152 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Pengawasan dan hambatan Pelaksanaan Special Arrangments 1993: a. Pengawasan Pelaksanaan Special Arrangments 1993: Pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan diperlukan untuk memberikan kepastian hukum mengenai ruang lingkup wilayah negara, kewenangan pengelolaan wilayah negara, dan hak-hak berdaulat, serta dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan, keamanan dan kelestarian lingkungan secara bersama-sama. Oleh karena itu, pengelolaan perbatasan dilakukan oleh suatu badan khusus yang membidangi pengelolaan perbatasan, maka berdasarkan Perda Provinsi Papua Nomor 11 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Papua dibentuklah Badan Pengelola Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri (BPPKLN) Provinsi Papua untuk mengelolah wilayah perbatasan negara di Provinsi Papua. BPPKLN melakukan koordinasi pembangunan di Kawasan Perbatasan; melakukan pembangunan Kawasan Perbatasan antar-pemerintah daerah dan/atau antara pemerintah daerah dengan pihak ketiga; dan melakukan pengawasan pelaksanaan pembangunan Kawasan Perbatasan yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten/Kota.
153 Di setiap tempat keluar atau masuk wilayah negara di bangun Pos Lintas Batas Tradisional maupun Pos Lintas Batas Internasional dimana setiap Pos Lintas Batas tersebut terdapat unsur Custom, Immigration, Quarantine and Security (CIQS). Panjang wilayah perbatasan darat RI-PNG dari utara ke selatan ± 770 km yang seluruhnya hutan belantara, dan juga sungai serta rawa-raawa kemudian dengan garis pantai yang cukup panjang, melalui kesepakatan dalam Special Arrangements 1993 maka telah di bangun 14 Pos Lintas Batas Tradisional. Bupati/Walikota menunjuk pejabat pemerintah Kabupaten/Kota sebagai administrator Pos Lintas Batas Tradisional, dalam pelaksanaan tugasnya administrator berkoordinasi dengan lemabaga teknis yang menjalankan fungsinya masing-masing di Pos Lintas Batas. Aktivitas lintas batas di daerah perbatasan RI-PNG seringkali terjadi pelanggaran-pelanggaran bahkan tindak kejahatan, antara lain seperti penggunaan Kartu Lintas Batas/Pas Lintas Batas serta transportasi tradsional dan alat angkut yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Special Arrangements 1993; penangkapan ikan ilegal (illegal fishing); pembalakan hutan ilegal (illegal loging); penyeludupan narkotika seperti ganja dll; penyeludupan barang hasil pencurian; jalur perlarian bagi pelaku kerjahatan; penyanderaan oleh kelompok sipil bersenjata.
154 Untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Special Arrangements 1993 dan juga mengelola daerah diwilayah perbatasan RI- PNG, maka unsure Custom dilaksanakan oleh aparat dari Kantor Bea & Cukai, Immigration dilaksanakan oleh aparat dari Kantor Imigrasi, Quarantine dilaksanakan oleh Kantor Karantina Pertanian, Security dilaksanakan oleh aparat TNI dan POLRI, kemudian masing-masing melaksanakan TUPOKSI sesuai dengan peraturan perundangan yang mengatur tentang lembaga-lembaga tersebut. Pembangunan dan pengelolaan Pos Lintas Batas Tradisional dibebankan kepada APBD namun tidak menutup kemungkinan mendapat bantuan dari APBN, pendanaan yang berkaitan dengan tugas personil lembaga, pengadaan dan pemeliharaan peralatan teknis dibebankan kepada masing-masing lembaga tersebut. Dalam perjanjjian Basic Agreement 1979 tersebut, disepakati untuk forum kerjasama perbatasan kedua negara yaitu Join Border Comitte (JBC) atau Komite Perbatasan Bersama yang mengadakan pertemuan setiap tahun. JBC ini merupakan domain dari Kementrian Dalam Negeri, kemudian forum perbatasan yang menjadi domainya Pemerintah Provinsi Papua yaitu Border Liaison Meeting (BLM), BLM ini untuk meninjau pelaksanaan kesepakatan pengaturan sebelumnya serta bertukar informasi dan membicarakan hal-hal apa saja yang akan dilakukan di wilayah perbatasan kedua negara.
