Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

dokumen-dokumen yang mirip
FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan.

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

II. TINJAUAN PUSTAKA

GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATASAN UPAYA HUKUM KASASI DALAM PERKARA PIDANA. Muh. Priyawardhana Dj.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENAHANAN DITINJAU DARI ASPEK YURUDIS DAN HAK ASASI MANUSIA 1 Oleh : Muhamad Arif 2

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

BAB III PENUTUP. serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

Pelayanan Perkara Pidana

Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017

STANDAR PELAYANAN PERKARA PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

P U T U S A N No K / Pid / DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara pidana pada

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

STANDARD OPERATING PROCEDURES (S.O.P) PENANGANAN PERKARA PIDANA ACARA BIASA PADA PENGADILAN NEGERI TENGGARONG

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

Presiden, DPR, dan BPK.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015. INDEPENDENSI HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA PRAPERADILAN MENURUT KUHAP 1 Oleh: Alviano Maarial 2

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh

P U T U S A N Nomor : 339/PID/2011/PT-Mdn.

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO

STANDAR PELAYANAN KEPANITERAAN PIDANA

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

JURIDICAL ANALYSIS PREPROSECUTION MATTER ABOUT DEMAND FOR REHABILITATION TO ILLEGAL ARREST AND RESTRAINT (Verdict Number : 01/Pid.PRA/2002/PN.

I. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak Pidana Militer dibedakan dalam dua jenis tindak pidana, yaitu:

POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN. Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta

POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN. Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta

TATA CARA PEMERIKSAAN ADMINISTRASI PERSIDANGAN

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ALUR PERADILAN PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

Transkripsi:

PENAHANAN TERDAKWA OLEH HAKIM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Brando Longkutoy 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persoalan penahanan sesudah putusan pengadilan dan bagaimana pula konsekuensi yuridisnya dalam praktek penahanan dan bagaimanakah putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap dan putusan di luar hadirnya terdakwa dikaitkan dengan penahanan sesudah putusan pengadilan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Penahanan sesudah putusan pengadilan ini, berada sepenuhnya di tangan hakim, statusnya sama dengan status penahanan guna kepentingan pemeriksaan seperti diatur dalam Pasal 24, 25, 26, 27 dan 29 KUHAP, sehingga lamanya penahanan dipotongkan pidana/hukuman yang dijatuhkan pengadilan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap. Untuk konsekuensi/tanggung jawab yuridis penahanan tingkat sesudah putusan pengadilan ialah hakim pada masing-masing tingkat pemeriksaan, apabila penahanan terdakwa tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 21 KUHAP, maka hakim yang bersangkutan dapat dikenakan praperadilan dang anti kerugian. 2.Pengalihan wewenang penahanan secara otomatis, seketika, sejak diajukan upaya hukum ( banding, kasasi), Pengalihan wewenang penahanan, menunggu diterimanya berkas perkara yang dimintakan upaya hukum, jadi tidak seketika, bahwa putusan pengadilan dapat dilaksanakan mengenai hukuman/ pidananya yang dijatuhkan, apabila tenggang waktu berpikir-pikir telah berakhir dan selama itu terdakwa atau penuntut umum mencabut kembali permohonan upaya hukum yang telah diajukan dengan akibat hukum, penahanan seluruhnya termasuk penahanan tingkat sesudah putusan pengadilan dikurangi pidana/hukuman yang dijatuhkan dalam amar 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Nixon Lowing, SH, MH; Harly S. Muaja, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat NIM. 110711336 putusan pengadilan. Bila putusan pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi, apabila dalam amarnya memerintahkan agar terdakwa ditahan, jaksa penuntut umum segera melaksanakan penahanan, apabila diminta grasi oleh terdakwa, tetap ditahan. Kata kunci: Penahanan, Terdakwa, Hakim. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 butir 21 KUHAP: "Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya dalam hal serat menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini". 3 Bagaimanapun penahanan perlu diatur dengan sebaik-baiknya baik mengenai aparat yang berwenang melakukannya, jenis jenisnya, alasan-alasannya, lamanya dan perpanjangannya serta segala konsekuensinya. Sesuai dengan topik Skripsi ini, maka penulis ingin menyorot soal penahanan yang dilakukan setelah putusan pengadilan atas perintah pengadilan menurut KUHAP. Di sini ada dua kemungkinan penahanan yang dilakukan sesudah putusan pengadilan, yaitu (1) diperpanjangnya penahanan; dan (2) supaya segera ditahan, karena pada waktu penyidikan sebelumnya terdakwa belum ditahan. Masih dipergunakannya istilah penahanan setelah putusan pengadilan, disebabkan dalam KUHAP ada asas praduga tak bersalah sebagai perwujudan dari adanya perlindungan terhadap hak asasi/harkat dan martabat manusia yang menentukan bahwa seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili, wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang mengatakan bahwa ia bersalah. Dengan adanya asas ini, maka kepada terdakwa yang dijatuhi pidana/hukuman oleh pengadilan diberi hak untuk mengajukan upaya hukum untuk melawan putusan pengadilan yang dirasakan merugikan dirinya. Begitu juga bagi Jaksa Penuntut Umum yang mewakili kepentingan umum (negara/masyarakat) berhak juga mengajukan upaya hukum untuk melawan putusan pengadilan yang dirasakan kurang sesuai dengan rasa keadilan. Dalam hal 3 Anonimous, KUHAP dan Penjelasannya, Yayasan Pelita, Jakarta, 1982, hal. 8. 136

