IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR. Oleh : ADAM SURYA PRAJA F

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm DEW1 WULAN RATNASARI

DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : ERLY PRATITA F

Lampiran 1. Peta Kebon Duren, Depok, Jawa Barat. Skala : 1: 100. Sumber : http// jabodetabek/7/8/2009

POLA PENYEBARAN AIR REMBESAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL. Oleh MARIE HANNASTRY F

POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR. Oleh : ADAM SURYA PRAJA F

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Gleisol B. Sifat Fisik Tanah

ANALISIS DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL TANAH. Oleh : MOHAMAD JAYADI F

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : Analisa Pola Penyebaran Aliran Air Tanah Pada Model Tanggul

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi

INFO TEKNIK Volume 8 No. 2, JULI 2007 ( Hubungan Teoritis Antara Berat Isi Kering dan Kadar Air untuk Menentukan Kepadatan Relatif

BAB IV HASIL PENELITIAN. dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di

ANALISIS DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL YANG DILENGKAPI SALURAN DRAINASE KAKI UNTUK JENIS TANAH LATOSOL DARMAGA, BOGOR OLEH :

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak

POLA ALIRAN DI DALAM TUBUH MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : DEWI WULAN RATNASARI F

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

PENENTUAN KOEFISIEN PERMEABILITAS TANAH TAK JENUH AIR SECARA TIDAK LANGSUNG MENGGUNAKAN SOIL-WATER CHARACTERISTIC CURVE

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

UJI KOMPAKSI ASTM D698 DAN ASTM D1557

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanah Homogen Isotropis

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS

DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : ERLY PRATITA F

KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR

kelompok dan sub kelompok dari tanah yang bersangkutan. Group Index ini dapat

UJI LABORATORIUM RESAPAN BERPORI SEBAGAI PENANGGULANGAN BANJIR DAERAH GENANGAN KOTA MAKASSAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung yang berasal dari

BAB III METODE PENELITIAN

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pemanfaatan tanah dalam bidang teknik sipil memegang peranan penting,

KOMPOSISI TANAH. Komposisi Tanah 2/25/2017. Tanah terdiri dari dua atau tiga fase, yaitu: Butiran padat Air Udara MEKANIKA TANAH I

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.

BAB II LANDASAN TEORI

PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR. Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. tanggul, jalan raya, dan sebagainya. Tetapi, tidak semua tanah mampu mendukung

BAB III. METODE PENELITIAN. pemodelan tanggul ini dibutuhkan peralatan yang telah dirancang sesuai

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO...

BAB 4. HASIL DAN ANALISIS PENYELIDIKAN TANAH

TUGAS MEKANIKA TANAH

Disusun oleh : RETNO SANTORO MELYANNY SITOHANG INDAH SEPTIANY DWITARETNANI DIMAZ PRASETYO

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL BANDUNG 2004 ABSTRAK

STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm. Oleh : DIAS KURNIASARI F

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH

ANALISIS UJI KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH DI LABORATORIUM DENGAN MODEL PENDEKATAN. Anwar Muda

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Lapisan bumi ditutupi oleh batuan, dimana material tersebut mengandung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

KONSOLIDASI. Konsolidasi.??? 11/3/2016

UJI KONSOLIDASI (CONSOLIDATION TEST) ASTM D2435

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

Korelasi antara OMC dengan Batas Plastis pada Proses Pemadatan untuk Tanah Timbun di Aceh

KESIMPULAN DAN SARAN

STUDI POTENSI TANAH TIMBUNAN SEBAGAI MATERIAL KONSTRUKSI TANGGUL PADA RUAS JALAN NEGARA LIWA - RANAU DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT. G.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Gleisol

KORELASI CBR DENGAN INDEKS PLASTISITAS PADA TANAH UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL BERBAHAN TANAH GLEISOL. Oleh DIAN OKTAVIA RANTESAPAN F

PERMEABILITAS DAN ALIRAN AIR DALAM TANAH

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK PEREDAM ENERGI TIPE BAK TENGGELAM (CEKUNG) DENGAN MODEL FISIK DUA DIMENSI

