BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian ini dipilih karena tidak menyebabkan iritasi dan toksisitas (Rowe,

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

NOVITA SURYAWATI

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB 1 : PENDAHULUAN. jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) memiliki aktivitas antibakteri dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

DAFTAR ISI II METODOLOGI PENELITIAN III Alat dan bahan Alat Bahan Bakteri uji... 36

BAB I PENDAHULUAN. folikel rambut dan pori-pori kulit sehingga terjadi peradangan pada kulit.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

NILAM YUSPRIADI PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

FORMULASI OBAT JERAWAT GEL MINYAK ATSIRI DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix D.C) DAN UJI AKTIVITAS TERHADAP Propionibacterium acne SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMBUATAN SEDIAAN KRIM ANTIAKNE EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Buah manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu sumber

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

FORMULASI GEL SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

mampu menghambat pertumbuhan bakteri.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

Wina Rahayu Selvia, Dina Mulyanti, Sri Peni Fitrianingsih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FORMULASI OBAT JERAWAT GEL MINYAK ATSIRI DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix D.C) DAN UJI AKTIVITAS TERHADAP Propionibacterium acne SECARA IN VITRO

Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba 2015 ISSN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan jenis tumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

NILA PENGEMBANGAN FORMULA KRIM PROPOLIS DAN MINYAK LAVENDER SERTA UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI TERHADAP PROPIONIBACTERIUM ACNES

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Propionibacterium acnes adalah bakteri anaerob Gram positif yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan dari alam tersebut dapat berupa komponen-komponen biotik seperti

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.

I. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. adalah pewarna bibir. Pewarna bibir termasuk dalam sediaan kosmetik. untuk menyembunyikan kekurangan pada kulit sehingga dapat

FORMULASI DAN OPTIMASI BASIS GEL HPMC (HIDROXY PROPYL METHYL CELLULOSE) DENGAN BERBAGAI VARIASI KONSENTRASI ABSTRACT

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. maupun yang berasal dari alam (Karadi dkk., 2011). dibandingkan obat modern (Hastari, 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 P ENDAHULUAN. irasional dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri yaitu menggunakan

AKTIVITAS POLIFENOL EKSTRAK SELEDRI (Apium graveolens) TERHADAP BAKTERI PENYEBAB INFEKSI ACNE. Khoirin Maghfiroh*)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

I. PENDAHULUAN. diramu sendiri dan memiliki efek samping merugikan yang lebih kecil

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jerawat adalah penyakit kulit yang biasa terjadi pada usia remaja. Penyakit ini terbatas pada folikel pilosebase dibagian kepala atau badan bagian atas karena kelenjar sebase di wilayah ini sangat aktif. Apabila folikel pilosebase tersumbat, maka sebum tidak dapat keluar dan terkumpul di dalam folikel sehingga folikel membengkak, dan terjadilah komedo yang merupakan bentuk permulaan dari jerawat (Tranggono dan Latifah, 2007). Peradangan yang terjadi pada jerawat dapat dipicu oleh bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus dan Pityrosporum ovale (Mitsui, 1997; Wasitaatmadja, 1997). Faktor utama yang terlibat dalam pembentukan jerawat adalah peningkatan produksi sebum, peluruhan keratinosit, pertumbuhan bakteri dan inflamasi. Mikroorganisme penyebab jerawat ikut berperan dalam patogenesis penyakit ini dengan cara memproduksi metabolit yang dapat bereaksi dengan sebum sehingga meningkatkan proses inflamasi. Ada faktor-faktor penyebab lainnya termasuk faktor genetik, usia, ras kulit putih, kosmetik, hormon, makanan, banyak pekerjaan dan stres (Mitsui, 1997). Oleh sebab itu, pengobatan jerawat dapat dilakukan dengan menurunkan populasi bakteri menggunakan suatu antibakteri. Sampai saat ini belum ada cara penyembuhan yang tuntas terhadap jerawat, meskipun ada beberapa cara yang sangat menolong. Salah satunya penggunaan antibiotik sebagai solusi untuk jerawat yang masih banyak diresepkan oleh dokter. Namun obat yang diresepkan ini memiliki efek yang tidak diinginkan dalam penggunaannya sebagai antijerawat antara lain 1

