BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kedondong hutan (Spondias pinnata), suku Anacardiaceae, merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan secara tradisional sebagai obat batuk (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1994). Di beberapa tempat di Bali, daun tanaman ini digunakan sebagai minuman kesehatan tradisional, yang dikenal sebagai loloh cemcem. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak daun S. pinnata memiliki aktivitas sebagai antituberkulosis. Ekstrak metanol daun tanaman ini dilaporkan aktif sebagai antituberkulosis terhadap Mycobacterium tuberculosis MDR (Dwija et al., 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Medisina (2012) dan Ramayanti (2013) menunjukkan bahwa, ekstrak etanol 80% daun S. pinnata mengandung terpenoid, polifenol, dan flavonoid dan memiliki aktivitas antituberkulosis terhadap M. tuberculosis MDR dan H 37 Rv. Daun S. pinnata yang diekstraksi secara bertingkat menggunakan pelarut n-heksana dan etanol 80% juga menunjukkan aktivitas sebagai antituberkulosis terhadap M. tuberculosis MDR (Savitri, 2013). Data ilmiah mengenai aktivitas ekstrak ini menunjukkan bahwa, selain digunakan sebagai minuman kesehatan tradisional, ekstrak ini juga prospektif dikembangkan sebagai bahan fitofarmaka untuk tuberkulosis. Studi mengenai keamanan ekstrak etanol daun S. pinnata telah dilakukan melalui uji toksisitas akut dan sub akut. Uji toksisitas akut dilakukan untuk 1
2 mengukur derajat efek toksik dari suatu senyawa yang terjadi selama 24 jam dengan pemberian dosis tunggal. Sedangkan, uji toksisitas subakut dilakukan untuk mengukur derajat efek toksik dari suatu senyawa dengan pemberian dosis berulang (Harmita dan Radji, 2008). Penelitian Purwani (2013) mengenai evaluasi keamanan ekstrak melalui uji toksisitas akut menunjukkan bahwa, ekstrak etanol 80% daun S. pinnata yang diperoleh dengan cara digesti serbuk daun S. pinnata menggunakan etanol 80% termasuk ke dalam kategori slightly toxic dengan nilai LD 50 sebesar 8,66 g/kgbb pada mencit betina dan nilai LD 50 sebesar 8,80 g/kgbb pada mencit jantan. Penelitian Mahadewi (2014) dan Kusuma (2014) melaporkan bahwa uji toksisitas akut pada hewan coba mencit jantan dan betina galur balb/c yang diberikan ekstrak terpurifikasi, yang diperoleh dengan ekstraksi bertingkat diawali dengan maserasi daun S. pinnata menggunakan n-heksana dan dilanjutkan dengan digesti menggunakan etanol 80%, yang diberikan sekali pada dosis 0,015; 0,15; 1,5; dan 15 g/kgbb yang diamati dalam waktu 24 jam tidak memiliki potensi ketoksikan. Pada mencit betina, tingkat keamanan ekstrak termasuk dalam kategori practically nontoxic dengan nilai LD 50 sebesar 15,002 g/kgbb (Mahadewi, 2014) dan pada mencit jantan tingkat keamanan ekstrak termasuk ke dalam kategori relatively harmless dengan nilai LD 50 sebesar 33,210 g/kgbb (Kusuma, 2014). Pada penelitian Kusuma (2014), penggunaan ekstrak secara berulang dosis 0,2; 1; dan 2 g/kg BB selama 31 hari pada mencit jantan tidak menunjukkan potensi ketoksikan pada organ hati dan ginjal, sedangkan pada penelitian Mahadewi (2014), pemberian ekstrak etanol daun S. pinnata secara