KUAT GESER 5/26/2015 NORMA PUSPITA, ST. MT. 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DINAMIKA MESIN DAN TANAH PEMADATAN TANAH

BAB III LANDASAN TEORI. saringan nomor 200. Selanjutnya, tanah diklasifikan dalam sejumlah kelompok

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi,

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN CAMPURAN DENGAN KOMPOSISI 75% FLY ASH DAN 25% SLAG BAJA PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF TERHADAP NILAI CBR DAN SWELLING

BAB V RESUME HASIL PENELITIAN

PENAMBAHAN LEMPUNG UNTUK MENINGKATKAN NILAI CBR TANAH PASIR PADANG ABSTRAK

MEKANIKA TANAH KEMAMPUMAMPATAN TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

II. TINJAUAN PUSTAKA

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

PENGGUNAAN TANAH PUTIH TONGGO (FLORES) DENGAN ABU SEKAM PADI UNTUK STABILISASI TANAH DASAR BERLEMPUNG PADA RUAS JALAN NANGARORO AEGELA

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah Gleisol Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi asli tanah dan dapat menentukan jenis tanah. Pada penelitian ini digunakan tanah gleisol di Kebon Duren, pada kedalaman 20-40 cm. Sifat-sifat fisik tanah gleisol dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Sifat-sifat fisik tanah gleisol,kebon Duren, Depok Sifat Fisik Nilai Fraksi Liat (%) 45.00 Debu (%) 30.83 Pasir (%) 24.17 Kadar air tanah lapang (%) 15.09 Berat isi kering (g/cm 3 ) 1.21 Permeabilitas (cm/jam) 0.13 Berat jenis tanah 2.69 Porositas (n) 0.62 Angka pori (e) 1.66 Potensial air tanah, pf 2.59 Gambar 14. Klasifikasi tanah gleisol berdasarkan sistem USDA 66

Berdasarkan Tabel 7, tanah gleisol yang digunakan dapat diklasifikasikan menurut sistem klasifikasi segitiga tekstur sistem USDA. Klasifikasi menurut segitiga tekstur sistem USDA didasarkan pada fraksi liat, debu dan pasir. Hasil penelitian menunjukkan tanah gleisol tergolong dalam kelas liat seperti terlihat pada Gambar 15. Hasil uji sifat fisik tanah gleisol selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. 1. Uji Tekstur Tanah Uji tekstur adalah pengujian yang paling pertama dilakukan sebelum pengujian lainnya. Uji tekstur bertujuan untuk membuktikan bahwa tanah gleisol memiliki liat yang lebih tinggi daripada latosol yang telah digunakan pada penelitian sebelumnya. Semakin besar kandungan liat pada tanah, maka semakin baik untuk dijadikan bahan pembuatan tanggul karena dapat menahan air lebih baik. Dari hasil uji tekstur diperoleh bahwa tanah gleisol memiliki kandungan liat sebesar 45%. Berdasarkan penelitian sebelumnya (Ratnasari, 2007) kadar liat pada tanah latosol adalah sebesar 27.49%. Maka, terbukti bahwa tanah gleisol memiliki kandungan liat yang lebih tinggi daripada tanah latosol. Hasil uji tekstur tanah gleisol selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. 2. Permeabilitas Nilai koefisien permeabilitas yang diperoleh merupakan rata-rata dari tiga kali ulangan percobaan yang dilakukan dengan metode falling head. Besarnya nilai koefisien permeabilitas dipengaruhi oleh porositas dan angka pori tanah. Semakin besar porositas dan angka pori maka semakin besar pula koefisien permeabilitasnya (Sumarno,2003). Semakin kecil nilai permeabilitas tanah, maka nilai RC (kepadatan relatif) akan semakin besar, dan juga berarti tanggul semakin padat (Kurniasari, 2007). Pengukuran permeabilitas tanah yang dilakukan pada contoh tanah yang diambil dari tubuh tanggul setelah pengaliran sebesar 0.13 cm/jam. Nilai permeabilitas yang didapat pada penelitian kali ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (Ratnasari, 2007) untuk tanah latosol yaitu, 1.17 67

