BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara atau lintas negara yang mencakup ekspor dan impor. Tambunan

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF. Wahono Diphayana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Pengertian Perdagangan Internasional

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Teori ini dikenal dengan sebutan teori Heksher-Ohlin (H-O). Nama teori ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat diartikan sebagai proses tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak dari

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

BAB II KAJIAN PUSTAA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

Universitas Bina Darma

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH EKSPOR, IMPOR DAN KURS TERHADAP CADANGAN DEVISA NASIONAL PERIODE

b. Bahwa barang-barang yang diperdagangkan antar negara tidaklah didasarkan atas

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

Materi Minggu 4. Teori Perdagangan Internasional (Teori Modern)

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. negara yang berbeda serta mengakibatkan timbulnya pertukaran akan valuta asing

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

BAB II LANDASAN TEORI. ketentuan yang berlaku (Rinaldy, 2000: 77). Dalam aktivitas ekspor ada beberapa tahapan - tahapan yang

ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA SERIKAT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan. Karena adanya kebutuhan ini, maka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dapat meningkatkan perekonomian di negaranya masing-masing, dimana bagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. bagi Indonesia. Persaingan dalam perdagangan global merupakan tantangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU. Perdagangan luar negeri adalah perdagangan barang-barang suatu negara

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL (Merkantilisme Klasik)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Masing-masing

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. perdagangan antar negara. Nopirin (1996:26) mengatakan bahwa perdagangan internasional

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan

PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Aricha (2013), perdagangan internasional adalah perdagangan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. yang dilakukan antara satu negara dengan negara lainnya yang timbul akibat

NERACA PERDAGANGAN DAN NERACA PEMBAYARAN

BAB I PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP EKONOMI INTERNASIONAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Joesron dan Fathorozzi (2003) produksi adalah berkaitan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Konsep dan Teori Perdagangan Internasional

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS P ENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

ekonomi Sesi PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. KONSEP DASAR a. Faktor Pendorong Perdagangan Internasional

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. menukar yang didasarkan atas kehendak suka rela dari masing-masing pihak.

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tinjauan pustaka ini akan disampaikan teori-teori yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

Materi Minggu 3. Teori Perdagangan Internasional (Merkantilisme Klasik)

Konsep Dasar Ekonomi Internasional. Abdillah Mundir, SE, MM

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EKONOMI INTERNASIONAL. Irwan Sukmawan, S.Pd,,MM.

Tugas Ekonomi Internasional Teori Perdagangan Internasional Klasik

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

PERNYATAAN ORISINALITAS...

BAB I PENDAHULUAN. Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ekspor dan impor suatu negara terjadi karena adanya manfaat yang diperoleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri manakala perekonomian dan. dilakukan, cadangan devisa Indonesia saat ini paling banyak masih

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

TEROI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

III KERANGKA PEMIKIRAN

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

Organizational Theory & Design

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS INDONESIA TAHUN JURNAL PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM :

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP,

BAB II LANDASAN TEORI. tidaknya pembangunan ekonomi adalah dengan menentukan besarnya Produk

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antar individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP (Gross Domestic Bruto). Menurut Amir M.S bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas batas politik dan kenegaraan yang menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan dan hukum dalam perdagangan. Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antar subyek ekonomi Negara yang satu dengan subyek ekonomi Negara yang lain, baik mengenai barang maupun jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan

impor, perusahaan industry, perusahaan Negara ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan (Sobri, 2000). Perdagangan atau pertukaran dapat diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Pihak harus mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi dari pertukaran tersebut dari sudut kepentingan masing-masing dan kemudian menentukan apakah ia mau melakukan pertukaran atau tidak (Boediono, 2000). Pada dasarnya ada 3 teori yang menerangkan timbulnya perdagangan internasional, yaitu: 2.1.1.1. Teori Pra-Klasik Merkantilisme Para penganut merkantilis beranggapan bahwa satu-satunya cara bagi suatu Negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sedikti mungkin impor. Surplus ekspor yang dihasilkan selanjutnya akan dibentuk dalam aliran emas atau logam-logam mulia, khususnya emas dan perak. Semakin banyak emas dan perak yang dimilik suatu Negara maka semakin kaya dan kuatlah Negara tersebut. Dengan demikian, pemerintah harus menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong kekuatan ekspor dan mengurangi impor (khususnya barang mewah). Namun, oleh karena setiap Negara tidak secara simultan dapat menghasilkan surplus ekspor, juga karena jumlah emas dan perak adalah tetap pada suatu saat tertentu, maka suatu Negara hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan Negara lain.

