BAB I PENDAHULUAN. laut. Dalam hubungan dengan kedaulatan negara, maka suatu negara harus memiliki

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. laut. Dalam hubungan dengan kedaulatan negara, maka suatu negara harus memiliki"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap negara memiliki batasan wilayah dengan negara lain baik darat maupun laut. Dalam hubungan dengan kedaulatan negara, maka suatu negara harus memiliki batas-batas yang jelas dengan negara lain agar tidak terjadi sengketa antara negara yang satu dengan negara yang lain. Perbatasan adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan wilayah negara. Negara mempunyai yuridiksi mutlak untuk mengatur kepentingannya dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan itu. Negara adalah pemegang kedaulatan tertinggi yang berhak mengatur dan menguasai segala orang dan barang yang terdapat di dalamnya 1. Perbatasan merupakan masalah yang penting dalam pembahasan kedaulatan suatu negara. Perbatasan merupakan pemisah antara berlakunya kedaulatan suatu negara dengan kedaulatan negara lain. Menurut J.G strake A Boundary is often defined as the imaginary line on the surface of earth, separating the territory of one state from that of another. Artinya perbatasan negara sebagai garis imajiner pada permukaan bumi, yang memisahkan wilayah suatu negara dari wilayah negara lainnya 2. 1 Adi Sumardiman, 1992, Wilayah Indonesia dan Dasar hukumnya, Buku 1, Perbatasan Indonesia- Papua New Guinea, Pradya Paramitha, Jakarta, hlm J.G.Strake., 1986, Introduction To Internasional Law, Butterworths, London, hlm 170.

2 Menurut Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, definisi dari batas wilayah negara adalah garis batas yang merupakan pemisah kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional. Kawasan perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal ini batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan yang berada di kecamatan 3. Memiliki kedaulatan tidak berarti negara dilepaskan dari tanggung jawab, prinsip ini berlaku bahwa dalam kedaulatan terkait pada kewajiban untuk tidak menyalahgunakan kedaulatan tersebut. Suatu negara dapat dimintakan pertanggungjawabannya untuk tindakan-tindakan yang melawan hukum internasional, maka tiada suatu negarapun yang dapat menikmati hak-haknya tanpa menghormati hak negara lain. Setiap pelanggaran hak negara lain, menyebabkan negara tersebut wajib memperbaiki akibat dari pelanggaran hak itu dengan kata lain harus mempertanggungjawabkannya 4. Negara Indonesia memiliki wilayah kedaulatan yang sangat luas dan juga banyak berbatasan dengan negara lain, baik yang berupa daratan maupun perairan. Batas wilayah negara di darat, perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian bilateral dan atau trilateral mengenai 3 Undang- Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara 4 Huala Adolf, 1990, Aspek-aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 173.

3 batas darat, batas laut, dan batas udara serta berdasarkan peraturan perundangundangan dan hukum internasional 5. Sebagai negara kepulauan, secara geografis Indonesia terletak pada lokasi yang strategis yaitu berada di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia, dan dua samudera, yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Berdasarkan letak tersebut, Indonesia memiliki posisi yang strategis dalam geopolitik dan geoekonomi regional dan global. Posisi ini di satu sisi memberikan peluang yang besar bagi Indonesia, namun di sisi lain juga memberikan berbagai tantangan dan ancaman. Indonesia berbatasan dengan 10 negara baik perbatasan di darat maupun perbatasan di laut yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, PNG, Australia, dan Timor Leste. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar wilayah perbatasan Negara Indonesia di bawah ini 5 Pasal 5 Undang- Undang No.43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara

4 Gambar 1. Batas Negara Kesatuan Republik Indonesia 6 Provinsi Papua merupakan pulau nomor dua terbesar di dunia setelah Pulau Greenland 7. Pulau ini di sebut pulau New Guinea dan terbagi menjadi dua yakni sebelah barat negara Indonesia ( Provinsi Papua) dan sebelah timur negara PNG. Perbatasan darat antara Indonesia dan PNG merupakan satu diantara sekian banyak perbatasan negara yang patut mendapat perhatian, karena persoalan-persoalan geografi yaitu batas wilayah yang menandai luasnya suatu wilayah meliputi daratan, perairan (laut) dan udara di atasnya. Papua merupakan salah satu Provinsi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya disebut NKRI) yang berada pada posisi strategis di kawasan timur Republik Indonesia (selanjutnya disebut RI), yakni 6 Rencana induk pengelolaan batas wilayah Negara dan kawasan perbatasan Data dari Badan Pusat Statistik Prov. Papua