iritasi, sementara penggunaan antibiotika jangka panjang dapat menimbulkan resistensi (Robinson, 1995). Masyarakat mulai beralih dengan mengunakan tanaman tradisional dibandingkan dengan obat-obatan sintesis karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat-obatan sintesis. Beberapa obat topikal yang digunakan untuk pengobatan jerawat antara lain asam salisilat, benzoil peroksida, asam azaleat, tretinoin, isotretinoin, tazaroten, adapalen, retinaldehid dan antibiotik (Movita, 2013). Mekanisme kerja obat topikal jerawat antara lain mengurangi produksi sebum menggunakan retinoid, kontrasepsi oral untuk menyeimbangkan hormon atau pengurangan stres, mengecilkan pori-pori menggunakan retinoid, asam α-hidroksi atau asam β-hidroksi, membunuh bakteri atau menghambat pertumbuhan bakteri dan mengurangi populasi bakteri menggunakan benzoil peroksida, sulfur, antibiotik serta mengurangi peradangan menggunakan obat anti-inflamasi (Baumann, 2009). Namun penggunaan obat jerawat secara topikal memiliki efek samping antara lain iritasi lokal yang terjadi selama pemberian benzoil peroksida, eritema, dan kontak alergi dermatitis. Begitu juga dengan tretinoin yang memiliki efek samping antara lain iritasi lokal, eritema, serta menyebabkan kulit kering dan mengelupas (Thiboutot, 2000). Pengobatan yang diberikan untuk jerawat selain dengan cara topikal adalah pemberian antibiotik contohnya ampisilin, kotrimoksasol, eritromisin, klindamisin atau tetrasiklin, namun penggunaan antibiotik jangka panjang dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik. Oleh sebab itu digunakan bahan alam yang tidak akan menimbulkan resisten (Utami, 2012; Zandi, Vares and Abdollahi, 2011). Pada penelitian ini digunakan bahan yang berasal dari alam dengan harapan efek samping yang sering ditimbulkan oleh obat antijerawat dengan bahan aktif sintesis dan antibiotik dapat dihindari. Bahan alam akan 2

diformulasikan dalam bentuk gel untuk mengetahui perbandingan aktivitas antibakteri pada bakteri penyebab jerawat, khususnya Propionibacterium acnes dengan pembanding bahan sintesis benzoil peroksida dalam bentuk gel sebagai kontrol positif. Bahan alam yang digunakan pada penelitian ini adalah sari buah jeruk nipis karena selain tidak membutuhkan proses ekstraksi dengan penambahan zat pelarut tambahan menggunakan metode ekstraksi tertentu yang sesuai sehingga lebih efisien dari segi waktu dan biaya, sari buah jeruk nipis mengandung vitamin C yang bisa menyamarkan noda bekas jerawat dan bersifat antioksidan. Jeruk nipis memiliki aktivitas antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri atau bersifat bakteriostatik. Selain antibakteri, jeruk nipis juga dapat menghaluskan kulit (Rukmana, 1996). Bahan aktif yang diduga sebagai antibakteri yang terkandung dalam buah jeruk nipis yaitu d-limonen yang merupakan minyak atsiri, d-limonen dapat berfungsi sebagai antibakteri dengan mekanisme kerja menembus dinding sel bakteri sehingga merusak permeabilitas membran sitoplasma (Ajizah, 2004). D-Limonen umumnya memiliki karakteristik tidak larut dalam air (Kar, 2013). Telah dilakukan penelitian oleh Zain (2012) terhadap efek antibakteri dari ekstrak propolis dan sari perasan buah jeruk nipis yang diformulasi dalam bentuk sediaan krim. Ekstrak propolis 0,1% dan sari buah jeruk nipis 20% tanpa menggunakan zat pembanding diketahui memiliki efek antibakteri dengan memberikan zona hambatan pada Staphylococcus aureus sebesar 9,53 mm (F1) dan 0,52 mm (F2) serta memil iki efek antibakteri pada Propionibacterium acne sebesar 5,53 mm (F1) dan 2,51 mm (F2). Pada penelitian tersebut dibuat krim ekstrak propolis 0,1% (F1) dan kombinasi ekstrak propolis 0,1% - sari buah jeruk nipis 20% (F2). Sari buah 3