2.1.1.2. Teori Klasik a) Keuntungan absolut (absolute advantage) oleh Adam Smith Adam Smith berpendapat bahwa sumber tunggal pendapatan adalah produksi hasil tenaga kerja serta sumber daya ekonomi. Dalam hal ini Adam Smith sependapat dengan doktrin merkantilis yang menyatakan bahwa kekayaan suatu Negara dicapai dari surplus ekspor. Kekayaan akan bertambah sesuai dengan skill, serta efisiensi dengan tenaga kerja yang digunakan dan sesuai dengan persentase penduduk yang melakukan pekerjaan tersebut. Menurut Smith suatu Negara akan mengekspor barang tertentu karena Negara tersebut bisa menghasilkan barang dengan biaya yang secara mutlak lebih murah dari pada Negara lain, yaitu karena memiliki keunggulan mutlak dalam produksi barang tersebut. Adapun keunggulan mutlak menurut Adam Smith merupakan kemampuan suatu Negara untuk menghasilkan suatu barang dan jasa per unit dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit dibanding kemampuan negara-negara lain. Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of value).

Teori Absolute Advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja. Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogeny serta merupakan satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak homogen, faktor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak bebas, dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Misalnya hanya ada dua Negara, Amerika dan Inggris memiliki faktor produksi tenaga kerja yang homogen menghasilkan dua barang yakni gandum dan pakaian. Untuk menghasilkan 1 unit gandum dan pakaian Amerika membutuhkan 8 unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga kerja. Di Inggris setiap unit gandum dan pakaian masingmasing membutuhkan tenaga kerja sebanyak 10 unit dan 2 unit. Tabel 2.1. Banyaknya Tenaga Kerja Yang Diperlukan Untuk Menghasilkan Per Unit Produksi Amerika Produksi Amerika Inggris Gandum 8 10 Pakaian 4 2 Sumber: Salvatore (2006). Dari tabel di atas nampak bahwa Amerika lebih efisien dalam memproduksi gandum sedangkan Inggris dalam produksi pakaian. 1 unit gandum diperlukan 10 unit tenaga kerja di Inggris sedangkan di Amerika hanya 8 unit (10 > 8). 1 unit pakaian di Amerika memerlukan 4 unit tenaga kerja sedangkan di Inggris hanya 2 unit. Keadaan demikian ini dapat dikatakan bahwa Amerika

memiliki absolute advantage pada produksi gandum dan Inggris memiliki absolute advantage pada produksi pakaian. Dikatakan absolute advantage karena masing-masing negara dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari Negara lain. Kelebihan dari teori absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas antara dua Negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran Negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu Negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan. b) Keuntungan relatif (comparative advantage) oleh John Stuart Mill Teori J.S.Mill menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar). Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Contoh: Produksi 10 orang dalam 1 minggu. Tabel 2.2 Banyaknya Tenaga Kerja Yang Diperlukan Untuk Menghasilkan Per Unit Produksi Amerika Produksi Amerika Inggris Gandum 6 bakul 2 bakul Pakaian 10 yard 6 yard Sumber: Salvatore (2006).

Menurut teori ini perdagangan antara Amerika dengan Inggris tidak akan timbul karena absolute advantage untuk produksi gandum dan pakaian ada pada Amerika semua. Tetapi yang penting bukan absolute advantagenya melainkan comparative Advantage nya. Besarnya comparative advantage untuk Amerika, dalam produksi gandum 6 bakul dibanding 2 bakul dari Inggris atau = 3 : 1. Dalam produksi pakaian 10 yard dibanding 6 yard dari Inggris atau 5/3 : 1. Oleh karena itu, perdagangan akan timbul antara Amerika dengan Inggris, dengan spesialisasi gandum untuk Amerika dan menukarkan sebagian gandumnya dengan pakaian dari Inggris. Dasar nilai pertukaran (term of trade) ditentukan dengan batas-batas nilai tukar masing-masing barang di dalam negeri. Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran di mana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage. David Ricardo (1772-1823) seorang tokoh aliran klasik menyatakan bahwa nilai penukaran ada jikalau barang tersebut memiliki nilai kegunaan. Dengan demikian sesuatu barang dapat ditukarkan bilamana barang tersebut dapat digunakan. Seseorang akan membuat sesuatu barang, karena barang itu memiliki nilai guna yang dibutuhkan oleh orang. c) Biaya relatif (comparative cost) oleh David Ricardo Pada awalnya istilah keunggulan komparatif (comperative adventage) dikemukakan oleh David Ricardo (1917) dalam membahas perdagangan atara dua Negara. Apabila dua Negara saling berdagang dan masing-masing berkonsentrasi