5 sebelah utara berbatasan dengan samudra pasifik, sebelah timur berbatasan darat dengan PNG 8. Sejak dahulu Orang Papua sudah memiliki hubungan erat dengan orang PNG karena masih tergolong dalam satu suku bangsa, ras, bahasa, dan budaya. Masyarakat ini masih terikat oleh perasaan satu Rumpun Melanesia. Mereka menempati wilayah timur Republik Indonesia tepatnya di Papua. Berdekatan dengan wilayah New Guinea dan Australia, dari penelitian antroplogi dan arkeologi penduduk Papua dan PNG memiliki kesamaan dengan penduduk Asli Australia atau Aborigin 9. Persamaan tersebut dapat dilihat dari ciri fisik yaitu warna kulit yang sama sawo matang dan hitam, rambut keriting dan berwarna hitam, warna bola mata hitam, budaya dan adat istiadat serta kearifan lokal yang sama 10. Persamaan-persamaan yang terlihat dari penduduk Irian dengan penduduk Aborigin tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kedekatan wilayah yang saling berbatasan antara RI-PNG-Australia. Gambar 2 Garis Batas Yang Membagi Pulau New Guinea Menjadi Dua 11 8 Badan Pengelola Perbatasan Dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua, 1980, The PNG Office Of Information -This is PNG. 9 Badan Pengelola Perbatasan Dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua, 1980, The PNG Office Of Information -This is PNG. 10 Ivon Dengah, Uncen usulkan Penelitian Hak Ulayat Tanah, Jujur bicara rakyat, Volume XXV, Maret, Sumber : BPPKLN Prov. Papua

6 Kawasan perbatasan adalah hal yang penting dan merupakan manifestasi utama dan memiliki peran penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, keamanan dan keutuhan wilayah, dimana kawasan perbatasan memiliki persoalan sosial, politik, ekonomi, pertahanan keamanan menjadi semakin kompleks karena bersinggungan dengan kedaulatan negara lain 12. Berbagai masalah yang timbul di sekitar daerah perbatasan sehingga memerlukan pengaturan bersama antara kedua negara antara lain bentuk dan jumlah tapal batas, 13 pelintas batas untuk tujuan tradisional dan kebiasaan, perdagangan 12 Letjen TNI Moeldoko Kompleksitas pengelolaan perbatasan tujuan dari perspektif kebijakan pengelolaan perbatasan RI, view&gid=116&itemid=30 diakses 15 febuary Sejak 1966 Tugu perbatasan yang dibangun oleh Pemerintah Indonesia dan Australia berjumlah 14 ( empat belas) buah, dibangun dari utara ke selatan membagi pulau Papua menjadi 2 (dua) bagian.

7 tradisional, keamanan bersama di perbatasan, hak-hak terhadap tanah dan perairan pada sebelah menyebelah perbatasan, kerjasama perbatasan, pemukiman, pemanfaatan Sungai Fly sebagai sungai internasional. Dalam rencana strategis Badan Pengelola Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri (BPPKLN) Provinsi Papua menjelaskan tentang ancaman-ancaman yang timbul di wilayah perbatasan, akibat kurang berjalan dengan baik pengaturan lintas batas dan kurangnya pengawasan seperti : 14 a. Masih adanya pelanggaran batas ke wilayah PNG; seperti tidak di perpanjangnya Kartu Lintas Batas (KLB), penduduk tradisional yang melakukan kunjungan lebih dari 30 hari dan tidak meminta persetujuan dari kedua pejabat perbatasan. b. Daerah perbatasan RI-PNG masih dijadikan sebagai ajang untuk kegiatan kriminal seperti (penyeludupan ganja dan senjata serta barang lain) serta sebagai tempat pijakan dan pelintasan ke negara lain ( Australia, New Zealand, dan negara pasifik baik perorangan maupun kelompok secara tidak sah; contohnya masih banyaknya daerah di perbatasan yang tidak memiliki pos-pos perbatasan, sehingga dengan mudah sekali orang dari PNG dapat masuk ke wilayah Indonesia. Dan juga banyak jalan-jalan pintas yang tidak dijaga oleh aparat keamanan. c. Daerah kepulauan/pulau terpencil dijadikan tempat mencuri sumber daya alam maupun masuknya unsur-unsur membahayakan NKRI; seperti pencurian ikan yang dilakukan oleh warga negara PNG di Indonesia ataupun sebaliknya warga negara Indonesia di wilayah PNG. d. Pelintas batas tradisional yang sering melakukan perdagangan gelap, penyelundupan barang dan obat-obatan terlarang seperti narkoba, ganja, minum-minuman keras beralkohol tinggi dan mencegah pelintas batas tradisional yang dicurigai atau terindikasi terinfeksi HIV/AIDS, hal ini diakibatkan masih kurangnya aparat keamanan di daerah perbatasan. Mulai tahun 1990 pemerintah Indonesia dan PNG mendirikan lagi 38 (tiga puluh delapan) buah sehingga seluruhnya menjadai 52 ( lima puluh dua ) buah tugu, pemasangan tugu ini diutamakan pada jalan-jalan setapak yang biasa dilalui para pelintas batas. ( sumber Badan Pengelola Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua) 14 Badan Pengelola Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua. Rencana Strategi 2013

