I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena memiliki harga jual yang tinggi. Kandungan vitamin C yang cukup tinggi pada cabai dapat memenuhi kebutuhan harian setiap orang (75 mg hingga 200 mg vitamin C), namun harus dikonsumsi secukupnya untuk menghindari nyeri lambung (Prajnanta, 2001). Budaya kuliner nusantara sering menggunakan cabai sebagai bahan campuran industri makanan. Sebagian besar bumbu masakan Indonesia memakai cabai sebagai bahan utama maupun pelengkap (Setiadi, 2000). Menurut Badan Pusat Statistik atau BPS (2011), pada tahun 2009 produksi cabai di Indonesia mencapai 7,04 ton/ha, sedangkan pada tahun 2010 produksi cabai di Indonesia hanya mencapai 3,83 ton/ha. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan cabai tercatat pada kisaran 3 kg/kapita/tahun. Apabila jumlah penduduk Indonesia sebanyak 250 juta, maka per tahunnya dibutuhkan sebanyak 750.000 ton cabe (Warisno dan Dahana, 2010). Kebutuhan cabai setiap tahun mengalami peningkatan, sedangkan produksinya sangat rendah bila dibandingkan dengan peningkatan kebutuhan yang mencapai 18% tiap tahun (Ratulangi, 2004). Salah satu penyebab menurunnya produksi cabai adalah adanya gangguan penyakit yang menyerang tanaman sejak disemaikan sampai dipanen. Gangguan penyakit pada tanaman cabai sangat kompleks, baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Bahkan dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar dan menurunnya mutu cabai (Duriat, 2009). Hal ini dapat merugikan petani karena menurunkan kuantitas dan kualitas hasil panen, sehingga harga jualnya menjadi lebih murah (Semangun, 2002). Penyakit yang umum menyerang tanaman cabai adalah layu bakteri, yang disebabkan oleh Ralstonia sp. (Fegan and Prior, 2005). Selain tanaman cabai, patogen ini juga dapat menginfeksi tanaman tomat (Aspiras dan de la Cruz, 1985), kentang (Gunawan, 1995), tembakau (Arwiyanto, 1998), jahe (Mulya et al., 1
2000), pisang (Sumardiyono et al., 2001), dan nilam (Nasrun et al, 2007). Data survei Agustus 2015 ke petani di Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali, menunjukkan bahwa selain layu bakteri, tanaman cabai juga banyak diserang oleh hama seperti nematoda. Untuk menanggulangi penyakit tanaman, khususnya cabai dan tanaman tomat, petani sangat tergantung pada pestisida kimia, karena senyawa ini sangat mudah didapatkan dan efeknya sangat cepat. Pengunaan pestisida kimia yang berkesinambungan dalam waktu lama dengan konsentrasi berlebih akan meninggalkan residu berbahaya di dalam tanah dan menyebabkan berbagai dampak negatif pada lingkungan. Tidak jarang residu senyawa ini menyebabkan masalah kesehatan pada manusia den hewan peliharaan (Brimer dan Boland, 2003). Untuk mengurangi efek negatif senyawa pestisida kimia, maka perlu dikembangkan metoda alternatif yang lebih aman dan ramah lingkungan untuk mengendalikan penyakit tanaman. Salah satu metoda yang banyak dikembangkan adalah pemanfaatan musuh alami dari patogen tanaman (metoda biokontrol) (Irianto, 2003; Muliani et al., 2003; Widanarni et al., 2003). Berbagai spesies mikroba, seperti dari genus Bacillus, telah banyak dipakai dalam pengendalian masalah penyakit tanaman (Chrisnawati dkk, 2009). Bacillus spp seperti Bacillus sp. strain 1324-92, mempunyai kemampuan mengendalikan penyakit take-all pada akar gandum yang disebabkan oleh Gaeumannomyces graminis dan busuk akar yang disebabkan Pythium irregulare dan P. ultimum (Dai-Soo Kim et al, 1997). Selanjutnya Arwiyanto dan Hartana (1999), mengemukakan bahwa perendaman akar tembakau dalam suspensi Bacillus sp. (10 8 cfu/ml) selama 30 menit mampu menekan perkembangan penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia sp. Dalam penelitian lain juga telah dilaporkan bahwa Bacillus spp Bc 26 efektif mengendalikan penyakit layu bakteri nilam secara langsung (antagonis) melalui produksi antibiotik dan siderofor mulai dari laboratorium, rumah kaca, sampai di lapang (Chrisnawati dkk, 2009). 2