untuk mengekspor barang yang mempunyai keunggulan komparatif maka Negara tersebut akan beruntung. Keunggulan komparatif itu tidak hanya berlaku pada perdagangan internasional saja tetapi juga pada ekonomi regional. Keunggulan komparatif suatu komoditi bagi suatu daerah atau negara adalah jika komoditi itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di daerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk nilai tambah riil. Apabila keunggulan itu adalah nilai tambah maka dikatakan keunggulan absolut. Komoditi yang memiliki keunggulan walaupun dalam bentuk perbandingan lebih menguntungkan untuk dikembangkan dibanding komoditi lain yang sama-sama diproduksi oleh kedua negara atau daerah (Tarigan, 2005). Keunggulan komparatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan daerah. Dalam perdagangan bebas, mekanisme pasar mendorong masing masing daerah bergerak untuk memproduksi barang yang memiliki keunggulan komparatif. Keunggulan kompetitif (competitive adventage) adalah kemampuan suatu daerah untuk memasarkan produknya di luar daerah atau luar negeri bahkan global. Dalam hal ini kita akan melihat apakah suatu daerah dapat menjual produknya di luar negeri secara menguntungkan, tidak lagi membandingkan potensi komodidti yang sama di suatu Negara dengan Negara lainya tetapi membandingkan potensi komoditi suatu Negara terhadap komoditi semua Negara pesaingnya di pasar global.

2.1.1.3. Toeri Modern Faktor proporsi oleh Hecksher-Ohlin Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu Negara akan melakukan perdagangan dengan Negara lain disebabkan Negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah: Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara. Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity. Teori modern Heckescher-Ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva, pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang menggambarkan total biaya produksi yang sama. Dan kurva isoquant yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu. Analisis hipotesis H-O dikatakan sebagai berikut: Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.

Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing Negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya. Masing-masing Negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena Negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya. Sebaliknya masing-masing Negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena Negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya. Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing Negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi. Teori H-O menyatakan penyebab perbedaan produktivitas karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing Negara, sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu teori modern H-O ini dikenal sebagai The Proportional Factor Theory. 2.1.2. Ekspor 2.1.2.1. Definisi Ekspor Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu Negara ke Negara lain. Proses ini seringkali digunakan oleh perusahaan dengan skala

bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di tingkat internasional. Strategi ekspor digunakan karena risiko lebih rendah, modal lebih kecil dan lebih mudah bila dibandingkan dengan strategi lainnya. Strategi lainnya misalnya franchise dan akuisisi. Menurut Michael P. Todaro, ekspor adalah kegiatan perdagangan internasional yang memberikan rangsangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan tumbuhnya industri industri pabrik besar, bersama dengan struktur politik yang stabil dan lembaga sosial yang fleksibel. Dengan kata lain, ekspor mencerminkan aktifitas perdagangan internasional, sehingga suatu negara yang sedang berkembang kemungkinan untuk mencapai kemajuan perekonomian setara dengan negara negara yang lebih maju. Ekspor merupakan suatu kegiatan yang banyak memberikan keuntungan bagi para pelakunya, adapun keuntungan keuntungan tersebut antara lain, meningkatkan laba perusahaan dan devisa negara, membuka pasar baru di luar negeri, memanfaatkan kelebihan kapasitas dalam negeri, dan membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional. Ekspor dapat meningkatkan pendayagunaan sumber sumber daya domestik di suatu negara, selain itu ekspor juga dapat meningkatkan pembagian lapangan kerja dan skala setiap produsen domestik agar mampu menghadapi persaingan dari yang lainnya. Di pasar internasional, besarnya suatu komoditi dalam perdagangan internasional akan sama dengan besarnya impor komoditi tersebut. Harga yang terjadi pada pasar internasional merupakan keseimbangan antara penawaran dan permintaan dunia. Adanya ekspor suatu negara ke pasar dunia dapat ditunjukkan

dengan excess supply. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa ekspor suatu negara merupakan kelebihan penawaran domestik atau produksi barang dan jasa yang tidak dikonsumsi negara tersebut. Penjelasan tersebut menunjukan bahwa ekspor suatu negara ditentukan oleh harga domestik, harga internasional, serta keseimbangan permintaan dan penawaran dunia. Selain itu, secara tidak langsung ditentukan oleh perubahan nilai tukar (exchange rate) mata uang suatu negara terhadap negara lain. 2.1.2.2. Faktor faktor yang mempengaruhi Ekspor Faktor faktor yang mempengaruhi ekspor adalah: 1. Harga internasional, semakin besar selisih antara harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan diekspor menjadi bertambah banyak. 2. Nilai tukar uang (exchange rate). Semakin tinggi nilai tukar mata uang suatu negara (mengalami apresiasi) maka harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi mahal. Sebaliknya, semakin rendah nilai tukar mata uang suatu negara (mengalami depresi), harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi murah. Kuota ekspor yaitu kebijakan perdagangan internasional berupa pembatasan kuota (jumlah) barang ekspor. 3. Kebijakan tariff dan non-tarif. Kebijakan tariff adalah untuk menjaga harga produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau dapat mendorong pengembangan komoditi tersebut. Sedangkan

