BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. gizi tertentu. Sedangkan Supariasa (2002), satus gizi adalah ekspresi dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik untuk bayi, karena

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengasuhan berasal dari kata asuh(to rear) yang mempunyai makna

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sarapan Pagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J

HUBUNGAN ANTARA UMUR PERTAMA PEMBERIAN MP ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 12 BULAN DI DESA JATIMULYO KECAMATAN PEDAN KABUPATEN KLATEN

anak yang berusia di bawahnya. Pada usia ini pemberian makanan untuk anak lakilaki dan perempuan mulai dibedakan.

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient (Beck 2002 dalam Jafar

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Makanan Bayi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

Kebutuhan nutrisi dan cairan pada anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

19/02/2016. Siti Sulastri, SST

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. kamu makan sering dikutip tetapi tidak direnungkan lebih dalam apa maksud

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kedekatan dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih

GIZI BAYI DAN BALITA. CATUR SAPTANING W, S.Gz, MPH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

frekuensi kontak dengan media massa (Suhardjo, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. bulan pertama kehidupan kritis karena bayi akan mengalami adaptasi terhadap

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Disamping. dan produktivitas kerja (Almatsier, 2002).

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Gizi Menurut Soekirman (2000), status gizi berarti keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuranukuran gizi tertentu. Sedangkan Supariasa (2002), satus gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu dan merupakan indeks yang statis dan agregatif sifatnya kurang peka untuk melihat terjadinya perubahan dalam waktu yang pendek misalnya dalam sebulan. Menurut Suharjo (2003), status gizi adalah keadaan kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik dan energi serta zat gizi lainnya yang diperoleh dari pangan, makanan dan fisiknya dapat diukur secara antropometri. Menurut Depkes RI (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan penggunaan zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat didasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan.

2.1.1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi Anak Balita Menurut UNICEF (1998), akar masalah faktor penyebab gizi kurang adalah Krisis ekonomi, politik dan sosial. Hal tersebut menyebabkan terjadinya berbagai masalah pokok dalam masyarakat, seperti: (a) pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan, (b) kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya masyarakat serta (c) kurang pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan. Masalah-masalah pokok pada masyarakat menyebabkan 3 (tiga) hal sebagai penyebab tidak langsung kurang gizi, yaitu (1) tidak cukup persediaan pangan, (2) pola asuh anak tidak memadai, dan (3) sanitasi dan air bersih, pelayanan kesehatan dasar tidak memadai. Timbulnya ketiga masalah tersebut mengakibatkan makanan tidak seimbang serta menimbulkan penyakit infeksi sebagai penyebab langsung kurang gizi. Status gizi terutama ditentukan oleh ketersediaan zat-zat gizi pada tingkat sel dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi yang tepat yang diperlukan tubuh untuk tumbuh, berkembang dan berfungsi normal. Pada prinsipnya status gizi ditentukan oleh dua hal yaitu asupan zat-zat gizi yang berasal dari makanan yang diperlukan tubuh dan peran faktor yang menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi tersebut. Terhadap 2 faktor tersebut, pola konsumsi dan aktivitas berperan. Pola konsumsi pangan merupakan hasil budaya masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor manusia itu sendiri, seperti kebiasaan makan, pendapatan keluarga, pengetahuan gizi dan lain sebagainya. Sedangkan asupan zat-

