I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman padi (Oryza sativa L.) ialah tanaman penghasil beras yang menjadi sumber karbohidrat sebesar 84,83 %, protein 9,78%, lemak 2,20%, mineral 2,09%, serat kasar 1,10% bagi mayoritas penduduk dunia, terutama bagi penduduk Indonesia (Saenong, 1988). Indonesia sebagai negara produsen padi terkemuka ketiga di dunia setelah Republik Rakyat Cina dan India telah mampu memproduksi padi sebesar 96.430.000 ton dari total produksi dunia sebesar 431.309.000 ton pada tahun 2007. Pada tahun 2008/2009, Indonesia mampu memproduksi sebanyak 36.250.000 ton dari total produksi dunia sebesar 434.586.000 ton (Departemen Pertanian, 2008). Di Indonesia, tanaman padi mampu memberikan kesempatan kerja, meningkatan lebih dari 18 juta kesejahteraan petani seiring dengan meningkatnya produksi dan telah dijadikan sebagai makanan pokok bagi berbagai lapisan masyarakat. Selain itu, padi juga dijadikan sebagai komoditas ekspor sebagai suatu keberhasilan di sektor pertanian dan pangan yang dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan pemilu guna melestarikan kekuasaan penguasa. (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2006). Oleh karena itu, padi mampu dipandang sebagai komoditas yang strategis karena dapat dijadikan sebagai komoditas ekonomi,sosial, dan politik oleh penduduk Indonesia.
Menurut Badan Pusat Statistika (BPS), produksi padi di Indonesia pada tahun 2007 sebanyak 54.199.000 ton dengan luas panen 11.041.000 ha dan produksinya meningkat pada tahun 2008 sebanyak 4,76% menjadi 60.325.925 ton dengan luas 12.327.425 ha. Pada tahun 2009, produksi padi terus meningkatkan sebanyak 63.840.066 ton dengan luas 12.842.739 ha. Meningkatkan produksi padi sangat penting dalam menjaga stabilitas ketahanan pangan nasional dan layak mendapat prioritas utama dalam program pembangunan sehingga dibutuhkan salah satu komponen teknologi untuk meningkatkan produksi dan mutu produksi melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Salah satu peningkatan produksi dan mutu melalui program intensifikasi ialah yaitu penggunaan benih varietas unggul. Penggunaan benih varietas unggul memiliki potensi genetik budidaya tanaman yang dapat mempengaruhi produktivitas yang tinggi, mutu tinggi, ekonomis dan mampu mengabaikan faktor lingkungan sebaik apapun. Menurut Sadjad (1999), mutu benih yang tinggi mencakup mutu fisik, fisiologis dan genetik dipengaruhi oleh proses penanganannya dari produksi sampai akhir periode simpan, sehingga penggunaan benih varietas unggul harus mendapatkan perhatian lebih besar dalam upaya meningkatkan produktivitas pertanian kita. Dalam upaya meningkatkan produktivitas pertanian, sebagian besar luas areal panen tanaman padi di Indonesia telah banyak didominasi oleh penggunaan benih padi varietas unggul nasional yang diminati oleh petani karena memiliki banyak keunggulan dan keuntungan. Beberapa varietas unggul nasional yang cukup diminati oleh para petani
untuk ditanam diantara yaitu varietas Ciherang, varietas Cigeulis dan varietas Cilamaya Muncul (Anonim, 2008). Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2005), padi varietas Ciherang dan Cigeulis merupakan salah satu varietas unggul legendaris yang sangat diminati untuk ditanam karena harga benihnya yang lebih ekonomis, produktivitas tinggi, mudah dirawat, hemat pupuk, daya adaptasinya yang luas dan tahan terhadap beberapa hama penyakit seperti hama wereng coklat biotipe 2,3 serta bakteri hawar strain IV. Untuk benih padi varietas Cilamaya Muncul juga memiliki banyak keunggulan seperti rasa nasinya yang pulen dengan produksinya yang tinggi. Ketiga varietas ini sama-sama memiliki potensi hasil sebesar ± 8 ton/ha sehingga menjadi varietas benih padi yang cukup diminati oleh petani untuk ditanam di areal pertanaman padi. Minat petani yang tinggi akan benih varietas unggul diiringi dengan kebutuhan benihnya yang tinggi setiap musim tanamnya sehingga penyediaan benih harus mampu dipenuhi kebutuhannya. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan benih setiap musim tanamnya yaitu melalui penyimpanan benih. Penyimpanan benih umumnya terjadi pada benihbenih tanaman pangan, terutama terjadi pada benih-benih yang tidak dapat langsung ditanam seperti benih yang terbawa ke musim selanjutnya (carry over). Tujuan dari penyimpanan benih ialah untuk mempertahankan viabilitas dalam benih selama periode simpan yang panjang. Namun, selama dalam tahapan ini terdapat kendala dalam mempertahankan viabilitas benih yaitu adanya proses kemunduran benih (seed deterioration). Menurut Sadjad (1993), kemunduran benih ialah suatu proses perubahan merugikan, tidak dapat dicegah dan dihentikan yang terjadi dalam benih secara
menyeluruh yang membuat viabilitasnya menurun dan mati. Viabilitas benih berangsurangsur menurun seiring dengan bertambahnya kemunduran benih. Menurut Sadjad (1994), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan yaitu vigor awal dan faktor enforced. Vigor awal benih ditentukan oleh faktor innate (faktor genetik) dan faktor induced yang mencakup kondisi lapang tempat benih disimpan yaitu kelembaban, suhu, dan kadar air benih. Ditinjau dari faktor yang mempengaruhi viabilitas benih, maka terdapat dua cara yang dapat dilakukakan untuk menjaga viabilitas benih selama penyimpanan yaitu dengan cara menurunkan suhu dan menurunkan kadar air benih sebelum disimpan. Namun, menurunkan kadar air benih dinilai lebih efektif karena lebih ekonomis dibandingkan harus menurunkan suhu ruang penyimpanan menggunakan pendingin ruangan. Menurunkan kadar air benih yang sesuai dan dengan penggunaan teknologi yang tepat maka dapat menghambat kemunduran benih sehingga benih mampu melewati periode simpan dengan mempertahakan viabilitasnya tetap tinggi. Salah satu teknologi yang dapat dilakukan ialah penggunaan kemasan (Rineka Cipta, 1992). Terdapat berbagai macam jenis kemasan yang sering digunakan untuk mengemasi benih, seperti karung, aluminium foil, kantong, kaleng, botol, plastik, dll. Umumnya benih sering disimpan dengan menggunakan penyimpanan sementara yaitu dengan menggunakan kemasan karung karena mudah didapat tetapi kemasan ini memiliki kekurangan yaitu dapat mempercepat penurunan viabilitas benih. Oleh karena itu, diupayakan alternatif lain yaitu penggunaan kemasan plastik untuk mengemasi benih guna mempertahankan viabilitas benih tetap tinggi selama periode simpan.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah kemasan plastik lebih baik dalam mempertahankan viabilitas benih padi dibandingkan dengan kemasan karung? 2. Apakah viabilitas benih semakin menurun dengan bertambahnya umur simpan? 3. Berapa lama kedua jenis kemasan mampu mempertahankan viabilitasnya tetap tinggi dengan daya berkecambah di atas 80% selama periode simpan? 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah yang telah dibuat, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh kemasan plastik dalam mempertahankan viabilitas benih padi dibandingkan dengan kemasan karung. 2. Mengetahui menurunnya viabilitas benih selama periode simpan. 3. Membandingkan berapa lama kedua jenis kemasan mampu mempertahankan viabilitasnya tetap tinggi dengan daya berkecambah di atas 80% selama periode simpan padi.