kebijakan non-tarif adalah mendorong tujuan diversifikasi ekspor (Soekarwati, 1999:1228). 2.1.2.3. Kebijaksanaan Ekspor Tujuan kebijaksanaan ekspor adalah bagaimana upaya untuk meningkatkan ekspor sehingga dapat menutupi defisit transakasi berjalan dan neraca pembayaran. Untuk mencapai sasaran dan tujuan tersebut, dapat ditempuh dengan beberapa cara antara lain : 1. Kebijaksanaan Devaluasi, yaitu kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah dengan menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata uang negara lain. Akibat kebijakan ini, harga barang ekspor negara tersebut menjadi murah di luar negeri dan mampu bersaing dengan produk saingan dari negara lain. 2. Subsidi ekspor, merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam meningkatkan ekspor dengan memberikan bantuan kepada para produsen, sehingga biaya produksinya dapat ditekan. Hal tersebut akan membuat harga barang ekspor lebih murah di pasar internasional sehingga dapat memenangkan persaingan yang tidak adil dan mengizinkan negara pengimpor untuk membalasnya dengan bea balasan (counter duties) yang bersifat proteksionis. 3. Diversifikasi ekspor, yakni kegiatan penganekaragaman hasil ekspor. Hal ini juga salah satu cara yang ditempuh dalam meningkatkan ekspor. Ini

berarti komoditas ekspor tidak hanya terfokus pada satu jenis komoditi saja tetapi dari berbagai jenis komoditi lainnya. Agar kebijakan - kebijakan tersebut dapat lebih efektif dan efisien penerapannya, sekurang kurangnya ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan (Soediyono, 1996), antara lain: a) Daya saing sesama negara produsen yang pada dasaranya berkisar pada masalah kemampuan pemasaran, tingkat efisiensi dan produktivitas produksi serta mutu dari komoditi. b) Tindak-tanduk dan taktik serta tehnik yang dijalankan oleh konsumen untuk memperoleh komoditi yang murah dan bermutu tinggi serta penawaran (supply) yang berkesinambungan. c) Campur tangan pemerintah negara konsumen dan pemerintah negara produsen yang menjadi saingan yang bersifat proteksionistis. d) Kemajuan teknologi negara konsumen dalam menciptakan barang pengganti (barang substitusi) atau perkembangan teknologi dalam teknik produksi dari negara produsen saingan yang akan mempengaruhi biaya produksi dan mutu komoditi. 2.1.2.4. Manfaat dan Peranan Ekspor Secara umum, ada beberapa manfaat atau peranan yang dapat diperoleh dari kebijakan ekspor antara lain:

1. Keuntungan komparatif (comparative advantage), didasarkan pada hukum keuntungan komparatif, yaitu suatu negara akan mengekspor hasil produksi yang darinya terdapat keuntungan lebih besar dan mengimpor barang-barang yang darinya terdapat keuntungan yang lebih kecil. 2. Sektor ekspor menjadi penggerak dari kebijakan perekonomian (leading sector). 3. Ekspor merupakan sumber devisa bagi negara bila ekspor naik akan mengakibatkan penerimaan dalam negeri meningkat. 4. Ekspor menciptakan permintaan efektif yang baru. Akibat permintaan barang-barang di pasar dalam negeri meningkat. Terjadinya persaingan mendorong industri-industri dalam negeri mencari inovasi dan efesiensi yang menaikan produktivitas. 5. Perluasan kebijakan ekspor mempermudah pembangunan karena industri tertentu tumbuh tanpa membutuhkan investasi dalam capital sosial sebanyak yang dibutuhkan seandainya barang-barang itu akan dijual di dalam negeri misalnya karena sempitnya pasar dalam negeri akibat tingkat pendapatan riil yang rendah atau hubungan transportasi yang belum memadai. Kegiatan ekspor terbagi atas 2, yaitu: 2.1.2.5. Ekspor Langsung Ekspor langsung adalah cara menjual barang atau jasa melalui perantara/eksportir yang bertempat di Negara lain atau Negara tujuan ekspor. Penjualan dilakukan melalui distributor dan perwakilan penjualan perusahaan.