8 Dapat dilihat bahwa data dari BPPKLN Provinsi Papua mengenai ancamanancaman ini diakibatkan kurangnya pengawasan dalam pelaksanaan perjanjian Special Arrangements For Traditional and Customary Border Crossing Between The Government of the Republic of Indonesia and the Government of Papua New Guinea 1993 (pengaturan khusus bagi kegiatan lintas batas tradisional dan kebiasaan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Papua New Guinea 1993) oleh para pihak yang terlibat di dalam pengelolaan perbatasan RI-PNG. Special Arrangements For Traditional and Customary Border Crossing Between The Government of the Republic of Indonesia and the Government of Papua New Guinea 1993 ( selanjutnya disebut Special Arrangements 1993) ini adalah bagian dari perjanjian internasional. Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. Negara Indonesia sendiri juga melakukan berbagai macam perjanjian internasional dengan beberapa negara, terutama dengan negara-negara yang bertetangga atau berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia. Antara Indonesia-PNG sebagai negara yang saling berbatasan darat dan laut telah membangun hubungan kerjasama bilateral. Dibuatnya perjanjian perbatasan antar kedua negara ini didasarkan perjanjian antara Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas tertentu antara Indonesia dan PNG yang ditandatangani pada tanggal 12 Februari Telah dituangkan ke dalam Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun

9 1973 tentang Perjanjian antara Indonesia dan Australia Mengenai Garis-Garis Batas Tertentu Antara Indonesia Dan Australia Mengenai Garis-Garis Batas Tertentu Antara Indonesia Dan Papua New Guinea. Perjanjian ini sifatnya masih terbatas artinya bahwa perjanjian ini hanya mengatur tentang garis-garis batas, tidak mengatur tentang pelintas batas. Seharusnya perjanjian ini mengatur tentang pelintas batas mengingat wilayah kedua negara yang sangat berdekatan sehingga harus diatur juga mengenai pelintas batas agar tidak terjadi kejahatan. Negara PNG merdeka pada tanggal 16 September 1975, dan setelah menyatakan kemerdekaannya Pemerintah PNG dan Pemerintah Indonesia kembali meninjau peraturan mengenai garis-garis batas ini. Pada tanggal 17 Desember 1979 telah sepakat menandatangani suatu perjanjian yang diberi judul Basic Agreement Between the Government Of The Republic of Indonesia and the Government Of The Independent state of Papua New Guinea on Border Arrangments 1979 (Persetujuan Dasar Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Papua New Guinea Tentang Pengaturan Perbatasan). Basic Agreement Between the Government Of The Republic of Indonesia and the Government Of The Independent State of Papua New Guinea on Border Arrangments 1979 (selanjutnya disebut Basic Agreement 1979) yang di ratifikasi pada tanggal 13 Desember 1980 dan di sahkan dengan Keppres No. 6 tahun 1980; Basic agreement 1979 mengalami beberapa kali amandeman. Amandemen pertama Basic agreement 1979 di Port Moresby pada tanggal 29 Oktober 1984, disahkan dengan Keppres No. 66 tahun 1984; Amandemen ke dua di Port Moresby pada

10 tanggal 11 April 1990, dan disahkan dengan Keppres No. 39 tahun Amandeman ke tiga pada tanggal 18 Maret 2003; Kempat Pada tanggal 17 Juni Beberapa kali diamandemen isi perjanjian Basic agreement 1979 ini, untuk meningkatkan kerja sama dalam admintrasi dan pembangunan kawasan perbatasan RI-PNG. Dinamika pengaturan wilayah perbatasan ini terus diupayakan pararel dengan kepentingan nasional kedua negara sehingga memasuki dekade ini, kedua negara sepakat untuk menjadikan masalah lintas batas orang dan barang dari dan kewilayahan perbatasan diatur bersama. Warga negara dari kedua negara ini yang bertempat tinggal di sepanjang dan di sekitar perbatasan yang secara turun temurun melakukan kegiatan lintas batas tradisional dan kebiasaan, maka kedua pemerintah menjabarkan dan mengatur lebih lanjut apa yang telah disepakati dalam Basic Agreement 1979 ke dalam Special Arrangements 1993 yang ditandatangani di Rabaul pada tanggal 15 November 1993 oleh kedua negara. Dalam Basic Agreement 1979 ini mengatur kesepakatan kerjasama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah PNG, diantaranya pembentukan komite perbatasan bersama, pengaturan-pengaturan kerjasama yang merupakan lembaga yang membantu komite perbatasan, pengaturan lintas batas tradisional terhadap tanah dan perairan pada wilayah perbatasan seperti perdagangan, transportasi, komunikasi, dan asuransi, keimigrasian, cukai, karantina, dan pelayaran. Kedua belah pihak akan mengatur suatu sistem lintas batas dimana kedua negara yang berdiam di masing-masing daerah perbatasan dibebaskan keluar masuk