cm/jam. Hal ini disebabkan kandungan liat tanah gleisol lebih besar daripada tanah latosol, sehingga daya menahan air tanah gleisol juga lebih besar daripada tanah latosol. Berdasarkan klasifikasi permeabilitas menurut sesuai pada Tabel 1, tanah gleisol yang digunakan untuk pembuatan model tanggul termasuk ke dalam kelas permeabilitas rendah. Hasil pengukuran nilai permeabilitas tanah tanggul setelah dialiri dapat dilihat pada Lampiran 8. 3. Pengukuran Kadar Air Pengukuran kadar air yang dilakukan menggunakan metode basis kering dengan 3 sampel pada setiap pengukurannya. Dari pengukuran ini didapatkan nilai kadar air optimum rata-rata uji tumbuk manual dari dua kali pengulangan sebesar 35.92%. 4. Pengukuran Potensial Air Tanah (pf) Tabel 8. Hasil pengukuran nilai pf model tanggul Kadar Air (%) pf Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 0 53.17 53.40 53.17 0.5 47.61 53.17 46.48 1 46.89 48.36 46.13 1.5 44.21 47.70 44.32 2 42.26 47.69 42.35 2.5 36.30 36.30 36.30 3 33.24 33.24 33.24 3.2 31.16 31.16 31.16 4.2 28.95 28.95 28.95 Penentuan nilai potensial air tanah (pf) dilakukan dengan percobaan langsung yang menggunakan sand box dan wide range pf meter. Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diperoleh nilai pf sebesar 2,59 pada kadar air 35.92% (kadar air optimum hasil uji proctor) melalui interpolasi. Nilai pf yang diperoleh untuk kadar air optimum sama dengan nilai pf untuk kadar air optimum tanah oxisol (Praja dkk, 2007). Semakin jenuh tanah, maka nilai pf akan semakin rendah, tanpa terpengaruh oleh berat isi kering atau kepadatan 68

tanah. Grafik uji pf disajikan pada Gambar 15 dan hasil pengukuran nilai pf model tanggul disajikan pada Tabel 8. Gambar 15. Grafik uji pf model tanggul untuk 3 ulangan B. Sifat Mekanik Tanah Sifat mekanik tanah berhubungan dengan pergerakan partikel tanah. Sifat mekanik tanah gleisol dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Sifat mekanik tanah gleisol (Kebon Duren, Depok) Sifat Mekanik Nilai (%) Batas cair 74.44 Batas plastis 42.66 Indeks plastisitas 31.78 Kadar air optimum 35.92 5. Uji Konsistensi Tanah Uji konsistensi tanah terdiri dari uji batas cair, uji batas plastis, dan penentuan indeks plastisitas. Hubungan antara batas cair dan indeks plastisitas digunakan dalam klasifikasi tanah sistem Unified. Sistem klasifikasi Unified didasarkan dari hasil analisis konsistensi tanah yaitu menggunakan batas cair 69

dan batas plastis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah gleisol tersebut memiliki nilai batas cair (LL) adalah sebesar 74.44 % dan batas plastis (PL) sebesar 42.66 %. Nilai indeks plastisitas (PI) yang merupakan selisih dari batas cair dan batas plastis adalah sebesar 31.78 %. Nilai-nilai batas cair dan indeks plastisitas tersebut diplotkan ke dalam grafik klasifikasi tanah pada Gambar 15. Hasil dari plot tersebut didapatkan bahwa tanah gleisol berada pada daerah MH yaitu lanau anorganik plastisitas tinggi (Craig, 1987). Gambar 16. Klasifikasi tanah gleisol berdasarkan sistem Unified 6. Uji Pemadatan Uji pemadatan dilakukan dengan uji proctor sebagai uji standar. Dari hasil uji pemadatan tersebut diperoleh kadar air optimum, berat isi kering, berat isi basah dan berat isi jenuh. Pada penelitian ini uji pemadatan dilakukan dua kali ulangan dan hasil pengujian tertera pada Tabel 10 dan Tabel 11. Dari tabel di atas, didapatkan rata-rata kadar air optimum adalah sebesar 35.92 % dan rata-rata berat isi kering maksimum ( dmax ) sebesar 1.20 g/cm 3. Nilai kadar air optimum dan berat isi kering maksimum tersebut merupakan nilai uji pemadatan standar sebagai acuan untuk melakukan pemadatan, baik uji pemadatan di laboratorium maupun pemadatan di lapangan. Pada penelitian 70

