1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangga (Kelas Insekta) merupakan kelompok makhluk hidup yang memiliki keanekaragaman spesies tertinggi di dunia, jumlahnya lebih dari separuh jumlah spesies makhluk hidup di bumi (Grimaldi & Engel, 2005). Serangga menempati habitat yang sangat beragam. Salah satu kelompok serangga yang dalam siklus hidupnya bersifat amphibious (naiad akuatik dan imago terestrial) adalah capung (Borror et al., 1979). Keberadaan capung baik naiad maupun imago dijadikan bioindikator kualitas biotope maupun lingkungan (Clark & Samways, 1996; Nugrahani et al., 2014; Burange, 2014). Gullan & Cranston (2010) menyatakan setidaknya ada 6000 spesies capung (Ordo Odonata) yang telah dideskripsikan dari seluruh dunia. Jumlah spesies capung yang tercatat di Indonesia adalah 750 spesies (Susanti, 1998). Berdasarkan angka tersebut, Indonesia memiliki keanekaragaman spesies capung yang cukup tinggi (sekitar 12,5% dari jumlah spesies capung dunia). Selain keanekaragaman spesies yang tinggi, kondisi geografis Indonesia terdiri dari puluhan ribu pulau mendukung tingkat endemisitas tinggi bagi beberapa jenis hewan, termasuk capung. Khusus untuk Pulau Jawa, terdapat 26 spesies endemik (Whitten et al., 1996). Salah satu kelompok capung endemik Jawa adalah anggota Genus Drepanosticta (Famili Platystictidae). Di Jawa tercatat 5 spesies anggota Genus Drepanosticta, yakni D. sundana, 1
2 D. gazella, D. spatulifera, D. bartelsi, dan D. siebersi (Lieftinck, 1954). Tiga spesies pertama tercatat di beberapa lokasi di Pulau Jawa, sedangkan dua spesies lainnya belum diketahui keberadaannya (Wahyu Sigit Rahadi: komunikasi pribadi 2014). Salah satu lokasi ditemukan tiga spesies capung anggota Genus Drepanosticta adalah Gunung Ungaran, Jawa Tengah. Distribusi D. sundana, D. gazella dan D. spatulifera di lokasi tersebut belum banyak diketahui (Wahyu Sigit Rahadi: komunikasi pribadi 2014). Pada catatan Lieftinck (1954) tidak ada data hasil survei dari kawasan ini. Kondisi habitat di beberapa titik di lereng Gunung Ungaran hampir sama, namun perbedaan titik perjumpaan tiga spesies mengindikasikan adanya mikrohabitat setiap spesies. McGlashan (1998) menyatakan pentingnya mempelajari mikrohabitat karena adanya perbedaan toleransi setiap spesies terhadap variasi lingkungan serta persyaratan hidup spesifik setiap spesies. Gregory (2005) menyatakan pentingnya mempelajari preferensi mikrohabitat avertebrata perairan karena meningkatnya penggunaan hewan ini untuk biomonitoring. Lieftinck (1954) mendeskripsikan D. sundana sebagai spesies yang umum dijumpai di Jawa, namun Dow (2009) memasukkan spesies ini ke dalam status Data Deficient (DD) dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) karena tidak ada catatan lagi sejak tahun 1954. D. spatulifera juga masih memiliki status DD. Lieftinck hanya memiliki perjumpaan dengan D. spatulifera di satu lokasi saja yakni di lereng selatan Gunung Slamet. Spesies capung D. gazella belum terdaftar dalam
3 daftar merah IUCN. Selanjutnya Dow (2009) menyatakan langkah konservasi bagi D. sundana dan D. spatulifera adalah mencari data terbaru karena ancaman utama bagi kelompok ini adalah hilangnya habitat hutan di Jawa. Famili Platystictidae beranggotakan capung jarum yang menyukai habitat hutan. Naiad dan imago hidup di sekitar aliran sungai kecil di tengah hutan yang teduh, terutama hutan primer. Di Borneo, capung ini dijumpai pada hutan Dipterokarp dekat sungai kecil dan air rembesan. Naiad banyak ditemukan di bawah bebatuan