BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA

dokumen-dokumen yang mirip
1. PRINSIP KERJA CATU DAYA LINEAR

Adaptor. Rate This PRINSIP DASAR POWER SUPPLY UMUM

LAPORAN PENELITIAN INTERNAL

RANGKAIAN PENYEARAH GELOMBANG (RECTIFIER) OLEH: SRI SUPATMI,S.KOM

JOBSHEET SENSOR ULTRASONIC

Pendahuluan. 1. Timer (IC NE 555)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERANCANGAN ALAT. Gambar 3.1 Diagram Blok Pengukur Kecepatan

Praktikum Rangkaian Elektronika MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA

Laporan Praktikum Analisa Sistem Instrumentasi Rectifier & Voltage Regulator

yaitu, rangkaian pemancar ultrasonik, rangkaian detektor, dan rangkaian kendali

8 pin DIP 14 pin DIP

MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA Bagian II

BAB II LANDASAN TEORI

Adaptor/catu daya/ Power Supply

Jurnal Skripsi. Mesin Mini Voting Digital

Rancang Bangun Alat Pengubah Tegangan DC Menjadi Tegangan Ac 220 V Frekuensi 50 Hz Dari Baterai 12 Volt

DIODA SEBAGAI PENYEARAH (E.1) I. TUJUAN Mempelajari sifat dan penggunaan dioda sebagai penyearah arus.

BAB III DASAR PEMILIHAN KOMPONEN. 3.1 Pemilihan Komponen Komparator (pembanding) Rangkaian komparator pada umumnya menggunakan sebuah komponen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pergerakan meja kerja digerakan oleh sebuah motor sebagai penggerak dan poros

BAB II LANDASAN TEORI

VOLTAGE PROTECTOR. SUTONO, MOCHAMAD FAJAR WICAKSONO Program Studi Teknik Komputer, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia

MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKTRONIKA DASAR

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT

KATA PENGANTAR. Surabaya, 13 Oktober Penulis

Simulasi Karakteristik Inverter IC 555

BAB II LANDASAN TEORI. telur,temperature yang diperlukan berkisar antara C. Untuk hasil yang optimal dalam

BAB III PERANCANGAN ALAT. Dalam perancangan dan realisasi alat pengontrol lampu ini diharapkan

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

Workshop Instrumentasi Industri Page 1

Air menyelimuti lebih dari ¾ luas permukaan bumi kita,dengan luas dan volumenya yang besar air menyimpan energi yang sangat besar dan merupakan sumber

BAB II LANDASAN TEORI

PERANCANGAN CATU DAYA DC TERKONTROL UNTUK RANGKAIAN RESONANSI BERBASIS KUMPARAN TESLA

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM TELEKOMUNIKASI ANALOG PERCOBAAN OSILATOR. Disusun Oleh : Kelompok 2 DWI EDDY SANTOSA NIM

TINJAUAN PUSTAKA. Sistem kontrol adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengendalikan,

BAB II LANDASAN TEORI

TEKNIK MESIN STT-MANDALA BANDUNG DASAR ELEKTRONIKA (1)

NAMA : WAHYU MULDAYANI NIM : INSTRUMENTASI DAN OTOMASI. Struktur Thyristor THYRISTOR

ROBOT LINE FOLLOWER ANALOG

BAB 5. MULTIVIBRATOR

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT Flow Chart Perancangan dan Pembuatan Alat. Mulai. Tinjauan pustaka

TEORI DASAR. 2.1 Pengertian

BAB IV CARA KERJA DAN PERANCANGAN SISTEM. Gambar 4.1 Blok Diagram Sistem. bau gas yang akan mempengaruhi nilai hambatan internal pada sensor gas

Elektronika Lanjut. Herman Dwi Surjono, Ph.D.

