BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit malaria merupakan jenis penyakit tropis yang banyak dialami di negara Asia diantaranya adalah negara India, Indonesia, dan negara Asia lainnya. (Dewi, 2010). WHO memperkirakan untuk penyakit malaria menginfeksi sekitar 300-500 juta dan menyebabkan lebih dari satu juta kematian. Indonesia merupakan bagian dari negara tropis sangat banyak dijumpai jenis penyakit tropis dan masih menjadi masalah untuk kesehatan masyarakat. Angka untuk penyakit malaria cukup tinggi untuk diluar Jawa dan Bali (Liwan, 2015). Pada tahun 2014 sekitar 74.000 kasus malaria di Guinea lebih sedikit dari yang diharapkan dibandingkan dengan pra-ebola setiap tahun. Penelitian baru terbit dalam jurnal The Lancet Infectious Diseases dimana menjelaskan bahwa meningkatnya jumlah kematian akibat malaria yang kemungkinan akan jauh melampaui jumlah total kematian akibat Ebola sendiri. Salah satu masalahnya adalah bahwa gejala awal penyakit malaria seperti demam, sakit kepala sama dengan gejala dari penyakit virus ebola (Plucinski dkk., 2015). Menurut laporan WHO (World Health Organization) menyatakan pada tahun 2012 jumlah kematian anak turun dibawah 500.000. Secara keseluruhan, diprediksikan terdapat 207 juta kasus malaria pada tahun 2012 yang menyebabkan 627.000 kematian. Menurut laporan, termasuk informasi dari 102 negara dengan penularan malaria. Angka tersebut untuk membandingkan 219 juta kasus dan 660.000 kematian pada tahun 2010. Dirjen WHO Dr. Margaret Chan mengatakan banyak orang terjangkit akibat gigitan nyamuk merupakan suatu tragedi terbesar di abad ke-21. Diprediksikan berjumlah 3,4 juta orang beresiko terkena malaria, terutama di Asia Tenggara dan Afrika sekitar 80% kasus malaria (WHO, 2013). Kementerian kesehatan mengatakan kasus penyakit malaria di Indonesia mencapai 70 persen di antaranya di wilayah timur. Wilayah Indonesia timur prevalensi malaria mencapai lebih dari 400.000 kasus. Direktur pengendalian
penyakit bersumber binatang kementerian kesehatan Andi Muhadir mengatakan prevalensi penyakit malaria di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 417.819 kasus positif (Wardah, 2013). Kita perlu menyadari bahwa penyakit malaria ini tidak pernah lepas dari kita, perlu hati-hati supaya terhindar dari jenis penyakit tropis tersebut (Dewi, 2010). Pengujian mikroskopis merupakan baku emas untuk diagnosa malaria. Namun, tingkat akurasi tergantung tingkat keahlian mikrobiologi dan tingkat pengalaman. Pengujian menggunakan mikroskop memakan waktu dan membutuhkan peralatan yang lengkap (May dkk., 2013). Kelemahan lain dari diagnosis menggunakan mikroskop adalah memerlukan campur tangan manusia yang luas selama proses diagnostik yang dapat menyebabkan keterlambatan dan bisa terjadi kesalahan diagnosis. Mikroskopis memerlukan pelatihan yang luas untuk mendapatkan keahlian dalam diagnosis, karena volume tipis dari sampel yang perlu dianalisis, metode ini tidak konsisten dan tergantung pada apusan darah dan kualitas pewarnaan, kualitas mikroskop dan keahlian dari mikroskopis (Chavan dan Nagmode, 2014). Rata-rata mengenai diagnosis penyakit malaria dengan pengamatan mikroskopis melalui petugas untuk kesalahan manusia tercatat berkisar 13,2% positif palsu dan 24,3% negatif palsu (Thung and Suwardi, 2011). Salah satu pengembangan diagnostik aternatif adalah menggunakan RDT (Rapid Diagnostic Test). RDT memiliki potensi untuk memperbaiki sistem diagnostik, namun metode ini tidak mampu mendeteksi beberapa infeksi parasit dan sampel dengan konsentrasi parasit rendah. Bahkan, hasil akurasi dipengaruhi oleh kelembaban yang tinggi dan suhu lingkungan yang tinggi. (May dkk., 2013). Supaya pemeriksaan penyakit malaria dapat dilakukan dengan mudah, maka diperlukan sistem analisis pencitraan mikroskopis berbasis komputer. Sistem pendeteksian penyakit malaria berbasis komputer umumnya terdiri dari akuisisi citra, pra-pengolahan, segmentasi, ekstraksi fitur, seleksi fitur dan identifikasi. Pada penelitian ini terdapat tiga jenis parasit malaria yaitu falciparum, malariae dan vivax, masing-masing dengan empat stadium yaitu stadium cincin, tropozoit, skizon dan gametosit. Untuk membedakan jenis parasit malaria beserta stadium sangat sulit karena hampir mirip antara stadium cincin untuk parasit