terdakwa dan/atau Penuntut Umum akan mengajukan upaya hukum atau tidak, yang harus dipertimbangkan adalah apakah terdakwa perlu ditahan (kalau belum ditahan), ataukah tetap dalam tahanan (kalau sudah ditahan), ataukah dibebaskan dari tahanan (bagi yang sudah ditahan), dan apakah cukup alasan untuk itu. Perlu diketahui bahwa tujuan perintah penahanan setelah putusan pengadilan adalah agar supaya dalam tenggang waktu sebelum putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, jangan sampai terdakwa melarikan diri guna menghindarkan diri dari pelaksanaan pidana yang dijatuhkan kepadanya, atau akan berusaha merusak atau menghilangkan barang bukti, ataupun mengulangi melakukan tindak pidana. Penahanan setelah putusan pengadilan ini berakhir setelah putusan dilaksanakan oleh Jaksa, atau adanya upaya hukum banding atau kasasi. Penahanan setelah putusan pengadilan, yaitu : (1) Harus memenuhi ketentuan Pasal 21 KUHAP; (2) Harus dicantumkan dalam "amar" setiap putusan pengadilan; (3) Tidak dipersoalkan apakah masih ada sisa waktu kewenangan hakim untuk melakukan penahanan. (4) Dilakukan demi hukum, artinya kalau tidak ada pencantuman penahanan ini dalam amar putusan, maka putusan menjadi batal demi hukum. 4 Penahanan merupakan bentuk upaya paksa yang dapat mengakibatkan penderitaan yang paling besar kepada seseorang. Penahanan memiliki jangka waktu yang jauh lebih lama dari sekedar suatu penangkapan. Dibandingkan dengan upaya-upaya paksa lain, penahanan juga akan terasa lebih berat, sebab dengan dikenakannya penahanan maka seseorang benar-benar dihentikan kemerdekaannya. Karenanya, penahanan sesudah putusan pengadilan merupakan hal yang paling menonjol kaitannya dengan dua sisi pandangan yang berbeda, yaitu sisi perlindungan Hak Asasi Manusia dan sisi perlindungan terhadap hakhak masyarakat atas ketertiban dan keamanan. 4 Raden Badri, Masalah Penahanan Sesudah Putusan Pengadilan, Varia Peradilan, Majalah Hukum Thn. IV. No. 39, Desember 1988, hal. 69. B. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana persoalan penahanan sesudah putusan pengadilan dan bagaimana pula konsekuensi yuridisnya dalam praktek penahanan? 2. Bagaimanakah putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap dan putusan di luar hadirnya terdakwa dikaitkan dengan penahanan sesudah putusan pengadilan? C. METODE PENELITIAN Oleh karena ruang lingkup penelitian ini adalah pada disiplin Ilmu Hukum, maka penelitian ini merupakan bagian dari penelitian hukum kepustakaan yakni dengan "cara meneliti bahan pustaka" atau yang dinamakan penelitian hukum normatif". 5 Metode dan teknik penelitian yang digunakan ialah Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research) yakni suatu metode yang digunakan dengan jalan mempelajari buku literatur, perundang-undangan dan bahanbahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan mated pembahasan yang digunakan untuk mendukung pembahasan ini. PEMBAHASAN A. Penahanan Sesudah Putusan Pengadilan Dan Konsekuensi Yuridisnya Penahanan sesudah putusan pengadilan ini, merupakan aturan khusus mengenai penahanan, yaitu demi kepentingan pikir-pikir, demi syarat sahnya suatu putusan pengadilan dan tanggung jawab penahanan sesudah putusan pengadilan ini, berada sepenuhnya di tangan hakim yang menjatuhkan putusan, artinya "Apabila memerintahkan penahanan terdakwa sesudah putusan pengadilan yang ternyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 21 KUHAP (tentang penahanan), maka Hakim yang bersangkutan dapat dikenakan praperadilan dan atau ganti rugi kerugian (Pasal 95 KUHAP) atau dikenakan pidana/hukuman menurut Pasal 133 KUHPerdata. Dengan demikian, penahanan terdakwa oleh hakim mempunyai tanggung jawab/konsekuensi yuridis bila hakim salah menerapkan prosedurnya sehingga dapat dikenakan 5 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta, 1985, hal. 14. 137

