DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN KEMBANG SEPATU (Hibiscus rosa-sinensis L.) TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans Ade Jasmi Astuti, Gustina Indriati, Yosmed Hidayat Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat Email: adejasmi57@gmail.com ABSTRACT Hibiscus plant (Hibiscus rosa-sinensis L.) is one of the plants medicine in Indonesia, which has the chemical compounds that act as an antifungal. Hibiscus plant is used as a cure thrush. Sprue is a disease caused by C. albicans. This research aims to determine the ability of hibiscus leaf extract in inhibiting the growth of C. albicans and to determine the most effective concentration of the extracts of hibiscus leaf in inhibiting the growth of C. albicans. This research was conducted on January 2017 in Padang State University Laboratory. This research is an experimental research using the agar diffusion method with a completely randomized design (CRD). This research was conducted with 6 treatments and 3 replications that treatment hibiscus leaf extract concentration of 10%, 15%, 20%, 25%, 30% and positive control while using albothyl. The data is processed by the Analysis Of Variance (ANOVA) showed that F count > F table then followed by Least Significant Difference (LSD) test to obtain hibiscus leaf extract concentration of 30% was significantly different from other concentration. The results of the research showed that the extract hibiscus leaf has the ability to inhibit the growth of C. albicans with an average diameter at concentration of 5%, 10%, 15%, 20%, 30% are 7, 83 mm, 7.93 mm, 8.17 mm, 8.27 mm, 10.49 mm and 9.17 mm on albothyl as positive control, the most effective concentration found in concentrations of 30%. Based on these results concluded that hibiscus leaf extracts have the ability to inhibit the growth of C. albicans with the most effective concentration was 30%. Keywords: Leaf hibiscus (Hibiscus rosa-sinensis L.), Candida albicans. PENDAHULUAN Indonesia mempunyai tanaman obat yang sangat beragam, sehingga penggunaan tumbuhan tradisional dan produk dari alam sering digunakan dalam mengobati berbagai penyakit termasuk penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan jamur. Definisi Obat Tradisional menurut UU No 23 tahun 1992 adalah bagian atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, atau campuran dari bahan tersebut yang dugunakan secara turun-temurun oleh masyarakat. Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional adalah kembang sepatu. Salah satu tumbuhan obat yang ada di Indonesia adalah tumbuhan kembang sepatu (Priskila, 2014). Daun kembang sepatu bermanfaat bagi masyarakat terutama dalam pengobatan penyakit yang disebabkan jamur seperti sariawan, karena terkandung senyawa antijamur yaitu flavonoid, saponin, dan tanin, senyawa tersebut dapat menghambat berkembangnya jamur dalam tubuh (Mariyani,
2016). Salah satu jamur yang dapat menyebabkan penyakit sariawan adalah Candida albicans. Jamur tersebut akan merugikan jika bertambah atau meningkatnya jumlah jamur tersebut sehingga dapat mengganggu metabolisme tubuh, terutama dalam saluran pencernaan (Entjang, 2003). Sariawan adalah suatu kelainan yang terjadi di lapisan mukosa mulut yang paling sering ditemukan pada manusia yang disebabkan oleh mikroorganisme, selain itu sariawan juga dapat disebabkan karena tidak terjaganya kebersihan mulut, kekurangan vitamin C dan vitamin B (Mumpuni, 2013). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka timbul pertanyaan tentang kemampuan daya hambat ekstrak daun kembang sepatu terhadap pertumbuhan Candida albicans, dan tentang konsentrasi ekstrak daun kembang sepatu yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. Untuk itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang peran daun kembang sepatu sebagai anti jamur sehingga dapat dijadikan obat alternatif untuk menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan daya hambat ekstrak daun kembang sepatu terhadap pertumbuhan Candida albicans, dan tentang konsentrasi ekstrak daun kembang sepatu yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan Candidaalbicans. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan eksperimen dengan metode difusi agar menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Negeri Padang pada bulan Januari 2017. Bahan yang digunakan adalah isolat murni Candida albicans yang telah diremajakan dengan jumlah 6 perlakuan yaitu ekstrak daun kembang sepatu konsentrasi 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, albothyl 2% sebagai kontrol positif dan 3 ulangan. Pengamatan dilakukan setelah biakan diinkubasi hingga 24 jam kemudian dilihat dan diamati zona bening yang terbentuk disekitar kertas cakram yang berisi sampel ekstrak daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.). Pengukuran dilakukan terhadap zona bening yang terbentuk dengan menggunakan jangka sorong, ulangan pengukuran dilakukan tiga kali pengulangan sehingga didapatkan hasil rata-ratanya untuk mendapatkan diameter zona bening yang terbentuk untuk masing-masing konsentrasi. Data hasil pengamatan dianalisis dengan Analisis Sidik Ragam (ANOVA), pada penelitian ini terdapat perbedaan pengaruh pemberian konsentrasi perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf α5%. HASIL Hasil pengujian ekstrak daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) pada beberapa konsentrasi uji menunjukkan adanya zona hambat terhadap pertumbuhan Candida albicans. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa ekstrak daun kembang sepatu mampu menghambat pertumbuhan C. albicans. Ratarata zona bening pada perlakuan F tidak berbeda nyata dengan perlakuan A, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. Zona hambat terbesar terdapat pada perlakuan F (konsentrasi 30%) sebesar 10,49 mm, zona hambat terkecil terdapat pada perlakuan B (konsentrasi 10%) sebesar 7, 83 mm, dan pada kontrol positif (Albothyl 2%) didapatkan ratarata sebesar 9,17 mm. Hasil pengukuran pengujian ekstrak daun kembang sepatu terhadap pertumbuhan C. albicans dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 1.Zona hambat yang terbentuk pada medium PDA, (A) biakan jamur C. albicans, (B) zona hambat, (C) kertas cakram. A B C
Tabel 1.Rata-rata diameter zona hambat yang terbentuk pada masing-masing perlakuan ekstrak daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) terhadap pertumbuhan C. albicans. Rata-rata zona Perlakuan Notasi hambat (mm) F. Daun kembang sepatu konsentrasi 30% 10,49 a A. Albothyl 2% 9,17 a E. Daun kembang sepatu konsentrasi 25% 8,27 b D. Daun kembang sepatu konsentrasi 20% 8,17 b C. Daun kembang sepatu konsentrasi 15% 7,93 b B. Daun kembang sepatu konsentrasi 10% 7,83 b Ket: Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda, berbeda nyata pada taraf α 5% menurut Uji Beda Nyata Terkecil (BNT). PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa semua konsentrasi ekstrak daun kembang sepatu dan kontrol albothyl memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan C. albicans yang ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekeliling kertas cakram.terbentuknya zona bening diakibatkan oleh adanya senyawa aktif yang dihasilkan oleh ekstrak daun kembang sepatu yang berperan sebagai antijamur. Menurut Siswandono dan Soekardjo (2000) antifungi adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi yang disebabkan oleh fungi. Tabel 1 menunjukkan rata-rata diameter zona hambat ekstrak daun kembang sepatu terhadap C. albicans setelah diinkubasi 24 jam pada medium PDA. Rata-rata diameter zona hambat pada ekstrak daun kembang sepatu yang dihasilkan mengalami peningkatan seiring dengan konsentrasi ekstrak yang digunakan. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi perlakuan yang digunakan, maka semakin tinggi pula kemampuan ekstrak daun kembang sepatu dalam menghambat pertumbuhan C. albicans. Pelczar and Chan (1988) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu zat anti mikroorganisme akan semakin cepat pula sel mikroorganisme mati atau terhambat pertumbuhannya. Zona hambat terbesar dari ekstrak daun kembang sepatu terdapat pada konsentrasi 30% yaitu sebesar 10,49 mm, sedangkan zona hambat yang terkecil terdapat pada konsentrasi 10% yaitu sebesar 7,83 mm. Besar atau kecilnya zona yang terbentuk kemungkinan dipengaruhi oleh jumlah senyawa antijamur yang terdapat pada daun kembang sepatu. Albothyl digunakan sebagai kontrol positif dengan konsentrasi 2% memiliki zona hambat sebesar 9,17%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak daun kembang sepatu, masing-masing konsentrasi mengalami peningkatan rata-rata diameter zona hambat. Hasil penelitian Priskila dkk (2014) mengenai uji daya hambat ekstrak daun kembang sepatu terhadap bakteri E. coli juga mengalami peningkatan diameter zona hambat. Daya hambat yang ditimbulkan ekstrak daun kembang sepatu dipengaruhi oleh adanya senyawa kimia yang terkandung didalamnya yaitu flavonoid, saponin, dan tanin (Pelczar and Chan 1988). Masing-masing senyawa zat antijamur tersebut memiliki mekanisme yang berbeda dalam menghambat