11 dalam daerah perbatasan yang saling berseberangan, hanya khusus untuk keperluan yang bersifat tradisional dan kebiasaan yang dibuktikan bahwa mereka adalah pemegang yang sah kartu lintas batas yang diterbitkan para pihak tanpa biaya di pos perbatasan yang ditunjuk. Kartu Lintas Batas ini berlaku sebagai penganti visa, passpor 15. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri mengartikan perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah Republik Indonesia. Di dalam Special Arrangements 1993 mengatur masalah warga negara dari kedua negara ini yang bertempat tinggal di sepanjang dan di sekitar perbatasan yang secara turun temurun melakukan kegiatan lintas batas tradisional dan kebiasaan. Dalam rangka implementasi dari Basic Agreement tersebut di atas, terdapat beberapa memorandum of understanding (MOU) yang merupakan tindak lanjut untuk realisasi pelaksanaan Basic Agreement diantaranya Special Arrangements mengenai pengaturan tata cara bagi pelintas batas penduduk tradisional di wilayah perbatasan, pengaturan lalu lintas kendaraan tradisional di pantai, serta penetapan tempat untuk check point bagi para pelintas batas. Joint Directive dan mengikuti 15 Lihat Paragraph 3.1 Special Arrangements For Traditional and Customary Border Crossings Between the Governments of Republic Indonesia and the Government of Papua New Guinea 1993

12 petunjuk pelaksanaan terhadap Special Arrangements tersebut antara lain seperti : penggunaan kartu lintas batas, penentuan bagi penduduk yang berhak dan lain-lain 16. Pelaksanaan lalu lintas kendaraan tradisional ini belum berjalan dengan baik, karena apa yang tertuangkan di dalam perjanjian ini belum dilaksanakan dengan baik sehingga dampaknya yang cukup besar. Contoh permasalahannya adalah dalam Special Arrangements ini diatur mengenai kendaraan tradisional yang dipakai harus diregistrasi terlebih dahulu pada instansi yang berwenang dan memakai nomor registrasi. Tetapi dalam prakteknya tidak didaftarkan nomor dan tidak memiliki surat ijin. Sehingga banyak menimbulkan kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh warga negara masing-masing. Seharusnya lintas batas tradisional ini dilakukan oleh warga negara yang ada di daerah perbatasan tetapi karena kurang ada pengawasan, maka banyak warga negara yang tidak berada di sekitar perbatasan pun melakukan kegiatan lintas batas. Di dalam Special Arrangements 1993 ini masih terdapat kekurangankekurangan yang belum dirubah oleh kedua belah pihak negara. Dimana seharusnya peraturan dalam Special Arrangement 1993 ini dapat diperbaharui mengikuti keadaan atau perkembangan sosial, ekonomi, dan keamanan yang terjadi dalam masyarakat perbatasan. Special Arrangements 1993 ini sudah lebih dari 10 tahun belum juga ada perubahan atau direvisi. Sehingga menimbulkan masalah-masalah yang ada di perbatasan. Masalah-masalah yang harus dilihat adalah pengawasan yang lebih baik 16 Dalam rangka implementasi dari Basic Agreement1979, terdapat beberapa MOU yang merupakan tindak lanjut untuk realisasi pelaksanaannya.

13 lagi dari kedua pemerintah terhadap perjanjian Special Arrangements 1993 dan daerah perbatasan antara ke dua negara. Pengawasannya seperti jumlah pos-pos perbatasan di wilayah ini yang harus ditambah lagi. Kawasan perbatasan wilayah RI-PNG di provinsi Papua berada di 5 (lima) wilayah kabupaten/kota, yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Boven Digul, Kabupaten Merauke, dan Kabupaten Pegunungan Bintang. Pos-pos perbatasan di wilayah ini berjumlah empat belas (14) pos saja. Seharusnya pemerintah menambah pos-pos perbatasan dan juga menambah aparat keamanan di sepanjang wilayah perbatasan. Hal ini untuk mencegah terjadinya penyelundupan narkoba dan tindak kejahatan lainnya di sekitar wilayah perbatasan RI-PNG. Perlu ditingkatkan lagi koordinasi yang baik antara pejabat-pejabat terkait yang memiliki wewenang untuk mengurus daerah perbatasan seperti yang tercantum dalam perjanjian ini. Belum maksimalnya pengawasan pada pintu-pintu masuk atau pos perbatasan menyebabkan penduduk perbatasan keluar masuk perbatasan masing- masing negara tanpa memerdulikan ketentuan untuk memiliki kartu lintas batas, hal ini diakibatkan karena masih kurangnya kesadaran penduduk tentang ketentuan-ketentuan yang harus ditaati pada batas wilayah negara, sehingga mereka tidak memperhatikan batas-batas wilayah. Penduduk tradisional ini juga ada yang memiliki kewarganegaraan ganda yang dibuktikan dengan kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Warga Negara Indonesia (WNI) dan KTP Warga Negara PNG, dan banyak juga yang belum memiliki tanda pengenal dari masing-masing negara.

