BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI LAPORAN TUGAS AKHIR. 2.1 Blast Chiller

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 diagram blok siklus Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu mesin refrigerasi akan mempunyai tiga sistem terpisah, yaitu:

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. Gambar 2.1 Florist Cabinet (Sumber Gambar: Althouse, Modern Refrigeration and Air Conditioning Hal.

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Air Conditioning (AC)

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REFRIGERAN & PELUMAS. Catatan Kuliah: Disiapakan Oleh; Ridwan

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung (Indirect System)

BAB II DASAR TEORI.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI 2.1 Brine cooling

BAB II STUDI PUSTAKA

SISTEM REFRIGERASI. Gambar 1. Freezer

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

SILABUS MATA KULIAH D4 REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2011 tahun ajaran 2010/2011. Materi Tujuan Ket.

BAB II DASAR TEORI 2012

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet

PEMAHAMAN TENTANG SISTEM REFRIGERASI

BAB III PERANCANGAN SISTEM

DASAR TEKNIK PENDINGIN

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

= Perubahan temperatur yang terjadi [K]

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

SISTEM PENGKONDISIAN UDARA (AC)

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Air-Water System

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin

Cara Kerja AC dan Bagian-Bagiannya

BAB III PERBAIKAN ALAT

BAB II LANDASAN TEORI

Heroe Poernomo 1) Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Indonesia

BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage

Refrigerant. Proses pendinginan atau refrigerasi pada hakekatnya merupakan proses pemindahan energi panas yang terkandung di dalam ruangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Sistem refrigerasi telah memainkan peran penting dalam kehidupan

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

BAB II DASAR TEORI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA. II.1 Definisi Dari Sistem Pengkondisian Udara

Komparasi Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Temperatur dan Tekanan Mesin Pendingin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Maka persamaan energi,

BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN

BAB II DASAR TEORI. Pengujian sistem refrigerasi..., Dedeng Rahmat, FT UI, Universitas 2008 Indonesia

Basic Comfort Air Conditioning System

TUGAS 2 REFRIGERASI DASAR (TEORI)

BAB IV ANALISA KOMPONEN MESIN

BAB II LANDASAN TEORI. Mesin pendingin atau refrigerasi pada dasarnya merupakan proses

BAB II DASAR TEORI. Energy balance 1 = Energy balance 2 EP 1 + EK 1 + U 1 + EF 1 + ΔQ = EP 2 + EK 2 + U 2 + EF 2 + ΔWnet ( 2.1)

kompresi uap dan siklus refrigerasi absorpsi. Sebuah siklus refrigerasi beroperasi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung (Indirect Cooling System) Sistem pendinginan tidak langsung (indirect Cooling system) adalah salah satu jenis proses pendinginan dimana digunakannya media refrigeran sekunder (fluida cair) untuk menyerap kalor dari ruangan atau produk yang didinginkan ke koil pendingin (evaporator). Jika dibandingkan dengan sistem pendinginan langsung pengunaan proses pendinginan tidak langsung memiliki beberapa keunggulan diantaranya (A. Melinder, 1997): 1. Penggunaan refrigeran primer yang lebih sedikit dibandingkan dengan sistem langsung atau direct cooling. 2. Lebih meratanya proses pendinginan terhadap produk. 3. Desain untuk sistem refrigerasi primer lebih kecil dan kompak dibandingkan dengan sistem pendinginan langsung dikarenakan sistem hanya mendinginkan refrigeran sekunder dan jika dibandingkan dengan udara, air memiliki kapasitas termal yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara. Salah satu faktor yang mempengaruhi air memiliki kapasitas termal yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara adalah karena densitas air lebih tinggi dibandingkan dengan udara sehingga untuk volume yang sama, air mampu mentransportasikan panas lebih besar dibandingkan dengan udara dan temperatur air umumnya lebih rendah dibandingkan dengan udara. Sehingga dari kedua keuntungan tersebut juga dapat membuat efisiensi mesin pendingin meningkat jika air digunakan sebagai pendingin kondenser. 2.2 Secondary Refrigerant Air garam adalah salah satu golongan refrigerant sekunder yang terbentuk dari larutan encer (dengan air) dari garam. Refrigerant sekunder telah digunakan Laporan Tugas Akhir 6

