BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan pemberdayaan dalam pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penerapan prinsip-prinsip good governance.dalam rangka pengaplikasian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus pada PEMKOT Surakarta Tahun )

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Mahi (2001)

BAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewenangan daerah dalam menjalankan pemerintahannya pada masa

EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENERAPKAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan dampaknya ke seluruh dunia, termasuk negara berkembang pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain

BAB I PENDAHULUAN. merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang. Nomor 25 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

ANALISIS PERKEMBANGAN DAN PERBANDINGAN KINERJA KUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN SUKOHARJO DAN KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah daerah di Indonesia bertumpu pada Anggaran Pendapatan

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA JAMBI DI LIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada daerah itu sendiri secara

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61 persen.

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap pelayanan prima dari pemerintah yang berorientasi pada kepuasan masyarakat semakin besar sejak era reformasi belakangan ini. Untuk itu dituntut untuk semakin dikembangkan manajemen pemerintah yang berbasis kinerja. Penerapan otonomi daerah diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Karena secara dimensi administratif, dengan adanya otonomi daerah penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat relatif lebih efektif. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan agar mampu melahirkan kepemimpinan daerah yang efektif dengan memperhatikan prinsip demokrasi, persamaan, keadilan, dan kepastian hukum dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan diberlakukannya otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Otonomi daerah memberikan kewenangan luas kepada daerah untuk merencanakan, melaksanakan, mengawas, mengendalikan hingga mengevaluasi semua urusan pemerintahan kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan

keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama, dan kewenangan lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dengan otonomi daerah maka dituntut kemandirian daerah di dalam mengatur dan menetapkan kebijakan pemerintahan di daerah menurut prakasa dan aspirasi masyarakat. Untuk itu daerah harus memperkuat struktur perekonomiannya sehingga pemerintah daerah harus memiliki sumber-sumber keuangan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintah daerahnya. Dalam hal ini pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola dan menggali sumbersumber keuangannya agar dapat membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Pelaksanaan otonomi daerah dipandang sebagai suatu strategi yang memiliki tujuan ganda. Pertama, pemberian otonomi daerah untuk merespon tuntutan masyarakat atas tiga isu utama yaitu sharing of power, distribution of income, dan kemandirian sistem manajemen di daerah. Kedua, otonomi daerah dimaksudkan untuk memperkuat perekonomian daerah dalam rangka menghadapi era perdagangan bebas (Mardiasmo, 2002:25). Dengan adanya perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik yang diamanatkan dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 2000 yang telah direvisi dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah maka dituntut kemandirian daerah dalam mengatur perekonomian daerahnya masing-masing baik dari sisi perencanaan, pembangunan, maupun pembiayaannya. Dalam mengatur

perekonomian daerah dibutuhkan sumber daya manusia dan juga sumber daya ekonomi berupa keuangan yang dituangkan dalam suatu anggaran pemerintah daerah. Kemandirian daerah dalam mengatur perekonomiannya dapat digambarkan melalui kinerja keuangan yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif atau memenuhi value for money serta partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan keadilan akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya mengurangi jumlah pengangguran serta menurunkan tingkat kemiskinan. Komposisi Belanja APBD Provinsi Sumatera Utara Agregat Prov., Kab.,dan Kota dalam milyaran 14,000.00 12,000.00 10,000.00 8,000.00 6,000.00 4,000.00 2,000.00 0.00 B. Pegawai 8,103.58 2008 9,369.62 2009 11,130.86 2010 12,897.50 2011 B. Barang Jasa 2,931.21 3,194.80 3,538.80 4,650.89 B. Modal 4,195.82 4,348.26 3,974.11 5,724.67 B. Lain2 1,297.39 1,826.14 1,700.68 1,943.86 Gambar 1.1. Komposisi Belanja APBD Provinsi Sumatera Utara Dari grafik pada Gambar 1.1 di atas terlihat komposisi Belanja APBD Provinsi Sumatera Utara dari agregat Kabupaten/Kota. Porsi belanja pegawai jauh lebih besar dibanding belanja barang/jasa, belanja modal dan belanja lainnya. Sedangkan belanja yang dapat menyokong pertumbuhan ekonomi yang bertujuan