LAPORAN PRATIKUM TEKNOLOGI DISPLAY DAN TELEVISI OLEH : MUHAMMAD HUSIN 2005 / PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA

Bab V. Motor DC (Direct Current)

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

AVOMETER 1 Pengertian AVO Meter Avometer berasal dari kata AVO dan meter. A artinya ampere, untuk mengukur arus listrik. V artinya voltase, untuk

CIRCUIT DASAR DAN PERHITUNGAN

Politeknik Negeri Bandung

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN

Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS Kampus ITS Sukolilo Surabaya

Modul 03: Catu Daya. Dioda, Penyearah Gelombang, dan Pembebanan. 1 Alat dan Komponen. 2 Teori Singkat. Reza Rendian Septiawan February 11, 2015

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

RANGKAIAN PENYEARAH ARUS OLEH : DANNY KURNIANTO,ST ST3 TELKOM PURWOKERTO

DIODA KHUSUS. Pertemuan V Program Studi S1 Informatika ST3 Telkom

LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIKA MERANGKAI DAN MENGUJI OPERASIONAL AMPLIFIER UNIT : VI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERANCANGAN ALAT

VERONICA ERNITA K. ST., MT. Pertemuan ke - 5

BAB II DASAR TEORI 2.1. Teori Catu Daya Tak Terputus

REKAYASA CATU DAYA MULTIGUNA SEBAGAI PENDUKUNG KEGIATAN PRAKTIKUM DI LABORATORIUM. M. Rahmad

BAB III DESAIN BUCK CHOPPER SEBAGAI CATU POWER LED DENGAN KENDALI ARUS. Pada bagian ini akan dibahas cara menkontrol converter tipe buck untuk

Rangkaian Pembangkit Gelombang dengan menggunakan IC XR-2206

BAB III PERANCANGAN ALAT

LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIKA DASAR 1 PENYEARAH SETENGAH GELOMBANG

BAB II LANDASAN TEORI

Materi 2: ELEKTRONIKA DAYA (2 SKS / TEORI) SEMESTER 106 TA 2016/2017 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA

PRAKTEK TV & DISPLAY

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Modul 04: Op-Amp. Penguat Inverting, Non-Inverting, dan Comparator dengan Histeresis. 1 Alat dan Komponen. 2 Teori Singkat

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB II LANDASAN TEORI

Gambar 2.1. Rangkaian Komutasi Alami.

MODUL 08 OPERATIONAL AMPLIFIER

PERCOBAAN 6 RANGKAIAN PENGUAT KLAS B PUSH-PULL

BAB III SISTEM EKSITASI TANPA SIKAT DAN AVR GENERATOR

PRAKTIKUM TEKNIK TELEKOMUNIKASI 1 / RANGKAIAN LISTRIK / 2015 PERATURAN PRAKTIKUM. 1. Peserta dan asisten memakai kemeja pada saat praktikum

MAKALAH KELOMPOK 2. Converter AC to DC

RANCANG BANGUN SENSOR PARKIR MOBIL PADA GARASI BERBASIS MIKROKONTROLER ARDUINO MEGA 2560

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI ABSTRAK... DAFTAR ISI...

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari perancangan perangkat keras sistem penyiraman tanaman secara

SINKRONISASI DAN PENGAMANAN MODUL GENERATOR LAB-TST BERBASIS PLC (HARDWARE) ABSTRAK

KOMPONEN AKTIF. Resume Praktikum Rangkaian Elektronika

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM. Dalam tugas akhir ini dirancang sebuah modulator BPSK dengan bit rate

Perancangan Sistim Elektronika Analog

BAB III PERANCANGAN SISTEM

PENILAIAN PADA PRAKTIKUM MATAKULIAH PRAKTIKUM ELEKTRONIKA ANALOG

CATU DAYA MENGGUNAKAN SEVEN SEGMENT

SOAL UJIAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DAN PRAKARYA REKAYASA TEKNOLOGI (ELEKTRONIKA)

Jenis-jenis Komponen Elektronika, Fungsi dan Simbolnya

LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIKA DASAR

MODUL 08 Penguat Operasional (Operational Amplifier)

Transkripsi:

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 16 BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA Di dalam jaringan listrik ada 2 sistem jaringan, yaitu jaringan 1 fasa dan jaringan 3 fasa. Jaringan 1 fasa atau disebut juga JTR (Jaringan Tegangan Rendah), jaringan ini hanya melayani rumah rumah saja dan tegangan yang melalui ini hanya 220 Volt. Jaringan 3 fasa atau sebut saja JTM (Jaringan Tegangan Menengah), jaringan ini menampung beban tinggi dan untuk pengaliran tegangan saja. Setiap sistem jaringan, baik jaringan 1 fasa ataupun 3 fasa mempunyai kekurangan dan kelebihan masing masing. Kekurangan dan kelebihan jaringan 1 fasa: 1. Kekurangan sistem 1 fasa: Hanya terdiri dari 2 penghanatar saja yaitu Fasa R dan Netral Beban yang besar di tampung oleh 1 penghantar saja Pada generator 1 fasa, generator menjadi lebih besar. 2. Kelebihan sistem 1 fasa: Lebih simpel karena terdiri hanya 2 Penghantar saja dalam jaringan Ekonomis Kekurangan dan kelebihan sistem 3 fasa 1. Kekurangan sistem 3 fasa Mahal Waktu yang di perlukan lebih lama 2. Kelebihan sistem 3 fasa: tegangan yang besar mampu di bagi menjadi 3 Penghantar yaitu R,S,T dan N Genertaror yang menggunakan sistem ini ukuranya lebih kecil Simple dalam sistem 3 fasa beda setiap fasanya 120 0

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 17 3.1 Sistem Satu Fasa Sistem kelistrikan satu fasa dihasilkan oleh generator satu fasa, yang akan menimbulkan gaya gerak listrik (GGL) satu fasa juga. GGL ini dihasilkan dari kumparan yang berputar dengan kecepatan konstan didalam sebuah medan magnet, dimana poros putaran tegak lurus dengan garis garis medan magnet (Magnetic Lines/Flux). Kemudian dari hasil penelitian GGL tersebut membentuk gelombang sinusoida seperti gambar dibawah ini: Gambar 3.1 Gelombang Sinusoida Dari gambar diatas, dapat ditulis persamaan untuk tegangan ( V ) : V = v 0 Sin 2π f.t.. (1) Dimana: f = 50 Hz, untuk di Indonesia Frekuensi ( f ) adalah jumlah putaran per detik Perioda ( T ) adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu putaran f.t = 1. (2) f = 1 / T atau T = 1 / f 2 π.f = w radian / detik.. (3) Selanjutnya, dapat dilihat bahwa nilai tegangan positif dan nilai tegangan negatif adalah sama besarnya sehingga nilai rata rata tegangan untuk satu putaran adalah sama dengan nol. Keadaan ini berlaku untuk tegangan dan arus ( i ). Untuk menghitung arus atau tegangan bolak balik (AC) adalah dengan cara mengkwadratkan arus dan tegangan, karena i 2 dan v 2 tidak sama dengan nol dan hasilnya selalu positif. Setelah melalui proses perhitungan, di dapatkan hasil dari rata rata tegangan v 2 adalah

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 18 ( v 2 ) = 1/2 v o 2..... (4) Hasil perhitungan ini disebut dengan nilai efektif atau rms (root mean square) v 2 V v rms = (5) Nilai nilai ini yang ditunjukan oleh Ampermeter dan Voltmeter AC. Dengan menggunakan nilai rms dari tegangan dan arus, rumus rumus dari arus searah (DC) dapat digunakan. Sebagai contoh, nilai daya melalui sebuah tahanan (R) adalah : P = ( I 2 R) = ( I 2 ) R I 2 rms R I 2 R Watt... (6) Jadi, rumus P = I 2 R pada arus searah (DC) dapat dipergunakan juga untuk arus bolak balik, bilamana rumus rms yang dipergunakan. 3.2 Sistem tiga fasa Pembangkitan dan transmisi tenaga listrik akan lebih efisien bila menggunakan sistem fasa jamak (polyphase) yang menggunakan dua, tiga atau lebih tegangan sinusoida. Hampir semua tanaga listrik yang dibangkitkan di dunia ini merupakan fasa jamak dengan frekuensi 50 atau 60 Hertz. Frekuensi baku yang dipakai di Indonesia adalah 50 Hertz. Pada umumnya sistem fasa jamak tersebut menggunakan tiga tegangan setimbang yang sama besarnya dan berbeda fasa antara tegangan yang satu dengan yang lain sebesar 120 0. Sumber sumber tegangan fasa tunggal yang telah dibahas merupakan bagian dari suatu sistem fasa tiga setimbang itu. Tiga tegangan fasa tunggal itu nampak terhubung dalam bentuk Y ; dimungkinkan juga untuk menyusun ketiga tegangan fasa tunggal itu dalam bentuk Δ. Ketiga tegangan fasa tunggal itu dibangkitkan oleh sebuah medan fluks berputar yang dimiliki bersama dalam tiga kumparan identik yang terpisah 120 0 antara yang satu dengan yang lain dalam suatu generator listrik tiga fasa. Untuk