jeruk nipis dengan usia buah 3 bulan didapatkan dari industri JENIPER di daerah Kuningan, Jawa Barat dengan cara pemerasan. Kedua formulasi ini kemudian dievaluasi organoleptik, ph dan viskositasnya serta diuji hambatannya terhadap Propionibacterium acne dan Staphylococcus aureus. Hasil penelitian menunjukkan F1 dan F2 kehilangan aktivitas antibakterinya terhadap Propionibacterium acne, namun tetap memiliki daya bakteriostatik terhadap Staphylococcus aureus. Oleh karena itu pada penelitian ini yang akan dilakukan menggunakan formulasi gel dengan harapan sari buah jeruk nipis yang diformulasi dalam bentuk gel akan menghasilkan zona hambat pertumbuhan bakteri yang baik atau lebih besar daripada sari buah jeruk nipis yang diformulasi dalam bentuk krim. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Srichan et al., 2013) mengenai aktivitas antimikroba pada jus buah citrus spp. Jus buah yang digunakan sebanyak 200 µ selanjutnya dilakukan pengujian menggunakan difusi silinder dengan diameter 0,7 mm dan dilakukan inkubasi selama 24 jam. Hasil yang diperoleh diukur secara manual menggunakan jangka sorong dan dibandingkan dengan ampisilin (10 µg/silinder). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jus buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia) memiliki daya hambat pertumbuhan (DHP) pada Staphylococcus aureus sebesar 22,7 mm, Escherichia coli sebesar 24,8 mm, Streptococcus mutans sebesar 27,0 mm dan Propionibacterium acne sebesar 35,0 mm. Jeruk nipis ( Citrus aurantifolia) memiliki daya hambat pertumbuhan paling besar pada Propionibacterium acnes dibandingkan dengan bakteri lainnya. Selain itu, jeruk nipis ( Citrus aurantifolia) juga memiliki daya hambat pertumbuhan yang lebih besar pada Propionibacterium acnes jika dibandingkan dengan jeruk pahit atau bitter orange (Citrus aurantium) sebesar 18,7 mm. 4

Penggunaan sari buah jeruk nipis yang mengandung d-limonen sebagai antibakteri berfungsi untuk antijerawat akan meningkat efektivitasnya apabila diformulasikan dalam sediaan topikal dengan penambahan surfaktan sebagai peningkat penetrasi zat aktif agar cepat menembus ke dalam kulit dan dapat mencapai bagian dalam sel Propionibacterium acnes dengan cepat dan berdifusi kedalam sel. Surfaktan sebagai peningkat penetrasi yang digunakan adalah natrium lauril sulfat dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0%, 0,5%, 0,75% dan 1% mengacu pada handbook of pharmaceutical excipients sixth edition yang menyatakan bahwa rentang diperbolehkan untuk penggunaan natrium lauril sulfat pada sediaan topikal adalah 0,5% - 2,5% (Rowe, Sheskey and Quin n, 2009). Penggunaan natrium lauril sulfat pada konsentrasi yang tinggi akan menimbulkan permasalahan yaitu berbusa dan akan terjadi pembentukan micelle sehingga menyulitkan zat aktif untuk berdifusi keluar. Sediaan gel yang dihasilkan akan sulit dioleskan pada kulit jika viskositas terlalu tinggi, karena HPMC yang diformulasikan bersama dengan surfaktan anionik seperti natrium lauril sulfat akan meningkatkan viskositas (Rowe, Sheskey and Quin n, 2009). Oleh sebab itu, pada penelitian ini menggunakan surfaktan natrium lauril sulfat dengan konsentrasi yang bervariasi dan tidak tinggi yaitu 0,5% ; 0,75% dan 1% pada formulasi gel basis HPMC dengan modifikasi bahan alam sebagai bahan aktifnya untuk menghindari permasalahan viskositas yang terlalu tinggi pada penggunaan natrium lauril sulfat dengan konsentrasi yang tinggi. Terbentuknya busa natrium lauril sulfat yang tidak diinginkan dengan cara melarutkan natrium lauril sulfat dengan akuades hingga larut kemudian didiamkan selama 24 jam. Salah satu bentuk sediaan topikal yang sering digunakan untuk pengobatan jerawat adalah bentuk sediaan gel. Dalam formulasi gel, 5

