BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dunia. Hipertensi dikenal sebagai silent killer karena kerap kali tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

olahraga secara teratur, diet pada pasien obesitas, menjaga pola makan, berhenti merokok dan mengurangi asupan garam (Tedjasukmana, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

EVALUASI EKONOMI PADA PELAYANAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP, 140

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lemak, dan protein yang disebabkan karena defek sekresi insulin (Nugroho, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB 1. mempengaruhi jutaan orang di dunia karena sebagai silent killer. Menurut. WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

I. PENDAHULUAN. dilakukan rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol (Chobanian,

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang lebih dari delapan dekade terakhir. Hipertensi merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang semakin berkembang, tantangan. terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak ditemukan di Indonesia maupun di dunia. Penderita hipertensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. membangun sumber daya manusia berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif.

BAB I PENDAHULUAN. sederhana dan mudah dilakukan pengukurannya. Tekanan darah. penyakit gangguan hemodinamik dalam sistem kardiovaskuler

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi proses penuaan

I. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

4.10 Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Manajemen Data Analiasis Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.

BAB I PENDAHULUAN. kasus yang belum terselesaikan. Disisi lain juga telah terjadi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jumpai. Peningkatan tekanan arteri dapat mengakibatkan perubahan patologis

I. PENDAHULUAN. satu sasaran dalam pembangunan di Indonesia. Hal ini ditandai dengan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB 1 PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi dimana jika tekanan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan terutama di bidang kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi dimana tekanan darah sistolik lebih

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. 90 mmhg.penyakit hipertensi telah menjadi masalah utama dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan utama yang paling berharga bagi setiap bangsa adalah sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB 1 : PENDAHULUAN. penderita mengalami komplikasi pada organ vital seperti jantung, otak, maupun ginjal.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari 90 mmhg (World Health Organization, 2013). Penyakit ini sering

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diastoliknya lebih dari 90 mmhg. ( Smeltzer, Suzzane, 2002 )

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. darah sistolik (TDS) maupun tekanan darah diastolik (TDD)

BAB I PENDAHULUAN. kearah perilaku hidup bersih dan sehat dalam tatanan keluarga dan

DAFTAR ISI II.4.2. Mekanisme perbaikan HRQoL pasien HAP dengan terapi sildenafil... II.4.3. Interaksi obat dan efek samping sildenafil...

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan gejala terlebih dahulu dan ditemukan secara kebetulan saat

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang menuju masyarakat industri. Perubahan kearah. pada gilirannya dapat memacu terjadinya perubahan pola penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu adanya transisi

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).


BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. tekhnologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada perilaku dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. diastolik diatas 90 mmhg (Depkes, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. pembunuh diam diam karena penderita hipertensi sering tidak. menampakan gejala ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi. Menurut Basha (2009) hipertensi adalah satu keadaan dimana seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang. ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang

BAB I PENDAHULUAN. dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal. The Seventh

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan.

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan salah satu gangguan kardiovaskuler paling mematikan di dunia. Hipertensi dikenal sebagai silent killer karena kerap kali tidak menimbulkan gejala sebelum terjadi komplikasi, tetapi tanpa disadari penyakit ini akan merusak berbagai organ secara perlahan dan terus menerus (Chobanian dkk, 2004). Dalam World Health Statistics tahun 2012, WHO melaporkan bahwa sekitar 51% dari kematian akibat stroke dan 45% dari penyakit jantung koroner disebabkan oleh hipertensi. Angka kematian akibat hipertensi terus meningkat di seluruh dunia dengan angka kematian akibat komplikasi hipertensi mencapai 9,4 juta per tahunnya (WHO, 2013). Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada tahun 2013, tetapi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan hanya sebesar 9,5%. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan (Anonim, 2013). Proses kesehatan dan timbulnya penyakit seringkali berkaitan dengan status ekonomi, sosial-budaya, pengalaman dan gaya hidup pribadi. Selain itu, hipertensi merupakan salah satu penyakit yang memerlukan terapi jangka panjang dan berkelanjutan sehingga sangat mungkin menguras banyak kebutuhan financial. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu studi farmakoekonomi di dalam kasus 1

