BAB III PENUTUP. maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pun sejajar dan bersifat

dokumen-dokumen yang mirip
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (BPK RI, 2010). Tabel 1.1 Daftar Opini Audit BPK atas LKPD Kota Bandung Tahun

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapatlah ditarik kesimpulan. sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar

BUPATI BARRU PERATURAN BUPATI BARRU NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN BARRU TAHUN 2014 BUPATI BARRU,

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun BPK merupakan suatu lembaga negara yang bebas dan

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA STRATEGIS KOTA MALANG TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai wujud pertanggungjawaban daerah atas otonomi pengelolaan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Asahan Kata Kunci : Pengawasan DPRD, Pemerintah Daerah, Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah dan DPRD

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya, maka

Kata Kunci : Pengawasan DPRD, dan Harmonisasi Hubungan Kepala Daerah serta DPRD.

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

PENUTUP. Perhubungan, Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Tegal untuk segera. waterboom setelah disahkannya APBD tahun anggaran 2008.

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 052 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

DHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. prinsip- prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 01 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PEMERINTAH KOTA BATU

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2006

I. PENDAHULUAN. suatu periode yang akan datang (Suraji, 2011: xiii). Pengertian anggaran

BAB I PENDAHULUAN. pusat atau disebut pemerintah dan sistem pemerintahan daerah. Dalam praktik

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. yang berkedaulatan rakyat yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 02 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK WALIKOTA TARAKAN,

PERAN DPRD KOTA MEDAN DALAM PENGAWASAN APBD KOTA MEDAN T.A BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2004

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. pemerintah pusat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I P E N D A H U L U A N

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 017 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

TENTANG PROSEDUR PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PROSEDUR PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK,

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

20 Pertanyaan dan Jawaban mengenai Pengelolaan keuangan daerah:

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PENJELASAN ATAS UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

Aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Prioritas RPJMD Provinsi Banten

BAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TULISAN HUKUM. Transparansi-dan-Akuntabilitas-Pengelolaan. m.tempo.co

SAMBUTAN BUPATI KEBUMEN PADA UPACARA HARI SENIN TANGGAL 10 OKTOBER Senin, 10 Oktober 2016

KONTRAK KULIAH PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, yang disebut dengan Desentralisasi adalah penyerahan

BAB I PENDAHULUAN. merumuskan dan menyalurkan kepentingan masyarakat.partai politik juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. A. Latar Belakang... 1 B. Dasar Hukum... 2 C. Maksud dan Tujuan... 6 D. Sistematika Penulisan... 6

TENTANG. berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN BUPATI KABUPATEN GARUT NOMOR 199 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

93 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Hubungan antara Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) erat kaitannya dengan hubungan kerja dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Kedudukan Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pun sejajar dan bersifat kemitraan. Kedudukannya yang sama dan bersifat kemitraan ini terlihat jelas dalam proses pembentukan Peraturan Daerah termasuk Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing. Dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY mempunyai hubungan yang sinergis dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hubungan sinergis yang dimiliki oleh keduanya merupakan bentuk pelaksanaan tugas, wewenang, dan tanggung jawab dalam pengelolaan keuangan daerah. Berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah yang berwujud Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ini,

94 hubungan antara Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terlihat dalam keterlibatannya secara bersama-sama dalam proses pembahasan dan persetujuan bersama Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 2. Dengan semakin menguatnya kedudukan Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan, ironinya tidak diikuti dengan peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan di Daerah. Hal ini ditandai dengan banyaknya daerah yang mengalami permasalahan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) termasuk Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), khususnya pada tahapan pembahasan dan persetujuan antara Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang merupakan titik awal yang rawan terjadinya penyimpangan dalam perencanaan pengelolaan keuangan daerah. Permasalahan atau hambatan-hambatan yang dialami Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah sebagai berikut: a. Masih terjadinya praktik kolusi kelembagaan dan kolusi individu. Kolusi kelembagaan yang dimaksudkan adalah kolusi yang terjadi antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan Pemerintah Daerah pada bidang tertentu yang tidak dapat diselesaikan melalui prosedur formal. Hal ini memang telah menjadi fenomena umum

