BAB I PENDAHULUAN. 2011a). Tahun 2010 Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kejadian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah

I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic. nyamuk Aedes aegypti (Kemenkes, 2010). Indonesia merupakan negara

I. PENDAHULUAN. Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. provinsi dan 2 kota, menjadi 32 kasus (97%) dan 382 kasus (77%) kabupaten/kota pada

BAB I PENDAHULUAN. beriklim tropis dengan jumlah penduduk yang tidak sedikit. Rekapitulasi data kasus hingga 22 Agustus 2011 menunjukkan Case

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis

BAB I PENDAHULUAN. WHO melaporkan dengue merupakan mosquito-borne disease yang tercepat

I. PENDAHULUAN. yang ditularkan ke manusia dengan gigitan nyamuk Aedes Aegypty.

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan

I. PENDAHULUAN. dan mematikan bagi manusia, seperti demam berdarah (Aedes aegypti L.), malaria

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang. disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. utama di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, Indonesia UKDW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan. tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya,

BAB l PENDAHULUAN. manusia. Nyamuk yang memiliki kemampuan menularkan penyakit ini

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah

I. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005).

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MOJO (Aegle marmelos L.) TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan UKDW. data dari World Health Organization (WHO) bahwa dalam 50 tahun terakhir ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. memburuk setelah dua hari pertama (Hendrawanto dkk., 2009). Penyebab demam

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan di Indonesia. Pertama kali DBD terjadi di Surabaya pada tahun

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara

BAB I PENDAHULUAN. salah satu masalah kesehatan yang sangat penting karena kasus-kasus yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan. penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan di negaranegara. subtropis. Penyakit ini endemik dibeberapa negara

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di. Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14

BAB I LATAR BELAKANG

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue. hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit virus yang

BAB I PENDAHULUAN. Dengue adalah salah satu penyakit infeksi yang. dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah

I. PENDAHULUAN. bagi manusia, seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan chikungunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. Infeksi virus dengue merupakan vector borne disease. Nyamuk Aedes

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan tanda-tanda tertentu dan disebarkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah cukup besar yang menyangkut kesehatan masyarakat di negara-negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. organisme termasuk manusia. Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN BANYUWANGI

I. PENDAHULUAN. sumber daya manusia. Dalam hal upaya pengendalian Aedes aegypti, perlu

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilaporkan pada WHO setiap tahun, akan tetapi WHO mengestimasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Serangga selain mengganggu manusia dan binatang. melalui gigitannya, juga dapat berperan sebagai vektor

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini. DBD merupakan salah satu masalah kesehatan utama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yang menjadi vektor dari penyakit Demam Berdarah ini dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena. rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Aedes aegypti L. merupakan jenis nyamuk pembawa virus dengue,

BAB 1 PENDAHULUAN. hampir di seluruh belahan dunia terutama negara tropik dan subtropik sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. dengue (DEN) dari kelompok Arbovirus B, yaitu termasuk arthtropod-borne virus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 dan yang terbaru adalah Den-5.

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP JUMLAH NYAMUK Aedes aegypti YANG HINGGAP PADA TANGAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan Indonesia merupakan negara tropik yang mempunyai kelembaban

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA BLITAR

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga. merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang penyebarannya

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011a). Tahun 2010 Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kejadian DBD tertinggi di Asia Tenggara. Jumlah kasus pada tahun 2010 sebanyak 156.086 dengan jumlah kasus kematian 1.358 orang (Kemenkes RI, 2011b). Angka kejadian tahun 2013 sebanyak 112.511 kasus dengan angka kematian sebesar 871 orang kematian. Pada tahun 2014 sampai awal bulan April tercatat angka kesakitan DBD sebesar 13.031 kasus dengan jumlah kasus kematian 110 orang (Kemenkes RI, 2014). Menurut hasil tersebut, angka kejadian DBD di Indonesia telah mengalami penurunan, namun hingga tahun 2013, kejadian luar biasa (KLB) DBD masih ditemukan di Lampung Selatan dengan jumlah 44 kasus (Kemenkes RI, 2013). DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kedalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4

2 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. (Suhendro et. al., 2009 dan WHO, 2009). Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dari seseorang yang sedang mengalami viremia. Virus yang berada di kelenjar liur nyamuk berkembang biak dalam 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada gigitan berikutnya. Jika virus sudah masuk dan berkembang dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk tersebut dapat menularkan virus dengue seumur hidupnya (infiktif). Dalam tubuh manusia virus memerlukan waktu tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit (Roose A, 2008). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan Program Nasional Penanggulangan DBD melalui Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 581 Tahun 1992 yang terdiri dari 8 program pokok. Program tersebut meliputi surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB, pemberantasan vektor, penatalaksanaan kasus, penyuluhan, kemitraan dalam wadah kelompok kerja operasional (Pokjanal) DBD, peran serta masyarakat seperti jumantik (juru pemantau jentik), pelatihan, dan penelitian (Kemenkes RI, 2011a). Pengendalian vektor sebagai salah satu upaya pemberantasan DBD masih merupakan upaya utama yang dilakukan untuk memutus rantai penularan. Pengendalian vektor secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan insektisida yang diaplikasikan secara space spraying, yaitu pengkabutan