selama bertahun-tahun, dan jumlah aplikasinya pun yang tampaknya akan tumbuh secara terus menerus bukannya menurun. Dalam kasus refrigerant amonia yang terdapat di dalam unit chiller yaitu terjadi kebocoran di dalam sistem distribusi, hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada produk yang didinginkan atau disimpan. Penggunaan zat pendingin sekunder pada sistem amonia memiliki kecenderungan untuk low refrigerant charge systems. Sedangkan dalam kasus sistem halocarbon, tingginya biaya pengganti untuk CFC dan HCFC yang mendorong pertimbangan akan penggunaan lowcharge systems. Jumlah dari refrigerant sekunder sangatlah besar. Mengenai hal ini terjadi kemungkinan, bahwa refrigerant sekunder lebih populer dibanding dengan yang lain refrigeran utama, sehingga karakteristik dari refrigeran sekunder tersebut telah disediakan. Hal tersebut meliputi faktor-faktor berikut (A. Melinder, 1997): Temperatur pembekuan paling rendah Mudah Terbakar Kompabilitas dengan makanan Cenderung korosi dan kemungkinan inhibisi 2.3 Sifat Sifat Refrigerant Sekunder Penipisan lapisan ozone dan peningkatan panas bumi akibat jenis refrigeran tertentu sehingga perlu dicari refrigeran alternatif yang dapat mengurangi pemakaian refrigeran primer yang dapat merusak lingkungan. Air adalah refrigeran primer yang sangat baik namun aplikasinya hanya cocok untuk temperatur sekitar 3 o C. Sehingga untuk mengatasi masalah pada sistem pendinginan dan sistem pembekuan memerlukan fluida pendingin yang cocok dan memiliki temperatur pembekuan di bawah 0 o C diperlukan beberapa persyaratan yang mendasar sebagai refrigeran sekunder yang baik, diantaranya (Zafer, 2003): 1. Freezing point dapat dikatakan sebagai titik pembentukan kristal saat perubahan bentuk fluida dari fasa cair menjadi fasa padat. Pada Laporan Tugas Akhir 7

pelaksanaan di lapangan biasanya dipilih temperatur pembekuan berkisar 5 o C hingga 10 o C lebih rendah dari temperatur pengoperasiannya. 2. Density adalah sifat yang dapat menentukan tingkat konsentrasi yang harus dipertimbangkan sebagai fluida campuran sehingga kondisi fluida akan dapat dengan mudah untuk dilihat. 3. Viskositas adalah sifat yang sangat penting apabila refrigeran sekunder tersebut akan diperlakukan sebagai media pendingin yang dialirkan dengan pompa, dengan mengetahui viskositas fluida pendingin akan sangat membantu dalam penentuan ukuran pipa dan pompa. 4. Kapasitas kalor spesifik kalau bisa setinggi mungkin sehingga untuk mengatasi beban pendinginan cukup memerlukan fluida pendingin sedikit. Semakin sedikit fluida pendingin maka tempat yang diperlukan semakin kecil demikian juga ukuran pipa dan pompa. 5. Konduktifitas termal harus setinggi mungkin agar tercapai efisiensi perpindahan kalor yang baik sehingga akan terjadi penurunan perbedaan temperatur yang cepat antara fluida pendingin dengan pipa evaporator. Refrigerant sekunder tersebut selain harus memiliki persyaratanpersyaratan yang mendasar seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa faktor korosif haruslah menjadi bahan pertimbangan dalam memilih jenis refrigeran sekunder. Fluida pendingin seperti air-garam merupakan jenis brine yang sangat baik, tidak beracun, mudah didapat namun memiliki tingkat penyebab korosinya sangat tinggi sehingga perlu dicari alternatif lain yang memiliki sifat yang mendekati dan disesuaikan dengan maksud dan fungsi penggunaan refrigeran sekunder tersebut, maka salah satu pilihanya adalah campuran ethylene Glycol dengan air (F.Hilerns, 2001). Berikut beberapa contoh dari refrigerant sekunder (A. Melinder, 1997): Alkohol metil alkohol Alkohol etil alkohol Klorida kalsium klorida Laporan Tugas Akhir 8