pemerataan kemakmuran adalah belanja pembangunan. Hal ini menjadi alasan peneliti untuk melakukan analisis kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara terhadap pertumbuhan ekonomi pengangguran dan kemiskinan. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya (Halim, 2007:230). Penggunaan analisa rasio ini pada sektor publik masing jarang dilakukan, padahal manfaatnya sangat besar untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja pemerintah untuk kemudian dapat ditingkatkan dari tahun ke tahun. Selain kinerja keuangan pemerintah daerah, peneliti juga tertarik untuk meneliti investasi pemerintah sebagai variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan karena investasi diharapkan dapat mendukung perekonomian dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang teguh untuk pencapaian pemanfaatan tenaga kerja yang optimal dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tingkat pengangguran di Sumatera Utara secara keseluruhan cenderung mengalami penurunan dari tahun 2009 sebesar 8,45% menjadi 6,2% pada tahun 2012. Demikian juga dengan persentase jumlah penduduk miskin yang berada di perkotaan dan pedesaan yaitu sebesar 11,51% pada tahun 2009 turun menjadi 10,67% pada tahun 2012. Data tingkat pengangguran terbuka dan persentase penduduk miskin di provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1. Tingkat Pengangguran Terbuka dan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Utara Tahun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Persentase Jumlah Penduduk Miskin Kota+Desa 2009 8,45 11,51 2010 7,43 11,31 2011 6,37 11,33 2012 6,2 10,67 Sumber: BPS-Survey Sosial Ekonomi Nasional 2004 2012 dan www.djpk.depkeu.go.id Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti memandang perlu untuk melakukan penelitian dengan judul: Analisis Kinerja Keuangan dan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, Dan Kemiskinan di Kabupaten Dan Kota Propinsi Sumatera Utara. 1.2 Rumusah Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: a. Apakah kinerja keuangan (berupa rasio kemandirian, rasio efektifitas, dan rasio keserasian belanja) dan investasi pemerintah pada pemerintah kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi? b. Apakah pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara berpengaruh secara langsung terhadap pengangguran?

c. Apakah pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara berpengaruh secara langsung terhadap kemiskinan? d. Apakah kinerja keuangan (berupa rasio kemandirian, rasio efektifitas, dan rasio keserasian belanja) dan investasi pemerintah pada pemerintah kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara berpengaruh secara tidak langsung terhadap pengangguran? e. Apakah kinerja keuangan (berupa rasio kemandirian, rasio efektifitas, dan rasio keserasian belanja) dan investasi pemerintah pada pemerintah kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara berpengaruh secara tidak langsung terhadap kemiskinan? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menguji secara langsung pengaruh kinerja keuangan (berupa rasio kemandirian, rasio efektifitas dan rasio keserasian belanja) dan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara. 2. Menguji secara langsung pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran pada kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara. 3. Menguji secara langsung pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan pada kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara. 4. Menguji secara tidak langsung pengaruh kinerja keuangan (berupa rasio kemandirian, rasio efektifitas dan rasio keserasian belanja) dan investasi

pemerintah terhadap pengangguran melalui pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara. 5. Menguji secara tidak langsung pengaruh kinerja keuangan (berupa rasio kemandirian, rasio efektifitas dan rasio keserasian belanja) dan investasi pemerintah terhadap kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu: 1. Bagi peneliti, menambah wawasan mengenai pengaruh kinerja keuangan yaitu rasio kemandirian, rasio efektifitas dan rasio keserasian belanja serta investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dan selanjutnya bagaimana pengaruh kinerja keuangan dan investasi pemerintah terhadap pengangguran dan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi. 2. Bagi para pengguna laporan keuangan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, menjadi masukan untuk menganalisis kinerja keuangan sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan sebagai dasar pengambilan keputusan guna meningkatkan kinerja sehingga dapat lebih meningkatkan pelayanan yang prima kepada masyarakat. 3. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi literatur dan memperkaya pengembangan ilmu di bidang sektor publik, khususnya dalam menilai kinerja keuangan pemerintah dan investasi pemerintah yang memenuhi tujuan pertumbuhan ekonomi yaitu pemerataan kesejahteraan.

1.5. Originalitas Penelitian tentang analisis kinerja keuangan dan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan (di Kabupaten dan Kota Propinsi Sumatera Utara) ini merupakan replikasi dari peneliti Hamzah (2007) yang melakukan penelitian Analisa Kinerja Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran Dan Kemiskinan: Pendekatan Analisis Jalur (Studi Pada 29 Kabupaten Dan 9 Kota Di Propinsi Jawa Timur Periode 2001 2006). Hasil penelitian Hamzah (2007) menunjukkan bahwa kinerja keuangan berupa rasio kemandirian1, rasio kemandirian2 dan rasio efisiensi berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan rasio efektifitas berpengaruh tidak secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengujian pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran menunjukkan pengaruh secara positif, sedangkan pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan terdapat pengaruh secara negatif. Pengaruh secara tidak langsung antara kinerja keuangan dengan pengangguran dan kemiskinan menunjukkan bahwa rasio kemandirian1, rasio kemandirian2 dan rasio efisiensi secara tidak langsung berpengaruh terhadap pengangguran dan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamzah (2007) adalah : 1. Variabel independen dalam penelitian terdahulu adalah kinerja keuangan berupa rasio kemandirian1, rasio kemandirian2, rasio efektifitas dan rasio efisiensi. Sedangkan dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen

adalah kinerja keuangan berupa rasio kemandirian, rasio efektifitas dan rasio keserasian belanja. Penulis tidak menyertakan rasio efisiensi dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan dalam memperoleh data biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah. 2. Penelitian terdahulu hanya menggunakan satu variabel independen yaitu kinerja keuangan (dalam beberapa rasio) namun penelitian ini menambah variabel lain di luar kinerja keuangan yaitu variabel investasi pemerintah. 3. Penelitan terdahulu mengambil populasi di kota/kabupaten pada Propinsi Jawa Timur mulai tahun 2001 sampai tahun 2006. Sedangkan penelitian ini mengambil populasi di kota/kabupaten Propinsi Sumatera Utara dalam periode tahun 2009-2011.