2 hipertensi yang dapat membandingkan analisis biaya intervensi dengan outcome yang diterima pasien, sehingga dapat memberikan pertimbangan di dalam pengambilan keputusan. Hal ini guna menjamin keterjangkauan pengobatan tanpa mengesampingkan kualitas hidup pasien. Pada kajian farmakoekonomi dikenal empat metode analisis utama yang paling sering digunakan yaitu cost minimization analysis (CMA), cost benefit analysis (CBA), cost effectiveness analysis (CEA), dan cost utility analysis (CUA) yang perbedaan utamanya dalam hal outcome yang diukur dan digunakan (Drummond et al, 2005). Namun di dalam pengambilan keputusan kesehatan, CUA adalah yang paling banyak digunakan sebab memungkinkan perbandingan hasil rasio cost-effectiveness pada beberapa intervensi kesehatan yang berbeda secara luas. Cost-utility analysis (CUA) adalah teknik analisis ekonomi untuk menilai utilitas (daya guna) atau kepuasan atas kualitas hidup yang diperoleh dari suatu intervensi kesehatan. Kegunaan diukur dalam jumlah tahun dalam keadaan sehat sempurna, bebas dari kecacatan, yang dapat dinikmati umumnya diekspresikan dalam quality adjusted life years (QALY), atau jumlah tahun berkualitas yang disesuaikan (Anonim, 2013). Beberapa instrument baku telah tersedia untuk mengukur utility baik dengan metode pengukuran langsung dengan instrument antara lain VAS (visual analogue scale), TTO (time trade off), dan standard gamble ataupun dengan metode pengukuran tak langsung dengan instrumen antara lain EQ-5D (Euro Quality of life), SF 6D (Short Form), QWB (Quality of Well Being index), dan HUI (Health

3 Utility Index)(Cramer et al, 1998). Salah satu instrument generik yang paling banyak digunakan untuk pengukuran kualitas hidup terkait dengan kesehatan atau health related quality of life (HRQoL) dan nilai utility adalah EQ-5D. Kuesioner EQ-5D (EuroQol-5 Dimensions) berfokus pada 5 dimensi, yaitu mobilitas, perawatan diri, aktivitas rutinitas, nyeri/ ketidaknyamanan, dan kecemasan/ depresi. Kuesioner EQ-5D saat ini tersedia dalam 2 versi yaitu EQ-5D-5L dan EQ-5D-3L dimana keduanya dibedakan berdasarkan jumlah tingkatan responnya. Pada EQ-5D-3L terdapat 3 kategori tingkatan respon, sedangkan pada kuesioner EQ-5D-5L terdapat 5 kategori tingkatan respon. Berbagai penelitian yang membandingkan kedua versi kuisioner tersebut telah banyak dilakukan pada banyak negara di seluruh dunia untuk berbagai populasi. Sayangnya, penelitian serupa belum pernah dilakukan di Indonesia. Hal tersebut kemudian melatarbelakangi peneliti untuk melakukan riset untuk mengetahui versi kuesioner EQ-5D yang paling sesuai untuk pasien hipertensi di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman khususnya dan untuk populasi hipertensi Indonesia pada umumnya. Sebab hasil pengukuran kualitas hidup bisa jadi berbeda antar negara karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor demografi maupun sosial budaya. Selain itu, EQ-5D dipilih karena kuesioner tersebut telah secara baku tersedia dalam versi Bahasa Indonesia, sehingga tidak perlu dilakukan validasi bahasa kuesioner terlebih dahulu. Hasil penelitian ini nantinya juga diharapkan mampu memberikan data utility yang diperlukan untuk menghitung QALY, outcome dalam studi farmakoekonomi dengan metode CUA.

4 B. Rumusan Masalah Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah gambaran psychometric properties EQ-5D-3L dan EQ-5D- 5L pada populasi hipertensi di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman? 2. Kuesioner versi manakah di antara EQ-5D-3L dan EQ-5D-5L yang lebih sesuai untuk digunakan pada populasi hipertensi di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Mengetahui gambaran psychometric properties EQ-5D-3L dan EQ-5D-5L pada populasi hipertensi di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. 2. Menganalisis versi kuesioner EQ-5D-3L dan EQ-5D-5L yang lebih sesuai untuk digunakan pada populasi hipertensi di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1. Bagi institusi memberikan rekomendasi peneliti selanjutnya untuk penelitian pengembangan EQ-5D value set untuk versi EQ-5D yang sesuai untuk populasi hipertensi di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. 2. Bagi klinisi dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk memberikan terapi yang lebih optimal dengan adanya konversi data EQ-5D value set