praperadilan dan atau ganti rugi, serta dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku. Dalam Pasal 196 (3) KUHAP menyebutkan bahwa: Segera sesudah putusan pemidanaan diucapkan, bahwa hakim ketua sidang wajib memberitahukan kepada terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya yaitu: a. Hak segera menerima atau segera menolak putusan. b. Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini. c. Hak meminta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan. d. Hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini, dalam hal ini menolak putusan. e. Hak menuntut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini. Apabila dilihat dalam status penahanan sesudah putusan pengadilan sudah sesuai dengan dasar-dasar hukum sebagaimana tersebut di atas, maka penahanan kepentingan pemeriksaan seperti diatur dalam Pasal 24, 25, 26, 27, 28 dan 29 KUHAP, sehingga karenanya lamanya penahanan ini dipotongkan pada pidana/hukuman yang dijatuhkan pengadilan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam KUHAP maupun penjelasan, ataupun peraturan-peraturan pelaksanaannya serta petunjuk dari pusat memang belum ada, apakah penahanan sesudah putusan pengadilan ini, masih mengenai jenis-jenis penahanan (rutan, rumah, kota) sebagaimana Pasal 22 dan 23 KUHAP ataukah tidak. Artinya, perlu penjelasan lebih lanjut tentang masalah ini sehingga status terdakwa bisa diperjelas dengan ketentuan hukum yang ada di dalam KUHAP. Kalau dikatakan tidak mengenai jenis penahanan, berarti hanya penahanan rutan/rumah tahanan negara saja. Timbul masalah bagaimanakah bagi terdakwa yang selama pemeriksaan apakah berada dalam status penahanan rumah atau kota? Kalau dalam amar putusan pengadilan menetapkan bahwa tetap dalam tahanan, berarti tetap dalam status tahanan semula (rumah atau kota). Padahal penahanan sesudah putusan pengadilan ini tidak terikat dengan jangka waktu penahanan semula, apakah masih ada sisa masa penahanan, ataukah tidak, yang penting setiap putusan pengadilan dalam amarnya harus menetapkan dalam tahanan atau dibebaskan dari tahanan. Di sini dikatakan bahwa tidak diperhitungkan sisa masa tahanan yang berdasarkan penetapan hakim untuk kepentingan pemeriksaan sidang pengadilan, ialah ditafsirkan dari butir 14 tambahan pedoman pelaksanaan KUHAP, yang menyatakan bahwa putusan memperoleh kekuatan hukum tetap setelah tenggang waktu berakhir dilampaui, tidak menjadi soal apakah penahanan hakim masih ada. Begitu dilampaui masa berpikir, maka saat itu putusan pengadilan dilaksanakan dan statusnya menjadi hukuman. Jadi jelaslah kiranya bahwa kasasi menjadi habis/berakhir, sejak putusan pengadilan dijatuhkan dan penahanan selanjutnya berpedoman pada butir 14 Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP. 6 Sebaliknya kalau dikatakan mengenai jenis penahanan sesudah putusan pengadilan, maka dalam penetapannya dalam amar putusan pengadilan, bisa berbunyi: "memerintahkan agar terdakwa dikenakan penahanan rumah, atau dikenakan penahanan sehingga terdakwa yang berada dalam rutan menjadi keluar rutan, untuk beralih menjadi tahanan rumah atau tahanan kota. Yang namanya tahanan rumah atau kota, pengawasannya tidak seperti rutan, sehingga ada kemungkinan melarikan diri yang akibatnya menyulitkan pelaksanaan hukuman/pidana setelah habis masa penahanan ini setelah dilampauinya waktu berakhir. Dengan demikian, perlunya kehatihatian bagi hakim dalam mengeluarkan keputusan dan pengawasan agar tidak terjadi permasalahan seperti terpidana melarikan diri sebelum menjalani hukuman. Kalau ditinjau dan segi manfaatnya, seperti pokok pikiran ada penahanan sesuai putusan pengadilan ini sama dengan masa berakhir, yaitu antara tujuh hari atau empat belas hari (tingkat sesudah putusan pengadilan negeri 6 Lihat Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP butir 14.. 138