sebelumnya untuk jenis tanah latosol (Herlina, 2003) diperoleh kadar air optimum sebesar 33.50 %, berat isi kering sebesar 1.30 g/cm 3, berat isi basah sebesar 1.74 g/cm 3, dan berat isi jenuh sebesar 1.40 %, sedangkan penelitian (Ratnasari, 2007) diperoleh kadar air optimum sebesar 33.02 %, berat isi kering sebesar 1.26 g/cm 3, berat isi basah sebesar 1.68 g/cm 3, dan berat isi jenuh sebesar 1.41 %. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh jenis tanah yang digunakan berbeda dan juga dapat diakibatkan pada proses pemadatan yang tidak konsisten sehingga energi pemadatan yang diberikan berbeda. Wesley (1973) menyatakan bahwa tanah yang dipakai untuk pembuatan tanggul, bendungan tanah, atau dasar jalan harus dipadatkan untuk menaikkan kekuatannya, memperkecil kompresibilitas, dan daya rembes air serta memperkecil pengaruh air terhadap tanah tersebut. Tujuan pemadatan tanah di lapangan yaitu memadatkan tanah pada keadaan kadar air optimumnya, sehingga tercapai keadaan yang paling padat. Dengan demikian tanah tersebut akan mempunyai kekuatan yang relatif besar, kompresibilitas kecil, dan memperkecil pengaruh air terhadap tanah. Menurut Pratita (2007), tanah yang memiliki kadar air rendah maka tanah tersebut akan mengeras atau kaku dan sukar dipadatkan. Jika kadar air ditambahkan, maka air itu akan berfungsi sebagai pelumas sehingga tanah tersebut akan mudah dipadatkan dan ruang kosong antara butir menjadi lebih kecil. Pada kadar air yang lebih tinggi lagi, tingkat kepadatan tanah akan turun lagi karena pori-pori tanah menjadi penuh terisi air yang tidak dapat dikeluarkan dengan cara pemadatan. Hasil perhitungan uji pemadatan standar selengkapnya pada Lampiran 5. 7. Uji Tumbuk Manual Uji tumbuk manual dilaksanakan di laboratorium dengan alat dan energi pemadatan tertentu. Alat yang digunakan dalam uji tumbuk manual maupun proses pemadatan tanggul ini adalah penumbuk (rammer) yang terbuat dari kayu. Pada proses uji tumbuk manual dipergunakan cetakan dengan ukuran yang telah disesuaikan dengan rammer buatan. 71

Spesifikasi pemadatan pada Tabel 5 diperoleh dari pengujian yang dilaksanakan dengan variasi jumlah tumbukan untuk mendapatkan nilai kadar air yang mendekati optimum dan berat isi kering yang mendekati maksimum dari hasil pengujian standar. Berat isi kering dihitung berdasarkan persamaan (15), sedangkan kadar air diteliti kembali dengan persamaan (4). Uji tumbuk manual dilakukan 2 kali ulangan dengan 3 lapisan tanah pada setiap ulangan dan jumlah tumbukan yang berbeda seperti terlihat pada Lampiran 6. Dari hasil uji tumbuk manual didapatkan nilai energi pemadatan sebesar 241.326 kj/m 3 dan RC 90.60% dengan jumlah tumbukan 160. Untuk mendapatkan nilai RC yang besar, maka dibutuhkan energi pemadatan yang besar. Tingkat energi pemadatan yang besar akan meningkatkan nilai berat isi keringnya. Jumlah tumbukan yang didapatkan akan dijadikan pembanding dalam menghitung jumlah tumbukan yang akan diberikan pada model tanggul dengan menggunakan persamaan (17).. Lapisan ke- Tabel 10. Jumlah tumbukan pada tiap lapisan Panjang (cm) Lebar (cm) Luas Permukaan (cm 2 ) Jumlah Tumbukan 1 140 50 7000 933 2 119 50 5950 793 3 110 50 5500 733 4 93 50 4650 620 5 76 50 3800 507 6 63 50 3150 420 7 50 50 2500 333 8 33 50 1650 220 Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan jenis tanah latosol, diperoleh hasil uji tumbuk manual yang berbeda menurut Darmastuti (2005) diperoleh RC sebesar 91. 44% dengan jumlah tumbukan sebanyak 75 tumbukan dan tinggi jatuhan 20 cm, sedangkan menurut Ratnasari (2007) diperoleh RC sebesar 84.13% dengan jumlah tumbukan sebanyak 150 tumbukan dan tinggi jatuhan 20 cm. Hal ini dapat disebabkan karena kadar air optimum yang didapatkan berbeda karena perbedaan jenis tanah yang 72