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 19 lebih jelas dapat dibuat diagram fasor system tegangan tiga fasa seperti terlihat pada gambar dibawah ini : Gambar 3.2 Diagram fasor Biasanya dalam sistem tiga fasa untuk membedakan fasa fasanya menggunakan huruf huruf sebagai berikut : R,S,T atau U,V,W. kemudian dapat pula digambar gelombang sinusoidanya yang berbeda fasa sebesar 120 0 seperti gambar di bawah ini : Gambar 3.3 Gelombang sinusoida fasa R, S, dan T 3.3 PRINSIP KERJA CATU DAYA LINEAR Perangkat elektronika mestinya dicatu oleh suplai arus searah DC (direct current) yang stabil agar dapat bekerja dengan baik. Baterai atau accu adalah sumber catu daya DC yang paling baik. Namun untuk aplikasi yang membutuhkan catu daya lebih besar, sumber dari baterai tidak cukup.

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 20 Sumber catu daya yang besar adalah sumber bolak-balik AC (alternating current) dari pembangkit tenaga listrik. Untuk itu diperlukan suatu perangkat catu daya yang dapat mengubah arus AC menjadi DC. Pada tulisan kali ini disajikan prinsip rangkaian catu daya (power supply) linier mulai dari rangkaian penyearah yang paling sederhana sampai pada catu daya yang ter-regulasi. 3.4 PENYEARAH (RECTIFIER) Prinsip penyearah (rectifier) yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar 3.4 berikut ini. Transformator (T1) diperlukan untuk menurunkan tegangan AC dari jala-jala listrik pada kumparan primernya menjadi tegangan AC yang lebih kecil pada kumparan sekundernya. Gambar 3.4 Rangkaian penyearah sederhana Pada rangkaian ini, dioda (D1) berperan hanya untuk merubah dari arus AC menjadi DC dan meneruskan tegangan positif ke beban R1. Ini yang disebut dengan penyearah setengah gelombang (half wave). Untuk mendapatkan penyearah gelombang penuh (full wave) diperlukan transformator dengan center tap (CT) seperti pada gambar 3.5 : Gambar 3.5 Rangkaian penyearah gelombang penuh

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 21 Tegangan positif phasa yang pertama diteruskan oleh D1 sedangkan phasa yang berikutnya dilewatkan melalui D2 ke beban R1 dengan CT transformator sebagai common ground. Dengan demikian beban R1 mendapat suplai tegangan gelombang penuh seperti gambar di atas. Untuk beberapa aplikasi seperti misalnya untuk mencatu motor dc yang kecil atau lampu pijar dc, bentuk tegangan seperti ini sudah cukup memadai. Walaupun terlihat di sini tegangan ripple dari kedua rangkaian di atas masih sangat besar. Gambar 3.6 Rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter C Gambar 3.6 adalah rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor C yang paralel terhadap beban R. Ternyata dengan filter ini bentuk gelombang tegangan keluarnya bisa menjadi rata. Gambar 3.7 menunjukkan bentuk keluaran tegangan DC dari rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor. Garis b-c kira-kira adalah garis lurus dengan kemiringan tertentu, dimana pada keadaan ini arus untuk beban R1 dicatu oleh tegangan kapasitor. Sebenarnya garis b-c bukanlah garis lurus tetapi eksponensial sesuai dengan sifat pengosongan kapasitor. Gambar 3.7 Bentuk gelombang dengan filter kapasitor