Klorida natrium klorida d- limonene Glycol - ethylene glycol Glycol - propylene glycol Halocarbons Polimer Menurut A. Melinder (1997), mengatakan bahwa temperatur beku refrigerant sekunder harus lebih rendah dari suhu yang diharapkan, untuk meninggalkan sistem yang menggunakan refrigerant primer. Selain itu, harus ada faktor keamanan untuk memungkinkan kendali dan kontrolnya. Sebuah gambaran dari temperatur beku larutan air disajikan pada gambar 2.1. Pada gambar 2.1 akan ditunjukkan temperatur beku terendah dari beberapa larutan dan konsentrasi massa zat terlarut pada temperatur minimum. Gambar 2.1 Temperatur Beku Beberapa Larutan Refrigerant Sekunder (A. Melinder, 1997) Untuk ethylene glycol, prophylene glycol, Kalsium klorida dan natrium klorida dapat digunakan pada range dari -20 C sampai -40 C (-4 0 F sampai - 40 F). Sedangkan untuk suhu di bawah -40 C (-40 F), yaitu alkohol, aseton, d- limonene, atau polydimethylsiloxane (3 jenis refrigerant sekunder). 2.4 Ethylene Glycol Setelah larutan kalsium klorida, larutan ethylene glycol ini mungkin refrigerant sekunder berikutnya yang paling populer untuk sistem pendingin di Laporan Tugas Akhir 9

industri. Temperatur pembekuan ethylene glycol cukup rendah, sehingga cocok untuk digunakan pada aplikasi pendinginan di industri. Larutannya pun yang tidak mudah terbakar dan juga dapat digunakan pada sistem pemipaan yang terbuat dari baja, aluminium dan tembaga. Seperti halnya yang berlaku pada air garam, pipa galvanis dan fitting harus dihindari, dan di samping itu, suhu yang harus dijaga dibawah 60 C (140 F) tersebut cocok untuk sistem yang menggunakan pipa aluminium. Salah satu sifat transport yang penting yang mempengaruhi baik penurunan tekanan dari zat pendingin yang mengalir serta konveksi perpindahan panas adalah koefisien viskositas. Nilai viskositas dari ethylene glycol yang rendah akan menempatkan larutan ethylene glycol tersebut pada range yang lebih rendah dari air garam dan kalsium klorida serta akan menempatkan ethylene glycol pada range yang lebih tinggi dari larutan propylene glycol (A. Melinder, 1997). Titik beku, densitas, viskositas, kalor spesifik, dan konduktivitas termal dari ethylene glycol, masing-masing ditunjukkan pada gambar 2.2 s/d gambar 2.6 (A. Melinder, 1997): Gambar 2.2 Temperatur Beku dari Ethylene Glycol (A. Melinder, 1997) Gambar 2.3 Density dari Ethylene Glycol (A. Melinder, 1997) Laporan Tugas Akhir 10