digunakan. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh energi yang diberikan pada saat penumbukan tidak konsisten. Jumlah energi pemadatan pada uji tumbuk manual dihitung dengan menggunakan persamaan (13) dan diperoleh CE (energi pemadatan) adalah sebesar 241 326 kj/m 3. Nilai RC pada penelitian Ratnasari (2007) sebesar 84.13% lebih kecil daripada nilai RC tanah gleisol yang digunakan kali ini yaitu sebesar 90.60%. Nilai permeabilitas pada penelitian Ratnasari (2007) lebih besar daripada nilai RC tanah gleisol yang digunakan kali ini. Hal ini membuktikan bahwa semakin padat susunan partikel tanah tubuh tanggul, maka permeabilitas semakin kecil Lee dan Singh (1971) dalam Bowles (1989) menyebutkan bahwa kepadatan relatif yang bersesuaian dengan kerapatan relatif nol adalah 80% sehingga kepadatan relatif tidak akan pernah kurang dari 80%. Kepadatan relatif merupakan tolok ukur angka pori di lapangan yang dinyatakan dalam berat isi maksimum (ρ d maks ), minimum (ρ d min ) dan di lapangan (ρ dn ) sebagai: Dr = dmaks x dn dn dmaks d min d min (18) Setelah diperoleh hasil uji tumbuk manual, maka dibuatlah model tanggul dengan pemadatan. Perlakuan pemadatan sama dengan perlakuan uji tumbuk manual dengan jumlah lapisan sebanyak 8 lapisan. Jumlah tumbukan pada tiap lapisan tertera pada Tabel 10. Perhitungan jumlah tumbukan tiap lapisan pada model tanggul disajikan pada Lampiran 7. Setelah tanggul terbentuk dalam kotak model, air dialirkan. C. Penyebaran Air Rembesan Pada Model Tanggul Tabel 11. Debit inlet pada model tanggul Ulangan Q in (ml/det) 1 91.6 2 90.3 3 80.6 Rata-rata 87.5 Debit aliran air (debit inlet) yang diberikan pada model tanggul diukur sebanyak 3 kali ulangan untuk setiap pembuatan model tanggul. Rata-rata debit 73

inlet yang diberikan yaitu 87.5 ml/det. Nilai debit inlet rata-rata yang diberikan lebih besar daripada nilai debit inlet pada penelitian Ratnasari (2007) yaitu sebesar 60.0 ml/det. Selama pengaliran dilakukan pengambilan foto pada model tanggul setiap 3 menit. Debit inlet (Q in ) yang diberikan pada tiga kali ulangan disajikan pada tabel 11. Tabel 12. Hasil pengukuran debit rembesan (Q out ) Volume (ml) Q out (ml/jam) ulangan t Ulangan Ulangan (menit) Tanggul Tanggul Tanggul Tanggul Tanggul Tanggul 1 2 3 1 2 3 0 0 0 0 0 0 0 0 1 5 168 112 170 2016 1342.8 2041.2 2 10 330 196 316 1980 1177.2 1897.2 3 15 498 284 464 1980 1137.6 1857.6 4 20 670 374 612 2016 1123.2 1836.0 5 25 840 462 762 2016 1108.8 1828.8 6 30 1010 554 912 2016 1108.8 1825.2 7 35 648 1060 1112.4 1818.0 8 40 742 1210 1112.4 1814.4 9 45 836 1360 1116.0 1814.4 Gambar 17. Grafik debit rembesan 74