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 22 Kemiringan kurva b-c tergantung dari besar arus (I) yang mengalir ke beban R. Jika arus I = 0 (tidak ada beban) maka kurva b-c akan membentuk garis horizontal. Namun jika beban arus semakin besar, kemiringan kurva b- c akan semakin tajam. Tegangan yang keluar akan berbentuk gigi gergaji dengan tegangan ripple yang besarnya adalah : V r = V M -V L... (7) dan tegangan dc ke beban adalah V dc = V M + V r /2... (8) Rangkaian discharge penyearah yang baik adalah rangkaian yang memiliki tegangan ripple (Vr) paling kecil. V L adalah tegangan atau pengosongan kapasitor C, sehingga dapat ditulis : V L = V M e -T/RC... (9) Jika persamaan (9) disubsitusi ke rumus (7), maka diperole V r = V M (1 - e -T/RC )... (10) Jika T << RC, dapat ditulis : e -T/RC 1 - T/RC.. (11) Sehingga jika ini disubsitusi ke rumus (10) dapat diperoleh persamaan yang lebih sederhana : V r = V M (T/RC). (12) V M /R tidak lain adalah beban I, sehingga dengan ini terlihat hubungan antara beban arus I dan nilai kapasitor C terhadap tegangan ripple V r. Perhitungan ini efektif untuk mendapatkan nilai tegangan ripple yang diinginkan. V r = I T/C... (13)

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 23 Rumus ini mengatakan, jika arus beban I semakin besar, maka tegangan ripple akan semakin besar. Sebaliknya jika kapasitansi C semakin besar, tegangan ripple akan semakin kecil. Untuk penyederhanaan biasanya dianggap T=Tp, yaitu periode satu gelombang sinus dari jala-jala listrik yang frekuensinya 50Hz atau 60Hz. Jika frekuensi jala-jala listrik 50Hz, maka T = Tp = 1/f = 1/50 = 0.02 det. Ini berlaku untuk penyearah setengah gelombang. Untuk penyearah gelombang penuh, tentu saja frekuensi gelombangnya dua kali lipat, sehingga T = 1/2 Tp = 0.01 det. Penyearah gelombang penuh dengan filter C dapat dibuat dengan menambahkan kapasitor pada rangkaian gambar 3.5. Bisa juga dengan menggunakan transformator yang tanpa CT, tetapi dengan merangkai 4 dioda seperti pada gambar 3.8 berikut ini. Gambar 3.8 Rangkaian penyearah gelombang penuh dengan filter C Sebagai contoh, anda mendisain rangkaian penyearah gelombang penuh dari catu jala-jala listrik 220V/50Hz untuk mensuplai beban sebesar 0.5 A. Berapa nilai kapasitor yang diperlukan sehingga rangkaian ini memiliki tegangan ripple yang tidak lebih dari 0.75 Vpp. Jika rumus (13) dibolak-balik maka diperoleh. C = I.T/V r = (0.5) (0.01)/0.75 = 6600 uf... (14) Untuk kapasitor yang sebesar ini banyak tersedia tipe elco yang memiliki polaritas dan tegangan kerja maksimum tertentu. Tegangan kerja kapasitor yang digunakan harus lebih besar dari tegangan keluaran catu daya. Anda barangkali sekarang paham mengapa rangkaian audio yang anda buat mendengung, coba periksa kembali rangkaian penyearah catu daya yang anda buat, apakah tegangan ripple ini cukup mengganggu. Jika

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 24 dipasaran tidak tersedia kapasitor yang demikian besar, tentu bisa dengan memparalel dua atau tiga buah kapasitor. 3.5 VOLTAGE REGULATOR Rangkaian penyearah sudah cukup bagus jika tegangan ripple-nya kecil, namun ada masalah stabilitas. Jika tegangan PLN naik/turun, maka tegangan outputnya juga akan naik/turun. Seperti rangkaian penyearah di atas, jika arus semakin besar ternyata tegangan dc keluarnya juga ikut turun. Untuk beberapa aplikasi perubahan tegangan ini cukup mengganggu, sehingga diperlukan komponen aktif yang dapat meregulasi tegangan keluaran ini menjadi stabil. Regulator Voltage berfungsi sebagai filter tegangan agar sesuai dengan keinginan. Oleh karena itu biasanya dalam rangkaian power supply, IC Regulator tegangan ini selalu dipakai untuk stabilnya outputan tegangan. Berikut susunan kaki IC regulator tersebut : Gambar 3.9 Susunan kaki IC regulator Misalnya 7805 adalah regulator untuk mendapat tegangan +5 volt, 7812 regulator tegangan +12 volt dan seterusnya. Sedangkan seri 79XX misalnya adalah 7905 dan 7912 yang berturut-turut adalah regulator tegangan -5 dan -12 volt. Selain dari regulator tegangan tetap ada juga IC regulator yang tegangannya dapat diatur. Prinsipnya sama dengan regulator OP-amp yang