Gambar 2.4 Viskositas dari Ethylene Glycol (A. Melinder, 1997) Gambar 2.5 Kalor Spesifik dari Ethylene Glycol (A. Melinder, 1997) Gambar 2.6 Konduktivitas Termal dari Ethylene Glycol (A. Melinder, 1997) Ethylene glycol termasuk pada tingkat bahaya kebakaran sedang, yang memiliki titik api di sekitar 113 C (235 F). Hal ini dapat lebih bersifat korosif dibanding air garam CaCl 2, terutama ketika dihambat, merupakan bentuk dimana ethylene glycol biasa dijual dipasaran. Meskipun dapat digunakan pada suhu bawah sekitar -40 C (-4 o F hingga -40 F), viskositas yang tinggi pada saat- Laporan Tugas Akhir 11

temperatur rendah ini mahal, sehingga biasanya dianggap sebagai suatu zat pendingin bertemperatur tinggi yang digunakan pada temperatur di atas -10 C (14 F). Ethylene glycol agak beracun, sehingga tidak boleh ada kontak langsung dengan makanan (A. Melinder, 1997). Dua golongan inhibitors yang umum digunakan bersama glycol, dan ini adalah: (1) inhibitor korosi yang melapisi permukaan logam yang bersentuhan dengan glycol, dan (2) stabilisator lingkungan yang memiliki tujuan utama dari pengaturan PH menjadi sedikit di atas 7 agar terhindar dari kondisi asam. Dimasukkannya inhibitor akan mempengaruhi kepadatan dan dengan demikian kemampuan untuk menggunakan berat jenisnya sangat menentukan pada kuat larutan. Metode akurat meliputi kromatografi gas atau pengukuran indeks bias (A. Melinder, 1997). 2.5 Sistem Refrigerasi Kompresi Uap Sistem refrigerasi adalah suatu sistem yang menjadikan kondisi temperatur suatu ruang dibawah temperatur semula (menjadikan temperatur di bawah temperatur siklus). Pada prinsipnya kondisi temperatur rendah yang dihasilkan oleh suatu sistem refrigerasi diakibatkan oleh penyerapan panas pada reservoir dingin (low temperature source) yang merupakan salah satu bagian sistem refrigerasi tersebut. Panas yang diserap bersama energi (kerja) yang diberikan kerja luar dibuang pada bagian sistem refrigerasi yang disebut reservoir panas (high temperature sink). Sistem refrigerasi sebenarnya memiliki banyak macamnya, tetapi di dalam laporan ini hanya akan membahas tentang sistem refrigerasi kompresi uap sederhana saja, karena sistem tersebut adalah sistem yang sering dipergunakan (R.J. Dossat, 1985). 2.5.1 Sistem Kompresi Uap Sederhana Siklus kompresi uap adalah suatu siklus dimana fluida bekerja secara berganti-ganti diuapkan dan diembunkan, dengan suatu proses kompresi uap Laporan Tugas Akhir 12

diantara dua proses tersebut. Siklus kompresi uap sederhana dapat dilihat pada gambar 2.7. Gambar 2.7 Siklus Kompresi Uap Sederhana Dalam siklus kompresi uap sederhana terdapat empat (4) proses yag berhubungan dengan perubahan fasa, yaitu (R.J. Dossat, 1985): - Proses kompresi (1-2) Proses ini berlangsung di dalam kompresor secara isentropic adiabatic. Setelah refrigerant meninggalkan evaporator, fasa dari refrigerant adalah uap yang bertekanan rendah. Kemudian refrigerant tersebut masuk ke kompresor yang selanjutnya dikompresikan kembali oleh kompresor sehingga fasanya berubah menjadi fasa uap yang bertekanan tinggi. Oleh karena itu proses ini dianggap isentropic, maka temperatur keluar kompresor meningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan massa refrigerant bisa dihitung dengan rumus:. (1) dengan: q w = besarnya kerja kompresi yang dilakukan (kj/kg) h 1 = enthalpy refrigerant saat masuk kompresor (kj/kg) h 2 = enthalpy refrigerant saat keluar kompresor (kj/kg) - Proses Kondensasi (2-3) Pada proses ini refrigerant masuk ke kondeser dan disini terjadi pelepasan kalor ke lingkungan sehingga refrigerant terkondensasi dan Laporan Tugas Akhir 13