falciparum, malariae dan vivax, stadium tropozoit untuk parasit falciparum, malariae dan vivax, stadium skizon untuk parasit falciparum, malariae dan vivax. Masalah berikutnya adalah bentuk dan pigmen parasit malaria juga tidak berbeda dan terus berkembang. Ini membuat identifikasi secara otomatis dari spesies malaria beserta stadium merupakan tugas yang sangat sulit (Gitonga dkk., 2014). Penelitian yang dihasilkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya menunjukkan bahwa hasil keluaran sangat beragam. Makkapati dan Rao (2011) mengidentifikasi parasit malaria dengan hasil keluaran 6 kelas terdiri dari plasmodium vivax dengan stadium cincin, skizon, gametosit serta plasmodium falciparum dengan stadium cincin, skizon, gametosit. Penelitian Gitonga dkk. (2014) mengidentifikasi parasit malaria dengan dua tahapan hasil keluaran yaitu keluaran pertama 4 kelas terdiri dari stadium cincin, tropozoit, skizon, gametosit dan keluaran kedua 4 kelas terdiri dari plasmodium falciparum, malariae, vivax dan ovale. Penelitian Savkare dan Narote (2015) mengidentifikasi parasit malaria dengan dua tahapan hasil keluaran yaitu keluaran pertama 2 kelas untuk mendeteksi sel darah merah terinfeksi atau tidak terinfeksi dan keluaran kedua multikelas untuk mengidentifikasi parasit malaria falciparum dan vivax dengan stadium tropozoit dan gametosit. Pada akuisisi citra dilakukan digitalisasi sampel citra preparat parasit malaria dan selanjutnya data citra digital disiapkan untuk tahap pra pengolahan citra. Hasil dari proses ini, citra digital siap untuk diolah dengan menggunakan teknik pengolahan citra dan pengenalan pola. Pada pengolahan citra yang menjadi permasalahan penting adalah bagaimana mengekstrak untuk menemukan fitur dari citra supaya parasit malaria dapat diidentifikasi. Ekstraksi fitur adalah proses untuk memperoleh fitur-fitur yang terdapat pada citra supaya dapat dikenali oleh objek tersebut. Beberapa penelitian yang terkait dengan fitur yang digunakan untuk menganalisis jenis dari parasit malaria adalah menggunakan fitur bentuk (Anggraini dkk, 2011; Makkapati & Rao, 2011 ; Suwalka dkk, 2012 ; Soni, 2011 ; Thung & Suwardi, 2011; Kareem dkk, 2012; Suryawanshi dan Dixit, 2013), warna dan tekstur (Annaldas dan Shirgan, 2015), warna dan bentuk (Komagal dkk., 2013), bentuk, warna dan tekstur (Chavan dan Nagmode, 2014; Gitonga dkk., 2014 ; Savkare dan Narote, 2015).
Berdasarkan penelitian parasit malaria sebelumnya seperti tersebut diatas kebanyakan menggunakan fitur bentuk. Penelitian parasit malaria yang menggunakan kombinasi fitur tekstur dan bentuk yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya masih jarang ditemukan. Oleh karena itu, masih perlu memperoleh fitur tekstur dan bentuk sehingga fitur yang menggunakan tekstur dan morfologi semakin lengkap. Selain menemukan fitur-fitur dari jenis parasit malaria, turut berpengaruh metode klasifikasi pada hasil pendeteksian. Sistem untuk mengidentifikasi parasit malaria dapat ditingkatkan dengan menggunakan strategi jaringan syaraf tiruan feed forward back propagation (Makkapati dan Rao, 2011; Memeu dkk., 2013; Gitonga dkk., 2014). Sistem pengklasifikasi lain menggunakan pembelajaran mesin (machine learning) (Suryawanshi dan Dixit, 2013 ; Widodo dan Wijayanto, 2014; Savkare dan Narote, 2015). Metode learning vector quantization (LVQ) belum ditemukan untuk mengklasifikasi 12 kelas dari jenis parasit malaria beserta stadium. Metode Learning Vector Quantization (LVQ) merupakan teori yang dikembangkan oleh Teuvo Kohonen, mempunyai berbagai keunggulan dibandingkan jenis-jenis yang lain. Dimana kelebihan dari Learning Vector Quantization yaitu ia membuat prototipe yang dapat secara mudah diterapkan pada domain aplikasi masing-masing yang sulit (Kohonen, 1995). Kelebihan yang lain adalah mudah untuk klasifikasi masalah yang multi kelas dan untuk kompleksitas algoritma bisa disesuaikan dengan kebutuhan selama pelatihan (Witoelar, 2007). Pada pelatihan LVQ akan menghasilkan bobot akhir, dimana bobot tersebut selanjutnya digunakan untuk validasi data. Pada data dengan jumlah yang terbatas, biasanya nilai akurasi pada proses validasi terjadi perbedaan. Nilai akurasi biasanya pada data pelatihan bisa mencapai 100% tetapi pada data validasi lebih rendah dari data pelatihan (Refaeilzadeh dkk., 2009). Salah satu untuk mengatasi masalah tersebut adalah menggunakan metode K-fold cross validation. Pada penelitian ini menggunakan Jaringan syaraf tiruan LVQ dengan validasi K-fold cross validation untuk identifikasi jenis parasit malaria beserta stadium. Hasil identifikasi diukur menggunakan nilai sensitifitas, spesifisitas, serta akurasi. Pengguna sistem adalah