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 25 dikemas dalam satu IC misalnya LM317 untuk regulator variable positif dan LM337 untuk regulator variable negatif. Bedanya resistor R1 dan R2 ada di luar IC, sehingga tegangan keluaran dapat diatur melalui resistor eksternal tersebut. Rangkaian regulator yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar 3.10. Pada rangkaian ini, zener bekerja pada daerah breakdown, sehingga menghasilkan tegangan output yang sama dengan tegangan zener atau Vout = Vz. Namun rangkaian ini hanya bermanfaat jika arus beban tidak lebih dari 50mA. Gambar 3.10 Regolator zener Prinsip rangkaian catu daya yang seperti ini disebut shunt regulator, salah satu ciri khasnya adalah komponen regulator yang paralel dengan beban. Ciri lain dari shunt regulator adalah rentan terhadap short-circuit. Perhatikan jika Vout terhubung singkat (short-circuit) maka arusnya tetap I = Vin/R1. Disamping regulator shunt, ada juga yang disebut dengan regulator seri. Prinsip utama regulator seri seperti rangkaian pada gambar 3.11 berikut ini. Pada rangkaian ini tegangan keluarannya adalah: V out = V Z + V BE... (15) V BE adalah tegangan base-emitor dari transistor Q1 yang besarnya antara 0.2-0.7 volt tergantung dari jenis transistor yang digunakan. Dengan mengabaikan arus I B yang mengalir pada base transistor, dapat dihitung besar tahanan R2 yang diperlukan adalah : R2 = (V in - V z )/I z... (16)

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 26 Gambar 3.11 Regulator zener follower Jika diperlukan catu arus yang lebih besar, tentu perhitungan arus base I B pada rangkaian di atas tidak bisa diabaikan lagi. Dimana seperti yang diketahui, besar arus IC akan berbanding lurus terhadap arus IB atau dirumuskan dengan I C = I B. Untuk keperluan itu, transistor Q1 yang dipakai bisa diganti dengan transistor Darlington yang biasanya memiliki nilai yang cukup besar. Dengan transistor Darlington, arus base yang kecil bisa menghasilkan arus IC yang lebih besar. Teknik regulasi yang lebih baik lagi adalah dengan menggunakan Op- Amp untuk men-drive transistor Q, seperti pada rangkaian gambar 3.12. Dioda zener disini tidak langsung memberi umpan ke transistor Q, melainkan sebagai tegangan referensi bagi Op-Amp IC1. Umpan balik pada pin negatif Op-amp adalah cuplikan dari tegangan keluar regulator, yaitu : V in(-) = (R2/(R1+R2)) V out... (17) Jika tegangan keluar V out menaik, maka tegangan V in(-) juga akan menaik sampai tegangan ini sama dengan tegangan referensi Vz. Demikian sebaliknya jika tegangan keluar V out menurun, misalnya karena suplai arus ke beban meningkat, Op-amp akan menjaga kestabilan di titik referensi V z dengan memberi arus IB ke transistor Q1. Sehingga pada setiap saat Opamp menjaga kestabilan : V in(-) = V z (18)