berubah fasa menjadi liquid yang bertekanan tinggi. Besar panas per satuan massa refrigerant yang dilepaskan di kondenser dinyatakan sebagai berikut: (2) dengan: q c = besarnya panas di lepas di kondenser (kj/kg) h 2 = enthalpy refrigerant saat masuk kondenser (kj/kg) h 3 = enthalpy refrigerant saat keluar kondenser (kj/kg) - Proses Ekspansi (3-4) Pada proses ini berlangsung secara isoentalpi, hal ini berarti tidak terjadi penambahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur. Proses penurunan tekanan terjadi pada katup ekspansi yang berbentuk pipa kapiler atau orifice yang berfungsi mengatur laju aliran refrigerant dan menurunkan tekanan.... (3) - Proses Evaporasi (4-1) Pada proses ini berlangsung secara isobar isothermal. Proses ini terjadi penyerapan kalor dari kabin atau produk oleh evaporator, sehingga refrigerant berubah fasa menjadi uap bertekanan rendah. Besarnya kalor yang diserap oleh evaporator adalah:... (4) dengan: q e = besarnya kalor yang diserap di evaporator (kj/kg) h 1 = harga enthalpy keluar evaporator (kj/kg) h 4 = harga enthalpy masuk evaporator (kj/kg) Laporan Tugas Akhir 14

Diagram P-h berikut dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai proses-proses yang terjadi dalam siklus kompresi uap. Gambar 2.8 Diagram P-h Siklus Kompresi Uap Sederhana 2.5.2 Komponen-komponen Utama Sistem Refrigerasi 2.5.2.1 Kompresor Kompresor berfungsi untuk memberikan kompresi atau tekanan pada refrigerant yang berasal dari suction line sehingga temperatur dan tekanannya naik dan akan berubah fasa menjadi uap refrigerant yang selanjutnya dialirkan ke discharge line. Menurut jenisnya kompresor dibagi menjadi 5 macam, yaitu (Althouse, 2004): a. Kompresor Torak. b. Kompresor Sudu / vane kompressor. c. Kompresor Sekrup atau Heliks. d. Kompresor Sentrifugal. Tetapi menurut peletakan motornya, kompresor dibagi menjadi 3 macam, yaitu (R.J.Dossat, 1987): a. Kompresor Hermetik b. Kompresor Semi Hermetik. c. Kompresor Open Type. Laporan Tugas Akhir 15

2.5.2.2 Kondenser Kondenser berfungsi sebagai media pemindah kalor dari refrigerant ke lingkungan untuk mencairkan uap refrigerant yang bertekanan dan bertemperatur tinggi dari kompresor. Disini kalor akan dilepaskan ke lingkungan. Berdasarkan media pendinginannya kondensor dibagi menjadi 3 macam, yaitu (R.J.Dossat, 1987): a. Kondenser berpendingin air (Water Cooled Condenser). b. Kondenser berpendingin udara (Air Cooled Condenser). c. Kondenser berpendingin udara dan air (Air and Water Cooled Condenser). 2.5.2.3 Evaporator Evaporator berfungsi sebagai alat penyerap kalor dari lingkungan ke refrigerant, sehingga refrigerant akan mengalami perubahan fasa dari cair menjadi uap. Berdasarkan bentuk dan permukaan koilnya, evaporator dibagi menjadi 3 macam, yaitu (R.J.Dossat, 1987): 1. Evaporator Pipa Telanjang (Bare Tube Evaporator). 2. Evaporator Pelat (Plate Surface Evaporator). 3. Evaporator Bersirip (Finned Evaporator). Dilihat dari cara kerjanya secara ekspansi langsung, evaporator dibagi menjadi 2 macam, yaitu (R.J.Dossat, 1987): 1. Flooded Evaporator. 2. Dry Expansion Evaporator. Dilihat dari konstruksinya evaporator dibagi menjadi (R.J.Dossat, 1987): 1. Shell and Tube Evaporator. 2. Shell and Coil Evaporator. Laporan Tugas Akhir 16