pada sungai aliran deras, khususnya di bawah air terjun (Orr, 2003). Capung ini memiliki kemampuan terbang yang rendah, sehingga persebarannya terbatas (van Tol et al., 2009). Capung tidak berhubungan langsung dengan vegetasi di dalam rantai makanan. Ketergantungan capung terhadap vegetasi di habitat hutan direpresentasikan melalui fungsi komunitas tumbuhan sebagai perlindungan, tempat bertengger, lokasi mencari makan, kawin dan bertelur. Oleh karena itu, mempelajari vegetasi pada habitat capung membantu mendeskripsikan mikrohabitatnya (Corbet, 1980). Penelitian mengenai Ordo Odonata di Indonesia masih terbatas pada inventarisasi spesies, keanekaragaman, dan aktivitas capung. Suriana et al., 2014 melakukan inventaris 28 spesies capung di Sungai dan Rawa Moramo, Sulawesi Tenggara. Pamungkas & Ridwan (2015) menyatakan keanekaragaman capung kawasan mata air di Magetan adalah sedang. Hal ini berarti ekosistem tersebut memiliki produktivitas cukup, kondisi ekosistem seimbang dan tekanan ekologis rendah. Rohman (2012) menyatakan
4 keanekaragaman capung di Kars Gunung Sewu Kecamatan Pracimantoro juga sedang. Setiawan (2014) meneliti tingginya keanekaragaman capung di PTPN X Kecamatan Ajung, Jember. Hidayah (2008) meneliti keanekaragaman dan aktivitas capung di Kebun Raya Bogor. Penelitian mengenai karakteristik mikrohabitat spesies capung tertentu belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, studi mikrohabitat dan populasi D. sundana, D. gazella dan D. spatulifera di Gunung Ungaran penting dilakukan. Hasilnya digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan konservasi yang akan diambil. B. Permasalahan 1. Bagaimana komposisi spesies tumbuhan, struktur vegetasi, dan tutupan kanopi pada mikrohabitat capung D. sundana, D. gazella dan D. spatulifera di Gunung Ungaran, Jawa Tengah? 2. Faktor mikrohabitat apa yang lebih berpengaruh terhadap keberadaan masing-masing spesies capung D. sundana, D. gazella dan D. spatulifera di Gunung Ungaran, Jawa Tengah? 3. Berapa cacah individu masing-masing populasi capung D. sundana, D. gazella dan D. spatulifera di Gunung Ungaran, Jawa Tengah? C. Tujuan 1. Mengetahui komposisi spesies tumbuhan, struktur vegetasi, dan tutupan kanopi pada mikrohabitat capung D. sundana, D. gazella dan D. spatulifera di Gunung Ungaran, Jawa Tengah.
5 2. Mengetahui faktor mikrohabitat yang lebih berpengaruh terhadap keberadaan D. sundana, D. gazella dan D. spatulifera di Gunung Ungaran, Jawa Tengah. 3. Mengetahui cacah individu masing-masing populasi capung D. sundana, D. gazella dan D. spatulifera di Gunung Ungaran, Jawa Tengah. D. Manfaat 1. Bagi ilmu pengetahuan Menambah informasi mengenai mikrohabitat dan populasi capung Genus Drepanosticta di Gunung Ungaran, Jawa Tengah. 2. Bagi bidang konservasi sumber daya alam Data populasi digunakan sebagai salah satu acuan menentukan langkah konservasi spesies maupun habitat. E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Keberadaan capung yang diamati adalah capung imago dan tidak mengambil data naiad yang berada di air. 2. Faktor mikrohabitat yang diukur adalah tutupan kanopi, intensitas cahaya, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, ph dan kelembaban tanah di sekitar perairan, kecepatan arus sungai/ sempadan, ketinggian air terjun, ketinggian lokasi serta parameter fisik dan kimia perairan (sungai/ rembesan/ sempadan) meliputi ph, oksigen terlarut/ dissolved oxygen (DO), dan suhu. 3. Faktor biotik yang diamati adalah komunitas tumbuhan/ vegetasi dan komunitas capung lain.