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 27 Gambar 3.12 Regulator dengan Op-amp Dengan mengabaikan tegangan V BE transistor Q1 dan mensubsitusi rumus (17) ke dalam rumus (16) maka diperoleh hubungan matematis : V out = ( (R1+R2)/R2) V z... (19) Pada rangkaian ini tegangan output dapat diatur dengan mengatur besar R1 dan R2. Sekarang mestinya tidak perlu susah payah lagi mencari op-amp, transistor dan komponen lainnya untuk merealisasikan rangkaian regulator seperti di atas. Karena rangkaian semacam ini sudah dikemas menjadi satu IC regulator tegangan tetap. Saat ini sudah banyak dikenal komponen seri 78XX sebagai regulator tegangan tetap positif dan seri 79XX yang merupakan regulator untuk tegangan tetap negatif. Bahkan komponen ini biasanya sudah dilengkapi dengan pembatas arus (current limiter) dan juga pembatas suhu (thermal shutdown). Komponen ini hanya tiga pin dan dengan menambah beberapa komponen saja sudah dapat menjadi rangkaian catu daya yang teregulasi dengan baik

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 28 Gambar 3.13 Regulator dengan IC 78XX / 79XX Hanya saja perlu diketahui supaya rangkaian regulator dengan IC tersebut bisa bekerja, tegangan input harus lebih besar dari tegangan output regulatornya. Biasanya perbedaan tegangan V in terhadap V out yang direkomendasikan ada di dalam datasheet komponen tersebut. Pemakaian heatshink (aluminium pendingin) dianjurkan jika komponen ini dipakai untuk men-catu arus yang besar. Di dalam datasheet, komponen seperti ini maksimum bisa dilewati arus mencapai 1A. 3.6 Integrated Circuit Sirkuit terintegrasi atau yang biasa juga disebut sebagai IC merupakan komponen elektronika yang terbuat dari kumpulan puluhan, ratusan, hingga ribuan transistor, resistor, diode dan komponen elektronika lainnya. Kumpulan komponen-komponen tersebut dikemas dengan kompak sedemikian rupa hingga ukurannya tidak terlalu besar. IC dibuat untuk memiliki fungsi tertentu, misalnya seperti penguat audio (audio amplifier), regulator tegangan, penerima gelombang radio, dan lain sebagainya. Sirkuit terintegrasi pada umumnya memiliki jumlah kaki lebih dari tiga buah. Lalu bagaimana mengidentifikasi kaki pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya pada sebuah sirkuit terintegrasi / IC. Caranya adalah dengan melihat tanda tanda khusus yang diberikan pada sebuah IC, tanda khusus ini bisa berupa titik, logo perusahaan, lengkungan, dan lain sebagainya.

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 29 3.6.1 IC 40106 IC 40106 adalah CMOS schimit trigger gerbang NOT, IC 40106 mempunyai persamaan dengan 74C14, 40016, dan 74HC14. Komponen ini berisikan 6 CMOS schimit trigger yang masing masing berdiri sendiri, yang kesemuanya adalah fungsi Boolean Y=Not (A). Schimit trigger berfungsi untuk membuat sinyal sinus atau sinyal tidak beraturan menjadi sinyal kotak. Gambar 3.14 Sinyal Masukan dan Sinyal keluaran Schimitt Trigger 40106 Diasumsikan kondisi pertama input sinyal dimulai dari di bawah VL (2,2V), selama sinyal input belum mencapai VT (3.0V) input gerbang berlogika 0 dan output berlogika 1. Bila kemudian sinyal mencapai VT (3.0V)input gerbang beralaih dari logika 0 menjadi logika 1 dan output secara cepat beralih dari logika 1 ke logika 0. Pada saat ini perubahan sinyal input tidak akan mempengaruhi output bila sinyal input tidak turun sampai VL (2,2V). Bila sinyal input turun sampai VL (2,2V), input gerbang berubah menjadi logika 0 dan output secara cepat berubah dari 1 ke 0. Perubahan sinyal input tidak akan mempengaruhi output bila sinyal input tidak mencapai VT (3.0V). Hal inilah yang membuat schimitt trigger dapat merubah sinyal tidak beraturan menjadi gelombang kotak yang beraturan sesuai dengan VT dan VL schimitt trigger tersebut.

