BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat jumlah penderita dan semakin luas daerah penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk (Yudhastuti & Vidiyani 2005). Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu propinsi yang dinyatakan sebagai daerah endemis DBD (Dinkes Prov. DIY, 2004). Tingkat kematian akibat DBD pada tahun 2007 lebih tinggi dari rata-rata nasional. Kemudian tahun 2008 IR dan CFR mengalami penurunan, namun meskipun mengalami penurunan, angka kesakitan masih di atas target nasional. Pada tahun 2010, kasus DBD mengalami peningkatan yang signifikan (Dinkes Prov. DIY, 2011). Pada tahun 2011, Incidence Rate (IR) DBD mengalami penurunan menjadi 28,8/100.000 penduduk, sementara untuk angka kematian/cfr mengalami penurunan menjadi 0,5 dari keseluruhan kasus. Meskipun mengalami penurunan, namun 1
2 kasus dan kematian akibat penyakit DBD masih termasuk dalam kategori tinggi (Dinkes Prov. DIY, 2012). Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue, yang merupakan genus Flavivirus, family Flaviviridae yang mengandung 4 serotipe virus dengue, yaitu DEN-1; DEN-2, DEN-3; dan DEN-4, dimana semuanya dapat menjadi penyebab DD dan DBD. Virus dengue ditransmisikan dari viremia kepada manusia oleh berbagai nyamuk dengan subgenous Stegomyia, khususnya Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Khim, 2007) Proses transmisi/pengenalan virus yang berulang tersebut akan mengakibatkan endemisitas dengue (Barrera et al, 2011). Menurut CDC (2012), temperatur tinggi akan mengurangi waktu yang dibutuhkan virus penyebab DBD untuk bereplikasi dan menginfeksi nyamuk aedes. Jika nyamuk menjadi agen infeksius yang lebih cepat dikarenakan temperatur menjadi lebih hangat, maka potensi dan kesempatan untuk menginfeksi manusia lebih besar sebelum nyamuk tersebut mati. Menurut Depkes (2009), penularan beberapa penyakit menular sangat dipengaruhi oleh faktor iklim. Parasit dan vektor penyakit sangat peka terhadap faktor iklim,
3 khususnya suhu, kelembaban, curah hujan, permukaan air dan angin. Penyakit yang tersebar melalui vektor (vector borne disease) seperti DBD perlu diwaspadai karena penularan penyakit seperti ini akan makin meningkat dengan perubahan iklim (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004). Faktor kesehatan lingkungan berupa kondisi fisik rumah juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap munculnya kasus DBD di suatu wilayah. Kondisi rumah yang terlalu padat dan jarak yang terlalu dekat, tempat penampungan air terbuka, pintu dan jendela yang jarang dibuka, pakaian yang digantung semuanya merupakan faktor pendukung berkembangbiaknya vektor penyakit (Kusnoputranto, 2002). Namun, menurut penelitian Roose tahun 2008 di Pekanbaru didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan risiko terkena DBD pada masyarakat yang tata rumahnya baik dengan yang tata rumahnya tidak baik. Hal ini kemungkinan dikarenakan adanya bias yang disebabkan karena penduduk yang menata rumahnya dengan baik presentasinya lebih besar ketimbang yang tidak menata rumahnya dengan baik.
4 Sementara itu, teori lain mengatakan kebiasaan menggantung pakaian adalah tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat selama menunggu waktu bertelur dan tempat tersebut gelap, lembab, dan sedikit angin. Nyamuk Aedes biasa hinggap di baju-baju yang bergantungan dan benda-benda lain di dalam rumah. Berbagai hal tersebut menunjukkan bahwa tempat perlindungan nyamuk di dalam rumah memiliki tingkat lebih tinggi daripada habitat jentik di luar rumah (Pujiyanti & Triratnawati, 2011) Sehubungan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kondisi lingkungan fisik rumah dan kebiasaan rumah tangga terhadap kepadatan populasi nyamuk. I.2. Perumusan Masalah Bagaimana pengaruh kondisi fisik rumah (lantai, dinding, langit-langit, ventilasi, jendela kamar dan pintu) terhadap populasi nyamuk vektor DBD di wilayah endemis di Daerah Istimewa Yogyakarta?
5 I.3. Tujuan Penelitian I.3.1. Tujuan umum Untuk menganalisis kondisi fisik lingkungan rumah terhadap kepadatan populasi nyamuk vektor DBD di Kelurahan Pringgokusuman dan Kelurahan Bausasran Kota Yogyakarta. I.3.2. Tujuan khusus 1. Menganalisis kondisi lantai rumah terhadap kepadatan populasi nyamuk vektor DBD 2. Menganalisis kondisi dinding rumah terhadap kepadatan populasi nyamuk vektor DBD 3. Menganalisis langit-langit rumah terhadap kepadatan populasi nyamuk vektor DBD 4. Menganalisis ventilasi rumah terhadap kepadatan populasi nyamuk vektor DBD 5. Menganalisis pintu rumah terhadap kepadatan populasi nyamuk vektor DBD 6. Menganalisis jendela kamar dan pintu terhadap kepadatan populasi nyamuk vektor DBD
6 I.4. Keaslian Penelitian Menurut pengetahuan penulis, sampai saat ini belum ada penelitian yang sama mengenai analisis kondisi fisik lingkungan rumah terhadap kepadatan populasi nyamuk vektor penyakit DBD, namun ada beberapa penelitian yang sejenis, yaitu: 1. Penelitian Yudhastuti & Vidiyani (2005) dengan judul: Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis DBD Surabaya. Perbedaan: a. Lokasi penelitian b. Variabel pada penelitian ini adalah keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti dan kondisi lingkungan, kontainer, dan perilaku masyarakat Persamaan: kondisi lingkungan dan Nyamuk Aedes aegypti. 2. Penelitian Roose (2008) dengan judul: Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan Dengan Kejadian Kejadian DBD di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008, didapatkan perbedaan: a. Lokasi penelitian
7 b. Variabel penelitian sebelumnya adalah kejadian DBD dan kondisi sosiodemografi dan lingkungan (jarak antar rumah, tata rumah, kelembaban rumah, TPA, tanaman hias/tumbuhan). Persamaan: kondisi fisik rumah dan lingkungan dan nyamuk Aedes sp 3. Penelitian Winarsih (2012) dengan judul: Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku PSN dengan Kejadian DBD, ditemukan perbedaan: a. Lokasi penelitian b. Desain penelitian sebelumnya adalah kasus-kontrol c. Variabel penelitian sebelumnya adalah kejadian DBD dan Kondisi lingkungan rumah dan perilaku PSN. Persamaan yang ditemukan: ventilasi rumah dan Aedes aegypti I.5. Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya adalah: 1. Manfaat Bagi Pemerintah Bagi Pemerintah setempat, khususnya Dinkes Kota Yogyakarta, hasil penelitian ini merupakan salah satu