14 Kurangnya pengawasan dari petugas keimigrasiaan terhadap wilayah-wilayah perbatasan yang sulit dijangkau. Sehingga banyak pelintas batas yang dengan sesuka hati mereka berkunjung, tinggal dan menetap di wilayah negara lain tanpa identitas yang jelas. Di daerah perbatasan ini masih kurang pos-pos dan mercusuar yang seharusnya dibangun oleh pemerintah RI-PNG sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan perjanjian tersebut. Pos-pos tersebut akan digunakan sebagai bagian dari bentuk pengawasan pemerintah kedua negara dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran lintas batas kedua negara. Terutama di daerah pantai harus banyak di bangun pos perbatasan dan mercusuar, mengingat banyaknya penyeludupan ganja dari PNG ke wilayah Provinsi Papua lebih banyak melewati jalur laut. Jalur laut ini kurang dijaga dengan baik oleh aparat keamanan. Dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 3 dikatakan bahwa fungsi keimigrasian disepanjang garis perbatasan wilayah Indonesia dilaksanakan oleh pejabat imigrasi yang meliputi tempat pemeriksaan imigrasi dan pos lintas batas. Tetapi dalam kenyataannya tidak semua pos lintas batas yang berada di 5 (lima) wilayah ini dijaga oleh petugas keimigrasian. Kurangnya pengawasan ini menyebabkan terjadinya tindakan-tindakan yang merugikan negara Indonesia. Pengawasan lain yang masih kurang adalah pada saat penduduk tradisional yang menggunakan KLB (Kartu Lintas Batas) untuk melintasi batas negara telah ditentukan jangkauan wilayah dan masa berlakunnya KLB sesuai waktu yang telah ditetapkan. Tetapi terkadang disalahgunakan oleh pengguna KLB tersebut untuk

15 bepergian melewati batas wilayah yang telah ditentukan seperti berkunjung ke kabupaten lain dengan melewati batas waktu yang telah ditentukan. Hal-hal yang telah dipaparkan di atas adalah kenyataan yang harus diperhatikan dan lebih dikoordinasikan secara baik oleh para pejabat yang berwenang baik itu pejabat perbatasan, petugas perbatasan, petugas pengisi, petugas imigrasi, petugas bea cukai, petugas karantina dan aparat keamanan untuk menjaga keamanan dan keutuhan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. B. Rumusan Masalah : Berdasarkan pada latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan yang mendasar untuk dapat dicari penyelesaiannya. Adapun rumusan permasalahan tersebut adalah : 1. Bagaimana pengawasan dan hambatan-hambatan pelaksanaan Special Arrangements For Traditional and Customary Border Crossing Between The Government of the Republic of Indonesia and the Government of Papua New Guinea 1993? 2. Bagaimana solusi dari permasalahan pelaksanaan Special Arrangements For Traditional and Customary Border Crossing Between The Government of the Republic of Indonesia and the Government of Papua New Guinea 1993? C. Tujuan Penelitian

16 Penelitian yang dilakukan terkait dengan permasalahan yang telah dirumuskan diharapkan dapat mencapai tujuan yang diinginkan penulis. Adapun tujuan tersebut antara lain : 1. Tujuan Subyektif Secara subjektif dan personal, penulisan tesis ini ditujukan untuk melengkapi/menjadi pemenuhan syarat untuk memperoleh gelar Magister di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan dan hambatan-hambatan dalam Pengawasan dari Special Arrangements 1993 b. Untuk dapat memberikan solusi dari permasalahan pelaksanaan Special Arrangements 1993 D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini baik secara praktis maupun teoritis antara lain : 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pengembangan substansi disiplin bidang ilmu hukum, terutama mengenai perjanjian internasional dalam hal pelaksanaan perjanjian ini bagi negara Indonesia; 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi Pemerintah Negara Indonesia dan Papua New Guinea khususnya