3 (thermal fogging) dan ultra low volume (cold fogging) (Suwasono dan Soekirno, 2004). Pemberantasan dengan menggunakan senyawa kimia dapat memutuskan siklus penularan dengan cepat, namun senyawa kimia sintetik dapat menyebabkan sifat resisten pada nyamuk dan menimbulkan masalah bagi lingkungan. Cara lain yang dapat dilakukan adalah pengendalian secara alamiah dengan pemanfaatan hewan-hewan predator larva serta tumbuhtumbuhan yang tidak disukai nyamuk. Insektisida hayati mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, relatif aman dan bersifat selektif. Oleh karena itu, sangat penting untuk menggali potensi insektisida botani sebagai bahan pengendalian nyamuk vektor penyakit (Salaki dan Sembiring, 2009). Ovisida atau insektisida alami yang baik adalah yang tidak menimbulkan perubahan pada ph dan warna pada media air, serta kandungan zat yang tidak membahayakan (WHO, 2005a). Penelitian tentang pengendalian DBD dengan cara memutuskan rantai penularan menggunakan bahan alami sudah banyak dilakukan pada fase telur, larva, maupun nyamuk dewasa. Penelitian pada fase telur telah dilakukan oleh Govindarajan dan Karuppannam (2011) dengan menggunakan ekstrak daun Eclipta alba (Eclipta alba L) yang mengandung senyawa aktif seperti saponin, alkaloid, dan flavonoid. Penelitian tersebut menunjukkan terdapatnya kegagalan pada penetasan telur A. aegypti pada konsentrasi 300 ppm. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Aulia (2014) dengan menggunakan ekstrak buah mahkota dewa merah (Phaleria macrocarpa) yang mengandung senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tannin,

4 fenol, lignan, sterol, dan minyak atsiri sebagai ovisida A. aegypti. Ekstrak tersebut terbukti mempengaruhi daya tetas telur dengan hambatan daya tetas tertinggi adalah 1%. Penelitian lain dengan menggunakan ekstrak dari lima jenis tanaman berbeda dengan efektivitas ovicida tertinggi pada ekstrak buah kawista (Limonia acidissima L) yang mengandung senyawa aktif flavonoid, saponin, dan tanin pada konsentrasi 500 ppm (Reegan et. al., 2014). Senyawa tumbuhan dengan fungsi insektisida diantaranya merupakan golongan saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, steroid dan minyak atsiri (Naria, 2005). Daun sirsak adalah salah satu tanaman yang telah diteliti dapat bersifat insektisida terhadap larva A. aegypti karna mengandung senyawa aktif berupa alkaloid, saponin, tanin, acetogenin, dan annonin (Harfriani, 2012). Saponin merupakan senyawa entomotoxicity yang dapat menyebabkan kematian pada larva, kerusakan pada membran telur, gangguan reproduksi dan pencernaan pada tingkat larva, pupa, dan dewasa (Chaieb, 2010). Terpenoid, flavonoid dan alkaloid memiliki aktivitas hormon juvenile yang menyebabkan gangguan pada perkembangbiakan telur A. aegypti menjadi larva (Elimam et. al., 2009). Daun sirsak (Annona muricata L) mengandung alkaloid, saponin, tanin, acetogenin, dan annonin yang dapat digunakan sebagai insektisida (Ruliansyah et. al., 2009). Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai efektivitas ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) sebagai ovisida A. aegypti. Diharapkan penelitian ini akan memberikan hasil yang

5 cukup baik sehingga dapat menjadi pilihan dalam upaya pengendalian vektor khususnya A. aegypti secara alami. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Apakah ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) efektif menghambat daya tetas telur A. aegypti? 2. Berapakah nilai konsentrasi efektif ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) dalam menghambat daya tetas telur A. aegypti? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui efektivitas ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) dalam menghambat daya tetas telur A. aegypti 1.3.2 Tujuan Khusus Mengetahui konsentrasi efektif ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) dalam menghambat daya tetas telur A. aegypti 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi ilmiah mengenai manfaat daun sirsak serta pengembangan ilmu parasitologi khususnya

6 bidang entomologi dalam upaya pengendalian vektor penyebab demam berdarah. 1.4.2 Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti. b. Masyarakat Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan khasiat lain dari daun sirsak (Annona muricata L). c. Institusi Pendidikan Dapat menambah informasi ilmiah dan dapat dijadikan sebagai referensi atau acuan bagi penelitian selanjutnya.