atau pengadilan tinggi/mahkamah Agung RI) tetapi sangat berharga bagi terdakwa yang sebelumnya ada dalam rutan, karena bisa bertemu sanak keluarganya. Karena itu perlu diadakan jenis penahanan sesuai KUHAP. Kalau ditinjau dari dasar hukumnya yaitu Pasal 197 (1)k KUHAP, 7 di situ ada tiga alternatif yaitu memerintahkan agar terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan dan tahanan, maka dapat ditarik kesimpulan untuk membebaskan dari tahanan saja boleh, apalagi kalau hanya mengalihkan jenis penahanan (dan rutan ke penahanan rumah, atau kota), sehingga karenanya dapat dikatakan bahwa: 1. Penahanan tingkat sesudah putusan pengadilan ini aturannya sama seperti penahanan yang untuk kepentingan pemeriksaan sidang berdasarkan penerapan hakim (pengadilan negeri, pengadilan tinggi, Mahkamah Agung), kecuali masalah jangka waktu lamanya saja yang berbeda (terbatas dan tidak ada perpanjangan) yang akan diuraikan berikutnya. 2. Penerapan penahanan pada tingkat sesudah putusan pengadilan ini sepenuhnya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim yang menjatuhkan putusan. 3. Lamanya penahanan tingkat sesudah putusan pengadilan ini dipotongkan terhadap pidana/hukuman yang dijatuhkan sebagaimana diatur dalam Pasal 22 (4) KUHAP, juncto Pasal 33 (1) KUHPidana. Dalam hal tanggung jawab yuridis penahanan tingkat sesudah putusan pengadilan, seperti sama saja ialah penahanan tingkat sesudah putusan pengadilan, maka otomatis yang bertanggung jawab secara yuridis dalam hal ini ialah hakim pada masing-masing tingkat pemeriksaan, yaitu sebagai berikut : a. Tingkat pertama oleh hakim Pengadilan Negeri, dalam rangka berpikir bagi terdakwa dan atau penuntut umum untuk menerima putusan atau mengajukan banding atau apel/revitie (Pasal 197k, jo 193 (2) a, b, jo 233 (2), jo 245 (1) KUHAP; b. Tingkat banding oleh hakim pengadilan tinggi, dalam rangka berpikir bagi terdakwa dan atau penuntut umum untuk mengajukan kasasi (Pasal 197k, jo 193 (2)a, b, jo 233 (2) jo 245 (1) KUHAP; c. Pada semua tingkat pemeriksaan sidang (baik pengadilan negeri, maupun pengadilan tinggi, ataupun Mahkamah Agung) apabila terdakwa menyatakan "Grasi", maka sejak saat itu berubah statusnya menjadi Narapidana (menjalani pidana,'hukuman), bukan lagi penahanan namanya. B. Putusan Pengadilan Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap Dan Putusan Di Luar Hadirnya Terdakwa Dalam Kaitan Penahanan Sesudah Putusan Pengadilan Dalam putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (270 KUHAP) tak dapat diubah lagi (16 UU. No. 7 Drt 55), sampai dimanakah batasannya-batasannya ialah sampai habisnya waktu berpikir-pikir, yang apabila dirinci adalah sebagai berikut bahwa putusan pengadilan dapat dilaksanakan mengenai hukuman/pidananya yang dijatuhkan, apabila tenggang waktu berpikirpikir dan selama itu terdakwa atau penuntut umum ternyata: a. Tidak mengajukan permohonan upaya hukum, atau b. Terlambat mengajukan permohonan upaya hukum; (Pasal 234 (1) dan (2) KURAP, atau c. Mencabut kembali permohonan upaya hukum yang telah diajukan, dengan akibat hukum sebagai berikut: 1. Kalau dicabut maka tidak dapat diajukan lagi (Pasal 235 (1) dan 247 (1) KUHAP. 2. Pidana/Hukuman harus dilaksanakan/dieksekusi sesuai amar putusan pengadilan (Pasal 270 KUHAP). 3. Penahanan seluruhnya (termasuk penahanan tingkat sesudah putusan pengadilan; dikurangkan pada pidana/hukuman yang dijatuhkan dalam amar putusan pengadilan. d. Pencabutan permohonan upaya hukum ini diperbolehkan menurut : - Pasal 235 (1) dan (2) KUHAP untuk tingkat Banding; - Pasal 247 (1) dan (3) KUHAP untuk tingkat Kasasi. Dalam uraian diatas dapat dilihat bahwa: 7 Lihat Pasal 197 ayat 1 huruf k KUHAP.. 139