95 dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah terutama jika dikaitkan dengan posisi tawar menawar dalam rencana merealisasikan suatu program kerja yang akan direalisasikan. Di samping itu, kolusi individu yang dimaksudkan adalah kolusi antara oknum tertentu dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan oknum Pemerintah Daerah terhadap suatu program kerja tertentu dengan maksud agar dapat direalisasikan. Biasanya dalam praktek ini, posisi keduanya sama-sama menyepakati imbalan tertentu, misalnya dalam pengerjaan proyek tertentu pada waktu tertentu. b. Waktu yang digunakan dalam melaksanakan tahapan persetujuan terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) dan penentuan skala prioritas program kerja dalam kaitannya dengan penentuan program kerja yang penting dan strategis. c. Permasalahan dalam menentukan standar harga barang dan jasa, perangkat barang dan jasa, serta kendala teknis, juga dalam tahapan persetujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini disebabkan karena nilai tukar rupiah yang sering tidak stabil dan pelaksanaan atau teknis yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. d. Banyaknya kepentingan fraksi-fraksi melalui anggota dewan. Masih kuatnya intervensi politik menyebabkan melemahnya program Jaring Aspirasi Masyarakat (jasmas) dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Masing-masing fraksi mempunyai kepentingan politik dan dipaksakan untuk terakomodir

96 kepentingannya tersebut. Apalagi dengan adanya kubu Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang berpengaruh sampai di daerah. e. Masih ditemukannya pendapat yang berbeda dalam hubungan internal Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Perbedaan pendapat ini terjadi mengingat anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diusung oleh partai politik yang berbeda atau dengan kata lain lebih dari satu partai politik. Implikasinya adalah program-program kerja atau proyek yang penting dan strategis dari Pemerintah Daerah maupun dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak dapat dikaji secara obyektif. f. Arah dan kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan landasan bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun prioritas dan strategi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Namun kecenderungan yang muncul saat ini di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) masih belum aspiratif dalam penentuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan lebih kritis pada aspek anggaran belanja anggota-anggotanya. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memang masuk dalam kategori wajar tanpa pengecualian dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ini. Maksud dari wajar tanpa pengecualian ini ialah penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Daerah

97 Istimewa Yogyakarta (DIY) khususnya dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) belum ditemukan permasalahan yang serius seperti yang dialami sebagian Daerah di Indonesia. 3. Menanggapi permasalahan ini, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY dalam tahap pembahasan dan persetujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ini telah menyiapkan upaya untuk mengatasi hambatan yang terjadi dengan: a. Menerapkan win-win solution dan musyawarah mufakat dalam proses pembahasan dan persetujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai langkah penting dalam mengatasi perseteruan kepentingan antara eksekutif dan legislatif. Dengan menerapkan prinsip ini, skala prioritas program kerja atau proyek kerja yang akan dilaksanakan bisa terwujud dan dirasakan masyarakat. b. Sebagai wujud transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Pemerintah Daerah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) telah merangkum semua proses penyusunan, pembahasan, persetujuan, dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam sebuah Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) yang bisa dilihat secara online oleh publik atau masyarakat luas. Sehingga, apabila terdapat penyimpangan dalam pengelolaan keuangan daerah

98 tersebut dan masih hidupnya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), dengan sendirinya akan masuk dalam ranah pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi, Inspektorat sebagai bentuk check and balances melalui pemeriksaan yang preventif dan korektif dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di bidang pengelolaan keuangan daerah. c. Ketepatan waktu pembentukan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi penting untuk diperhatikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY, karena apabila pembentukan mengalami keterlambatan yang berimplikasi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terlambat ditetapkan, maka risiko utamanya mengancam kelangsungan rencana program-program Pemerintah Daerah DIY. d. Memperkuat hubungan internal Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sendiri perlu dilakukan lebih awal sebelum membangun komunikasi yang sinergis dengan Pemerintah Daerah (eksekutif). Upaya ini dilakukan dengan maksud agar tidak mendominasinya intervensi politik dalam tahapan pembahasan dan persetujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). e. Pemberlakuan ketentuan Pasal 312 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, mengatur secara jelas sanksi-

99 sanksi terhadap Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam kaitannya dengan pengelolaan keuangan daerah dan lebih khususnya dalam tidak terlaksananya persetujuan terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). B. Saran Berdasarkan penjelasan yang diuraikan sebelumnya, maka penulis memberikan saran, sebagai berikut: 1. Fenomena ini umumnya terjadi pada proses pembahasan dan persetujuan RAPBD di Indonesia. Apabila permasalahan dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ini tidak dilakukannya reformasi terhadap pola hubungan, tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari penyelenggara Pemerintahan Daerah, serta belum maksimalnya pengawasan yang korektif dan preventif, maka semangat otonomi akan sia-sia dan hanya menciptakan dan menumbuhkembangkan reformasi kebablasan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Dalam hal ini, perlu adanya hubungan kerja yang sinergis dan bersifat kemitraan, disamping tetap berjalannya pengawasan yang korektif dan preventif dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah terutama berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah yang diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