Keuntungannya, produksi terpusat di Negara asal dan kontrol terhadap distribusi lebih baik. Kelemahannya, biaya trasnportasi lebih tinggi untuk produk dalam skala besar dan adanya hambatan perdaganga secara proteksionisme. 2.1.2.6. Ekspor Tidak Langsung Ekspor tidak langsung adalah teknik dimana barang dijual melalui perantara/eksportir Negara asal kemudian dijual oleh perantara tersebut. Melalui perusahaan manajemen ekspor (export management companies). Kelebihannya, sumber daya produksi terkonsentrasi dan tidak perlu menangani ekspor secara langsung. Kelemahannya, kontrol terhadap distribusi kurang dan pengetahuan terhadap operasi di Negara lain kurang. Tahap tahap dalam perencanaan ekspor yaitu: Identifikasi pasar yang potensial Penyesuaian antara kebutuhan pasar dengan kemampuan analisis SWOT (Srength, Weakness, Oppurtunity, Threats) Melakukan pertemuan, dengan eksportir, agen, dll Alokasi sumber daya Pemberitahuan Ekspor : 1. Ekspor barang wajib PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang) Bahwa setiap barang ekspor menggunakan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang dapat dibuat dengan mengisi formulir atau dikirim melalui media elektronik. 2. Tidak diperlukan PEB/ Dikecualikan dari Pembuatan PEB.

2.1.3. Daya Saing Istilah daya saing (competitiveness), meskipun setidaknya telah diawali oleh konsep keunggulan komparatif (comparative advantage) Ricardo sejak abad 18, kini mendapat perhatian yang semakin besar terutama tiga dekade belakangan ini. Daya saing, satu dari sekian andalan yang sangat populer, tetapi tetap tidak sederhana untuk dipahami. Seperti diungkapkan oleh Garelli (2003), konsep yang multidimensi ini sangat memungkinkan beragam definisi dan pengukuran. Tidaklah mengejutkan jika perkembangan pandangan dan diskusi tentang daya saing tidak luput dari kritik dan perdebatan yang juga terus berlangsung hingga kini. Daya saing merupakan suatu konsep umum yang digunakan dalam ekonomi, seperti daya saing perusahaan dalam persaingan pasar dan daya saing negara-negara dalam persaingan internasional. Konsep daya saing dapat ditinjau pada tingkat perusahaan, tingkat industri dan tingkat negara atu daerah. Masingmasing tingkat memiliki hubungan erat seperti daya saing perusahaan yang merupakan elemen pembentukan daya saing pada tingkat industri, negara atau daerah. David Ricardo melalui tulisannya: Principles of Political Economy and Taxation, di tahun 1817 menggarisbawahi bagaimana semestinya negara harus bersaing. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong daya saing industri di berbagai daerah serta memacu pelaksanaan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), khususnya

yang berada di wilayah Sumatera Utara (Sumut) guna meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat setempat. Demikian disampaikan Menteri Perindustrian (Menperin) Mohamad S. Hidayat dalam Forum Komunikasi Dengan Dunia Usaha dan Instansi Terkait tentang Peningkatan Daya Saing Industri Nasional dan Program Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Industri pengolahan Minyak Sawit Mentah (CPO) merupakan salah satu prioritas untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi mengingat Indonesia merupakan negara produsen CPO terbesar di dunia. Produksi CPO Indonesia tahun 2010 mencapai sekitar 22,5 juta ton dan pada tahun 2020 ditargetkan mencapai 40 juta ton. Dari produksi 22,5 juta ton tahun 2010 itu, sebesar 13,2 juta ton diekspor, sedangkan sisanya sebesar 9,1 juta ton dimanfaatkan industri dalam negeri, seperti industri oleofood, oleochemical, energi dan pharmaceutical. Industri turunan CPO yang telah berkembang di Indonesia baru dapat menghasilkan 18 jenis produk, yaitu industri pangan (antara lain minyak goreng, margarin, shortening, CBS, Vegetable Ghee) dan industri non pangan yaitu oleokimia (antara lain fatty acids, fatty alcohol, dan glycerin) serta biodiesel. Sumatera Utara merupakan daerah yang sangat potensial untuk pengembangan industri hilir kelapa sawit, di mana jumlah produksi CPO pada tahun 2009 telah mencapai 5,07 juta ton/tahun atau sebesar 28,04 persen dari produksi nasional.