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 30 Tabel 3.1 Tabel kebenaran 40106 ( a ) ( b ) Gambar 3.15 Diagram Block IC 40106 3.6.2 IC NE555 IC NE555 yang mempunyai 8 pin (kaki) ini merupakan salah satu komponen elektronika yang cukup terkenal, sederhana, serba guna dengan ukurannya yang kurang dari 1/2 cm 3 dan harganya di pasaran sangat murah. Pada dasarnya aplikasi utama IC NE555 ini digunakan sebagai Timer (Pewaktu) dengan operasi rangkaian monostable dan Pulse Generator (Pembangkit Pulsa) dengan operasi rangkaian astable. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai Time Delay Generator dan Sequential Timing. Gambar 3.16 Konfigurasi Pin IC NE555

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 31 Fungsi masing-masing pin IC 555 : Pin 1(Ground). Pin input dari sumber tegangan DC paling negative. Pin ini merupakan titik referensi untuk seluruh sinyal dan tegangan pada rangkaian 555, baik rangkaian intenal maupun rangkaian eksternalnya. Pin 2(Trigger). Input negative dari lower komparator (komparator B) yang menjaga osilasi tegangan terendah kapasitor pada 1/3 Vcc dan mengatur RS flip-flop Pin 3(Output). Pin keluaran dari IC 555. Output mempunyai 2 keadaan, yaitu High dan Low Pin 4(Reset). Pin yang berfungsi untuk me reset latch didalam IC yang akan berpengaruh untuk me-reset kerja IC. Pin ini tersambung ke suatu gate (gerbang) transistor bertipe PNP, jadi transistor akan aktif jika diberi logika low. Biasanya pin ini langsung dihubungkan ke Vcc agar tidak terjadi reset Pin 5(Voltage Control). Pin ini berfungsi untuk mengatur kestabilan tegangan referensi input negative (komparator A). pin ini bisa dibiarkan tergantung (diabaikan), tetapi untuk menjamin kestabilan referensi komparator A, biasanya dihubungkan dengan kapasitor berorde sekitar 10 nf ke pin ground Pin 6(Threshold). Pin ini terhubung ke input positif (komparator A) yang akan me-reset RS flip-flop ketika tegangan pada pin ini mulai melebihi 2/3 Vcc Pin 7(Discharge). Pin ini terhubung ke open collector transistor internal (Tr) yang emitternya terhubung ke ground. Switching transistor ini berfungsi untuk meng-clamp node yang sesuai ke ground pada timing tertentu Pin 8 (Vcc). Pin ini untuk menerima supply DC voltage. Biasanya akan bekerja optimal jika diberi 5V s/d 15V. Supply arusnya dapat dilihat di datasheet, yaitu sekitar 10mA s/d 15mA.

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 32 Gambar 3.17 Rangkaian IC NE555 3.6.3 IC 4066 Pengunaan IC ini digunakan sebagai fungsi switch, dan IC ini merupakan IC yang berfungsi untuk switch transmisi atau multiplexing sinyal Analog mupun sinyal Digital. IC ini mempunyai kemampuan switch antara crosstalk sebesar 50dB dan frekunsi nya 0.9 Mhz. Resitansi dari IC ini memiliki keadan tetap pada saat signal-input range nya dalam keadan penuh. Gambar 3.18 Rangkaian IC 4066 IC 4066 ini memiliki 4 switch elektronik didalamnya, dan switch didalamnya memiliki fungsi yang sama, untuk tiap switch memiliki pin control yang berbeda, untuk melewatkan sinyal pada switch A terdapat pada pin 13, switch B terdapat pada pin 5, switch C terdapat pada pin 6 dan switch D terdapat pada pin 12. Konfigurasi pin lebih jelasnya terdapat pada gambar 3.19.

BAB III SISTEM KELISTRIKAN TIGA FASA 33 Pin-pin kontrol yang dijelaskan diatas merupakan pin-pin yang akan mengaktifkan switch yang mana akan digunakan untuk memutus dan menyambungkan jalur. Cara melakukan switch adalah apabila pin kontrol diberi masukan low maka jalur in dan out tidak tersambung dan sebaliknya apabila diberi high maka jalur in dan out tersambung. (a) (b) Gambar 3.19 (a) Block Diagram IC 4066 (b) Konfigurasi Pin IC 4066