zat gizi dari makanan kedalam tubuh dipengaruhi oleh berat ringannya aktivitas atau pekerjaan seseorang. Menurut Suhardjo (2003) faktor-faktor yang memengaruhi status gizi adalah : (1) faktor pertanian yang meliputi seluruh usaha pertanian mulai dari penanaman sampai dengan produksi dan pemasaran; (2) faktor ekonomi yaitu besarnya pendapatan keluarga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga; (3) faktor sosial budaya meliputi kebiasaan makan, anggapan terhadap suatu makanan yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan tertentu,kesukaan terhadap jenis makanan tertentu; (4) faktor fisiologi yaitu metabolisme zat gizi dan pemanfaatannya oleh tubuh, keadaan kesehatan seseorang, adanya keadaan tertentu misalnya hamil dan menyusui; dan (5) faktor infeksi yaitu adanya suatu penyakit infeksi dalam tubuh. Selain faktor-faktor diatas faktor lain yang berpengaruh terhadap status gizi adalah besar keluarga, pengetahuan gizi dan tingkat pendidikan seseorang (Suhardjo, 2003). Besar keluarga meliputi banyaknya jumlah individu dalam sebuah keluarga, pembagian makan dalam keluarga dan jarak kelahiran anak. Pengetahuan gizi akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan seharihari dalam menyediakan kebutuhan pangan, sedangkan tingkat pendidikan seseorang akan memengaruhi daya nalar seseorang dalam interpretasi terhadap suatu hal. Pada dasarnya status gizi ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berperan dalam penilaian status gizi adalah asupan zat-zat makanan kedalam tubuh, penyerapan dan penggunaan zat gizi, aktivitas yang dilakukan sehari-hari dan pola konsumsi sehari-hari. Faktor eksternal yang

memengaruhi penilaian status gizi adalah faktor sosial budaya seperti kebiasaan makan dan larangan mengkonsumsi bahan makanan tertentu, faktor ekonomi seperti pendapatan keluarga, pengetahuan tentang gizi, ketersediaan bahan makanan, pelayanan kesehatan setempat, pemeliharaan kesehatan dan besar keluarga. 2.1.2. Klasifikasi Status Gizi Anak Balita Status gizi anak balita memberikan refleksi tentang keadaan gizinya sebagai akibat dari keseimbangan konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi yang pada akhirnya memengaruhi keadaan tubuh anak balita tersebut. Hal ini sesuai dengan pengertian bahwa status gizi adalam keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi (Almatsier, 2002). Status gizi anak balita diklasifikasikan menjadi empat yaitu status gizi lebih status gizi baik, status gizi kurang dan buruk. a. Gizi Lebih Orang yang kelebihan berat badan biasanya dikarenakan kelebihan jaringan lemak yang tidak aktif tersebut. Kategori berat badan lebih (gizi lebih) menurut WHO NCHS (2002) yaitu > +2 SD. Tetapi masih banyak pendapat di masyarakat yang mengira bahwa anak yang gemuk adalah sehat, sehingga banyak ibu yang merasa bangga kalau anaknya gemuk, dan disatu pihak ada ibu yang kecewa kalau melihat anaknya tidak segemuk anak tetangganya (Supariasa, 2002). Untuk diagnosis obesitas harus ditemukan gejala klinis obesitas dan didukung dengan pemeriksaan antropometri yang jauh diatas normal. Pemeriksaan ini yang sering digunakan adalah berat badan terhadap tinggi badan, berat badan terhadap

umur dan tebalnya lipatan kulit. Bentuk muka anak yang status gizi lebih atau obesitas tidak proporsional, yaitu hidung dan mulut relatif kecil, dagu ganda, dan biasanya anak lebih cepat mencapai masa pubertas (Supariasa, 2002). b. Gizi Baik Status gizi baik yaitu keadaan dimana asupan zat gizi sesuai dengan adanya penggunaan untuk aktivitas tubuh. Hal ini diwujudkan dengan adanya keselarasan antara, tinggi badan terhadap umur, berat badan terhadap umur dan tinggi badan terhadap berat badan. Menurut Sediaoetama (2000), tingkat gizi sesuai dengan tingkat konsumsi yang menyebabkan tercapainya kesehatan gizi sesuai dengan tingkat konsumsi yang menyebabkan tercapainya kesehatan tersebut. Tingkat kesehatan gizi yang baik ialah kesehatan gizi optimum. Dalam kondisi ini jaringan penuh oleh semua zat gizi tersebut. Tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan setinggi-tingginya. Anak yang status gizi baik dapat tumbuh dan kembang secara normal dengan bertambahnya usia. Tumbuh atau pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam hal besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat, panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolik. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam stuktur dan fungsi tubuh yang komplek dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan (Supariasa, 2002).