2.1.4. Nilai Tukar 2.1.4.1. Definisi Nilai Tukar (Foreign Exchange Rate) Ada beberapa definisi nilai tukar menurut beberapa ahli, yaitu: 1. Cornelius Luca (1995) dalam bukunya yang berjudul Trading In The Global Currency Markets memberikan definisi : An exchange rate is the price of one currency in term of another artinya adalah Nilai tukar valuta asing merupakan harga suatu mata uang terhadap mata uang negara lain 2. J.Fabozzi dan Franco Modigliani (2009) dalam buku capital markets memberikan definisi: An exchange rate is defened as the amount of one currency that can be exchanged per unit of another currency, or of the price of one currency in term of another currency Nilai tukar adalah sejumlah uang dari suatu mata uang tertentu yang dapat dipertukarkan dengan satu unit mata uang negara lain. 3. Menurut Salvatore, niali tukar atau exchange rate diartikan sebagai harga mata uang luar negeri dalam satuan mata uang domestik. Nilai tukar adalah perbandingan antara mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Dalam perdagangan global transaksi yang melibatkan nilai tukar menjadi suatu keharusan karena setiap negara menggunakan mata uang yang berbeda. Niai tukar adalah harga yang harus dibayar oleh mata uang suatu negara untuk memperoleh mata uang dari negara lain.

Harga yang harus dibayar inilah yang disebut dengan kurs. Kurs adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam satuan mata uang lainnya. Kurs memainkan peranan yang amat penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, karena kurs memungkinkan bagi kita untuk menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara ke dalam satu bahasa yang sama. Penawaran dan permintaan terhadap valuta asing timbul karena adanya hubungan internasional dalam perdagangan barang, jasa maupun modal. Penawaran valuta asing disebabkan adanya ekspor barang, jasa transfer, atau hibah dari luar negeri maupun kapital masuk. Sedangkan permintaan valuta asing disebabkan adanya impor barang, jasa maupun kapital, sehingga untuk menyelesaikan transaksi perlu menukarkan suatu mata uang domestik dengan valuta asing dan sebaliknya. Berdasarkan beberapa teori diatas, penulis memberi definisi bahwa nilai tukar atau kurs valuta asing adalah menunjukan harga atau nilai mata uang suatu negara dinyatakan dalam niali mata uang negara lain. Nilai mata uang asing juga dapat di definisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, misalnya U$ 1 sama dengan Rp 9400 berarti untuk memeproleh 1 dollar Amerika Serikat dibutuhkan 9400 rupiah.

2.1.4.2. Cara Menetapkan Nilai Tukar Terdapat 2 cara untuk menetapkan nilai tukar, yaitu : 1. Model Eropa yang sering disebut dengan Indirect Quote. Penetapan kursnya dilakukan berdasarkan pada beberapa unit mata uang asing yang dibutuhkan untuk membeli 1 unit mata uang dalam negeri. 2. Model Amerika yang sering disebut Direct Quote. Model ini menjelaskan beberapa unit Rupiah yang di butuhkan untuk membeli 1 unit U$ Dollar. Kurs ini merupakan kurs yang biasa dipakai di Indonesia. Cara lainnya dalam menentukan nilai tukar adalah : 1. Berdasarkan permintaan dan penawaran mata uang asing dalam pasar bebas. 2. Ditentukan oleh pemerintah. Berdasarkan cara ini, maka dapat ditentukan sistem nilai tukar, atau sering disebut sebagai regim nilai tukar. 2.1.4.3. Sistem Nilai Tukar Sistem nilai tukar dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate System) Dalam sistem ini nilai tukar ditentukan oleh Pemerintah. Pemerintah melakukan intervensi dalam menentukan nilai tukar valuta asing.

Tujuannya adalah untuk memastikan nilai tukar yang terjadi tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap perekonomian. 2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Floating Exchange Rate System). Nilai tukar mengambang terkendali, dimana pemerintah mempengaruhi tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran valuta asing, biasanya sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca pembayaran. 3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (Flexible Exchange Rate System). Dalam sistem ini, nilai tukar ditentukan oleh besarnya jumlah permintaan dan jumlah penawaran. Faktor faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran uang asing menjadi faktor faktor yang menentukan besarnya nilai tukar uang asing. 2.1.4.4. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Perubahan dalam permintaan dan penawaran valuta asing menyebabkan perubahan dalam nilai tukar valuta asing. Faktor yang dapat mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing diantaranya adalah: a) Perubahan Preferensi Masyarakat Citarasa masyarakat mempengaruhi pola konsumsi mereka atas barang yang diproduksi di dalam negeri atau barang impor. Perbaikan kualitas barang impor yang menyebabkan keinginan masyarakat untuk mengimpor bertambah besar.

b) Perubahan Harga Barang Ekspor dan Impor Harga sesuatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah suatu barang akan diimpor atau diekspor. Sesuai dengan teori permintaan dan penawaran barang dalam negeri yang dapt dijual dengan harga relatif murah akan menaikan jumlah ekspor dan bila harganya nauk maka jumlah ekspor berkurang. c) Kenaikan Harga Umum (Inflasi) Inflasi sangat besar pengaruhnya kepada nilai tukar. Inflasi cenderung menurunkan nilai tukar. Inflasi juga menyebabkan harga-harga barang ekspor menjadi lebih mahal, oleh karena itu inflasi cenderung mengurangi ekspor. d) Perubahan Suku Bunga dan Tingkat Pengembalain Investasi Nak turunnya suku bunnga dan tingkat pengembalian investasi sangat penting perannya dalam aliran modal. e) Pertumbuhan Ekonomi Pengaruh pertumbuhan ekonomi kepada nilai mata uang tergantung kepada penyebab pertumbuhan ekonomi yang berlaku.