100 2. Keberadaan demokrasi representatif yang ditandai dengan luasnya keterlibatan Dewan dalam penyelenggaraan pemerintahan baik di Pusat maupun di Daerah seringkali tidak sejalan dengan visi misi partai politik dalam membangun negara. Hal ini dikarenakan ideologi politik dari partai politik di Indonesia semuanya mengarah pada tujuan membangun negara dan masyarakatnya. Akan tetapi, dalam perjalanannya sudah tidak memihak pada ideologinya tersebut. Yang lebih ironis ketika partai politik tidak mampu membangun kaderisasi dalam rangka peningkatan kompetensi para kadernya. Sehingga, yang terjadi ialah; Pertama, tidak mengherankan apabila semakin banyaknya Dewan yang bekerja untuk dirinya sendiri, para koleganya, dan terutama untuk ibu kandungnya sendiri (partai politik pengusungnya); Kedua, kompetensi legislatif tidak dapat mengimbangi kompetensi eksekutif. Sehingga jangkauan eksekutif dalam menyelenggarakan pemerintahan dapat disimpulkan lebih maju jika dibandingkan dengan legislatif. 3. Mereformasi pola demokrasi yang ditandai dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam tata kelola pemerintahan perlu dilakukan. Adanya keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan khususnya dalam ranah Pemerintahan Daerah dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), akan membuka akses bagi masyarakat untuk mengetahui agenda yang dibicarakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam hal ini, masyarakat dapat menilai mutunya aspirasi yang disuarakan. Alasan

101 pokoknya karena Dewan tidak bisa memposisikan dirinya sebagai yang paling mengetahui semua kebutuhan masyarakat. Alasan ini semakin diperkuat dengan adanya fakta bahwa tidak adanya politisi yang tidak memiliki kepentingan politik. Politisi selalu menggandeng kepentingan politik yang tidak jarang berlawanan dengan kebutuhan masyarakat yang diwakili. Oleh karena itu, pertimbangan adanya keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan perlu dilihat sebagai langkah strategis untuk mengurangi terjadinya reformasi kebablasan.

105 DAFTAR PUSTAKA 1. Buku-buku Amiq, Bachrul, Aspek Hukum Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah: Dalam Perspektif Penyelenggaraan yang Bersih, Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2010. Asshiddiqie, Jimly, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika, 2010. Atmadja, Arifin P. Soeria, Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum; edisi 3, Jakarta: Rajawali Pers, 2013. Boedianto, H. Akmal, Hukum Pemerintahan Daerah: Pembentukan Perda APBD Partisipatif, Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2010. Djumhana, Muhamad, Hukum Keuangan Daerah, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007. Sutedi, Adrian, Implikasi Hukum Atas Sumber Pembiayaan Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah, Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Tjandra, W. Riawan, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Grasindo, 2013. Tjandra, W. Riawan, Hukum Sarana Pemerintahan, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2014. Tunggal, Puthot dan Suryani, Pujo Adhi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Giri Utama, 2010. Profil Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014. 2. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

106 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4405.

107 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 680. 3. Website http://www.journal.unair.ac.id/alvianramadhan (diakses pada hari, tanggal: Senin, 22 Desember 2014; Pkl. 11.30 WIB). http://jiae.ub.ac.id/index.php/jiae/article/view/107 (diakses pada hari, tanggal: Senin, 22 Desember 2014; Pkl. 11.30 WIB) http://www.dprd-diy.go.id/rapbd-diy-tahun-anggaran-2015-resmi-di-tetapkan/ (diakses pada hari, tanggal: Kamis, 12 Maret 2013; Pkl. 19.30 WIB) http://www.dprd-diy.go.id/siap-menghadapi-rapbd-2015/ (diakses pada hari, tanggal: Kamis, 12 Maret 2013; Pkl. 19.30 WIB) http://jogja.solopos.com/baca/2014/11/07/apbd-2015-sultan-terancam-tak-gajian- 6-bulan-550540 Edisi: Jumat, 7 November 2014 (diakses pada hari, tanggal: Kamis, 12 Maret 2013; Pkl. 19.30 WIB)