DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM BADAN LEGISLASI DENGAN PANITERA MAHKAMAH AGUNG DAN IKATAN PANITERA DAN SEKRETARIS PENGADILAN INDONESIA (IPASPI) DALAM RANGKA PENYUSUNAN RUU TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UU NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG. TANGGAL 25 OKTOBER 2011 ---------------------------------------------------- Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Jenis rapat Hari/tanggal P u k u l T e m p a t A c a r a Ketua Rapat Sekretaris Hadir 2011 2012. I 26 (dua puluh enam). Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Selasa, 25 Oktober 2011. 14.00 WIB 15.00 WIB Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I Lantai 1. Mendengarkan masukan/tanggapan atas penyusunan RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. H. Sunardi Ayub, SH. Rudi Rochmansyah, SH.,MH. 15 orang, izin 7 orang dari 50 orang Anggota Badan Legislasi. KESIMPULAN/KEPUTUSAN I. PENDAHULUAN 1. Rapat Dengar Pendapat Umum Badan Legislasi dengan Panitera Mahkamah Agung dan Ikatan Panitera dan Sekretaris Pengadilan Indonesia (IPASPI) dipimpin oleh Wakil Ketua Badan Legislasi H. Sunardi Ayub, SH. 2. Rapat dibuka Ketua Rapat pada pukul 14.00 WIB, Ketua Rapat menyampaikan pengantar rapat, selanjutnya mempersilahkan narasumber untuk menyampaikan
masukan/tanggapan terhadap penyusunan RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. II. POKOK PEMBAHASAN Pokok-pokok pikiran perubahan ketiga terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung mendapat tanggapan/masukan sebagai berikut 1. IPASPI. a. Terkait dengan usia pensiun panitera pengadilan tingkat pertama 60 tahun dan panitera pengadilan tinggi 62 tahun, maka perlu penyesuaian untuk usia pensiun juru sita yang masih 56 tahun. b. Usia dan kenaikan pangkat pegawai yudisial sebaiknya tidak perlu lagi melalui Kemenpan dan Reformasi Birokrasi dan/badan Kepegawaian Negara (BKN), tetapi tetap satu atap dalam Mahkamah Agung dan usia pensiunnya 58 tahun. 2. Panitera Mahkamah Agung. a. Mahkamah Agung sejak tahun 2004 sudah mengatur/membuat blue print untuk menjadi lembaga yang modern dan sudah diatur satu atap secara teknis dan administratif, maka beban tugas yang dulu dijabat oleh Sekretariat Jenderal dan Panitera menjadi satu sekarang dipisah dan panitera bertugas sebagai administrasi perkara di Mahkamah Agung. b. Panitera Mahkamah Agung tidak mempunyai hirarkhi sampai ke bawah, sehingga Panitera Mahkamah Agung memerlukan penyempurnaanpenyempurnaan karena masih meminjam tenaga/pegawai dari lingkungan Dirjen Peraturan dan Tata Laksana. c. Tugas pokok kepaniteraan mendorong penanganan perkara kasasi dan peninjauan kembali dapat diselesaikan secepat mungkin untuk memenuhi asas berperkara secara cepat dan biaya murah. d. Kondisi sekarang belum tercapai penanganan perkara secara cepat, karena setiap tahun kurang lebih ada 13.000 perkara. e. Di Mahkamah Agung sekarang ada 51 orang Hakim Agung yang dapat terbagi dalam 11 Majelis, sehingga satu bulan dapat menyelesaikan 1000 s/d 1400 perkara yang diputus, namun dalam 5 tahun terakhir belum tercapai dan rata-rata masih ada 8000 perkara yang belum dapat diselesaikan/diputus untuk diselesaikan tahun berikutnya. f. Ada 2 cara untuk mengatasi penumpukan perkara di Mahkamah Agung, yaitu dengan penambahan jumlah Hakim Agung dan pembatasan perkara yang masuk ke Mahkamah Agung, sehingga perkara sederhana atau kecil/ringan tidak perlu diajukan ke Mahkamah Agung. g. Sistem karier Panitera di Mahkamah Agung untuk menjadi panitera pengganti Mahkamah Agung harus berpengalaman sebagai hakim minimal 10 tahun, sedangkan panitera muda perkara setara eselon 2 minimal 8 tahun sebagai hakim tinggi.