Rata-rata debit outlet yang terjadi pada 3 kali pembuatan model tanggul yaitu 1648.8 ml/jam atau 0.458 ml/det. Pengukuran debit outlet dilakukan setiap 5 menit mulai dari air keluar melalui pipa outlet sampai debit outlet konstan. Debit outlet (Q out ) pada model tanggul disajikan pada Tabel 12 dan diberikan dengan bentuk grafik seperti Gambar 17. 1. Pengamatan Garis Freatik Pengamatan langsung terhadap model tanggul mempermudah dalam mempelajari teori garis aliran pada tubuh tanggul. Melalui pengamatan ini dapat dilihat secara langsung bagaimana proses perembesan air yang terjadi di dalam tubuh tanggul. Dengan adanya proses perembesan air secara visual ini maka dapat dibandingkan hasilnya dengan teori yang sudah ada. Kelebihan yang diperoleh dari penggunaan model ini yaitu dapat menggambarkan batas atas dari rembesan sehingga garis aliran yang terjadi dapat diperoleh secara lebih tepat untuk menggambarkan kondisi sesungguhnya di lapangan (Jumikis, 1962 dalam Praja, 2007). Hal ini disebabkan adanya kemungkinan beberapa kondisi batas pada tanggul di lapangan yang tidak dapat diperhitungkan dalam teori, sehingga menyebabkan perbedaan hasil antara teori dan kondisi di lapangan. Percobaan pada model tanggul yang dialiri air dilakukan sebanyak 3 kali ulangan untuk diamati garis freatiknya setiap 3 menit. Waktu yang dibutukan untuk aliran air untuk sampai ke outlet pada setiap ulangan disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Waktu air mencapai outlet dan zona basah (a) model tanggul Ulangan Waktu (menit) a (cm) 1 107 21.00 2 146 23.19 3 104 22.13 Rata-rata 119 22.11 Pengaliran air rata-rata membutuhkan sekitar 119 menit untuk mencapai outlet dengan panjang zona basah (a) rata-rata sebesar 22.11 cm. Nilai panjang zona basah (a) rata-rata yang diperoleh pada penelitian sebelumnya disajikan pada Tabel 14. 75

Pada penelitian ini diperoleh panjang zona basah lebih besar. Hal ini diakibatkan karena perbedaan penggunan jenis tanah maupun ukuran partikel tanah yang digunakan. Selain itu, dapat juga diakibatkan pemadatan pada model tanggul tidak sama sehingga penyebaran air pada tubuh tanggul lebih besar yang mengakibatkan panjang zona basah yang terbentuk lebih besar pula. Tabel 14. Nilai a metode pengamatan langsung penelitian sebelumnya Peneliti a (cm) Ratnasari (2007) 19.9 Darmastuti (2005) 16.0 Latif (2004) 17.7 Panjang zona basah dan waktu yang berbeda-beda yang terjadi pada aliran air untuk menuju outlet disebabkan nilai kepadatan ( d ) yang tidak mungkin persis sama pada setiap ulangan, meskipun spesifikasi pemadatan yang dilakukan sama. Hal itu menyebabkan nilai permeabilitas model tanggul setelah dialiri air juga berbeda. Semakin padat, maka nilai permeabilitas akan semakin kecil. Melalui pengambilan foto secara langsung dapat diketahui garis freatik pada tubuh model tanggul seperti terlihat pada Gambar 18. Pola penyebaran air dalam tubuh tanggul yang dilihat dari pengamatan secara langsung garis freatik secara lengkap disajikan pada Lampiran 9. Garis freatik yang disajikan pada Lampiran 9 adalah perubahan setiap 3 menit. Perubahan yang terjadi tidak terlalu drastis pada setiap 3 menit yang berurutan. Hal ini disebabkan nilai permeabilitas tanah gleisol pada model tanggul setelah pengaliran termasuk dalam nilai rendah. Garis freatik memotong tubuh model tanggul (sampai pada lereng model tanggul) membutuhkan waktu sekitar 99 menit. Semakin rendah nilai permeabilitas, maka garis freatik yang memotong tubuh model tanggul akan semakin lama mencapai lereng model tanggul tersebut. Dengan kata lain, semakin besar nilai permeabilitas, maka akan semakin cepat aliran air (rembesan) pada tubuh model tanggul. 76

