BAB 1 PENDAHULUAN. Kepuasan kerja merupakan kepuasan yang dirasakan seorang pekerja secara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, merupakan kegiatan yang padat moral serta padat karya

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat melakukan hal tersebut banyak hal yang perlu dilakukan, salah satu diantaranya

Sistem yang digunakan di RSUD Simo Boyolali berbeda antara dokter spesialis, dokter umum dan perawat. Untuk insentif dokter spesialis berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk seluruh masyarakat. Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat tersebut banyak hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang profit maupun yang non profit, mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. menciptakan efektivitas kerja yang positif bagi pegawai. Adanya kepemimpinan yang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tugas memberi asuhan keperawatan (Arwani, 2006). perawat merasa puas dalam bekerja (Aditama,2006).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. termasuk didalamnya masalah upah, kondisi sosial, kondisi fisik dan kondisi

BAB 1 PENDAHULUAN. didalam suatu organisasi maupun instansi yang bergerak dalam sektor pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam khasanah totalitas mekanisme kerja keorganisasian, dari sekian

BAB 1 PENDAHULUAN. institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN (1, 2)

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. UU RI Nomor 20 Tahun 2003; bahwa : Standar nasional pendidikan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. satunya dengan komunikasi yang baik dalam organisasi dimana komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. lainnya baik pemerintah maupun swasta. Puskesmas merupakan upaya pelayanan

PENGARUH KOMPENSASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. MANDIRI UTAMA TEKNIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan. Pelayanan keperawatan sering dijadikan tolok ukur citra sebuah

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai derajat kesehatan yang tinggi. Pembangunan manusia seutuhnya

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu aspek pembangunan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan bagian integral dari seluruh sistem pelayanan kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. maupun kinerja organisasi secara keseluruhan. Satu hal yang harus diperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. Perum dan terakhir ini telah menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kesehatan bersifat holistik atau menyeluruh. Dalam mengupayakan

BAB I PENDAHULUAN. yang memproses penyembuhan pasien agar menjadi sehat seperti sediakala.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendapatkan pangsa pasar yang akan dimasuki. Perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus

BAB 1 PENDAHULUAN. mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu.

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, pelayanan keperawatan mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu tujuan dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah upaya

TESIS Untuk memenuhi persyaratan Mencapai derajat Sarjana S 2. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun,

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar rumah sakit baik lokal, nasional, maupun regional. kebutuhan, tuntutan dan kepuasan pelanggan.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun tidak dipungkiri bahwa dalam pengelolaan rumah sakit kinerja tenaga sumber

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang disebut Teori Dua Faktor atau Two Factor Theory yang terdiri atas: faktor hygiene, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas perusahaan. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, yang

BAB I PENDAHULUAN. individunya saling menunjang sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor utama yang menentukan berhasil

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas pengelolaan sumber daya manusia. Organisasi yang berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan umum di bidang kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lagi bersifat lokal, tetapi menjadi global. Contohnya pada era ini masyarakat lebih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan karakteristik tersendiri dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan sumber pemberi jasa pelayanan kesehatan. Saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. instansi harus menentukan strategi dan kebijakan manajemennya, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi mempunyai tujuan yang akan dicapai melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran penting di rumah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk itu manusia terdorong untuk melakukan aktivitas yang disebut bekerja.

BAB I PENDAHULUAN. kewajibannya dalam mencapai tujuan organisasi. Untuk itu aspek perilaku. manusia dalam penilaian kinerja menjadi dominan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. profesionalisme staf rumah sakit (Hasibuan, 2002). Sebuah RS. pencegahan, penyembuhan dan pemulihan bagi pelanggan (pasien dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Rumah sakit sebagai institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks. Undang-undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 rumah sakit

PANDUAN PENJELASAN HAK PASIEN DALAM PELAYANAN LOGO RS X

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif mencakup aspek promotif,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatkan pula kinerja dan daya hasil organisasi, sehingga dapat mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas

BAB 1 : PENDAHULUAN. penunjang medis dan melaksanakan pelayanan administratif. Sumber Daya Manusia (SDM)

BAB I PENDAHULUAN. bertahan dan berkembang di dalam masyarakat. Kekuatan pertama dalam

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya mutu pelayanan dengan berbagai kosekuensinya. Hal ini juga yang harus dihadapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi, dan seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan upaya kesehatan (Depkes RI, 2009). Salah satu pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. pentingnya kesehatan sebagai hak azasi manusia. Sehat merupakan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. pada sumber daya manusia (human resources) guna menjalankan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. industri. Perusahaan-perusahaan yang punya modal besar berusaha untuk segera

BAB I PENDAHULUAN. Pemberian pelayanan kesehatan menjadi prioritas utama bagi banyak

BAB I PENDAHULUAN. negara maju. Setiap organisasi pemerintah dituntut untuk dapat mengoptimalkan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan merupakan langkah terakhir yang penulis lakukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. bawahan yang berbeda beda. Bawahan dipengaruhi sedemikian rupa

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DENGAN KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR.

I. PENDAHULUAN. Tuntutan persaingan dalam pengelolalan kegiatan usaha dari lingkup organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi mendorong rumah sakit menjadi semakin kompetitif dan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu jaringan pelayanan kesehatan yang penting,

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI INTRINSIK DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemberlakuan zona ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada 2015 nanti. ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dengan penyebaran angket, serta pengujian analisis jalur (path analysis) yang dilakukan

secara jelas sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepuasan kerja merupakan kepuasan yang dirasakan seorang pekerja secara individual melalui perbandingan antara masukan yang digunakan dan hasil yang diperoleh apakah sesuai dengan yang diharapkan. Semakin mendekati tingkat harapan terhadap hasil yang diperoleh, kepuasan kerja seorang pekerja juga akan semakin tinggi. Hal ini juga tidak terlepas dari berbagai faktor dari dalam maupun dari luar pekerja. Kepuasan kerja merupakan dampak atau hasil dari keefektifan performance dan kesuksesan dalam bekerja. Kepuasan kerja yang rendah pada organisasi adalah rangkaian dari 1) menurunnya pelaksanaan tugas, 2) meningkatnya absensi, dan 3) penurunan moral organisasi. Sedangkan pada tingkat individu, ketidakpuasan kerja, berkaitan dengan 1) keinginan untuk keluar dari organisasi kerja, 2) meningkatnya stres kerja, dan 3) munculnya berbagai masalah psikologis dan fisik (Yulk, 1994). Kepuasan kerja karyawan berhubungan dengan harapan pegawai terhadap atasan (pimpinan), rekan kerja dan pekerjaan itu sendiri. Sedangkan kinerja adalah kekuatan dan kemampuan karyawan untuk melakukan tugas. Jadi jika kepemimpinan atasan baik dalam melaksanakan tugas maka, karyawan akan termotivasi untuk bekerja dan memiliki kepuasan kerja, demikian juga sebaliknya. Penelitian yang

dilakukan oleh Smith et al. (2000) menemukan bahwa motivasi mempunyai hubungan yang positif terhadap kepuasan kerja. Sebagaimana didefinisikan, kepuasan kerja adalah terpenuhi atau tidaknya keinginan terhadap pekerjaan (Amstrong dan Murlis, 2004). Kepuasan kerja karyawan berhubungan dengan harapan pegawai terhadap atasan, rekan kerja, dan terhadap pekerjaan itu sendiri. Bila dalam lingkungan kerja, karyawan tidak mendapatkan apa yang diharapkan seperti peluang promosi yang adil, pendapatan yang baik, rekan kerja dan atasan yang menyenangkan, serta kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, maka kinerja karyawan akan buruk. Penjelasan Peraturan Pemerintah No 23 tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum tersurat bahwa di lingkungan pemerintah terdapat banyak satuan kegiatan ynag berpotensi dikelola lebih efektif melalui pola Badan Layanan Umum. Diantara mereka ada yang memperoleh imbalan dari masyarakat dalam proporsi signifikan sehubungan dengan layanan yang diberikan. Badan Layanan Umum diberi kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non PNS serta kesempatan memberikan imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Handoko (2001) menyatakan bahwa bagi mayoritas karyawan, uang masih tetap merupakan motivator kuat bahkan paling kuat dalam bekerja. Sedangkan menurut Schuler dalam Nofrinaldi dkk. (2006), uang akan menimbulkan kepuasan dan motivasi apabila memenuhi kriteria: adil pembayarannya; wajar dalam pembayarannya; pembayarannya transparan berdasarkan alat yang akurat dan

senantiasa berkelanjutan (konsisten) dan diperbaharui. Tidak disangkal bahwa motivasi seseorang bekerja adalah untuk mencari nafkah dan mengharapkan menerima imbalan tertentu. Imbalan merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh pihak manajemen suatu organisasi, karena imbalan kepada para pekerja hanya dipandang sebagai alat pemuasan kebutuhan materialnya, tetapi sudah dikaitkan dengan harkat dan martabat sebagai manusia. Jika ada ketidakpuasan atas kompensasi yang diterimanya serta tidak ada penyelesaian yang baik, maka akan timbul prestasi kerja yang menurun. Jasa medik merupakan penghargaan atau rewards yang diterima karyawan rumah sakit sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang karyawan lakukan. Jasa medik yang langsung terkait dengan kinerja seperti jasa pelayanan, dapat memotivasi perbaikan kinerja individu, akan tetapi juga dapat merusak motivasi apabila sistem yang diterapkan tidak sesuai. Tingkat kepuasan jasa pelayanan adalah derajat tinggi rendahnya persepsi perawat terhadap kesesuaian jasa medik yang diharapkan dengan yang diterima atau yang seharusnya diterima (Depkes RI, 2001). Pemberian jasa medik kepada karyawan rumah sakit bersumber dari tarif pelayanan yang dibebankan kepada pasien yang memanfaatkan pelayanan rumah sakit. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 582/Menkes/Kes/SK/VI/1997 disebutkan bahwa tarif rumah sakit diperhitungkan atas dasar unit cost dari setiap jenis pelayanan dan kelas perawatan dengan memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat.

Menurut Sulaeman (1996) menyatakan bahwa prinsip pembagian jasa pelayanan adalah merata dan adil. Merata yaitu semua karyawan mendapat pembagian jasa pelayanan dan adil jika karyawan yang produktivitasnya tinggi harus mendapat jasa pelayanan yang lebih besar. Pengembangan sistem pembagian jasa pelayanan menurut Maas (1996) dilakukan melalui proses pengelompokan unsur penerima jasa pelayanan, penentuan besaran dan cara pembagiannya. Menurut Wibowo (2009) kebijakan kompensasi harus memperhatikan berbagai hal terkait, misalnya kultur kerja organisasi, strategi rumah sakit, hingga ke masa depan rumah sakit. Perbedaan kompensasi yang terlalu besar antara jenis tenaga medis dapat merusak kultur kerja sumber daya manusia. Pemberian kompensasi yang terlalu besar untuk kelompok tenaga medis tertentu (misalnya dokter spesialis) dapat memicu perawat meminta kompensasi yang lebih besar dari yang ada. Hal ini pada akhirnya dapat mengancam kelangsungan hidup rumah sakit. Di dalam sektor pemerintah, kompensasi yang besar untuk dokter dapat menimbulkan kecemburuan bagi tenaga di sektor pemerintah lainnya, misalnya Pegawai Pemerintah Daerah, bahkan kepala daerahnya sendiri. Sementara itu, kompensasi yang terlalu rendah dapat pula mengurangi semangat kerja dokter spesialis sehingga mengurangi produktivitasnya. Menurut penelitian Darmawan (2008), deskripsi tugas pokok dan fungsi masing-masing perawat yang belum ditetapkan mengakibatkan setiap bagian menjalankan fungsinya sesuai dengan persepsinya yang mereka bentuk sendiri tanpa pengarahan dan pengendalian. Mereka hanya bekerja secara rutinitas, tidak mandiri

dan tidak sesuai dengan tugas prioritasnya. Konsekuensi dari perkembangan itu harus ada jenjang karier dan pengembangan staf yang tertata baik, imbalan jasa, insentif serta sistem penghargaan yang memadai, rendahnya imbalan jasa bagi perawat selama ini memengaruhi kinerja perawat. Isu hangat keperawatan baik regional maupun nasional adalah isu tentang jasa keperawatan. Isu ini jika tidak ditanggapi dengan benar dan profesional dikhawatirkan dapat menghambat upaya kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, menghambat upaya pengembangan rumah sakit serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi. Hasil penelitian Setyono (2002) tentang Analisis pengelolaan jasa medis di Rumah Sakit Umum Kabupaten Daerah Tingkat II Subang, menemukan bahwa terjadi keterlambatan pembayaran dari waktu yang seharusnya dibayar dan adanya perbedaan besarnya jasa medis yang seharusnya dibayar dengan kenyataan yang diterima. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan merupakan Rumah Sakit Pemerintah di Kabupaten Aceh Selatan. Berdasarkan data dari bagian kepegawaian diperoleh tingkat absensi/mangkir dalam 2 tahun terakhir (Tahun 2009-2010), umumnya terjadi pada kelompok perawat pelaksana mencapai angka 2-4 % perbulan, sedangkan kemangkiran pada kelompok manajemen relatif lebih rendah yaitu kurang dari 1 %. Secara kuantitatif, tingginya tingkat absensi perawat pelaksana dalam kurun 2 tahun terakhir menunjukkan indikasi rendahnya tingkat kepuasan kerja.

Menurut pimpinan rumah sakit, tingkat kemangkiran lebih dari 3% perlu dihindari karena dapat mengganggu kelancaran pelayanan kepada pasien, oleh karena itu pimpinan menerapkan pemberian sanksi bagi karyawan mangkir dengan memotong insentif sebesar 5% setiap satu kali mangkir (RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan, 2011). Absensi/kemangkiran dalam perusahaan merupakan masalah karena kemangkiran berarti kerugian akibat terhambatnya penyelesaian pekerjaan dan penurunan kinerja. Hal ini juga merupakan indikasi adanya ketidakpuasan kerja karyawan yang dapat merugikan perusahaan (Robbin, 2003). Menurut Burton et al. (2002) banyak organisasi terlihat bahwa terdapat korelasi kuat antara kepuasan kerja dengan tingkat kemangkiran, artinya telah terbukti bahwa karyawan yang tinggi kepuasan kerjanya akan rendah tingkat kemangkirannya. Sebaliknya karyawan yang rendah tingkat kepuasan akan cenderung tinggi tingkat kemangkirannya. Peraturan Daerah atau Qanun Kabupaten Aceh Selatan Nomor 1 Tahun 2003 tentang Restribusi Pelayanan Kesehatan dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan jasa medik adalah imbalan yang diterima oleh pelaksana pelayanan atas jasa yang diberikan kepada pasien dalam rangka observasi, diagnosis, perawatan, pengobatan, konsultasi, visite, rehabilitasi medik dan atau jasa pelayanan lainya termasuk jasa manajemen. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa jasa pelayanan adalah hak yang harus diterima oleh pelaksanan atas jasa yang diberikan kepada pasien. Pembagian jasa pelayanan perlu dilakukan secara hati-hati, teliti, cermat, transparan, adil dan bijaksana, karena dampak yang ditimbulkan relatif luas

(misalnya: kecemburuan, ketidak percayaan/kecurigaan dan kekecewaan) serta dapat berpengaruh pada penurunan kinerja dan suasana kerja yang tidak kondusif serta dapat mengakibatkan munculnya krisis kepercayaan. Pada tahun 2010-2011 terjadi masalah ketidakharmonisan antara petugas kesehatan di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan yang diawali dengan ketidakpuasan di dalam sistem pembagian jasa pelayanan yang diberikan kepada dokter maupun perawat. Keadaan tersebut menciptakan disharmoni dalam kinerja Rumah Sakit sehingga timbul perasaan tidak puas yang dalam kalangan paramedik karena penerimaan jasa pelayanan yang diterima dirasa belum adil dibanding beban tugas yang dilaksanakan. Hal tersebut selalu menjadi bahan diskusi maupun rapat-rapat bulanan komite keperawatan yang hingga sekarang belum menghasilkan sebuah rumusan pembagian jasa pelayanan yang dirasa bisa diterima oleh semua tenaga keperawatan di rumah sakit. Untuk menghindari dan meminimalisir permasalahan yang mungkin timbul maka hendaknya pembagian jasa pelayanan diberikan secara utuh, transparan, prosporsional dan sesuai dengan tanggungjawabnya. Sistem pembagian jasa medik di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan mengacu kepada Qanun Nomor 1 Tahun 2003 bahwa penerimaan jasa yang didapat dari jasa pelayanan medik diperuntukkan dengan proporsi yaitu 56 % untuk bahan habis pakai dan jasa sarana rumah sakit yang disetorkan ke Pemerintah Daerah sedangkan 44 % untuk jasa pelayanan. Jasa Pelayanan medik ini dibagi lagi berdasarkan jenis ketenagaan serta unit kerja, yaitu 50% untuk tenaga medis, 30% untuk tenaga paramedis dan non medis dan 20% untuk biaya peningkatan wawasan

seperti menghadiri seminar, lokakarya dan lain-lain. Pembagian jasa medik bagi tenaga medis, para medis perawatan, para medis non perawatan serta tenaga non medis, diatur dalam surat keputusan direktur yang proporsinya sudah disepakati Tim/Panitia pembagi jasa pelayananan yang dibentuk oleh direktur rumah sakit. Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti tentang penetapan jasa medik pelayanan tenaga perawat pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan pada awal tahun 2012 adalah ditemukannya kenyataan bahwa ada perbedaan yang cukup segnifikan dalam penerimaan jasa pelayanan tenaga keperawatan pada masingmasing ruang pelayanan. Perbedaan jumlah jasa medik yang dirasakan perawat pelaksana karena sistem pembagian ada yang hanya berdasarkan kepada tataran bangsal perawatan, penetapan perhitungan skor hanya berdasarkan kepantasan, sehingga masih dirasakan kurang adil terutama oleh perawat. Keluhan yang sering dirasakan sebagaian besar perawat pelaksana seperti pembagian jasa medik yang kurang adil, pimpinan kurang mendengarkan aspirasi perawat pelaksana tentang jasa medik. Pembagian jasa medik pada setiap unit pelayanan ditentukan oleh manajemen rumah sakit secara merata, selanjutnya pada setiap unit kerja dilakukan pembagian oleh pimpinan unit kerja secara merata untuk setiap petugas pada unit kerjanya. Kurangnya sosialisasi dari pimpinan rumah sakit kepada pimpinan unit kerja serta petugas setiap unit kerja menyebabkan tidak adanya kesamaan pemahaman antara setiap petugas tentang pembagian jasa medik.

. Perlu adanya perhatian manajemen RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan, tentang kepuasan kerja perawat pelaksana, sehingga diharapankan kinerja perawat pelaksana tercapai dengan baik. Sistem pembagian jasa pelayanan kepada perawat yang belum memperhatikan bobot kerja yang disumbangkan oleh perawat dalam melaksanakan pelayanan atau asuhan keperawatan yang profesional. Sistem pembagian berdasarkan jabatan dan penetapan skor tidak ada dasarnya, kondisi statis, tetap, transparan hanya berdasarkan pada kepantasan sehingga diperlukan perbaikan. Ketimpangan penerimaan insentif pelayanan tenaga keperawatan ini disebabkan karena sistem pembagian insentif yang bagi masing-masing perawat.. Ketidakadilan pembagian jasa medik yang diterima masih belum sesuai dengan hasil kerja yang dicapai masing-masing perawat. Jasa medik yang diterima akan sangat memengaruhi status, harga diri, dan perasaan-perasaan mereka terhadap rumah sakit. Hal ini berdampak terhadap moral kerja, kepuasan dan produktivitas perawat karena jasa medik merupakan salah satu bentuk insentif sehingga termasuk dari paket kompensasi. Fenomena rendahnya kepuasan kerja ini diduga terkait dengan belum baik atau sesuainya sistem pembagian jasa medik bagi perawat pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan. Berdasarkan teori dan beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas, dan permasalahan yang ditemui pada di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan saat ini, maka peneliti tertarik untuk meneliti

Pengaruh Sistem Pembagian Jasa Medik terhadap Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan. 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh sistem pembagian jasa medik (keadilan, kewajaran, transparansi dan konsistensi) terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan?. 1.3 Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh sistem pembagian jasa medik (keadilan, kewajaran, transparansi dan konsistensi) terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan. 1.4 Hipotesis Sistem pembagian jasa medik (keadilan, kewajaran, transparansi dan konsistensi) berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan bagi manajemen RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan tentang kebijakan pemberian jasa medik di rumah sakit. 2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan sistem pembagian jasa medik serta kepuasan kerja perawat pelaksana di rumah sakit.