3 berulang pada mencit betina dengan dosis 0,2; 1; dan 2 g/kgbb menunjukkan potensi ketoksikan pada organ hati yang ditunjukkan dengan adanya degenerasi dan nekrosis sel hati serta terjadi peningkatan kadar SGOT dan SGPT. Pada organ ginjal juga menunjukkan degenerasi dan nekrosis sel tetapi tidak mempengaruhi peningkatan kadar BUN dan klirens kreatinin. Kedua penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak terpurifikasi memiliki tingkat keamanan yang lebih baik daripada ekstrak etanol total dan dapat memberikan profil keamanan yang berbeda pada hewan coba jantan dan betina, sehingga ekstrak terpurifikasi ini prospektif untuk dikembangkan lebih lanjut. Data keamanan penggunaan ekstrak ini sangat diperlukan, untuk memberikan jaminan kisaran dosis tertentu dari ekstrak yang aman dikonsumsi, berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Evaluasi efek ekstrak tersebut terhadap perkembangan fetus melalui uji teratogenik telah dilakukan menggunakan mencit betina balb/c. Pengujian tersebut meliputi pengamatan terhadap penampilan reproduksi induk dan kelainan morfologi fetus. Pemberian ekstrak etanol 80% daun S. pinnata selama fase organogenesis menyebabkan pernurunan berat badan akhir induk secara signifikan pada kelompok dosis 5 g/kgbb. Pada dosis ini juga ditemukan jumlah fetus lahir mati dan jumlah fetus yang mengalami resorpsi paling banyak. Penurunan bobot dan panjang fetus ditemukan setelah perlakuan ekstrak dengan dosis 2 dan 5 g/kgbb. Kelainan morfologi fetus berupa hidrosefalus ditemukan setelah perlakuan dengan dosis 5 g/kgbb (Erawati, 2014).
4 Periode organogenesis merupakan periode pembentukan organ tubuh. Periode ini paling sensitif dan rentan terhadap pajanan agensia-agensia yang bersifat toksik maupun teratogenik yang dapat menimbulkan pengaruh buruk seperti pengaruh letal dan gangguan fungsional (Santoso, 1990; Kumolosasi et al., 2004). Hasil penelitian Erawati (2014) menunjukkan bahwa pemberian obat pada masa kehamilan perlu diwaspadai karena akan berdampak negatif pada proses organogenesis. Hal ini dikarenakan meskipun obat yang berasal dari tanaman dipercaya memiliki efek samping yang lebih kecil, akan tetapi senyawasenyawa kimia yang terkandung di dalamnya dapat mempengaruhi perkembangan fetus (Anggadiredja et al., 2006). Selain penampilan reproduksi induk dan kelainan morfologi fetus yang telah dilaporkan pada penelitian Erawati (2014), pada perkembangan fetus selama organogenesis, proses pembentukan skeleton merupakan proses yang sangat rentan dipengaruhi oleh zat yang dikonsumsi selama kebuntingan. Kelainan skeleton dapat diketahui dari pemeriksaan sistem rangka (Taylor, 1986). Kelainan pada skeleton dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang sebagai penunjang dan pemberi bentuk tubuh, sebagai pelindung alat-alat vital antara lain organ jantung dan hati, serta terjadi gangguan pada saat pembentukan sel-sel darah merah, yang nantinya dapat menganggu kesehatan. Pengaruh pemberian ekstrak terpurifikasi daun S. pinnata terhadap struktur skeleton fetus belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, pada penelitian ini dievaluasi pengaruh pemberian ekstrak etanol daun S. pinnata pada periode
5 organogenesis, terhadap struktur skeleton fetus pada mencit betina balb/c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya data keamanan ekstrak daun S. pinnata, yang dapat menunjang aplikasinya sebagai obat herbal yang aman. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah pengaruh pemberian ekstrak etanol daun S. pinnata pada periode organogenesis terhadap struktur skeleton fetus mencit? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk mengevaluasi pengaruh pemberian ekstrak etanol daun S. pinnata pada periode organogenesis terhadap struktur skeleton fetus mencit. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keamanan penggunaan ekstrak etanol daun S. pinnata terhadap perkembangan skeleton fetus, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar untuk menentukan dosis penggunaan yang aman untuk mendukung pengembangan ekstrak tanaman ini sebagai fitofarmaka khususnya bagi wanita hamil.