1. Keterlambatan mengajukan memori banding, tidak mengakibatkan gugurnya hak mengajukan upaya hukum banding; 2. Keterlambatan mengajukan memori kasasi, mengakibatkan gugurnya hak mengajukan upaya hukum kasasi (Pasal 246 (4) dan (1) KUHAP; 3. Dalam KUHAP sendiri mengenai tenggang waktu pengajuan memori kasasi ini ada beberapa pasal yang saling berkaitan satu sama lainnya, sehingga perlu diingat-ingat: - Pasal 146 (1) KUHAP mengatur: Apabila tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 (1) lewat tanpa permohonan kasasi oleh yang bersangkutan maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan; - Pasal 245 (1) KUHAP, mengatur: Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama, dalam waktu empat belas hari sesudah putusan pengadilan yang memintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa; Pasal 246 (2) KUHAP, menentukan bahwa: Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal 246 KUHAP (empat betas hari), pemohon terlambat mengajukan permohonan kasasi maka hak untuk itu gugur. - Pasal 248 (1) KUHAP, menentukan: Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan kasasinya dalam waktu empat belas hari setelah mengajukan permohonan kasasi tersebut, harus sudah menyerahkannya kepada panitera yang untuk itu ia memberikan surat tanda terima. - Pasal 248 (4) KUHAP, menentukan: Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemohon terlambat menyerahkan memori kasasi, maka hak untuk mengajukan kasasi gugur. 4. Pasal 245 (1) dan Pasal 233 (2) KUHAP, istilah... sesudah/setelah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa. Hal ini kurang tepat, sebaiknya yang berhak mengajukan permohonan kasasi/banding selain terdakwa, adalah juga penuntut umum (Pasal 244/233 (1) KUHAP). Kalau misalnya dijatuhkan putusan di luar hadirnya terdakwa, sedangkan penuntut umum berkehendak mengajukan permohonan kasasi, apakah harus menunggu diterimanya pemberitahuan putusan oleh terdakwa? Ini bertentangan dengan asasi dalam KUHAP yaitu asas conlante justitic (cepat, sederhana dan biaya ringan). Bahwa dalam putusan in absentia/optegenspraak di luar hadirnya terdakwa, maka masa berlakunya penahanan dalam tingkat sesudah putusan pengadilan ini semenjak putusan diberitahukan kepada/bukan sejak diucap di sidang pengadilan. PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Penahanan sesudah putusan pengadilan ini, berada sepenuhnya di tangan hakim, statusnya sama dengan status penahanan guna kepentingan pemeriksaan seperti diatur dalam Pasal 24, 25, 26, 27 dan 29 KUHAP, sehingga lamanya penahanan dipotongkan pidana/hukuman yang dijatuhkan pengadilan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap. Untuk konsekuensi/tanggung jawab yuridis penahanan tingkat sesudah putusan pengadilan ialah hakim pada masingmasing tingkat pemeriksaan, apabila penahanan terdakwa tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 21 KUHAP, maka hakim yang bersangkutan dapat dikenakan praperadilan dang anti kerugian. 2. Pengalihan wewenang penahanan secara otomatis, seketika, sejak diajukan upaya hukum (banding, kasasi), Pengalihan wewenang penahanan, menunggu diterimanya berkas perkara yang dimintakan upaya hukum, jadi tidak seketika, bahwa putusan pengadilan dapat dilaksanakan mengenai hukuman/ pidananya yang dijatuhkan, apabila tenggang waktu berpikir-pikir telah berakhir dan selama itu terdakwa atau penuntut umum mencabut kembali permohonan upaya hukum yang telah diajukan dengan akibat hukum, penahanan seluruhnya termasuk penahanan tingkat sesudah 140