pertumbuhan C. albicans. Menurut Boedirahardjo dalam Ilyas (2008) flavonoid yang merupakan senyawa fenol dapat menyebabkan kerusakan membran sel sehingga terjadi kebocoran isi sel dan berakibat lisis. Saponin memiliki kemampuan mempengaruhi absorbs zat aktif dan secara farmakologi mengganggu tegangan permukaan dinding sel. Ketika tegangan permukaan terganggu, zat antimikroba akan masuk dengan mudah kedalam sel dan akan mengganggu metabolisme yang dapat meningkatkan permeabilitas membrane sehingga menyebabkan kerusakan dinding sel. Tanin merupakan senyawa komplek yang tersusun dari polifenol yang sukar dipisahkan dan tidak membentuk Kristal. Tanin tersebar hampir pada semua tumbuhan dan biasanya terdapat pada bagian daun, buah, akar, dan
batang. Tanin dan senyawa turunannya bekerja dengan jalan menciutkan selaput lender pada saluran pencernaan dan dibagian kulit yang luka (Harborne, 1978). Menurut Trimujoko (2005) dalam Uswatun (2012), aktivitas antijamur dikategorikan mempunyai sensitivitas rendah jika diameternya 6-9 mm, lalu dikategorikan sensivitas sedang jika diameternya antara 9-12 mm dan dikategorikan tinggi jika zona hambat mencapai >12 mm. Berdasarkan kategori di atas maka konsentrasi 10%, 15%, 20% dan 25% dari ekstrak daun kembang sepatu dikategorikan sensitivitas rendah, sedangkan konsentrasi 30% dan dikategorikan sensitivitas sedang karena diameternya sebesar 10,49 mm. Konsentrasi yang efektif dalam menghambat pertumbuhan C. albicans yaitu konsentrasi 30%. Hal ini dikarenakan aktivitas antijamur pada konsentrasi 30% termasuk kedalam kategori sensivitas sedang dalam menghambat pertumbuhan C. albicans (Uswatun, 2012). Selain itu, Pelczar & Chan (1988) mengatakan suatu zat antibiotic yang ideal hendaknya memiliki sifat-sifat diantaranya harus mempunyai kemampuan untuk merusak atau menghambat mikroorganisme pathogen spesifik. Adanya perbedaan zona hambat pada konsentrasi ekstrak daun kembang sepatu 30% dengan ekstrak daun kembang sepatu 10%, 15%, 20%, dan 25%, kemungkinan disebabkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kembang sepatu, menyebabkan zona hambat semakin bagus untuk menghambat pertumbuhan C. albicans. Menurut Hermawan et al. (2007) dan Reveny (2012) dalam Rampa, 2013 semakin besar jumlah senyawa antijamur yang terkandung di dalam ekstrak menyebabkan zona hambat semakin besar atau semakin efektif untuk menghambat pertumbuhan C. albicans. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Ekstrak daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) memiliki kemampuan antijamur dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. 2. Konsentrasi yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan C. albicans pada perlakuan F (konsentrasi 30%) dan dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk sariawan. SARAN Setelah dilakukan penelitian tentang daya hambat ekstrak daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) terhadap pertumbuhan Candida albicans, maka penulis menyarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan zat aktif dari ekstrak daun kembang sepatu yang memiliki aktivitas antijamur yang lebih spesifik. DAFTAR PUSTAKA Entjang, Indah. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Ilyas, Muhammad. 2008. Daya Hambat Ekstrak Buah Mengkudu Terhadap Pertumbuhan Candida albicans. Jurnal Dentofacial. Vol 7 No. 1. Hlm 7-12. Mariyani. 2016. Uji Aktivitas Antifungi EkstrakEtanol Bunga Sepatu (Hibiscus rosa sinensis L. ), dan Bunga Sepatu Kuncup (Malvaviscus arborens Cav.) terhadap Candida albicans. Skripsi FMIPA. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Mumpuni, Yekti & Pratiwi Erlita. 2013. 45 Masalah & Solusi Penyakit Gigi dan Mulut. Yogyakarta: Rapha Publishing. Pelczard MJ dan Chan ECS. 1988. Dasar- Dasar Mikrobiologi 1. Terjemahan. Jakarta: UI. Priskila, Christy, Fatimawati, dan Widya A. Lolo. 2014. Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 3 No. 2. Hlm 93-98. Rampa, Esther. 2013. Daya Hambat Ekstrak Etanolik Buah Sirih Hijau (Piper betle L.) Terhadap Pertumbuhan Jamur Candida albicans (ATCC 1805). Jurnal Biologi Papua. Vol 5 No.2. Hlm 77-83. Sari, Mella dan Cicik Suryani, 2014.Pengaruh Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Dalam
Menghambat Pertumbuhan Jamur Candida albicans secara In Vitro. Prosiding Seminar Nasional Biologi dan Pembelajarannya. Hlm 325-332. Uswatun, Khoirotunnisa Hasanah. 2012. Uji Daya Antifungi Propolis Terhadap Candida albicans dan Pityrosporum ovale. Skripsi Fakultas Kedokteran. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.