Tabel 2.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US$ 1985-2009 Tahun Kurs (Rp/US$) 1985 1131 1986 1655 1987 1652 1988 1729 1989 1795 1990 1901 1991 1992 1992 2062 1993 2110 1994 2200 1995 2308 1996 2383 1997 4650 1998 8025 1999 7100 2000 9595 2001 10400 2002 8940 2003 8465 2004 9270 2005 9830 2006 9020 2007 9419 2008 10950 2009 9400 Sumber: BPS Sumatera Utara 1985-2010. 2.1.5. Harga Harga merupakan alat evaluasi dan komunikasi dalam pasar internasional. Menetapkan harga yang tepat merupakan kunci kesuksesan dan kegagalan. Bahkan ketika pemasar internasional memproduksi produk yang tepat, mempromosikannya dengan benar, dan membangun jalur distribusi yang layak, upaya tersebut akan gagal bila ia salah menetapkan harga. Sebuah penawaran

harga seharusnya mencerminkan baik kualitas maupun nilai produk yang dipersepsikan konsumen. Dari semua hal yang harus dihadapi oleh pemasar internasional, penetapan harga merupakan salah satu yang paling sulit. Hal ini menjadi lebih rumit ketika perusahaan menjual produknya pada pelanggan di berbagai negara yang berbeda-beda. Baik mengekspor maupun mengelola operasi luar negeri, tanggung jawab manajer adalah menetapkan dan mengendalikan harga aktual produk di pasar yang berbeda dengan berbagai variabel yang berbeda pula, mulai dari perbedaan tarif, biaya, sikap, persaingan, fluktuasi mata uang, serta metode penetapan harga. Keputusan penetapan harga dilihat dengan dua cara : Penetapan harga sebagai sebuah instrumen aktif untuk mencapai tujuan pemasaran, perusahaan menggunakan harga untuk mencapai sebuah tujuan spesifik, antara lain target memperoleh keuntungan, target pangsa pasar, atau tujuan spesifik lainnya. Penetapan harga sebagai elemen statis sebuah keputusan bisnis, hanya dengan mengekspor kelebihan persediaan, menempatkan bisnis luar negeri bukan sebagai prioritas utama, dan menganggap penjualan ekspor hanya memberikan kontribusi yang dalam volume penjualan total. Semakin besar kendali yang dimiliki perusahaan atas harga jual akhir sebuah produk, maka semakin baik kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya. Semakin lebar lini produk dan semakin besar negara yang

menjadi target, maka semakin kompleks proses pengendalian harga bagi pengguna akhir. 2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Saragih (2012) dengan judul Analisis Daya Saing Ekspor Minyak Sawit (CPO) Sumatera Utara di Indonesia bahwa permasalahan yang diangkat adalah bagaimana daya saing ekspor CPO antara Sumatera Utara dengan provinsi lain yang ada di Indonesia. Dan juga untuk melihat bagaimana trend dan proyeksi ekspor CPO di Sumatera Utara. Dan yang terakhir, untuk melihat dan mengetahui apa saja faktor faktor yang mempengaruhi ekspor CPO di Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan kurun waktu dari tahun 1980-2010. Data dikumpulkan dari BPS, Kementrian Pertanian dan KPB PTPN. Alat analisis yang digunakan adalah dengan Ordinary Least Square untuk melihat trend dan proyeksi 10 tahun kedepan; indeks RCA dan AR untuk melihat daya saing dan Ordinary Least Square (OLS) untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) trend ekspor CPO Sumatera Utara 1980-2010 bernilai positif dan proyeksi ekspor 10 tahun kedepan meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 4,649 persen, (2) Sumatera Utara masih berdaya saing dipangsa ekspor CPO Indonesia dengan nilai indeks RCA rata-rata sebesar 13,24905 namun dengan pertumbuhan yang lemah yang ditunjukkan dengan nilai indeks AR sebesar 0,232 disebabkan potensi luas lahan yang kecil pertumbuhan produksi yang lamban, produktifitas yang kecil dan adanya pengalihan pelabuhan ekspor oleh eksportir; (3) ekspor CPO Sumatera Utara