putusan pengadilan dikurangi pidana/hukuman yang dijatuhkan dalam amar putusan pengadilan. Bila putusan pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi, apabila dalam amarnya memerintahkan agar terdakwa ditahan, jaksa penuntut umum segera melaksanakan penahanan, apabila diminta grasi oleh terdakwa, tetap ditahan. Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta, 1985. Yunas Didi Nazmi, Konsepsi Negara Hukum, Angkasa Raya, Padang, 1992. B. SARAN Hakim dalam memutuskan/memerintahkan penahanan terdakwa sesudah putusan Pengadilan hendaknya bersikap hati-hati, profesional dan sesuai dengan aturan yang berlaku untuk menghindari gugatan praperadilan dan ganti rugi dari terdakwa dan memberitahukan segala apa yang menjadi hak terdakwa. DAFTAR PUSTAKA Anonimous, KUHAP dan Penjelasannya, Yayasan Pelita, Jakarta, 1982. Badri Raden, Masalah Penahanan Sesudah Putusan Pengadilan, Varia Peradilan, Majalah Hukum Thn. IV. No. 39, Desember 1988. Eksponen, 22-28 Oktober 1989. Firdaus Kamal, "Pelaksanaan Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Hak Asasi manusia Dalam Perspektif Kepengacaraan", Makalah Diskusi Panel di Fakultas Hukum UII Yogyakarta, tanggal 10 Desember 1994. Kalean, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta, 2002. Masyhur Effendi H.A., Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional Dan Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994. Nusantara, et.al. (Ed), KUHAP dan Peraturan- Peraturan Pelaksana, Djambatan, Jakarta, 1986. Rahardjo Satjipto, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, 1978. Setiardja A. Gunawan, Hak-hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, Kanisius, Yogyakarta, 1993. Simorangkir J.C.T., Hukum dan Konstitusi, Gunung Agung, Jakarta, 1983. 141