaan Dana BPJS Sistem Pendidikan Kedokteran Sistem Pelayanan Kesehatan Belum ada aturan tentang hubungan BPJS dengan residen
Kondisi Saat ini: Perubahan yang dilakukan: Tidak ada koordinasi antara BPJS sebagai bagian dari system pelayanan kesehatan dengan pendidikan kedokteran. Klaim INA-CBG yang diterima oleh rumahsakit masih belum jelas hubungannya dengan residen. Sistem remunerasi RS masih banyak yang tidak memperhitungkan residen. Dana dari klaim INA-CBG BPJS harus diatur sehingga sebagian dapat dipergunakan untuk membayar para residen dan fellow di RS pendidikan dan RS jaringan pendidikan. Residen perlu masuk sebagai bagian dari pembayaran untuk tenaga kesehatan.
Apa yang diperlukan dalam reformasi ini? 1. Penguatan Lembaga Pendidikan Spesialis dan Sub-spesialis 2. Penambahan RS-RS sebagai tempat pendidikan 3. Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset 4. Dukungan Jaringan Telekomunikasi dan Telematika
+ Catatan akhir: Visi ini hanya bisa tercapai apabila dilakukan oleh para: - Pimpinan Fakultas Kedokteran dan - Direksi RS Pendidikan dan jaringan, - KaProdi-Kaprodi, Kolegium, serta - pejabat di Kementerian- Kementerian yang reformis dan visioner. Bukan oleh mereka: - yang terperangkap dalam sejarah yang gelap, - yang ketakutan pada hambatan dan regulasi yang tidak tepat, serta - yang tidak mampu menggunakan nalar.
TERIMAKASIH