dipengaruhi secara positif oleh nilai tukar Dolar terhadap Rupiah dan dipengaruhi secara negatif oleh nilai indeks RCA. Penelitian yang dilakukan oleh Bustami (2012) dengan judul Analisis Daya Saing Produk Ekspor Provinsi Sumatera Utara. Permasalahan yang diangkat adalah bagaiman daya saing produk produk ekspor di sumatera utara. Dilihat dari produk produk unggulan yang ada di Provinsi Sumatera Utara termasuk juga CPO (Minyak Kelapa Sawit Mentah). Daya saing produk tersebut dapat dilihat dari seberapa besar potensi ekspor dari masing masing produk di Sumatera Utara. Dan juga dapat dilihat apa yang mempengaruhi produk tersebut lebih unggul dari produk produk lain. Mulai dari kualitas, harga jual, dan yang lain. Produk ekspor yang diteliti adalah 10 produk unggulan Sumatera Utara berdasarkan Standard International Trade Classification (SITC). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dari tahun 2000-2010. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis daya saing Revealed Comparative Advantage (RCA), Revealed Comparative Trade Advantage (RCTA) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10 produk unggulan Provinsi Sumatera Utara memiliki daya saing yang berbeda beda. Walaupun ada beberapa produk unggulan yang memiliki daya saing yang lemah, Provisni Sumatera Utara tetap melakukan ekspor terhadap produk-produk unggulannya. Penelitian yang dilakukan SUHERI (2012) dengan judul Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Non-migas Sumatera Utara. Permasalahan yang diangkat adalah di Provinsi Sumatera Utara banyak produk non-migas yang

memiliki potensi yang besar untuk diproduksi bahkan di ekspor ke luar negeri. Dan yang menjadi permasalahan adalah apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya angka untuk ekspor non-migas dari Sumatera Utara ke luar ngerei. Ruang lingkup penelitian dilakukan di Sumatera Utara dengan menggunakan data sekunder dari tahun 1985-2009 (25 tahun) data nilai tukar rupiah atas dollar Amerika (Rp/U$), tingkat suku bunga kredit, dan data ekspor non-migas Sumatera Utara. Untuk menganalisis pengaruh nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga kredit terhadap ekspor non-migas Sumatera Utara menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, dan sumber sumber kepustakaan lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga kredit memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ekspor non-migas Sumatera Utara dengan koefisien determinan (R²) 71%. Dan penelitian ini membantu penulis untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi ini. 2.3. Kerangka Konseptual Indonesia khususnya Sumatera Utara memiliki potensi besar dalam hal sumber daya alam. Kekayaan alam yang Sumatera Utara punya, mulai dari kesuburan tanah, dan wilayah nya yang strategis membuat daerah ini memliki potensi untuk menghasilkan produk-produk pertanian yang memilik keunggulan dibanding produk dari daerah lain. Terkhusus di produk minyak kelapa sawit mentah (CPO). Begitu banyak sebenarnya produk- produk unggulan Sumatera

Utara yang lain yang memiliki potensi besar untuk di ekspor ke luar negeri, seperti hasil pertanian lainnya. Namun, melihat dari kebutuhan negeri konsumen juga lebih banyak di produk CPO ini, maka potensi untuk ekspor pun sangat besar. Selain kesuburan tanah yang dimilik daerah ini, juga luas lahan yang sesuai dan juga diimbangi dengan produktivitas atau kualitas dari SDM nya, dan pertumbuhan dari sawitnya itu akan mendukung produk CPO berkualitas dapat dihasilkan dengan kuantitas yang banyak pula. Dan dengan kualitas CPO juga kuantitas yang banyak pula maka akan mendorong atau menjadikan potensi ekspor CPO itu meningkat dan mempunyai daya saing bagi daerah/negara lain. Sumatera Utara merupakan daerah penyumbang CPO terbesar setelah Riau. Ekspor yang dilakukan ke banyak negara yang memang memiliki kelemahan atau memerlukan CPO tersebut. Dan ekspor itu sendiri dilakukan dengan tujuan menambah devisa negara dan akan meningkatkan Gross Domestic Product (GDP), seiring itu maka akan terjadi pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat itu sendiri akan meningkat. Terkhusus di Sumatera Utara ini yang kesejahteraan masyarakat masih kurang merata, maka dengan adanya ekspor CPO ini membantu atau menyumbangkan potensinya untuk menambah devisa dan pada akhirnya akan mengurangi tingkat kemiskinan yang semakin mengkhawatirkan.

Perkebunan Kelapa Sawit Nilai Tukar Produksi Harga Internasional Pertumbuhan Ekonomi CPO Potensi Ekspor Perkembangan CPO EKSPOR GDP Pertumbuhan Ekonomi Kesejahteraan Gambar 2.1. Kerangka Konseptual