c. Gizi Kurang dan Gizi Buruk Status gizi kurang terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa macam zat gizi yang diperlukan. Hal yang menyebabkan status gizi kurang karena kekurangan zat gizi yang dikonsumsi atau mungkin mutunya rendah. Gizi kurang pada dasarnya adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Kurang gizi banyak menimpa anak khususnya anak balita yang berusia dibawah lima tahun karena merupakan golongan yang rentan serta pada fase ini kebutuhan tubuh akan zat gizi meningkat karena selain untuk tumbuh juga untuk perkembangan sehingga apabila anak kurang gizi dapat menimbulkan berbagai penyakit (Supariasa, 2002). 2.1.3. Pengukuran Status Gizi Anak Balita Pengukuran atau penilaian status gizi anak balita dimaksudkan untuk mengetahui apakah anak balita tersebut mempunyai status gizi kurang, baik atau lebih. Pengukuran status gizi anak balita tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keseimbangan antara zat gizi yang masuk dalam tubuh dengan zat gizi yang digunakan oleh tubuh, sehingga tercipta kondisi fisik yang optimal. Ada berbagai cara dalam mengukur atau menilai status gizi seseorang yaitu melalui penilaian status gizi secara langsung yang dibagi dalam empat penilaian yaitu antropometri., klinis, biokimia, biofisik. Kedua adalah penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi dalam tiga cara yaitu survey konsumsi pangan, statistik vital dan faktor ekologi

Menurut Supariasa (2002), dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita mengunakan metode antropometri sebagai cara untuk menilai status gizi. Mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, maka dalam penelitian ini peneliti mengunakan penilaian status gizi dengan cara pemeriksaaan fisik yang disebut antropometri ini. antropometri sebagai indikator pengukuran parameter. Adapun keunggulan antropometri adalah alatnya mudah didapat dan mudah digunakan, pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan obyektif, pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus professional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu, biayanya relatif murah, hasilnya mudah disimpulkan, dan diakui kebenarannya. Sedangkan kelemahan antropometri adalah tidak sensitif untuk mendeteksi status gizi dalam waktu singkat, faktor diluar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitifitas pengukuran antropometri. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran (Supariasa, 2002). Cara yang dipakai untuk mengetahui status gizi balita adalah dengan cara antropometri yaitu pengukuran berat badan dikaitkan dengan umur dan klasifikasi dengan standart baku WHO NCHS (2002). Adapun keunggulan pengukurannya adalah lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk pengukuran status gizi akut dan kronis, Berat badan dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil, Dapat mendeteksi kegemukan. Sedangkan kelemahan antropometri adalah: Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang

keliru bila terdapat odema, maupun asites, umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur yang belum baik, memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima tahun, sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan. Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat. Dalam hal ini orang tua tidak mau menimbang anaknya karena dianggap seperti barang dagangan (Supariasa, 2002). Dalam pelaksanaan sehari-hari, ukuran antropometri yang bermanfaat dan sering dipakai (Suharjo, 2003) adalah 1) berat badan, 2) tinggi (panjang) badan, 3) lingkaran kepala, 4) lingkaran lengan atas dan 5) lipatan kulit. Kelima jenis ukuran antropometri ini dapat dilengkapi dengan ukuran yang lain yaitu untuk kasus-kasus khusus, seperti kasus kelainan bawaan atau menentukan jenis perawakan dengan melakukan pengukuran lingkaran dada, perut, leher dan lainnya. Pengukuran antropometri yang umum dilakukan pada kelompok anak balita adalah sebagai berikut : 1. Berat badan Ukuran ini merupakan yang terpenting, dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada setiap kelompok umur. Berat badan merupakan hasil penghasilkan seluruh jaringan tulang, otot, lemak, cairan tubuh, dan lainnya. Ukuran ini merupakan indikator tunggal yang terbaik pada waktu ini untuk keadaan gizi dan keadaan tumbuh kembang.