petugas laboratorium. Data citra parasit malaria berasal dari Balai Laboratorium Kesehatan Propinsi Sumatera Utara dan sudah dilakukan pelabelan. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana metode untuk identifikasi penyakit malaria beserta stadium secara terkomputerisasi dengan menggunakan apusan darah tipis. 2. Bagaimana menentukan fitur yang dominan untuk mengidentifikasi penyakit malaria beserta stadium secara terkomputerisasi. 3. Seberapa besar akurasi metode untuk mengidentifikasi penyakit malaria beserta stadium dengan menggunakan fitur yang dominan tersebut. 1.3 Batasan Masalah Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Citra parasit malaria yang digunakan adalah citra parasit malaria falciparum, malariae, vivax dengan stadium cincin, tropozoit, skizon, gametosit. 2. Jenis penyakit malaria diidentifikasi adalah malaria falciparum, malariae, vivax dengan stadium cincin, tropozoit, skizon, gametosit. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan pada penelitian ini adalah membangun model untuk mengidentifikasi penyakit malaria beserta stadium secara terkomputerisasi dengan menggunakan apusan darah tipis. 1.5 Kontribusi Adapun kontribusi yang dihasilkan dari penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan fitur bentuk dan tekstur untuk mengidentifikasi penyakit malaria. Selama ini ekstraksi fitur yang dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya mencakup fitur yang banyak (Gitonga dkk., 2014 ; Savkare dan Narote, 2015; Das dkk., 2011 ; Makkapati dan Rao, 2011 ; Tek dkk., 2010 ; Suwalka dkk.,
2012). Pada penelitian ini menghasilkan fitur bentuk dan tekstur untuk mengidentifikasi penyakit malaria. 2. Mendapatkan model untuk mengidentifikasi penyakit malaria beserta stadium. 1.6 Manfaat Penelitian Model yang diusulkan diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Membantu para klinisi (dokter, residen, rumah sakit) dalam mengidentifikasi penyakit malaria beserta stadium secara terkomputerisasi pada pasien. 2. Menunjukkan bahwa fitur bentuk dan tekstur lebih tepat untuk mengidentifikasi penyakit malaria beserta stadium. 1.7 Sistematika Penulisan Pada disertasi ini terdiri dari beberapa Bab. Pembagian Bab sebagai berikut: Bab I. adalah pendahuluan, menggambarkan penyakit malaria, mikroskop, kelemahan menggunakan mikroskop, kelemahan menggunakan RDT, metode yang sudah diteliti pada pemeriksaan malaria menggunakan pengolahan citra, penelitian yang berhubungan dengan ekstraksi fitur dan pengenalan pola pada pemeriksaan malaria. Bab II. adalah tinjauan pustaka. Pustaka berupa makalah-makalah penelitian mengenai hasil pemeriksaan malaria berkaitan dengan segmentasi, ekstraksi fitur dan pengenalan pola. Pada bab ini juga memaparkan kontribusi penelitian. Bab III. adalah landasan teori. Pada bab ini menjelaskan mengenai penyakit malaria, pengolahan citra digital, JST LVQ, K-Fold Validation, Confusion Matrix. Bab IV. adalah metodologi penelitian. Bab ini menggambarkan urutan penelitian secara global, variabel penelitian, definisi operasional, bahan dan alat penelitian, metode pengumpulan data penelitian, prosedur pengambilan data penelitian, arsitektur sistem. Bab V. penyiapan data fitur referensi. Bab ini menjelaskan penyiapan data fitur beserta algoritma pada setiap tahapan model identifikasi penyakit malaria. Bab VI. adalah identifikasi jenis penyakit malaria. Bab ini menjelaskan algoritma tahap ekstraksi fitur, seleksi fitur dan pengenalan pola.
Bab VII. adalah hasil pengujian dan pembahasan. Bab ini menjelaskan hasil ROI, perbaikan citra, hasil segmentasi, hasil ekstraksi fitur, hasil seleksi fitur dan hasil pelatihan, validasi dan pengujian. Bab VIII. Penutup. Bab ini menjelaskan kesimpulan yang diperoleh dan saran untuk penelitian selanjutnya.