155 Pada saat diadakannya BLM ini, hendaknya pemerintah pusat maupun daerah mengevaluasi pengawasan wilayah perbatasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga terkait. Menurut penulis pengawasan belum maksimal sehingga berbagai permasalahan timbul di wilayah perbatasan. Pengawasan harus lebih dimaksimalkan lagi, Seperti: pengawasan terhadap pos lintas batas, koordinasi terhadap lembaga-lembaga yang mengawasi perbatasan, mengadakan pertemuan setiap 6 bulan sekali dan lain-lain. b. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan maka berikut ini adalah hambatan yang secara umum di hadapi dalam pengelolaan perbatasan yaitu : 1) Kondisi Keamanan Di Daerah Perbatasan Situasi keaman yang kurang kondusif, sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas di lapangan, bahkan demi keselamatan dirinya, maka petugas sering meninggalkan tempat tugas. 2) Kondisi Geografis Daerah Perbatasan Pulau Papua yang demikian besar dengan garis perbatasan darat yang memanjang dari utara sampai selatan sejauh ± 770 Km terdiri dari hutan belantara, sungai, rawa-rawa. Demikian pula dengan panjangnya garis pantai yang cukup panjang. Sehingga sangat sulit untuk melakukan pengawasan. 3) Sarana Prasarana
156 Keterbatasan anggaran untuk melaksanakan program yang telah direncanakan, Pos Lintas Batas dibangun sering tidak ditempati petugas, hal ini karena sarana pendukung seprti tingginya akses tranportasi ke tempat tugas, air bersih, penerangan, akses telekomunikasi, demikian juga dengan peralatan sebagai penunjang dalam pelaksanaan tugas seperti alat scan, metal detektor. 4) Sumber Daya Manusia Jumlah dan kualitas personil khususnya bertugas di posp erbatasan sangat terbatas jika dibandingkan dengan jumlah pos perbatasan serta luasnya cakupan tempat tugas. Rendahnya pemahaman aparat kampung, cukup kesulitan untuk mensosialisasikan hal hal dasar mengenai perbatasan, dan melibatkan mereka sebagai patner dari aparat pengelola perbatasan. Aparat kampung juga mudah dipengaruhi oleh oknum oknum yang tidak bertanggungjawab yang berniat melakukan tindakan ilegal seperti pembalakan ilegal, dan penyeludupan narkotika. 5) Kedua Negara belum konsisten dalam melaksanakan Special Arrangements 1993. Point-point kesepakatan yang belum dilaksanakan adalah (a) mengenai pengaturan registrasi lalulintas kendaraan maupun alat angkut dan transportasi yang melewati daerah perbatasan
157 (b) Jenis barang dan nilai barang yang dapat diperdagangkan diwilayah perbatasan tradisional. (c) Waktu peninjauan kembali Special Arrangements 1993 untuk menyesuaikan dengan kondisi perkembangan di sekitar perbatasan, namun hingga sampai tahun 2015 belum ada kesepakatan terkait peninjauan kembali Special Arrangements 1993 antara RI-PNG. 2. Menurut penulis ada beberapa solusi yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan Special Arrangements 1993 agar mewujudkan kegiatan lintas batas yang aman dan tertib serta pembangunan wilayah perbatasan yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan penduduk di wilayah perbatasan RI-PNG : a. Penetapan garis batas antar negara b. Koordinasi antar lembaga yang diberikan kewenangan untuk menangani kawasan perbatasan c. Penguatan Peran Pemerintah Daerah Dalam Revisi Perjanjian Special Arrangements 1993 d. Peningkatan peran masyarakat adat di lembaga perbatasan e. Peningkatan sarana prasana perbatasan melalui pembangunan pos-pos lintas batas beserta fasilitas CIQS f. Peningkatan sarana dan prasarana bagi aparat keamanan di daerah perbatasan
158 g. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia pengelola perbatasan h. Pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan i. Peningkatan kerjasama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya j. Melakukan sosialisasi, penyuluhan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi masyarakat di perbatasan k. Konservasi Hutan dan Laut l. Border Liasion Meeting (BLM) Solusi yang dipaparkan diatas, diharapkan dapat membantu pemerintah untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di perbatasan. Peranan pemerintah sangat penting untuk membicarakan solusi untuk menjawab permasalahanpermasalahan yang ada di wilayah perbatasan. B. SARAN 1. Pengawasan pelaksanaan Special Arragments 1993, perlu di tingkatkan melalui koordinasi dan kerjasama yang baik antara badan-badan yang terlibat dalam pengelolaan dan pengawasan Wilayah Perbatasan baik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. BPPKLN Provinsi sebagai lembaga pengelolah perbatasan di daerah Provinsi Papua harus meningkatkan koordinasi dengan lembaga-lembaga teknis yang menjalankan fungsi CIQS baik di tingkat pusat maupun daerah, diusahakan agar ada forum khusus internal Pemerintah Provinsi Papua dengan lembaga-lembaga terkait serta melibatkan pihak adat dan swasta untuk membahas pengelolaan dan pengembagan serta pengamanan kawasan perbatasan. Pengelolaan
159 perbatasan bukan saja menggunakan pendekatan keamanan, namun juga dengan pendekat kesejahteraan serta kelestarian lingkungan. 2. Yang perlu segera dilakukan dalam menyelesaikan hambatan-hambatan pelaksanaan Special Arragments 1993 adalah meningkatkan kwantitas serta kwalitas SDM serta meningkatkan sarana dan prasarana di wilayah perbatasan seperti rumah layak huni, air, listrik, jaringan telokomunikasi, pembangunan jalan yang baik, subsidi biaya transportasi bagi aparat yang bertugas di daerah perbatasan terpencil serta pengadaan peratan teknis pendukung tugas di pos perbatsan. 3. Pemerintah Indonesia harus berinisiatif agar dalam pertemuan JBC yang akan datang Special Arrangments 1993 yang ada saat ini dapat ditinjau kembali sejalan dengan perkembangan kondisi ekonomi, sosial, politik, serta keamanan yang terjadi di kawasan perbatasan RI-PNG. Agar aktivitas lintas batas kedua negara, dapat berjalan aman, tertib serta saling menguntungkan dan mempererat hubungan kerjasama RI-PNG