komponen gelling agent merupakan faktor kritis yang dapat mempengaruhi sifat fisika gel yang dihasilkan. Hidroxy propyl methyl cellulose (HPMC) merupakan gelling agent semi sintetik turunan selulosa yang tahan terhadap fenol dan pada ph 3 hingga 11. HPMC dapat membentuk gel yang jernih dan bersifat netral serta memiliki viskositas yang stabil pada penyimpanan jangka panjang ( Rowe, Sheskey and Quinn, 2009). HPMC juga memiliki homogenitas yang baik, tidak mengiritasi kulit, stabilitas yang baik dan dapat meningkatkan penetrasi serta mudah dicuci dengan air (Gupta et al., 2010). Selain itu HPMC dapat mengembang dalam air sehingga merupakan bahan pembentuk gel yang baik. Gel sangat cocok digunakan sebagai sediaan topikal dengan fungsi kelenjar sebaseus berlebih, dimana hal ini merupakan salah satu faktor penyebab jerawat (Voigt, 1994). Keuntungan sediaan topikal dalam bentuk gel yaitu mudah mengering, membentuk lapisan film yang mudah dicuci dan memberikan rasa dingin di kulit. Selain itu mekanisme kerja sediaan gel adalah kadar airnya yang tinggi, sehingga dapat menghidrasi stratum corneum dan mengurangi resiko timbulnya peradangan lebih lanjut akibat akumulasi minyak pada pori-pori sehingga cocok digunakan sebagai sediaan dalam formulasi obat antijerawat, oleh sebab itu sediaan dalam bentuk gel lebih banyak digunakan (Lieberman, 1997). Pada penelitian ini formula basis untuk sediaan antijerawat mengacu pada formula penelitian yang dilakukan oleh Farida (2007). Pada formula modifikasi konsentrasi jeruk nipis yang digunakan 20% berdasarkan penelitian Zain (2012 ). Karena konsentrasi jeruk nipis yang terlalu tinggi seperti pada penelitian Farida (2007) akan berpengaruh pada ph sediaan karena jeruk nipis bersifat asam kuat yang dapat mengiritasi kulit. Formula basis tersebut berisikan HPMC sebagai gelling agent, propilenglikol 6

berfungsi sebagai humektan, natrium metabisulfit untuk antioksidan, natrium benzoat sebagai pengawet, air suling untuk pelarut dan bahan aktif jus jeruk nipis. Sedangkan pada penelitian ini memodifikasi penelitian yang dilakukan oleh Farida (2 007) dengan menambah natrium lauril sulfat sebagai peningkat penetrasi, trietanolamin sebagai alkalizing agent dan menurunkan konsentrasi bahan aktif sari buah jeruk nipis agar sediaan gel yang dihasilkan lebih stabil karena ph yang tidak terlalu asam. Bentuk sediaan setengah padat dipilih pada penelitian ini untuk menghantarkan sari buah jeruk nipis dengan konsentrasi 20% melalui sistem penghantaran topikal adalah sediaan gel. Sediaan gel sari buah jeruk nipis dengan basis HPMC 2,5% ditambah dengan natrium lauril sulfat sebagai zat peningkat penetrasi untuk meningkatkan kecepatan penetrasi. Dirancang 4 formula dengan variasi konsentrasi natrium lauril sulfat (F1) 0%; (F2) 0,5%; (F3) 0,75% dan (F4) 1% untuk mengetahui pengaruh natrium lauril sulfat terhadap kestabilan fisik sediaan serta dilakukan pengujian aktivitas antibakteri pada Propionibacterium acnes dengan metode difusi sumuran. Penambahan propilenglikol 15% sebagai humektan, trietanolamin 2% sebagai alkalizing agent, natrium benzoat 0,1% sebagai pengawet dan natrium metabisulfit 0,1% sebagai antioksidan untuk menghindari perubahan bau dan warna kecoklatan pada sediaan. Serta akuades hingga 100% sebagai pelarut. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sari buah jeruk nipis dengan pemerasan secara manual. Setelah mendapatkan sari buahnya dilakukan standarisasi. Standarisasi yang dilakukan ada dua macam yaitu standarisasi non spesifik dan standarisasi spesifik. Standarisasi non spesifik meliputi uji kadar abu total, kadar air, kadar abu tidak larut asam dan kadar abu tidak larut air. Standarisasi spesifik meliputi uji organoleptis, ph dan penentuan 7

profil zat aktif atau KLT. Setelah sari jeruk nipis distandarisasi maka dilanjutkan dengan skrining fitokimia, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan formula gel antijerawat sari buah jeruk nipis. Formula yang dibuat ada 5 macam, yaitu formula 1,2,3,4 konsentrasi sari jeruk nipis sebesar 20%, sedangkan formula 5 adalah kontrol negatif yang hanya berisi basis gel tanpa bahan aktif sari buah jeruk nipis dan tanpa bahan peningkat penetrasi natrium lauril sulfat. Tiap formula yang dibuat direplikasi sebanyak 3 kali. Formula yang telah jadi kemudian dievaluasi. Evaluasi yang dilakukan yaitu uji mutu fisik dan uji aktivitas antibakteri. Uji mutu fisik meliputi organoleptis, ph, viskositas, homogenitas dan daya sebar. Dilanjutkan uji aktivitas antibakteri yang dilakukan dengan metode difusi sumuran. Data hasil uji akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan software SPSS for windows 19.0. Metode analisis data statistik yang digunakan untuk melihat perbedaan antar bets, antar formula dan stabilitas selama 4 minggu yang bersifat parametrik yang bermakna atau tidak bermakna dengan menggunakan one way anova dan dilanjutkan dengan post-hoct Tukey HSD. Data yang dianalisis menggunakan one way anova adalah hasil dari uji stabilitas mutu fisik dan nilai DHP pada uji aktivitas antibakteri. Bila uji one way anova menunjukkan hasil yang berbeda bermakna, maka dilanjutkan dengan uji post-hoc yaitu Tukey HSD. Hasil analisa data yang didapatkan kemudian ditarik kesimpulan (Bolton and Bon, 2004). 1.2. Rumusan Masalah yaitu: Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan suatu permasalahan 8

1. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi (0,5%, 0,75% dan 1%) Natrium Lauril Sulfat pada sediaan gel sari buah jeruk nipis terhadap stabilitas uji mutu fisik? 2. Berapakah konsentrasi Natrium Lauril Sulfat yang memberikan efek terbaik sebagai peningkat penetrasi terhadap aktivitas antibakteri sari buah jeruk nipis pada Propionibacterium acnes dalam sediaan gel basis HPMC? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui pengaruh konsentrasi (0,5%, 0,75% dan 1%) Natrium Lauril Sulfat pada sediaan gel sari buah jeruk nipis terhadap stabilitas uji mutu fisik 2. Mengetahui konsentrasi Natrium Lauril Sulfat yang memberikan efek terbaik sebagai peningkat penetrasi terhadap aktivitas antibakteri sari buah jeruk nipis pada Propionibacterium acnes dalam sediaan gel basis HPMC 1.4. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah: 1. Terdapat pengaruh konsentrasi (0,5%, 0,75% dan 1%) Natrium Lauril Sulfat pada sediaan gel sari buah jeruk nipis terhadap stabilitas uji mutu fisik 2. Konsentrasi Natrium Lauril Sulfat yang memberikan efek terbaik sebagai peningkat penetrasi terhadap aktivitas antibakteri sari buah jeruk nipis pada Propionibacterium acnes setelah diformulasi dalam sediaan gel basis HPMC.dapat diketahui. 9

1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuat formulasi gel antijerawat yang mengandung sari buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) dengan kestabilan mutu fisik yang optimal dan akan dilakukan pengujian terhadap aktivitas antibakteri dari sediaan gel antijerawat sari buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) pada Propionibacterium acne. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dan dapat digunakan untuk menunjang penelitian selanjutnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 10