2. Tinggi badan Ukuran ini merupakan ukuran antropometri kedua yang penting. Perlu diketahui bahwa nilai tinggi badan meningkat terus, walaupun laju-tumbuh berubah dari pesat pada masa bayi muda kemudian melambat dan menjadi pesat lagi pada masa remaja. Tinggi badan hanya menyusut pada usia lanjut. Oleh karena itu, nilai tinggi badan dipakai untuk daasr perbandingan terhadap perubahanperubahan relatif, seperti nilai berat dan lingkaran lengan atas. 3. Lingkaran kepala Ukuran ini dipakai untuk mengevaluasi pertumbuhan otak dan karena lajutumbuh pesatnya pada berusia 3 tahun hanya 1 cm dan hanya meningkat 5 cm sampai usia remaja/dewasa maka dapat dikatakan bahwa manfaat pengukuran lingkaran kepala ini hanya terbatas sampai usia 3 tahun, kecuali untuk kasus tertentu. 2.2. Kecukupan Gizi Anak Balita Makanan akan memengaruhi status gizi anak balita. Oleh karena itu makanan harus dapat memenuhi kebutuhan gizi anak. Penyiapan makanan harus dapat mencukupi kebutuhan gizi balita. Pengaturan makanan yaitu pengaturan makanan harus dapat disesuaikan dengan usia balita selain untuk mendapatkan gizi pengaturan makanan juga baik untuk pemeliharaan, pemulihan, pertumbuhan, perkembangan serta aktifitas fisiknya (Agoes dan Popy, 2001).

Upaya untuk mencapai status gizi anak balita yang baik, maka makanan sehari-hari harus mencukupi kebutuhan gizi. Zat gizi atau zat makanan merupakan bahan dasar penyusun bahan makanan. Zat gizi terdiri atas : a. Karbohidrat, sebagai zat gizi merupakan kelompok zat-zat organik yang mempunyai fungsi sebagai sumber utama energi (Santoso dan Ranti, 2004). b. Protein, merupakan zat gizi yang sangat penting karena hewani didapat dari hewan yang berfungsi: (a) membangun sel-sel yang rusak, (b) membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon, (c) membentuk zat anti energi, dalam hal ini tiap protein menghasilkan sekitar 4,1 kalori (Santoso dan Lies, 2004). c. Lemak, berfungsi sebagai sumber utama energi atau cadangan dalam jaringan tubuh dan bantalan bagi organ tertentu dari tubuh (Santoso dan Lies, 2004). Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi rata-rata yang dianjurkan Oleh Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (2004), adalah sebagai berikut: Tabel 2.1. Kebutuhan Zat Gizi Anak Balita berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG Rata-Rata Perhari) Umur (thn) Berat Badan (Kg) Tinggi Badan (cm) Energi (Kkal) Protein (gr) 1-3 4-5 12 17 90 110 1000 1550 25 39 Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (2004) 2.3. Konsep Pola Asuh Pola asuh adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan biomedis anak. Pola asuh ini termasuk pangan dan gizi, kesehatan dasar, imunisasi, penimbangan, pengobatan, papan/pemukiman yang layak, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang dan rekreasi (Soekirman, 2000).

Pola asuh yang memadai pada bayi adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan biomedis anak terpenuhi secara optimal. Hal ini dilakukan melalui pemberian gizi yang baik berupa pemberian ASI, pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP- ASI) tepat waktu dan bentuknya, melanjutkan menyusui sampai anak berumur 2 tahun, ibu punya cukup waktu merawat bayi, imunisasi dan memantau status gizi melalui kegiatan penimbangan (Soekirman, 2000). Pengasuhan bayi adalah perilaku yang dipraktikan oleh pengasuh (ibu, bapak, nenek atau orang lain) dalam memberikan makanan, pemeliharaan kesehatan, memberikan stimulasi serta dukungan emosional yang dibutuhkan bayi untuk tumbuh-kembang, termasuk kasih sayang dan tanggung jawab orang tua. Pengasuhan yang baik sangat penting untuk menjamin tumbuh kembang bayi secara optimal. Pada keluarga miskin, ketersediaan pangan di rumah tangga belum tentu mencukupi, ibu yang tahu bagaimana mengasuh anaknya, dapat memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk dapat menjamin tumbuh kembang anak secara optimal (Anwar, 2000). Hasil penelitian Sandjaja (2001), menemukan sebagian anak dalam keluarga tertentu dengan sosial ekonomi rendah mempunyai daya adaptasi yang tinggi sehingga mampu tumbuh dan kembang terhadap tekanan ekonomi, sosial dan lingkungan. Faktor-faktor positif deviance yang berperan nyata dalam status gizi anak antara lain adalah faktor ibu, pola asuh anak, keadaan kesehatan anak, dan konsumsi makanan anak.

2.3.1. Asuh Makan Menurut Zeitien (2000), pola asuh makan adalah praktek di rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Dalam pola asuh makan terdapat aspek penting yang harus diperhatikan adalah penyiapan makanan Makanan akan mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan fisik dan mental anak. Oleh karena itu makanan harus dapat memenuhi kebutuhan gizi anak. Penyiapan makanan harus dapat mencukupi kebutuhan gizi balita. Pengaturan makanan yaitu pengaturan makanan harus dapat disesuaikan dengan usia balita selain untuk mendapatkan gizi pengaturan makanan juga baik untuk pemeliharaan, pemulihan, pertumbuhan, perkembangan serta aktifitas fisiknya (Shochib, 1998) Makin bertambah usia anak makin bertambah pula kebutuhan makanannya, secara kuantitas maupun kualitas. Untuk memenuhi kebutuhannya tidak cukup dari susu saja. Saat berumur 1-2 tahun perlu diperkenalkan pola makanan dewasa secara bertahap, disamping itu anak usia 1-2 tahun sudah menjalani masa penyapihan. Menyusui adalah praktek memberikan makanan, kesehatan dan pengasuhan yang terjadi secara bersamaan. Di Indonesia Exclusive breastfeeding dikenal sebagai pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif adalah pada bayi diberikan hanya ASI saja langsung atau tidak langsung (diperas), cairan lain yang dibolehkan hanya vitamin, mineral dan atau obat dalam bentuk sirop atau tetes, lebih dari 95 persen anak-anak didunia pada mulanya diberikan ASI sebagai hasil dari promosi

pentingnya ASI bagi kelangsungan hidup anak, prevalensi pemberian ASI telah meningkat sejak 1990 an di Negara-negara sedang berkembang (WHO, 1991). ASI mengandung gizi yang baik untuk bayi dan sebagai imunitas untuk melindungi bayi dari infeksi, selain itu juga memberikan keuntungan pada ibu berupa percepatan kembalinya uterus pada posisi semula setelah melahirkan, menghambat ovulasi dan menurunkan risiko kanker payudara, kanker ovarium dan kanker endometrium (Guese et.al, 2003). ASI adalah sumber gizi yang unik dan memainkan peran penting dalam pertumbuhan, perkembangan dan kelangsungan hidup bayi baru lahir. Keuntungan ASI sangat baik dan sehat, terutama pada lingkungan yang jelek, pemberian susu formula mempunyai risiko kontaminasi disertai penyajian yang terlalu cair akan meningkatkan risiko morbiditas dan kurang gizi (Giashuddin dan Kabir, 2004). Hasil penelitian Gonzales et.al (2006), tentang praktek menyusui di Mexico, analisis data survey nutrisi 1999, menemukan bahwa prevalensi menyusui eksklusif adalah 25,7 persen pada bayi kurang 4 bulan, sedangkan pada bayi 6 bulan cakupan menyusui eksklusif hanya 20,3 persen. Secara umum balita yang tetap diberi ASI sampai 2 tahun 30,9 persen dengan durasi median adalah 9 bulan. Penelitian juga menemukan bahwa faktor yang berhubungan terhadap praktek menyusui adalah umur dan jenis kelamin anak serta karakteristik ibu yang meliputi sosial, ekonomi, budaya dan pekerjaan ibu. Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi diberikan kepada bayi / anak untuk memenuhi kebutuhan gizi yang diberikan

mulai umur 6 bulan sampai 24 bulan (Depkes RI, 2004). Menurut Pudjiadi (2005), MP-ASI adalah makanan yang diberikan kepada bayi setelah usia 6 bulan berupa makanan padat dapat berupa pisang, tepung beras / sereal dan makanan dalam bentuk formula yang diproduksi oleh industri. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan pada bayi setelah berumur 6 bulan untuk mencukupi kebutuhan gizi karena ASI saja sudah kurang mencukupi kebutuhan gizi. MP-ASI dapat berupa makanan cair, makanan lunak sesuai kemampuan pencernaan anak. MP-ASI yang tepat adalah pemberian makanan pendamping ASI pada anak berusia 6 bulan yang memperhatikan jumlah yang tepat, mutu yang baik, waktu pemberian tepat dan pengolahan makanan yang tepat (Azwar, 2004). Menurut Winarno (1990), MP-ASI diberikan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi setelah usia 6 bulan sejalan dengan peningkatan kebutuhan bayi dengan pertambahan umur. Selain itu juga untuk menanamkan kebiasaan makan sejak kecil sehingga dapat menerima hidangan sesuai dengan pola makanan orang dewasa / keluarga sehari hari yaitu menu seimbang. Hasil penelitian Widodo (2005), mengungkapkan bahwa di Indonesia jenis MP-ASI yang umum diberikan kepada bayi sebelum usia 4 bulan adalah pisang 57,3 persen. Di samping itu akibat rendahnya sanitasi dan higiene MP-ASI memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh mikroba, sehingga meningkatkan risiko infeksi yang lain pada bayi. Ada perbedaan status gizi bayi berdasarkan berat badan antara bayi yang diberi ASI eksklusif dan yang diberi MP-ASI sebelum usia 4 bulan, sedangkan

berdasarkan panjang badan tidak ada perbedaan, proporsi bayi yang mengalami gangguan kesehatan berupa diare, panas, batuk, dan pilek pada kelompok bayi yang diberi ASI tidak eksklusif lebih besar dari pada bayi yang mendapat ASI eksklusif. Hasil penelitian AUSAID Depkes RI (2000), menyimpulkan keberadaan ibu yang bekerja di ladang di Kabupaten Jaya Wijaya, Provinsi Papua, menyebabkan tidak dapat pulang pada tengah hari untuk mempersiap makanan bagi keluarganya. Terbatasnya variasi makanan dan jumlah frekuensi makan yang hanya 2 kali sehari akan memengaruhi kecukupan gizi masyarakat, karena waktu kerja yang panjang, ibu yang bekerja di ladang tidak mempunyai cukup waktu untuk beristirahat menyebabkan ibu tidak mempunyai waktu untuk mengikuti kegiatan di luar rumah. Kecukupan gizi dalam prinsip gizi seimbang tidak terlepas dari keragaman makanan balita setiap hari harus memenuhi kebutuhan akan makanan pokok, laukpauk, sayur dan buah. Pada prinsipnya setiap makanan yang dihidangkan dari makanan pagi, siang dan malah serta makanan selingan haruslah terdiri dari makanan tersebut diatas. Pola pemberian makanan sehari balita yang dianjurkan seperti uraian di bawah ini.

Tabel 2.2. Pola Pemberian Makanan Anak Balita Menu 1 Waktu Menu Porsi per menu (gram) Pagi Bubur basi komplit 75 Susu + gula 30 + 10 Jam 10.00 Puding buah fantasi 100 Makan Siang Nasi beras merah 100 Pergedel ayam cincang 25 Tahu kuah kaldu 25 Tumis kacang polong dan jamur 50 Jus jeruk 75 Jam 16.00 Bakwan udang dan sayuran 50 Makan malam Nasi tim komplit 100 Susu + gula 30 + 10 Tabel 2.3. Pola Pemberian Makanan Anak Balita Menu II Waktu Menu Porsi per menu (gram) Pagi Bubur havermut kismi 75 Susu + gula 30 + 10 Jam 10.00 Bubur kacang hijau 50 Makan Siang Nasi putih 100 Daging suir 25 Pergedel tempe 25 Dadar telur 25 Jus strawberry 75 Jam 16.00 Kroket kentang sayuran 50 Makan malam Nasi putih 100 Bola-bola ikan 25 Sayur lodeh labu kuning 50 Jeruk 75 Susu + gula 30 + 10 (Sumber : Yusuf, 2008)

2.3.2. Asuh Kesehatan Asuh kesehatan berdasarkan aspek pola asuh menurut Engle et.al (1997), meliputi praktek kebersihan dan sanitasi lngkungan dan perawatan anak balita dalam keadaan sakit seperti pencari pelayanan kesehatan. Anak balita adalah kelompok usia yang rentan terserang penyakit, terkait dengan interaksi dengan sarana dan prasarana di rumah tangga dan sekelilingnya. Jenis sakit yang dialami, frekuensi sakit, lama sakit, penanganan anak balita sakit dan status imunisasi adalah faktor yang memengaruhi tingkat kesehatan anak balita dan status gizi anak balita (Budi, 2006). Menurut Budi (2006), perilaku ibu dalam menghadapi anak balita yang sakit dan pemantauan kesehatan terprogram adalah pola pengasuhan kesehatan yang sangat memengaruhi status gizi anak balita. Anak balita yang mendapatkan imunisasi akan lebih rendah mengalami risiko penyakit. Anak balita yang dipantau status gizinya di Posyandu melalui kegiatan penimbangan akan lebih dini mendapatkan informasi akan adanya gangguan status gizi. Sakit yang lama, berulang akan mengurangi nafsu makan yang berakibat pada rendahnya asupan gizi. Pemantauan pertumbuhan anak dapat dilakukan dengan aktif mendatangi kegiatan pemeliharaan gizi, misalkan posyandu. Sebagian aktif mengikuti pemeliharaan gizi maka orang tua dapat melihat pertumbuhan anak melalui penimbangan balita, pemberian vitamin A pada bulan februari dan Agustus serta pemberian makanan tambahan (Shochib, 1998).

2.4. Landasan Teori Status gizi anak balita merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya sebelumnya. Pola asuh meliputi pola asuh makanan dan pola asuh perawatan kesehatan memengaruhi status gizi anak balita, yaitu: (a) pola asuh makan yang berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam memberikan makan (Soekirman, 2000), dan (b) pola asuh kesehatan sebagai sikap dan tindakan ibu terhadap kondisi lingkungan anak, meliputi kebersihan dan sanitasi lingkungan, perawatan balita dalam keadaan sehat maupun sakit (Engle et.al, 1997). Menurut UNICEF (1998), keadaan gizi kurang disebabkan oleh berbagai faktor, baik langsung maupun tidak langsung, seperti pada skema berikut ini. Dampak Kurang Gizi (Status Gizi) Penyebab langsung Makan tidak seimbang Penyakit infeksi Penyebab tidak langsung Ketersediaan & pola konsumsi rumah tangga Pola asuh anak Pemberian ASI/ MP- ASI psikososial, penyediaan MP-ASI, kebersihan dan sanitasi Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan Daya Beli, Akses Pangan, Akses Informasi, Akses Pelayanan Akar Masalah Kemiskinan, Ketahanan Pangan & Gizi, Pendidikan, Kesehatan, Kependudukan Pembangunan Ekonomi, Politik, Sosial Gambar. 2.1. Faktor Penyebab Gizi Kurang Sumber : diadopsi dari UNICEF, 1998

Berdasarkan kerangka teori di atas dapat dilihat bahwa pola asuh ibu meliputi pola asuh meliputi (pola asuh makan dan pola asuh kesehatan) merupakan penyebab tidak langsung yang mempunyai dampak terhadap status gizi anak balita. 2.5. Kerangka Konsep berikut : Berdasarkan landasan teori maka kerangka konsep penelitian adalah sebagai Variabel Independen Variabel Dependen POLA ASUH Asuh Makan Asuh Kesehatan Status Gizi Anak Balita Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dijelaskan bahwa pola asuh yang terdiri dari pola asuh makan dan pola asuh kesehatan yang dilakukan kepada anak balita, secara bersama-sama memengaruhi status gizi anak balita.