h. Karier Panitera Pengganti sebenarnya untuk mencari pengalaman, sehingga ilmu dari hakim agung merupakan hal penting sebagai pengalaman di bidang hukum. i. Minimal berpengalaman 2 tahun menjadi Panitera Muda untuk menjadi Panitera Mahkamah Agung, sedangkan jumlah Panitera Muda perkara di Mahkamah Agung sekarang ada 7 orang. j. Mengenai penanganan perkara yang cepat, sederhana, dan biaya murah sebenarnya ada 2 (dua) tahap mulai perkara masuk dan perkara diputus, karena perkara diputus oleh Majelis secara bergilir sebagai P1, P2, dan P3 (Pembaca 3) disini dimusyawarahkan perkaranya. k. Perkara setelah diputus baru di ketik dan akhirnya dikoreksi oleh P1 (Pembaca1), P2 (Pembaca 2), dan selanjutnya ditandatangani. l. Mulai tahun 2010 dari tingkat pertama supaya mengirim sofhcopy, sehingga di Mahkamah Agung tidak perlu melakukan pengetikan ulang. m. Dalam penyelesaian perkara di Mahkamah Agung ada yang bisa diperbaiki yaitu manajemen dari sistem manual ke sistem yang berbasis teknologi (IT), sedangkan yang belum diperbaiki kalau belum ada undang-undang yaitu dalam pemeriksaan perkara bahwa tugas pokok dalam pemeriksaan perkara dilakukan oleh hakim majelis. n. Kalau di Australia ada sistem yang menegaskan satu orang hakim bisa menyelesaikan perkara sendiri jadi terserah hakimnya tidak perlu dengan membentuk majelis. o. Majelis yang dibentuk di Mahkamah Agung kualitasnya tidak sama karena ada yang karier dan non karier (yang tidak ada pelatihan/kursus, pra jabatan dsb). p. Jumlah hakim agung di Mahkamah Agung diusulkan jumlahnya maksimal 60 (enam puluh) orang. q. Peningkatan jumlah perkara 5 tahun terakhir mencapai 80 % lebih, hal ini yang menyebabkan tunggakan perkara semakin banyak. r. Tindak pidana yang ancaman hukumannya minimal 1 tahun kebawah sebaiknya tidak boleh dikasasi. s. Penyelesaian perkara perdata boleh dimediasi/didamaikan baik oleh lembaga adat atau lembaga lainnya. t. Sistem kamar yang dilahirkan dengan keputusan Mahkamah Agung, sebaiknya dikelompokkan berdasarkan kemampuan/penguasaan materi, dan sebaiknya mulai diterapkan pada tahun 2012 dan terdiri dari 5 kamar ( Pidana, Perdara, TUN, Agama, dan Militer). u. Penumpukan perkara di Mahkamah Agung juga disebabkan regulasi yang membolehkan suatu perkara tidak perlu diajukan ke tingkat banding tetapi langsung kasasi ke Mahkamah Agung. v. Sistem rekruitmen hakim agung yang lebih banyak berasal dari unsur non karier akan mengancam keberadaan Mahkamah Agung ke depan. 3. Tanggapan Anggota a. Jumlah perkara kasasi sebaiknya tidak perlu dibatasi, namun yang lebih penting adalah percepatan penyelesaian/pemeriksaan perkara.
b. Permasalahan personil (SDM) apabila tidak ditunjang dengan sistem yang baik tetap tidak akan ada kemajuan. c. Perkara kasasi tetap akan terus menumpuk apabila tidak dilakukan terobosan-terobosan oleh Mahkamah Agung dalam penanganan perkara yang ada. d. Dalam penanganan perkara perlu ada efisiensi waktu supaya perkara dapat diputuskan secepatnya khususnya untuk perkara-perkara kecil. e. Perlu dicari akar permasalahan sebenarnya selama ini, penumpukan perkara apakah karena sistem yang salah atau karena orangnya/hakimnya. f. Membicarakan Mahkamah Agung ada dua aspek yaitu orangnya/sdm dan lembaganya sebagai badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak ( pemegang kekuasaan yang merdeka). g. Transparansi dalam lembaga peradilan sering dinilai sangat sulit dilakukan, perlu kajian secara mendalam apa yang menyebabkan (yang dapat membedakan perlakuan yang sama di depan hukum). h. Usia para hakim menjadi salah satu penyebab penumpukan perkara, karena usia yang sudah diatas 65 tahun menyebabkan pekerjaan menjadi lamban. i. Perlu kajian secara mendalam apakah perkara perceraian menjadi perkara yang bisa dibanding maupun diajukan kasasi karena menyangkut masalah pribadi. j. Rencana pembatasan kasasi suatu perkara perlu dikaji secara mendalam apakah tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). k. Dengan adanya sistem kamar (5 kamar) di Mahkamah Agung bagaimanakah penentuan penanganan perkaranya. l. Pasal-pasal yang dirumuskan dalam RUU yang sedang dipersiapkan oleh Baleg seharusnya dapat memecahkan permasalahan yang selama ini ada di Mahkamah Agung. m. Bagaimana kalau solusi yang dipilih dalam penumpukan perkara adalah pembatasan perkara, bagaimana sebaiknya rumusan dalam RUU, demikian juga apabila perlu penambahan hakim agung berapa sebenarnya/idealnya jumlah hakim agung. n. Soal organisasi rumusan substansi dalam RUU, apakah konsep yang telah disusun Baleg sudah memadai untuk memecahkan permasalahan selama ini. III. KESIMPULAN/KEPUTUSAN Semua pemikiran, masukan dan tanggapan yang telah diberikan oleh IPASPI dan Panitera Mahkamah Agung akan menjadi bahan pertimbangan Badan Legislasi dalam melakukan penyusunan RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Rapat ditutup pukul 15.30 WIB
Jakarta, 25 Oktober 2011 AN. KETUA RAPAT / SEKRETARIS RUDI ROCHMANSYAH, SH.,MH. NIP. 196902131993021001