Dalam proses pendinginan, pada umumnya temperatur permukaan bidang evaporator lebih rendah daripada titik embun dari udara masuk. Apabila udara ruangan menyentuh permukaan koil pendingin, uap air dalam udara akan mengembun sehingga koil menjadi basah. Pada umumnya temperatur bola kering (Tdb) udara keluar evaporator adalah 15 0 C 17 0 C dan temperatur bola basah (Twb) 13 0 C 15 0 C untuk evaporator dengan penguapan 2 0 C 7 0 C, kecepatan udara sekitar 2 m/s sebagai kondisi standard dan menggunakan koil dengan 3 atau 4 baris. 2.5.2.4 Katup Ekspansi Katup Ekspansi berfungsi untuk mengekspansikan cairan refrigerant secara adiabatik yang bertekanan dan bertemperatur tinggi sampai ke tingkat keadaan tekanan dan temperatur rendah. Ada bermacam-macam jenis katup ekspansi, antara lain (R.J.Dossat, 1987): 1. Automatic Expansion Valve (AXV). 2. Thermostatic Expansion Valve (TXV) 3. Katup Apung Sisi Tekanan Tinggi. 4. Katup Apung Sisi Tekanan Rendah. 5. Manual Expansion Valve. 6. Pipa Kapiler. 7. Thermoelectric Expansion Valve. 8. Electronic Expansion Valve. Dari banyaknya jenis katup ekspansi tersebut yang paling sering digunakan untuk sistem refrigerasi komersial yaitu pipa kapiler, karena beban yang didinginkan relatif konstan dan mempunyai harga yang relatif murah. Laporan Tugas Akhir 17

2.5.2.5 Refrigerant Refrigerant merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk menyerap kalor dari lingkungan atau untuk melepaskan kalor ke lingkungan. Sifat-sifat fisik termodinamika refrigerant yang digunakan dalam sistem refrigerasi perlu diperhaatikan agar sistem dapat bekerja dengan aman dan ekonomis, adapun sifat refrigerant yang baik adalah (Althouse, 2004): 1. Tekanan penguapannya harus cukup tinggi, untuk menghindari kemungkinan terjadinya vakum pada evaporator dan turunya efisiensi volumetrik karena naiknya perbandingan kompresi. 2. Tekanan pengembunan yang rendah sehingga perbandingan kompresinya rendah dan penurunan prestasi kompresor dapat dihindari. 3. Kalor laten penguapan harus tinggi agar panas yang diserap oleh evaporator lebih besar jumlahnya, sehingga untuk kapasitas yang sama, jumlah refrigeran yang dibutuhkan semakin sedikit. 4. Koefisien prestasi harus tinggi, ini merupakan parameter yang penting untuk menentukan biaya operasi. 5. Konduktifitas thermal yang tinggi untuk menentukan karakteristik perpindahan panas. 6. Viskositas yang rendah dalam fasa cair atau gas. Dengan turunnya tahanan aliran refrigeran dalam pipa kerugian tekanannya akan berkurang. 7. Konstata dielektrik yang kecil, tahanan listrik yang besar serta tidak menyebabkan korosi pada material isolasi listrik. 8. Refrigeran hendaknya stabil dan tidak bereaksi dengan material yang digunakan sehingga tidak menyebabkan korosi. 9. Refrigeran tidak boleh beracun dan berbau. 10. Refrigeran tidak boleh mudah terbakar dan meledak. Laporan Tugas Akhir 18

11. Dapat bercampur dengan minyak pelumas tetapi tidak merusak dan mempengaruhinya. 12. Harganya murah dan mudah dideteksi jika terjadi kebocoran. Laporan Tugas Akhir 19