Gambar 18. Garis freatik pada model tanggul melalui pengamatan langsung 2. Program Geo-Slope Data dimensi yang dimasukkan ke dalam program Seep/W adalah dimensi model tanggul yang terdapat pada Lampiran 10. Panjang model tanggul adalah 140 cm dan tinggi 20 cm. Nilai pf dan permeabilitas adalah nilai yang digunakan untuk menggambar jaringan aliran pada program Seep/W. Garis freatik hasil program Seep/W pada tubuh model tanggul disajikan pada Gambar 19. Gambar 19. Garis freatik pada model tanggul berdasarkan program Seep/W Gambar 20. Jaringan aliran pada model tanggul berdasarkan program Seep/W 77

Penggambaran jaringan aliran dilakukan sesuai dengan prosedur yang dikemukakan oleh Hardiyatmo (1992). Melalui program Seep/W diperoleh panjang zona basah sebesar 18.44 cm. Nilai ini merupakan nilai yang paling mendekati dengan aktualnya (pengamatan langsung). Dari gambar analisis program Seep/W dan pengamatan langsung pada model tanggul melalui pengambilan foto aliran, bentuk garis rembesan/garis freatik model tanggul dari hulu ke hilir tanggul akan semakin menurun. Garis freatik terbentuk karena adanya pergerakkan air di sebelah hulu menuju bagian hilir tanggul. Dengan adanya tekanan air di sebelah hulu maka akan ada kecenderungan terjadinya aliran air melewati pori-pori di dalam tubuh tanggul. Apabila gaya yang menahan lebih besar dari gaya yang mengalirkan maka aliran air tidak akan memotong tubuh tanggul, sebaliknya jika gaya yang menahan lebih kecil daripada gaya yang mengalirkan maka aliran air akan cepat sampai ke bagian hilir tanggul. Peristiwa ini dapat dicirikan dengan adanya lereng basah pada bagian hilir tanggul atau dikenal dengan panjang zona basah (a). Jaringan aliran yang terjadi pada tubuh model tanggul melalui program Seep/W digambarkan seperti Gambar 20. Tanggul dialiri air dengan debit yang tetap yaitu 87.5 ml/det. Garis garis ekuipotensial terbentuk pada daerah hulu tanggul dan tegak lurus dengan garis aliran. Garis freatik yang merupakan batas antara tanah jenuh dan tidak jenuh merupakan muka air rembesan pada tubuh tanggul. Setiap lapisan tanah yang berada di bawah garis freatik akan jenuh oleh air yang merembes. Air yang merembes membentuk garis aliran mulai dari lereng hulu tanggul dimana air mulai masuk dan merembes sampai pada hilir model tanggul. Garis freatik merupakan garis yang pertama kali menyentuh lereng hilir tanggul dan membentuk zona basah. Menurut Pratita (2007), zona basah yang memotong tubuh tanggul akan menyebabkan terjadinya gejala piping. Jika hal ini dibiarkan terjadi maka debit rembesan melalui piping akan merusak tanggul. Salah satu upaya agar tanggul tetap stabil maka harus dibuat saluran drainase dan penggunaan filter pada tubuh tanggul tersebut. Debit rembesan merupakan kapasitas rembesan air yang mengalir ke hilir model tanggul (Q out ). Debit rembesan yang terjadi pada sebuah tanggul diusahakan agar tidak melebihi debit kritis (Q c ), jika hal tersebut 78