17 Pemerintah Provinsi Papua untuk mengetahui bagaimana berjalannya perjanjian ini dan hal-hal apa saja yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan Perjanjian Special Arragments 1993 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan, dapat diketahui bahwa belum ada penelitian mengenai Pengawasan Para Pihak Dalam Pelaksanaan Pengawasan Pelaksanaan Perjanjian Special Arragments Penelusuran juga dilakukan melalui internet guna mengetahui ada tidaknya penelitian yang serupa, namun tidak ditemukan adanya penelitian yang sama ataupun penelitian yang mirip dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Meski demikian, terdapat beberapa penelitian yang mirip dengan tema di atas yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut seperti diuraikan berikut : 1. Tesis atas nama Kukuh Tejomurti, 2012 Implementasi Suatu Perjanjian Internasional Yang Tidak Diratifikasi ( studi tentang keterikatan negara terhadap Agreement Between The Government Of The Italian Republic And Government Of The Republic Of Indonesia On The Consolidation Of The Indonesian Debt) program studi magister Ilmu Hukum, Universitas Gadjah Mada dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1) Bagaimana ruang lingkup Loan Agreement dapat dikatakan sebagai perjanjian internasional publik dan perjanjian internasional bersifat perdata?

18 2) Apakah persetujuan DPR dalam menetapkan pinjaman luar negeri dalam APBN identik dengan pengesahan/ratifikasi dengan UU (oleh DPR) sebagaimana dimaksud oleh UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional? 3) Apakah Agreement Between The Government Of The Italian Republic And Government Of The Republic Of Indonesia On The Consolidation Of The Indonesian Desbt yang mengkehendaki adanya ratifikasi dapat berlaku tanpa adanya proses pengesahan (Ratifikasi) 2. Tesis atas nama Tien Virginia Arisoi, 2012, Analisa Kegagalan Border Liason Meeting dalam mengatasi masalah ancaman keamanan non tradisional di kawasan perbatasan Republik Indonesia dan Papua New Guinea Tahun , Program studi Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1) Mengapa MOU BLM gagal dalam mengatasi keamanan non tradisional di kawasan perbatasan? 3. Tesis atas nama Zulkifli, 2012, Kerjasama Internasional Sebagai Solusi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Negara (studi Kasus Indonesia) program studi Ilmu Hukum, Kekhususan Hukum Transnasional, Universitas Indonesia, dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1) Bagaimana permasalahan kawasan perbatasan negara khususnya di Indonesia?

19 2) Bagaimana kemungkinan adanya kerjasama internasional dalam upaya pengelolaan kawasan perbatasan negara khususnya Indonesia? 3) Bagaimana pelaksanaan kerjasama internasional yang menyangkut daerah perbatasan? 4. Penulisan dari Mantak Manalu, SH, tentang Peninjauan Kembali persetujuan Dasar RI-PNG Pokok Pikiran pengembangan. Penelitian ini membahas tentang Pengawasan Para pihak dalam pelaksanaan Perjanjian Special Arragments Adapun permasalahan yang dibahas mengenai Pelaksanaan dan hambatan yang ada sehingga perjanjian ini belum berjalan dengan baik. Hal yang diteliti adalah keterlibatan para pihak yaitu pemerintah di dalam mengawasi perjanjian dan daerah perbatasan RI-PNG. Terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Maka penelitian ini dianggap telah memenuhi kaedah keaslian penelitian. Walaupun demikian, bilamana dikemudian hari ditemukan bahwa permasalahan dalam penelitian ini pernah diteliti oleh peneliti lain sebelumnya, maka diharapkan penelitian ini dapat saling melengkapi dengan peneliti lainnya.

BAB V PENUTUP. a. Pengawasan Pelaksanaan Special Arrangments 1993: untuk memberikan kepastian hukum mengenai ruang lingkup wilayah

BAB V PENUTUP. a. Pengawasan Pelaksanaan Special Arrangments 1993: untuk memberikan kepastian hukum mengenai ruang lingkup wilayah 152 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Pengawasan dan hambatan Pelaksanaan Special Arrangments 1993: a. Pengawasan Pelaksanaan Special Arrangments 1993: Pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UPAYA-UPAYA PENANGANAN WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA-PAPUA NEW GUINEA OLEH BADAN PENGELOLA PERBATASAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI PROVINSI PAPUA

UPAYA-UPAYA PENANGANAN WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA-PAPUA NEW GUINEA OLEH BADAN PENGELOLA PERBATASAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI PROVINSI PAPUA UPAYA-UPAYA PENANGANAN WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA-PAPUA NEW GUINEA OLEH BADAN PENGELOLA PERBATASAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI PROVINSI PAPUA ANNISA WANGGAI ABSTRAK Penelitian ini berjudul Upaya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA. Muthia Septarina. Abstrak

SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA. Muthia Septarina. Abstrak SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA Muthia Septarina Abstrak Sengketa perbatasan antar negara merupakan suatu ancaman yang konstan bagi keamanan dan perdamaian bukan hanya secara nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional Wilayah Negara Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyatakan bahwa: The state as a person of international law should possess the following qualifications: (a) a

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN I : PERATURAN BNPP NOMOR : 3 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Aksi (Renaksi)

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN PAPUA NUGINI (EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE INDEPENDENT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut

Lebih terperinci

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA Salah satu langkah penting dalam diplomasi internasional adalah penyelenggaraan KTT Luar Biasa ke-5 OKI untuk penyelesaian isu Palestina

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting

Lebih terperinci

xii hlm / 14 x 21 cm

xii hlm / 14 x 21 cm ka JUDUL BUKU HUKUM KEWILAYAHAN INDONESIA (Dasar Lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan dan Konsep Pengelolaan Pulau-pulau Terluar NKRI) PENULIS Mahendra Putra Kurnia, SH.MH PENERBIT Bayumedia Publishing Malang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.49, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Perjanjian. Ekstradisi. Papua Nugini. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5674) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN PAPUA NUGINI (EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND

Lebih terperinci

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4925 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177 ) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN I : PERATURAN BNPP NOMOR : 3 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Aksi (Renaksi)

Lebih terperinci

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN)

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN) LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN) 1 2 3 4 5 1. INDONESIA MALAYSIA. Garis batas laut dan 1. Departemen Pertahanan (Action - Anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),

Lebih terperinci

MASALAH PERBATASAN NKRI

MASALAH PERBATASAN NKRI MASALAH PERBATASAN NKRI Disusun oleh: Nama : Muhammad Hasbi NIM : 11.02.7997 Kelompok Jurusan Dosen : A : D3 MI : Kalis Purwanto STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Jl. Ring Road Utara, Condong Catur Yogyakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang optimal government terutama dibidang kerja sama dengan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang optimal government terutama dibidang kerja sama dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Republik Demokratik Timor Leste sebagai negara baru yang sedang berkembang memerlukan berbagai kebijakan pemerintahan di segala bidang dalam mencapai tujuan

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. 243 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. Untuk itu setiap negara mempunyai kewenangan menentukan batas wilayah

Lebih terperinci

FORMATIF 1 I. Isilah tiitk-titik di bawah ini dengan jawaban yang benar! II. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar!

FORMATIF 1 I. Isilah tiitk-titik di bawah ini dengan jawaban yang benar! II. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar! FORMATIF 1 Mata Pelajaran : PKn Kelas/Semester : V/I Kompetensi Dasar : 1.1 Mendiskusikan Negara Kesatuan Republik Indonesia 1.2 Menjelaskan pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dampak era globalisiasi telah mempengaruhi sistem perekonomian negara

I. PENDAHULUAN. Dampak era globalisiasi telah mempengaruhi sistem perekonomian negara 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dampak era globalisiasi telah mempengaruhi sistem perekonomian negara Indonesia dan untuk mengantisipasinya diperlukan perubahan peraturan perundang-undangan, baik

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI PERATURAN PRESIDEN NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERTUGAS DALAM OPERASI PENGAMANAN PADA PULAU-PULAU KECIL

Lebih terperinci

KEPPRES 111/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UKRAINA

KEPPRES 111/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UKRAINA Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 111/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UKRAINA *47919 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI KEMENTERIAN PERTAHANAN, KEMENTERIAN LUAR NEGERI, KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, TENTARA NASIONAL INDONESIA, BADAN INTELIJEN NEGARA, DEWAN KETAHANAN NASIONAL, LEMBAGA

Lebih terperinci

APEK HUKUM WILAYAH NEGARA INDONESIA

APEK HUKUM WILAYAH NEGARA INDONESIA APEK HUKUM WILAYAH NEGARA INDONESIA Penulis: : Suryo Sakti Hadiwijoyo Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara yang memiliki perananan penting baik dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN

BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN Pada bagian ini dipaparkan berbagai isu dan permasalahan yang dihadapi kawasan perbatasan, baik perbatasan darat maupun laut. Agar penyelesaian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut bebas di antara pulau-pulau di Indonesia. Laut bebas

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA PASAL I PENGERTIAN-PENGERTIAN

PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA PASAL I PENGERTIAN-PENGERTIAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH DAN PEMERINTAH UKRAINA Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Ukraina di dalam Persetujuan ini disebut sebagai Para Pihak pada Persetujuan; Sebagai peserta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH HONGKONG UNTUK PENYERAHAN PELANGGAR HUKUM YANG MELARIKAN DIRI (AGREEMENT