Bacillus juga dilaporkan sebagai sebagai bakteri penginduksi ketahanan tanaman dan sebagai Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Schipper et al., 1987). Hal ini disebabkan oleh kemampuan bakteri PGPR ini melarutkan fosfat (Premono, 1998) dan menghasilkan hormon pertumbuhan tanaman diantaranya indole acetic acid (IAA) (Marwiyah, 2009). Berbagai jenis probiotik tanah telah berkembang dan beredar di lapangan sebagai upaya untuk mewujudkan pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Wujudnya bervariasi dari yang berupa cairan sampai berbentuk tablet. Salah satu produk yang telah banyak beredar dilapangan adalah CustomBio-BiotaMax. CustomBio-BiotaMax adalah probiotik alami dan organik untuk tanah. Produk ini mengandung bakteri dan jamur menguntungkan yang secara alami ditemukan pada tanah-tanah yang sehat dan produktif. Mikroba-mikroba ini dapat berperan dalam membantu tanaman untuk tumbuh lebih besar dan lebih baik. Pada produk ini terdapat beberapa jenis bakteri (khususnya dari genus Bacillus, seperti Bacillus subtilis, B. laterosporus, B. lincheniformus, B. megaterium, dan B. pumilus) dan jamur (khususnya dari genus trichoderma, seperti Trichoderma harzianum, T. viride, T. koningii, dan T. polysporum). Selain itu juga terdapat bakteri Paenibacillus polimyxa sebagai penambat nitrogen alami. Varian produk CustomBio yang dapat ditemukan dilapangan antara lain Custom B5, Custom GP, dan Custom N2 yang merupakan hasil dari sebuah program pengembangan dan penelitian secara extensif di Amerika Serikat (Biosystem Group, 1992). Pengkajian produk ini sebagai salah satu komponen teknologi pupuk hayati yang mampu meningkatkan mutu dan produksi pertanian sangat penting untuk didalami, karena produk CustomBio ini belum banyak diujikan untuk penanggulangan penyakit tanaman di Bali. Walaupun mengandung mikroba yang banyak dan lengkap, kemampuan mikroba-mikroba tersebut masih perlu dikaji, karena kondisi lingkungan di Bali sangat berbeda dengan kondisi lingkungan di Amerika dimana produk ini dikembangkan untuk pertama kalinya. Berdasarkan pada latar belakang tersebut maka pada penelitian ini diisolasi bakteri antagonis 3
yang terdapat di dalam produk CustomBio, dan diuji efektivitasnya untuk menanggulangi penyakit layu bakteri pada tanaman cabai di Bali. 1.2. Rumusan Masalah Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah bakteri Bacillus sp. dapat diisolasi dari produk CustomBio? 2. Apakah bakteri Bacillus sp. mampu menghambat patogen penyebab layu bakteri pada cabai secara in vitro? 3. Apakah bakteri Bacillus sp. yang menunjukkan efektivitas tinggi pada uji in vitro memberikan hasil yang sama pada uji skala rumah kaca? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang diharapkan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengisolasi bakteri Bacillus sp. dari produk CustomBio. 2. Untuk mengetahui daya hambat bakteri Bacillus sp. yang diisolasi dari produk CustomBio terhadap bakteri patogen penyebab layu bakteri pada cabai dalam percobaan skala laboratorium (in vitro). 3. Untuk mengetahui efektivitas bakteri Bacillus sp. yang diisolasi dari produk CustomBio pada percobaan skala rumah kaca dalam menghambat bakteri penyebab layu bakteri pada cabai. 1.4. Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian yang berkenaan dengan penggunaan bakteri Bacillus sp. yang diisolasi dari produk CustomBio, maka diharapkan dapat dipakai sebagai metoda alternatif bagi petani untuk mengendalikan penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia sp. pada tanaman cabai di Bali. 4
5