5 menjadi nilai utility dan QALY yang lebih menggambarkan kualitas hidup pasien. 3. Bagi pasien diharapkan memperoleh terapi yang lebih efektif dan efisien dengan adanya suatu versi kuisioner yang dapat menganalisis pengukuran terhadap kualitas hidup pasien hipertensi dengan lebih baik. 4. Bagi pemerintah/bpjs sebagai masukan di dalam pengambilan kebijakan dan di dalam mengalokasikan anggaran untuk pasien hipertensi melalui data utility untuk analisis farmakoekonomi dengan metode CUA. E. Keaslian Penelitian Di beberapa negara telah banyak dilakukan penelitian serupa yang membandingkan versi kuesioner EQ-5D-3L dan EQ-5D-5L pada berbagai kelompok populasi baik pada kelompok populasi dengan penyakit tertentu maupun untuk general population atau populasi orang sehat. Beberapa diantaranya seperti tercantum pada Tabel I. Tabel I. Keaslian Penelitian No Peneliti Responden Analisis Kesimpulan 1 Xia. X. Y et Pasien dengan Membandingkan EQ-5D-5L al (2014) hepatitis B di psychometric memberikan hasil China. properties kuesioner pengukuran yang EQ-5D versi 3L dan 5L lebih cocok untuk untuk melihat validitas, digunakan pada sensitifitas, reliabilitas populasi pasien dan responsifitas dengan hepatitis B di kuesioner. China dibandingkan EQ-5D versi 3L.

6 2 Andriana Populasi pasien Menguji validitas dan Kuesioner EQ-5D Sari et al hipertensi di reliabilitas dari versi Indonesia valid (2011) Puskesmas kuesioner EQ-5D versi dan reliabel untuk Kotagede II Indonesia pengukuran kualitas Yogyakarta. hidup pada pasien hipertensi di Puskesmas Kotagede II Yogyakarta. 3 L. Barbara et Pasien Membandingkan EQ-5D-5L al (2015) osteoartrhitis validitas dan memberikan hasil dengan reliabilitas EQ-5D-3L pengukuran yang pergantian dan EQ-5D-5L. lebih sensitif dan sendi lutut dan hasil yang lebih panggul di tinggi dalam Kanada penilaian validitas dan reliabilitas dibandingkan dengan EQ-5D-3L. 4 Buccholz, Pasien Membandingkan EQ-5D-5L Ines et al rehabilitasi pengukuran status memberikan (2014) rawat inap kesehatan dari waktu gambaran respon di Jerman. ke waktu, sensitifitas yang lebih tinggi dan penilaian dari pasien serta properties instrumen memberikan nilai EQ-5D-3L dan EQ-5D- properties yang 5L. lebih baik dibandingkan dengan 3L. Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian serupa belum pernah dilakukan di Indonesia, khususnya di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Penelitian ini sendiri akan membandingkan psychometric properties pada kuesioner EQ-5D-3L dan EQ-5D-5L yang digunakan untuk mengukur status kesehatan pada populasi hipertensi di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

7 F. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Hipertensi Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah kondisi peningkatan tekanan darah dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Anonim, 2014). Tekanan darah normal menurut JNC 7 adalah TDS <120 mmhg dan TDD <80 mmhg (Chobanian dkk., 2004). Selain itu menurut JNC-7(2004) dikenal pula istilah prehipertensi untuk TDS 120-139 mmhg atau TDD 80-89 mmhg, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran individu yang bersangkutan akan risiko terjadinya hipertensi (Bandiara, 2008). Pasien dengan usia di atas 50 tahun memiliki tekanan sistolik yang lebih penting untuk diperhatikan dibandingkan tekanan diastoliknya. Sebab resiko hipertensi sistolik meningkat seiring dengan pertambahan usia di atas 50 tahun dan lebih menggambarkan pada kemungkinan terjadinya stroke atau serangan jantung. (AHA, 2016). Tabel II. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC7 Klasifikasi Tekanan darah sistolik (mmhg) Tekanan darah diastolik (mmhg) Normal <120 <80 Prehipertensi 120-139 80-89 Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99 Hipertensi tingkat 2 160 100 2. Etiologi Hipertensi Hipertensi adalah salah satu gangguan kardiovaskuler dengan prevalensi

8 tertinggi yang paling banyak ditemui dalam pusat pelayanan kesehatan primer. Meskipun demikian, hipertensi seringkali masih belum dapat ditangani secara optimal (Trilling,2000). Hal ini dikarenakan etilogi hipertensi itu sendiri yang umumnya tidak jelas. Hanya sebagian kecil pasien yang mengalami hipertensi dengan penyebab yang spesifik (hipertensi sekunder) (Talbert, 2009). Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi pimer dan hipertensi sekunder. a. Hipertensi Primer Hipertensi primer/esensial adalah suatu kondisi kenaikan tekanan darah dimana penyebabnya tidak diketahui secara pasti (idiopatik) (Anonim,2014). Secara singkat, hipertensi esensial adalah suatu penyakit multifaktor kompleks (Kumar dkk, 2009). Dapat disebabkan diantaranya adalah faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik dapat terlihat misalnya dari riwayat penyakit kardiovaskuler, seperti sensivitas terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, dan peningkatan reaktivitas vaskuler. Sedangkan faktor lingkungan misalnya intake natrium yang berlebih, stress psikis dan obesitas (Ganiswara, 1995). Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90% penderita hipertensi (Armilawati dkk, 2007). b. Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder/non esensial adalah kondisi kenaikan tekanan darah yang diketahui penyebabnya. Dapat disebabkan atau sebagai akibat dari adanya penyakit lain (kurang dari 10% dari seluruh kasus hipertensi)

9 (Armilawaty dkk, 2007). Misalnya disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin (hipertensi endokrin), obat dan lainlain (Ganiswarna, 1995). 3. Patofisiologi Hipertensi Hipertensi atau suatu ketidakteraturan heterogen pada tekanan darah adalah kekacauan yang timbul sebagai akibat dari penyebab yang spesifik (hipertensi sekunder) maupun oleh alasan yang tidak dapat diketahui secara pasti (hipertensi primer) (Talbert,2009). Menurut Mayet & Hughes (2003) tekanan darah juga bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup atau curah jantung dan tekanan perifer (TPR), maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel tersebut dapat menyebabkan hipertensi. 4. Gejala Klinis Hipertensi Pasien dengan hipertensi primer tanpa komplikasi, umumnya adalah tanpa gejala(asimptomatik). Namun ada pula yang merasakan gejala-gejala klasik seperti sakit kepala, mimisan, ataupun pusing (Malhotra dkk,2003). Sedangkan untuk hipertensi sekunder, keluhan seringkali berbeda beda mengikuti gangguan/penyakit lain yang diderita. 5. Diagnosis Hipertensi Menurut A Global Brief on Hypertension (WHO 2013), diagnosis terhadap hipertensi harus didahului dengan adanya pengukuran tekanan darah yang tercatat selama beberapa hari pada kondisi istirahat/rileks pada posisi duduk. Pengukuran pertama harus dikonfirmasikan pada sedikitnya 2 kunjungan lagi

10 dalam waktu 1 sampai beberapa minggu tergantung dari tingginya tekanan darah tersebut (Ganiswarna, 1995). Pengukuran dilakukan dua kali sehari pada pagi dan malam hari, dengan masing masing dua kali pengukuran yang paling tidak berjarak satu menit. Pengukuran yang pertama kali dilakukan diabaikan, kemudian hasil pengukuran sisanya ditentukan nilai rata-ratanya dan digunakan untuk konfirmasi diagnosis (WHO, 2013). Sedangkan untuk hipertensi sekunder dapat ditelusuri dengan menyarankan pemeriksaan klinik dan atau pemeriksaan laboratorium (Dasgupta,2014). 6. Komplikasi Hipertensi Adanya komplikasi pada hipertensi merefleksikan derajat kekronisan daripada kenaikan tekanan darah itu sendiri. Sebagian besar organ target dari komplikasi destruktif akibat hipertensi kronis adalah jantung, cerebrovascular system, the aorta and peripheral vascular system, ginjal dan retina (Malhotra dkk, 2003). 7. Terapi Hipertensi Terapi pada hipertensi bertujuan untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi. Tatalaksana terapi hipertensi dibagi menjadi dua yaitu terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi. Pada terapi non-farmakologi semua pasien dengan prehipertensi maupun hipertensi sedapat mungkin harus mulai mengubah pola hidupnya termasuk ; mengurangi kelebihan berat badan, diet natrium, melakukan aerobic atau aktivitas fisik secara regular, serta menghentikan kebiasaan

11 merokok dan konsumsi alkohol (Talbert,2009). Sedangkan pada terapi farmakologi, menurut pathophysiology of heart disease (Malhotra dkk,2003), terapi menggunakan obat-obatan antihipertensi adalah standart yang biasa digunakan untuk menurunkan kenaikan tekanan darah pada hipertensi kronis. Terapi pengobatan yang diberikan tergantung pada gejala klinis maupun penyakit lain yang menyertainya. 8. Studi Farmakoekonomi Informasi tentang efisiensi suatu program sangat penting dalam pertimbangan penentuan program yang akan diterapkan. Pada intervensi farmasi, farmakoekonomi digunakan untuk menilai apakah tambahan keuntungan dari suatu intervensi, sepadan dengan tambahan biaya yang dikeluarkan untuk intervensi tersebut (Andayani, 2013). Kajian farmakoekomi berdasarkan pengukuran outcome, dibedakan menjadi beberapa metode yaitu cost minimization analysis (CMA), cost effectiveness analysis (CEA), cost benefit analysis (CBA), dan cost utility analysis (CUA)(Anonim, 2013). CMA hanya membandingkan biaya yang paling sedikit dari beberapa intervensi yang diasumsikan meiliki outcome sepadan. CEA membandingkan beberapa intervensi dengan outcome yang diukur dengan unit natural. CUA memiliki pengukuran yang hampir sama dengan CEA namun outcome diukur dengan unit utility yang melibatkan kualitas hidup pasien (contoh outcome dalam CUA antara lain disability-adjusted life years (DALYs) atau qualityadjusted life years (QALYs). Sedangkan CBA merupakan pengukuran

12 dengan outcome berupa mata uang (Drummond et al, 2005). 9. Outcome Farmakoekonomi Efektivitas pengobatan seringkali merujuk pada kemampuan suatu obat meningkatkan outcome pada pasien. Dengan mengaitkan aspek biaya (cost), kajian farmakoekonomi dapat mengukur efektivitas biaya yang harus dibelanjakan untuk setiap unit indikator kesehatan, baik klinis maupun non klinis (Anonim, 2013). Outcome secara umum dikenal dalam tiga macam yaitu outcome klinik, ekonomi dan humanistic. Outcome klinik adalah kejadian medis yang muncul sebagai akibat dari treatment yang diberikan. Outcome ekonomi adalah luaran yang dilihat dari biaya langsung, tak langsung, dan intangible cost yang dibandingkan dengan konsekuensi intervensi medis yang diberikan. Sedangkan outcome humanistic atau seringkali dikenal sebagai luaran yang dilaporkan pasien adalah konsekuensi penyakit atau intervensi medis yang dirasakan dan dilaporkan oleh pasien (Coons, 2008). Diantara ketiga jenis luaran tersebut, pengukuran kualitas hidup yang termasuk dalam humanistic outcome adalah yang paling banyak digunakan karena dianggap paling merefleksikan efektivitas pemberian suatu terapi (Cramer et al, 1998). 10. Quality of Life (QoL) Quality of Life (QoL) adalah suatu istilah yang digunakan untuk mendefinisikan kondisi seseorang terkait dengan sakit yang sedang diderita. (Fayers & Machin, 2000). World Health Organization menyatakan bahwa kesehatan seutuhnya didefinisikan sebagai suatu keadaan sehat secara fisik,

13 mental, sosial dan bukan hanya dilihat dari ketiadaan suatu penyakit saja. (WHO, 1948) Kualitas hidup sendiri dibedakan dalam dua jenis yaitu kualitas hidup yang terkait dengan kesehatan(health Related Quality of Life) dan kualitas hidup yang tidak terkait kesehatan(non Related Health Quality of Life). 11. Health Related Quality of Life (HRQoL) Salah satu poin terpenting dalam studi farmakoekonomi adalah keterkaitan intervensi terapi yang yang diberikan tenaga medis dengan keterjangkauan secara ekonomi oleh pasien. Diantara berbagai luaran terapi, HRQoL atau health related quality of life adalah yang dianggap paling sepadan dalam menggambarkan luaran intervensi medis (Revicki, 1996). HRQoL adalah suatu konsep multidimensional yang luas termasuk didalamnya laporan pengukuran kesehatan diri dan mental setelah mengalami sakit dan menerima intervensi (CDC, 2016). Berbagai instrumen terkait penilaian QoL pun telah banyak dikembangkan. Meskipun telah tersedia dalam banyak model, namun instrumen ini secara primer hanya dibedakan menjadi dua, yaitu instrumen generik dan instrument spesifik (Coons, 2008). 12. Instrumen Generik Beberapa instrumen seringkali dimaksudkan untuk penggunaan yang general terlepas dari penyakit dan kondisi pasien atau seringkali dikenal sebagai instrumen generik. Kuesioner dalam instrumen generik ini juga telah memungkinkan untuk digunakan pada populasi sehat (Fayers & Machin, 2000). Kelebihan dari instrumen generik bila dibandingkan dengan

14 instrument spesifik adalah dapat digunakan baik untuk mengukur profil kesehatan maupun nilai utility seseorang. Beberapa contoh instrument generik yaitu : a. Study 36-Item Short Form (SF-36) SF-36 merupakan salah satu instrument yang dikembangkan untuk menilai status kesehatan seseorang secara luas dengan konsep kesehatan umum yang tidak melibatkan usia, kelompok penyakit, maupun treatment yang diberikan. Keutamaan penilaiaannya terletak pada fungsi penilaian fisik, sosial dan emosional. SF-36 secara luas digunakan untuk pengukuran kualitas hidup. Penilaiannya dapat dilakukan secara mandiri oleh individu yang bersangkutan ataupun oleh pihak ketiga sebagai interviewer. Dimensi pengukuran kualitas hidup pada SF-36 secara garis besar terdiri atas pengukuran kesehatan fisik dan pengukuran kesehatan mental. Secara lebih rinci kesehatan fisik terbagi atas beberapa skala untuk physical function, role-physical, bodily-pain, dan general health. Sedangkan dimensi kesehatan mental terdiri atas vitality scale, social functioning, role-emotional, dan mental health (Ware, 1993). b. Sickness Impact Profile (SIP) Sickness Impact Profile (SIP) merupakan instrumen kualitas hidup yang mengukur status kesehatan seseorang, dinilai berdasarkan kebiasaan atau tingkah laku. Instrumen ini didesain untuk menilai treatment yang baru, ataupun mengevaluasi level kesehatan pada suatu kelompok populasi, dan dapat digunakan secara luas pada berbagai skala untuk

15 berbagai tipe dan tingkat keparahan suatu penyakit. SIP terdiri atas 136 item yang menggambarkan kegiatan sehari hari dan responden dapat memberikan tanda pada kegiatan yang dapat mereka lakukan, ataupun untuk berbagai statement yang mereka setujui (Fayers & Machin, 2000). c. World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) WHOQOL merupakan suatu instrumen pengukuran kualitas hidup yang dikembangkan oleh WHO. WHOQOL-BREF merupakan salah satu versi WHOQOL terkenal yang dikembangkan untuk membandingkan kualitas hidup kelompok populasi pada berbagai budaya dan telah tersedia dalam lebih dari 40 bahasa dari seluruh dunia. WHOQOL-BREF merupakan ringkasan dari versi kuesioner sebelumnya yaitu WHOQOL- 100 dan memiliki 4 domain yaitu kesehatan fisik (physical health), kesehatan psikologis (psychological health), hubungan sosial (social relationship) dan lingkungan (environmental) (WHO, 1997). d. Euro Quality of Life (EQ-5D) Pengukuran utility dapat dilakukan dengan berbagai instrument baku, salah satunya adalah dengan EQ-5D(Euro Quality of life) melalui pengukuran tak langsung (Torrance, 1996). EQ-5D adalah instrument generik yang paling banyak digunakan saat ini dalam melakukan pengukuran kualitas hidup, utamanya terkait dengan pengukuran utilitas. Tersedia dalam lebih dari 160 bahasa baku di seluruh dunia dengan dua versi yaitu EQ-5D-3L dan EQ-5D-5L (Devlin NJ, 2013). Perbedaan EQ-5D-3L yang dikembangkan lebih dahulu dengan

16 versi terbaru EQ-5D-5L terletak pada jumlah tingkatan respon pada masing masing domain. EQ-5D-3L memiliki 3 tingkatan respon untuk tiap domain sedangkan EQ-5D-5L memiliki 5 tingkatan respon. EQ-5D terdiri dari 5 domain yaitu: mobility (kemampuan berjalan/bergerak), self-care (perawatan diri), usual activities (kegiatan yang biasa dilakukan, pain/discomfort (rasa kesakitan/tidak nyaman), and anxiety/depression (rasa cemas/depresi), dan secara umum terdiri atas EQ- 5D descriptive system dan EQ-5D visual analog scale (EQ-5D VAS). EQ- 5D descriptive system dapat menunjukkan status kesehatan pada setiap individu dan hasil pengukuran status kesehatan dari EQ-5D descriptive system dapat dilaporkan dalam bentuk health profile atau weighted index. Sedangkan EQ-5D VAS mencatat penilaian responden terhadap status kesehatannya melalui visual analogue scale dalam bentuk vertikal dengan skala 0 sampai 100 dimana 0 adalah status kesehatan treburuk dan 100 adalah status kesehatan terbaik (Reenen & Janssen, 2015). Data kuisioner EQ-5D dapat dianalisis lebih lanjut dengan berbagai metode analisis statistik salah satunya dengan psychometric properties. 13. Instrumen Spesifik Instrumen generik dimaksudkan untuk penggunaan secara luas pada berbagai macam kondisi pasien dengan beragam variasi penyakit maupun untuk populasi sehat. Sifat instrumen yang general ini mungkin menguntungkan untuk satu sisi, namun di sisi lain instrumen ini gagal untuk bisa fokus menangkap persoalan khusus dan menggali informasi yang lebih

17 sensitif dari pasien. Hal yang lebih detail terkait kondisi pasien menjadi penting dalam pengukuran kualitas hidup ketika seseorang hendak mendeteksi perbedaan antar individu yang mungkin muncul sebagai konsekuensi dari terapi berbeda yang diberikan. Oleh karenanya dikenal pula jenis instrument spesifik untuk pengukuran kualitas hidup pada penyakit tertentu (Fayers & Machin, 2000). Beberapa contoh instrumen spesifik yaitu Arthritis Impact Measurement Scales (AIMS), Asthma Quality-of-Life Questionnaire (AQLQ), Quality of Life in Epilepsy (QOLIE), Medical Outcomes Study HIV Health Survey (MOS-HIV). 14. Pengukuran Utility Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk pengukuran HRQoL adalah pengukuran QALYs (quality-adjusted life year). QALYs didapatkan dengan menggabungkan pengukuran outcome baik secara kualitatif maupun kuantitif (Coons, 2008). QALYs sendiri merupakan outcome dalam studi farmakoekonomi dengan metode CUA yang diawali dengan pengukuran nilai utility dalam evaluasinya. Utility direpresentasikan sebagai preference seseorang untuk menilai kondisi dan status kesehatannya. Dikuantifikasikan dalam skala 0 sampai 1 dengan 0 adalah skala terendah/kondisi kematian dan 1 adalah kondisi kesehatan penuh (Torrance, 1996). Menurut Andayani(2013) terdapat tiga metode yang sering digunakan untuk menentukan score utility, yaitu rating scale (RS), standart gamble (SG), dan time tradeoff (TTO).

18 a. Rating Scale Rating scale adalah suatu alat pengukuran berupa garis lurus sepanjang 10 sampai 20 cm dengan skala seperti thermometer, dimana kesehatan sempurna pada skala paling atas (100) dan kematian pada skala terendah (0). Instrumen ini secara umum dikenal dengan Visual Analog Scale (VAS). Subyek diminta untuk memberikan tanda pada posisi yang menunjukkan nilai relatif dari penyakit tersebut kemudian penilaian utility diberikan dengan mengubah nilai skala yang dipilih responden dalam bentuk desimal. Misalnya, jika keadaan penyakit berada pada skala 70, maka nilai utility nya adalah 0,7. b. Standart Gamble Pada metode standart gamble, setiap subjek ditawarkan dua alternatif. Alternatif yang pertama, pasien diberikan treatment dengan kemungkinan kembali ke kesehatan normal atau kematian segera. Sedangkan alternatif kedua adalah pasien memilih treatment lain dengan keluaran yang tidak dapat dipastikan/gambling. Harapan hidup seseorang dari kesehatan normal dilambangkan dengan p/probabilitas, sehingga kematian segera adalah 1-p. Dalam standart gamble dikenal pula istilah point of indifference atau poin dimana dua pilihan mendekati sama dan seseorang tak dapat memutuskan diantara keduanya. Point of indifference inilah yang kemudian dijadikan score utility. c. Time tradeoff (TTO) Metode TTO menghadapkan subyek pada dua alternatif. Alternatif

19 pertama adalah keadaan penyakit dengan lama harapan hidup yang pasti (t) dan kematian. Sedangkan alternatif kedua adalah menjadi sehat dengan waktu x, dimana x lebih pendek dari t. 15. Pengukuran Profil Kesehatan Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengukur hasil intervensi terapi ataupun pengaruh suatu penyakit dilihat dari sudut pandang pasien selain pengukuran utility adalah pengukuran HRQoL atau status kesehatan. Status kesehatan sendiri dapat digambarkan melalui pengukuran profil kesehatan. Berbeda dari pengukuran utility, skor pengukuran profil kesehatan terdiri dari beberapa skor untuk masing masing pasien berdasarkan penilaian antar aspek / domain yang dibedakan (Coons, 2008). Di sisi lain, hal ini merupakan suatu kekurangan dalam pengevaluasian studi farmakoekonomi, sebab pengukuran outcome terdiri dari banyak skor untuk satu penyakit sehingga menyulitkan didalam interpretasinya (Andayani, 2013) 16. Psychometric Properties Psychometric properties adalah salah satu atribut kuantifikasi yang berkaitan dengan pengukuran statistik terhadap analisis kekuatan dan kelemahan sebuah instrument (Walters, 2009). Evaluasi hasil pengukuran kuisioner yang dilakukan menurut Fitzspatrick et al(1998) yaitu : a. Reliability Reliabilitas sering diartikan sebagai keterandalan, keajegan dan

20 keterpercayaan. Sebuah tes dikatakan reliable apabila memberikan hasil penilaian yang seragam (ajeg) ketika dilakukan pengukuran kepada responden yang sama dalam waktu yang berbeda. (Dahlan, 2015) Reliabilitas meliputi penilaian terhadap reproducibility dan internal consistency. 1. Reproducibility Reproducibility berfokus pada kestabilan keterulangan hasil pengukuran. Seringkali digambarkan sebagai derajat penerimaan (agreement) (Terwee, et al., 2007). Derajat penerimaan ditentukan dengan membandingkan nilai pengukuran kali pertama dan kedua. 2. Internal Consistency Suatu dimensi dalam kuesioner biasanya diukur menggunakan lebih dari satu item. Hal ini berkaitan dengan pengukuran reliabilitas dimana semakin banyak suatu pengukuran relevan yang dilakukan, semakin reliable estimasi data yang diperoleh. Internal concistency penting untuk memastikan bahwa properti di dalam kuesioner tersebut memiliki satu konsep yang sama meskipun menggunakan multiple item. b. Face validity Merupakan aspek yang melihat pada bagaimana performance QoL instrument dalam mengukur titik poin yang dituju. Secara umum face validity merupakan penilaian kualitatif yang menilai apakah item-item dalam QoL instrument telah secara jelas merefleksikan apa yang ingin

21 dicari dalam dimensi QoL instrument tersebut. c. Convergent validity Convergent validity adalah pendekatan yang melibatkan keterkaitan antara suatu QoL instrument dengan QoL instrument lain baik pada dimensi pengukuran yang sama maupun pada dimensi pengukuran yang berbeda. d. Known-group validity Known-group validity adalah aspek analisis yang membandingkan nilai yang diperoleh pada suatu QoL dalam kelompok populasi tertentu dengan kelompok populasi lain yang sungguh berbeda kondisi kesehatannya. e. Discriminatory power Discriminatory power diukur menggunakan Shannon Index (H ) untuk informasi absolut dan Shannon Evenness Index (J ) untuk informasi relatif. (Agborsangaya, 2014) Keterangan : H : Shannon Index J : Shannon Evenness Index : H maksimum (jumlah optimal informasi yang bisa diperoleh) C : Jumlah kategori/level dalam instrumen

22 i : Item/dimensi : Proporsi yang memilih item (L) pada level i f. Ceiling effect Merupakan keadaan dimana hasil penilaian responden memberikan nilai tertinggi. G. Landasan Teori EQ-5D merupakan instrument generik yang digunakan secara luas dalam pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan untuk memperoleh nilai utility dan banyak direkomendasikan dalam dunia kesehatan internasional. Utility merupakan data awal yang diperlukan dalam perhitungan quality-adjusted life year (QALY), outcome dalam metode farmakoekonomi cost utility analysis (CUA). EQ-5D tersedia dalam dua versi yaitu EQ-5D-3L dan EQ-5D-5L. Dalam berbagai pengaplikasian, EQ-5D telah banyak membuktikan validitas dan reliabilitasnya dalam pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan. Meskipun demikian, terdapat banyak perdebatan mengenai sensitifitas EQ-5D-3L dalam konteks tertentu yang dianggap gagal dalam menangkap beberapa aspek penting terkait kesehatan. Berbagai negara telah melakukan penelitian untuk membandingkan kesesuaian kedua versi kuisioner tersebut dalam pengukuran kualitas hidup untuk berbagai kelompok populasi. Sebagian besar hasil penelitian menyimpulkan bahwa EQ-5D versi 5L adalah lebih sesuai. Sayangnya, penelitian serupa belum pernah dilakukan di Indonesia. Padahal hasil penelitian tiap negara bisa jadi tidak sama karena berbagai faktor yang mempengaruhi. Sehingga penelitian tentang

23 kuesioner EQ-5D di Indonesia diperlukan untuk mengetahui versi kuesioner EQ- 5D yang paling sesuai untuk populasi Indonesia. Terutama untuk kelompok populasi penyakit dengan prevalensi yang tinggi dan terus meningkat seperti hipertensi. H. Keterangan Empiris Penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang valid terhadap versi EQ-5D yang lebih sesuai untuk pengukuran kualitas hidup kelompok populasi hipertensi di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.