dibiarkan maka kemungkinan akan timbulnya erosi bawah tanah (piping). Besarnya Q c yaitu sekitar 5% dari debit rata-rata yang masuk ke dalam tanggul (Q in ). Debit rembesan (Q out ) pada tanggul untuk penelitian ini dengan pengukuran langsung adalah 1648.8 ml/jam atau 0.458 ml/det, dimana debit kritis (Q c ) sebesar 4.375 ml/det. Maka, pada model tanggul kali ini tidak terjadi piping karena debit rembesan dari ketiga metode lebih kecil dari debit kritisnya (Q out < Q c ). 3. Analisis Grafis Penggambaran jaringan aliran dengan metode grafis adalah berdasarkan dimensi dan penampang melintang model tanggul seperti pada Lampiran 10. Dengan mengetahui nilai dari Hp,, dan d, maka dapat dihitung panjang zona basah (a) menggunakan persamaan (1). Perhitungan zona basah secara empiris dilakukan terhadap model dan keadaan tanggul sebenarnya. Dari perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh nilai a pada model sebesar 12.22 cm dan keadaan sebenarnya 146.59 cm. Jika diperbandingkan maka 12.22 : 146.59 = 1 : 12, sesuai dengan rasio antara ukuran model tanggul dan ukuran tanggul yang sebenarnya. Nilai a sebesar 12.22 cm menunjukkan titik perpotongan antara garis aliran dengan muka model tanggul di sebelah bagian hilir. Nilai a juga berarti bahwa permulaan aliran air yang keluar dari tubuh tanggul terletak pada jarak 12.22 cm dari ujung bawah permukaan model tanggul bagian hilir. Titik inilah selanjutnya yang digunakan sebagai acuan dalam perhitungan dan penggambaran garis freatik. Nilai x dan y merupakan jarak horizontal dan vertikal antara a dengan dasar tanggul. Nilai x o dan y o merupakan jarak horizontal dan vertikal antara a dengan titik pada jarak 0.3S (titik asal garis freatik), yang pada Gambar 4 disebut 0.3D. Garis freatik merupakan kurva parabola, maka dalam penentuannya digunakan persamaan parabola sederhana, yaitu pada persamaan (2) dan (3), sehingga diperoleh nilai K sebesar 1.65 x 10-3 cm -1. Posisi titik titik pada garis freatik dapat diperoleh secara empiris seperti pada Tabel 15. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11. 79

Parameter Jarak horizontal (x i ) Jarak vertikal (y i = K* x 2 i ) Tabel 15. Posisi titik titik pada garis freatik Posisi 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0.000 0.165 0.660 1.485 2.640 4.125 5.940 8.085 10.560 Penggambaran garis freatik dengan program Geo-Slope menunjukkan bahwa tidak ada garik freatik yang berbentuk parabola. Namun mengalami penyesuaian, yaitu berangsur angsur menjadi tegak lurus terhadap muka tanggul pada garis muka air. Hal ini disebabkan karena muka tanggul bagian hulu merupakan garis ekuipotensial dan kemiringan garis ekuipotensial tegak lurus terhadap garis aliran (Wesley, 1973). Gambar 21. Perbandingan letak zona basah untuk 3 metode Gambar 22. Pengaruh kapilaritas pada tubuh model tanggul 80

Penelitian ini menunjukkan nilai panjang zona yang diperoleh secara grafis jauh berbeda dari kedua metode lainnya. Hal ini disebabkan karena analisis grafis tidak memperhitungkan sifat fisik tanah sehingga setiap tanggul dengan dimensi dan perlakuan yang sama dari tiap jenis tanah akan menghasilkan panjang zona basah yang sama secara grafis. Hal ini disebabkan sifat-sifat fisik tanah yang berbeda-beda untuk tiap jenis tanah, dan nilai yang akan digunakan adalah nilai yang diperoleh secara visual. Metode pengamatan langsung dan progran Seep/W cukup mendekati. Oleh karena itu, program Geo- Slope merupakan metode yang paling tepat untuk memperoleh nilai yang mendekati dengan kenyataan sebenarnya. Perbedaan ketiga metode dapat terlihat pada Gambar 21. Rembesan air pada tubuh tanggul mengalir dari batas muka air ke dasar bagian tubuh tanggul. Rembesan air dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan kapilaritas. Meskipun pola aliran pada tanggul selalu bergerak menuju ke bagian dasar tanggul tetapi pengaruh dari kapilaritas tanah dapat terjadi seperti terlihat pada Gambar 21. Akibatnya, bagian tanggul yang berada di atas muka air juga menjadi basah. 81