Lebih terperinci

KEPPRES 112/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN

KEPPRES 112/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 112/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN *47933 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya berbagai bidang pada era globalisasi ini telah mempermudah manusia dalam melakukan berbagai kegiatan dan mengakses bermacam-macam hal dengan sangat mudah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekuatan militer merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga stabilitas negara. Semua negara termasuk Indonesia membangun kekuatan militernya untuk menjaga keamanan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb No.580, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengamanan Perbatasan. Pengerahan Tentara Nasional Indonesia. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGERAHAN

Lebih terperinci

PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA

PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA Oleh Staf Ahli Menneg PPN Bidang Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Tertinggal ikhwanuddin@bappenas.go.id

Lebih terperinci

Mahendra Putra Kurnia

Mahendra Putra Kurnia MEMPERKUAT KEDAULATAN NEGARA MELALUI OPTIMALISASI PARIWISATA KAWASAN PERBATASAN NKRI Sosialisasi Potensi Pariwisata Kawasan Perbatasan dan Pulau Terluar Indonesia Diselenggarakan Oleh KKN Non-Reguler FH

Lebih terperinci

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan.

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan. Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan www.arissubagiyo.com Latar belakang Kekayaan alam yang melimpah untuk kesejahterakan rakyat. Pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan peraturan serta untuk

Lebih terperinci

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Kepolisian Nasional Philipina (PNP), selanjutnya disebut sebagal "Para Pihak";

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Kepolisian Nasional Philipina (PNP), selanjutnya disebut sebagal Para Pihak; NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (POLRI) DAN KEPOLISIAN NASIONAL FILIPINA (PNP) TENTANG KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEJAHATAN TRANSNASIONAL Kepolisian Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM (EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas orang masuk atau ke luar wilayah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH HONGKONG UNTUK PENYERAHAN PELANGGAR HUKUM YANG MELARIKAN DIRI (AGREEMENT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas

Lebih terperinci

Globalisasi Peredaran Narkoba Oleh Hervina Puspitosari, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Globalisasi Peredaran Narkoba Oleh Hervina Puspitosari, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Globalisasi Peredaran Narkoba Oleh Hervina Puspitosari, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Pendahuluan Globalisasi itu seperti dua sisi koin yang berbeda. Bukan hanya memberikan dampak

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK POLANDIA TENTANG KERJASAMA PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL DAN KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah Mata Pelajaran : SMPN 4 Wates : IPS Kelas/Semester : VII / 1 Alokasi Waktu : 2 x 40 menit A. Kompetensi Inti 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setelah Mahkamah Hukum Internasional menjatuhkan putusan kepemilikan pulau Sipadan dan Ligitan kepada Malaysia pada tanggal 17 Desember 2002, Indonesia memasuki suatu

Lebih terperinci

KUNCI SOAL ULANGAN HARIAN II TAHUN PELAJARAN 2016/ 2017

KUNCI SOAL ULANGAN HARIAN II TAHUN PELAJARAN 2016/ 2017 No. Dokumen : F/751/WKS1/P/14 No. Revisi : 0 Tanggal Berlaku : 1 Juli 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA SMA NEGERI 1 GODEAN Jalan Sidokarto 5, Godean, Sleman, Yogyakarta,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 277, 2015 PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5766). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara yang membawa

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia* PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN DALAM PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN DALAM PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN DALAM PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang:

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK BULGARIA BERKENAAN DENGAN ANGKUTAN UDARA

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM (EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan Wilayah perbatasan: a. Internal waters/perairan pedalaman.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA (EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN DALAM PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN DALAM PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN DALAM PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM (TREATY ON MUTUAL

Lebih terperinci

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Oleh : K. Zulfan Andriansyah * Naskah diterima: 28 September 2015; disetujui: 07 Oktober 2015 Indonesia sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan internasional, baik dari aspek geografis maupun potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, mengakibatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2013 HUKUM. Keimigrasian. Administrasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5409) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa orang asli Papua sebagai penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hubungan dengan dunia internasional sebagai centre of gravity kawasan

BAB I PENDAHULUAN. dalam hubungan dengan dunia internasional sebagai centre of gravity kawasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia dengan 17.499 pulau dan luas perairan laut mencapai 5,8 juta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA (EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5514 PENGESAHAN. Perjanjian. Republik Indonesia - Republik India. Bantuan Hukum Timbal Balik. Pidana. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA TENTANG KEGIATAN KERJASAMA DI BIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN DALAM PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN DALAM PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN DALAM PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbatasan sebuah negara (state s border) dapat dipandang dalam konsep batas negara sebagai sebuah ruang geografis (geographical space) dan sebagai ruang sosial-budaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi perkembangan keadaan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 277). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci