45 ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai : 1. Petani peisan, yaitu petani yang mengusahakan lahannya bersama keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 2. Petani penggarap, yaitu petani yang mengusahakan usaha taninya di lahan orang lain, diolah bersama anggota keluarga dan/atau mempekerjakan buruh tani. Kegiatan usaha taninya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan/atau mencari keuntungan. Adapun untuk kategori petani farmer belum dijumpai di wilayah tersebut. Petani yang ada di RT 24 pun menyatakan bahwa mereka tidak melibatkan pihak lain untuk bekerja, dikarenakan masih minimnya modal dan hasil yang diperoleh. Hal ini sejalan dengan penuturan Pak MKS kepada pengkaji sebagai berikut. Bagaimana mungkin kami mau menggaji orang Pak, kalau untuk makan hari-hari saja kadang tidak cukup. Makanya untuk menyiasati kurangnya tenaga, kadang-kadang anak saya si Daniel dan Upi saya suruh mereka ikut membantu kami berdua (maksudnya dengan istrinya). Umur para petani antara 25-64 tahun dan mereka telah berkeluarga dan mempunyai anggota keluarga rata-rata 3-6 orang. Petani miskin yang mempunyai lahan di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur jika dikelompokkan berdasarkan kelompok umur adalah sebagaimana tampak pada Tabel 6. Berdasarkan wawancara mengenai tingkat pendidikan, petani yang berpendidikan SLTA berjumlah 7 jiwa (16,28 %), SLTP berjumlah 9 jiwa (20,93 %), SD berjumlah 15 jiwa (48,88 %) dan sisanya adalah belum pernah sekolah (yaitu berjumlah 12 jiwa/27,91 %). Kondisi ini membuktikan bahwa sebagian besar dari mereka memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Adapun pengetahuan mengenai pertanian selama ini diperoleh secara turun temurun dari orang tua mereka masing-masing.
46 Tabel 6 Jumlah Petani Miskin yang Mempunyai Lahan di RT 24 Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2006 No. Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. 25-29 3 6,98 2. 30-34 4 9,30 3. 35-39 3 6,98 4. 40-44 11 25,58 5. 45-49 7 16,28 6. 50-54 9 20,93 7. 55-59 4 9,30 8. 60-64 2 4,65 Jumlah 43 100 Sumber : Hasil Olah Data Wawancara, 2006. Kepemilikan Lahan Kajian ini terfokus kepada para petani yang ada di RT 24 dan mempunyai lahan di Kelurahan Nunukan Timur saja atau terhadap 43 orang petani miskin (Laki-laki berjumlah 31 jiwa) yang mengusahakan lahan seluas 13 Ha (4,5 Ha merupakan lahan lain-lain, yaitu bekas lahan tidur dan kawasan hutan lindung). Rata-rata mereka mengusahakan seluas 0,35 Ha setiap petani, baik lahan tersebut merupakan lahan sendiri maupun lahan pinjaman. Jumlah rumah tangga petani yang memiliki lahan sendiri adalah sejumlah 47 KK, 21 KK diantaranya mempunyai lahan di luar RT 24. Dari 26 KK yang ada di RT 24, 7 KK diantaranya bertani di atas lahan pinjaman tanpa syarat. Pinjaman lahan ini diberikan oleh kerabat dekat mereka yang mempunyai lahan dan tidak dikerjakan oleh pemiliknya. Jumlah rumah tangga yang mengerjakan lahan kurang dari 0,25 Ha adalah sebanyak 10 KK, 0,25-0,5 Ha sebanyak 9 KK dan lebih dari 0,5 Ha sebanyak 7 KK. Produksi Pertanian Petani yang ada pada umumnya menanami lahannya dengan sayuran kangkung akar, bayam, sawi, bawang daun (daun prey), seledri, timun suri, tomat jagung dan ubi kayu. Jenis tersebut dipilih oleh petani karena waktu tanam
47 singkat, dapat ditanam di lahan sempit dan biaya produksi masih dapat dijangkau. Harga sayuran yang ada, seperti sawi, kangkung akar dan bayam sangat fluktuatif. Pada saat kondisi normal, harga sawi mencapai Rp 2.000,00 per kg, kangkung akar Rp 1500,00 per kg dan bayam Rp 2.000,00 per kg. Sedangkan di saat produksi sayur dari Kelurahan lain melimpah, harga menjadi drastis turun sampai lebih dari setengah harga normal. Apabila diakumulasi berdasarkan masa panen (25-30 hari), maka hasil produksi petani rata-rata dalam satu kali panen adalah sebesar Rp 1.150.000,-. Adapun biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani, untuk bibit sebesar Rp 175.000,- (7 bungkus), pupuk sebesar Rp 250.000,- dan keperluan lain-lain seperti transportasi, pemeliharaan alat pertanian dan pengikat sayuran sebesar Rp 65.000,-. Jadi rata-rata keuntungan petani untuk satu kali masa panen adalah sebesar Rp 660.000,- dalam keadaan normal. Adapun jika dalam kondisi tertentu (misalnya kenaikan harga bibit, pupuk dan sayur yang melimpah), maka terjadi penurunan hingga 70 % dari keuntungan pada kondisi normal atau hanya sekitar Rp 462.000,-. Penguasaan Ternak dan Modal Lainnya Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dengan para petani, diperoleh keterangan berkaitan dengan penguasaan ternak dan modal lainnya bagi para petani adalah bahwa mereka mempunyai ternak-ternak namun belum sebagai penambah pendapatan mereka. Jenis ternak yang mereka pelihara adalah ayam, itik dan babi. Jumlahnya pun relatif masih sedikit, yaitu hanya berkisar antara 3-12 ekor, jumlah terbanyak yang dipelihara para petani adalah ternak ayam. Begitupun halnya dengan usaha perikanan yang mereka kembangkan sebagai usaha alternatif baru yang belum dapat meningkatkan pendapatan. Usaha pengembangan ikan ini pun tak jauh kondisinya dengan pertanian yang telah mereka lakukan selama ini, dimana mereka melakukannya hanya berbekal pengetahuan sederhana yang ada. Pembuatan kolam ini baru dimulai dan belum tersentuh dengan teknologi ataupun cara yang lebih maju, misalnya bagaimana membuat kolam agar bisa mengalir dan bagaimana ikan dapat berkembang biak dengan baik (sebagaimana tampak pada lampiran 2 Gambar 2). Hal ini sejalan dengan pernyataan Bapak YHS berikut. Sambil mengisi kekosongan waktu, sekarang kami mulai coba-coba usaha lain Pak. Di sana ada kolam Ikan Mujair dan Mas yang baru kami olah 3 bulan yang lalu. Ya sambil-sambil belajar lah Pak, siapa tau ada hasilnya.
48 Tapi masalah kolam kami ini belum pernah kami bicarakan dengan Petugas, jadi ya melihara ikannya sesuai apa yang kami tahu aja. Kami bisa membuat ini ya hasil dari menyisihkan keuntungan sayur pas harga sayur lagi naik. Makanya Bapak jangan heran kalau kolamnya Bapak lihat asal-asalan aja. Kondisi Ekonomi Keluarga Kondisi ekonomi ini berkaitan dengan pendapatan yang diperoleh oleh rumah tangga petani. Pendapatan para petani di RT 24 ini adalah berkisar antara Rp 500.000,00-Rp 900.000,00 per bulan. Pendapatan ini sifatnya fluktuatif tergantung bagaimana hasil panen sayur. Diantara mereka (3 rumah tangga petani) telah menerapkan pola nafkah ganda, yaitu dengan berdagang klontongan. Namun sebagian besar dari mereka sangat tergantung dari hasil pertanian. Berkaitan dengan pola makan, walaupun keadaan ekonomi mereka masih tergolong miskin, mereka sehari-hari masih dapat makan nasi dengan lauk seadanya (tahu, tempe atau ikan) 2 kali sehari (siang dan malam). Adapun mengenai kondisi perumahan mereka sebagian ada yang sudah semi permanen dan ada juga yang masih berupa rumah kayu (lampiran 2 Gambar 3). Ukuran rumah yang mereka miliki bervariasi dari ukuran 8 x 9 m 2 hingga 10 x 18 m 2. Namun 60 % dari mereka memiliki rumah dengan ukuran 8 x 9 m 2 dengan jumlah kamar 3 buah. Kondisi rumah yang mereka miliki ini secara kasat mata tidak dapat dijadikan sebagai tolak ukur kemiskinan mereka saat ini. Apabila dilihat dari bentuk dan ukuran rumah, mereka dapat saja dikatakan bukan keluarga petani miskin. Hal ini sebagaimana diutarakan oleh Bapak SG berikut. Kalau Bapak melihat rumah-rumah kami disini ni, mungkin Bapak gak akan yakin kalau kami miskin. Rata-rata rumah kami di sini semi permanen. Kami bisa membangun seperti ini, ya ketika kami masih kerja kayu dulu. Ini pun syukurlah masih ada yang bisa kelihatan hasilnya. Sekarang kami baru bisa merasakan bahwa cari duit itu susah, ya setelah nanam sayur ini. Berdasarkan hasil pengamatan, walaupun kondisi ekonomi keluarga petani yang dapat dikatakan pas-pasan, mereka ternyata tidak mengabaikan pendidikan bagi anak-anak mereka. Hal ini dibuktikan dengan para petani yang tetap berupaya maksimal untuk menyekolahkan anak-anak mereka dan senantiasa berupaya untuk mendapatkan beasiswa (biaya sekolah gratis) dari pihak ketiga
49 untuk anak-anaknya. Berdasarkan hasil wawancara dengan para petani yang anaknya bersekolah, 12 orang anak dari para petani tersebut telah mendapatkan beasiswa sekolah gratis. Permasalahan yang Dihadapi Petani Miskin dan Faktor Penyebab Salah satu upaya untuk merumuskan suatu program pemberdayaan ataupun pengembangan masyarakat, maka perlu digali dan ditelaah bersamasama dengan masyarakat dalam hal ini petani, berkaitan dengan permasalahan yang sedang dihadapi dan faktor-faktor penyebabnya. Upaya ini perlu dilakukan agar petani mempunyai kesadaran untuk berpartisipasi dalam merumuskan dan melaksanakan program pemberdayaan sesuai dengan kebutuhan mereka. Berdasarkan hasil diskusi bersama dengan para petani diperoleh beberapa permasalahan yang dihadapi petani saat ini, sebagaimana tertera pada Tabel 7. Tabel 7 Permasalahan yang Dihadapi Petani Miskin di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur No. Masalah Penyebab Akibat 1. Hasil tidak optimal Pengetahuan, keterampilan dan wawasan (sdm) masih rendah 2. Biaya produksi tinggi Harga pupuk dan obat-obatan mahal, bibit sukar diperoleh 3. Kerja sama kelompok Kemampuan manajerial yang lemah 4. Jaringan pemasaran belum ada rendah Kurang informasi dan dukungan stakeholders (swasta) Pendapatan rendah Pendapatan rendah (rugi) Anggota dominan bekerja masing-masing Pendapatan rendah 5. Modal kecil Pemberi modal terbatas Produksi tidak optimal 6. Lahan sempit Lahan terbatas dan kawasan hutan lindung belum dapat dimanfaatkan Sumber : Hasil Olah Data FGD, 2006. Produksi terbatas Melihat beberapa permasalahan dan faktor penyebab permasalahan yang dihadapi saat ini oleh petani, dapat diketahui bahwa masalah inti yang dihadapi petani dan menjadi pioritas adalah rendahnya pendapatan petani. Rendahnya pendapatan petani ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : Pertama, rendahnya sumber daya petani. Petani sayur yang ada di RT 24 mengakui kepada pengkaji bahwa mereka belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk mengolah lahan pertanian mereka secara baik
50 dan benar. Rendahnya sumber daya ini mengakibatkan petani belum mampu mengelola bantuan modal yang pernah diberikan. Selain itu, petani juga menjadi lamban dalam menyerap informasi dan teknologi pertanian yang ada, dan pada akhirnya menyebabkan tidak maksimalnya hasil produksi yang diperoleh. Kedua, kebijakan pemerintah yang masih belum berpihak kepada petani, misalnya dalam hal subsidi bibit, pupuk dan obat-obatan yang menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi. Kondisi ini semakin diperparah jika kondisi cuaca yang tidak mengijinkan. Petani sering mengalami kerugian ketika hujan deras, terlebih ketika mereka baru menaman hasil semaian dan memupuk, maka pupuk sering larut bersama hujan, yang pada akhirnya hasil panen menjadi buruk dan harga jatuh. Ketiga, lemahnya kerja sama dan kordinasi antar anggota kelompok. Kondisi ini menyebabkan kelompok tani yang telah dibentuk menjadi tidak solid dan kelompok lebih terkesan sebagai formalitas semata, yang akhirnya kelompok tani tidak mempunyai fungsi apa-apa terhadap anggotanya. Keempat, masalah modal yang kecil. Petani dapat mengembangkan usahanya menjadi lebih baik jika mereka memiliki modal yang cukup. Kondisi yang ada saat ini, selain dari bantuan modal yang pernah diberikan oleh pemerintah, mereka belum pernah mendapatkan modal dari pihak lain. Hal ini terjadi karena mereka belum mengetahui cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan pinjaman modal dari pihak ketiga, misalnya saja dari Koperasi ataupun Bank yang ada. Permasalahan modal menjadi salah satu kendala dalam menjalankan kegiatan pertanian mereka ini sebagaimana dinyatakan oleh Ibu YHN berikut. Usaha kami ini belum maju ya karena modal kami juga pas-pasan. Terus terang kami ini serba salah juga, kemarin dibantu sama pemerintah waktu kami perlu betul duit, makanya gak semuanya kami pakai untuk nambah tanaman sayur kami. Nah, kalau Bapak nanya kami pernahkah kami dapat bantuan selain dari pemerintah, jawaban kami ya syukur-syukur ini sudah dibantu pemerintah. Mau minjam kemana lagi Pak, kami gak tau sama sekali caranya. Kelima, belum adanya jaringan pemasaran. Hal ini diawali dengan faktor pertama dan selanjutnya di atas, dimana petani semestinya mempunyai wadah ataupun mempunyai kewenangan khusunya dalam hal pemasaran. Beberapa pokok permasalahan dan faktor-faktor penyebab di atas menjadi dasar dalam perumusan program pemberdayaan petani.